GARAM KARBOKSILAT ATAU METIL ESTER KERING
ANDI MURLINA TASSE
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Tampilan Asam Lemak dalam Susu Sapi Hasil Pemberian Ransum Mengandung Campuran Garam Karboksilat atau Metil Ester Kering adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Oktober 2010
Andi Murlina Tasse
ANDI MURLINA TASSE. Fatty Acids Profile in Milk Cow’s fed Containing Mixed Dry Carboxylate Salt or Methyl Ester. Advisor: JAJAT JACHJA, LATIFAH K.DARUSMAN, and MUHAMMAD WINUGROHO.
Dry carboxylate salt mixed (DCM) and dry methyl ester mixed (DMM) are product of fish oil processing. It’s a source of essential fatty acid as EPA (eicosapentaenoic acid, C20:5(n-3)) and DHA(docosahexaenoic acid, C22:6(n-3)) for lactating dairy cows. The aim of experiments were to evaluate: (1) the effect of the concentrate with DCM or DMM in ruminal fermentation, (2) the effect of the dietary with DCM or DMM on the profile of fatty acids in cows milk, and (3) the mechanism of incorporation fatty acids in cows milk . The ruminal fermentation experiment used concentrate’s 14% crude protein, and 64% total digestible nutrient with 0, 15, 30, 45, dan 60 g kg-1 DCM or DMM. The result of experiment showed concentrate with in consentrate with with 0, 15, 30, 45, dan 60 g kg-1 DCM or DMM can be used to the ruminant dietary. The effect of offered of dietary with DCM or DM on fatty acids profile in cows milk, and mechanism of incorporation of fatty acids experiment used concentrate with 45 gkg-1 DCM (DCM given at 1% of kg-1 DM of dietary) or 45 gkg-1 DMM (DMM given at 1% of kg-1 DM of dietary). The treatments were allotted in nine lactating dairy cows in mid lactation, and body weight 320-350 kg and daily milk yield 8-10 Ld-1
Keywords: dry carboxylate salt mixed (DCM), dry methyl ester mixed (DMM), fatty acid, cows milk.
ANDI MURLINA TASSE. Tampilan Asam Lemak dalam Susu Sapi Hasil Pemberian Ransum dengan Konsentrat Mengandung Campuran Garam Karboksilat Kering atau Campuran Metil Ester Kering. Dibimbing oleh: JAJAT JACHJA, LATIFAH K. DARUSMAN, dan MUHAMMAD WINUGROHO.
Penggunaan produk pengolahan minyak ikan seperti campuran garam karboksilat kering (CGKK), dan campuran metil ester kering (CMEK) sebagai sumber asam lemak essensial seperti EPA dan DHA untuk sapi perah belum ada di Indonesia. Seperti halnya mekanisme inkorporasi asam lemak ransum dalam susu sapi belum ada dalam jurnal ilmiah nasional. CGKK merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan garam karboksilat sedangkan CMEK merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan metil ester. Garam karboksilat merupakan hasil hidrolisis asam dari minyak ikan sedangkan metil ester merupakan hasil metanolisis dari minyak ikan. Garam kaboksilat dan metil ester diharapkan sebagai sumber asam lemak essensial seperti EPA dan DHA dalam ransum yang dapat dideposisi dalam lemak susu.
Serangkaian penelitian telah dilakukan, dimulai dari penelitian pendahuluan untuk menentukan kelayakan penggunaan konsentrat CGKK dan CMEK untuk ternak ruminansia yang ditunjukkan oleh konsentrasi hasil fermentasi dalam rumen, dalam kisaran normal konsentrasi amonia, konsentrasi VFA total serta degradasi bahan kering. Penelitian menggunakan rancangan kelompok dengan 5 perlakuan dan 2 ulangan. Konsentrat perlakuan disusun terdiri atas: K-0 = konsentrat dengan PK 14 % dan TDN 64%, K-15 = K-0 + 15 gkg-1
Guna mengkaji mekanisme inkorporasi asam lemak dalam ransum dalam susu sapi melalui pemberian ransum dengan CGKK(RK-45), dan ransum dengan CMEK(RM-45), dilakukan uji in vivo pada 9 ekor sapi perah laktasi dalam periode pertengahan laktasi dan produksi susu harian 8-10 Lhr
CGKK atau CMEK dapat digunakan untuk ransum ternak ruminansia seperti sapi perah.
-1
ppm asam laurat, 30000 ppm asam miristat, 83000 ppm asam palmitat), tanpa menurunkan kadar lemak total (4,1% vs 4,3%, 4,4%) dalam susu sapi.
Absorbsi asam lemak kecuali EPA dan DHA ransum dalam plasma yang menunjukkan konsentrasi asam lemak ransum yang dapat dibawa dalam darah ke jarigan mamari berkurang pada sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK(RK-45) atau CMEK(RM-45). Hal ini menunjukkan absorbsi EPA (20:5) dan DHA (22:6) menghambat absorbsi asam stearat (18:0), asam oleat (18:1), asam linoleat(18:2), dan asam linolenat (18:3) oleh sel intestinal. Fenomena ini berindikasi posisi spesifik EPA (20:5) dan DHA (22:6) sama dengan asam lemak essensial lainnya seperti asam stearat(18:0), asam oleat (18:1), asam linoleat (18:2) dan asam linolenat (18:3) dalam lipid yang diresintesa dalam sel intestinal.
Inkorporasi EPA dan DHA plasma tidak menghambat inkorporasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat plasma dalam lemak susu. Konsentrasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat tidak berubah dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK. Begitu juga, konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo seperti, asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat , asam miristat dan asam palmitat tidak berubah dalam susu sapi. Fenomena ini berindikasi posisi spesifik 20:5 dan 22:6 tidak sama dengan 18:0, 18:1, 18:2, 18:3, dan asam lemak de novo 8:0, 10:0,12:0, 14:0 dan 16:0 dalam susu sapi.
Seluruh rangkaian penelitian ini menghasilkan simpulan sebagai berikut: ransum dengan konsentrat dengan kadar protein kasar 14% dan total nutrien tercerna 64% mengandung campuran garam karboksilat kering 45 gkg-1 atau campuran metil ester kering 45 gkg-1 dapat menghasilkan susu sapi dengan EPA dan DHA tanpa menghambat sintesa dan inkorporasi asam lemak hasil sintesa de novo asam lemak dalam susu sapi. Absorbsi dan inkorporasi asam lemak dalam lemak yang disintesa dalam sel intestinal, dan inkorporasi asam lemak dalam lemak yang disintesa dalam jaringan mamari bergantung pada posisi spesifik asam lemak dalam lemak (triasil gliserol). Kadar lemak total tidak menurun dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK(RK-45) atau ME (RM-45) (4,1 vs 4,7 vs 4,4 %) pada pertengahan laktasi.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
GARAM KARBOKSILAT ATAU METIL ESTER KERING
ANDI MURLINA TASSE
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Ternak
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Pada Ujian Tertutup :
1. Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr
(Staf Pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor)
2. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS
(Staf Pengajar Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor)
Penguji Pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Budi Haryanto, M.Sc
(Staf Peneliti Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor)
2. Prof. Dr. Ir. Toto Toharmat, M.Agr.Sc
Nama : Andi Murlina Tasse
NRP : P04600009
Program Studi : Ilmu Ternak (PTK)
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ketua
Dr. Ir. Jajat Jachja, M. Agr.
Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M.S.
Anggota Anggota
Prof. Dr. Ir. M. Winugroho, M.Sc., APU
Diketahui
Ketua Departemen Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
Penulis dilahirkan di Pangkep, Sulawesi Selatan pada tanggal 30
November 1962 dari ayahanda Andi Tasse dan ibunda Andi Makka. Penulis merupakan putri kedelapan dari delapan bersaudara.Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga Disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan bulan Maret sampai November 2005 ini ialah Tampilan Asam Lemak dalam Susu Sapi Hasil Pemberian Ransum dengan Konsentrat Mengandung Campuran Garam Karboksilat Kering atau Campuran Metil Ester Kering. Pembuatan campuran garam karboksilat kering (CGKK) dan campuran metil ester kering (CMEK) di Laboratorium Kimia Analitik, FMIPA, IPB. Uji in vitro di Laboratorium Ruminansia Besar , Balitnak. Uji in vivo pada sapi laktasi dilakukan di peternakan sapi perah rakyat. Analisa komposisi kimia konsentrat di Laboratorium Pengolahan Pakan, Fapet, IPB. Analisa asam lemak ampas tahu dan plasma di Laboratorium Kimia Pangan, PAU, IPB, dan analisa asam lemak susu sapi di Laboratorium Kimia Terpadu, FMIPA, IPB.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Jajat Jachja, M.Agr., Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, M. Si., dan Prof. Dr. Ir. M. Winugroho, M.Sc., APU selaku komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan arahan serta bimbingan kepada penulis dalam pelaksanaan penelitian hingga penyusunan disertasi ini.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dirjen DIKTI berserta jajarannya, rektor UNHALU berserta jajarannya, rektor IPB beserta jajarannya serta seluruh pihak yang telah memberi kesempatan dan bantuan kepada saya, mulai dari masa kuliah sampai selesainya disertasi ini.
Kepada yang mulia almarhum Pappi dan almarhumah Mammi, yang tercinta kakak-kakak serta seluruh keluarga besar saya, saya haturkan terima kasih yang tulus atas kasih sayangnya, teladan, dukungan dan semangat yang senantiasa saya rasakan. Kepada rekan-rekan mahasiswa pascasarjana PTK yang tidak dapat ditulis satu per satu, terima kasih atas kebersamaannya. Terima kasih juga buat kak Indah, kak Cia, Lala, Tri, Ridho, Agung, deVentri, deNik, deDinok serta banyak lagi yang tak dapat disebutkan.
Keterbatasan kemampuan penulis menjadikan disertasi ini terbuka untuk saran dan kritik membangun. Semoga tulisan ini bermanfaat. Akhir kata semoga harapan untuk hanya mencari ridho Allah SWT dapat tercapai, Amiiiin
Billahittaufik wal hidayah, Wassalam.
Bogor, Oktober 2010
Andi Murlina Tasse
Halaman
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
2 FERMENTABILITAS DAN DEGRADASI KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING ATAU CAMPURAN METIL ESTER KERING Pendahuluan ... 5
Materi dan Metode ... 6
Hasil dan Pembahasan ... 10
Simpulan ... 19
3 EFEK KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING ATAU CAMPURAN METIL ESTER KERING DALAM RANSUM TERHADAP KONSENTRASI ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI Pendahuluan ... 21
Materi dan Metode ... 22
Hasil dan Pembahasan ... 26
Simpulan ... 36
4 MEKANISME INKORPORASI ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI Pendahuluan ... 37
Materi dan Metode ... 39
Hasil dan Pembahasan ... 42
Simpulan ... 48
5 PEMBAHASAN UMUM ... 49
6 SIMPULAN DAN SARAN ... 55
DAFTAR PUSTAKA ... 57
Halaman
1 Komposisi kimia konsentrat ... 5
2 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap konsentrasi amonia ... 11
3 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap konsentrasi amonia ... 11
4 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap VFA total ... 13
5 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap VFA total ... 14
6 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap degradasi bahan kering ... 15
7 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap degradasi bahan kering ... 16
8 Komposisi ransum penelitian ... 20
9 Pengaruh ransum dengan CGKK atau CMEK terhadap konsentrasi asam lemak essensial dalam susu sapi ... 25
10 Pengaruh ransum dengan CGKK atau CMEK terhadap konsentrasi asam lemak nonessensial dalam plasma ... 28
11 Komposisi ransum total ... 37
12 Pengaruh ransum dengan CGKKdan CMEK terrhadap konsentrasi asam lemak dalam plasma ... 40
13 Absorbsi asam lemak esensial ransum ke dalam plasma ... 42
Halaman
1 Tahapan penelitian ... 8
Halaman
1 Bagan alir tahapan penelitian ... 58
2 Komposisi kimia konsentrat ... 59
3 Ekstraksi lemak dari ampas tahu ... 59
4 Pemisahan plasma dari sampel darah ... 59
5 Ekstraksi lemak dari sampel susu ... 59
6 Metilasi asam lemak dalam lemak sampel ... 60
7 Analisis asam lemak dengan khromatografi gas ... 60
8 Preparasi medium untuk invitro ... 60
9 Teknik fermentasi invitro ... 61
10 Pengukuran konsentrasi ammonia (metode Conway) ... 61
11 Pengukuran konsentrasi VFA total (metode destilasi uap) ... 61
12 Pengukuran degradasi konsentrat ... 62
13 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi ammonia yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK ... 62
14 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi ammonia yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CMEK ... 63
15 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK ... 63
16 Hasil sidik ragam dan uji Duncan konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CMEK ... 64
17 Hasil sidik ragam dan uji Duncan degradasi yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK ... 64
20 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam kaprat (10:0) dalam susu sapi ... 65
21 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam laurat (12:0) dalam susu sapi ... 66
22 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam miristat (14:0) dalam susu sapi ... 66
23 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam palmitat (16:0) dalam susu sapi ... 66
24 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam stearat (18:0) dalam susu sapi ... 67
25 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam oleat (18:1) dalam susu sapi ... 67
26 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam linoleat (18:2) dalam susu sapi ... 67
27 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam linolenat (18:3) dalam susu sapi ... 67
28 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi EPA (20:5) dalam susu sapi ... 68
29 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi DHA (22:6) dalam susu sapi ... 68
30 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal kadar lemak total dalam susu sapi ... 68
31 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam stearat (18:0) dalam plasma ... 68
32 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam oleat (18:1) dalam plasma ... 69
33 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam linoleat (18:2) dalam plasma ... 69
34 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal konsentrasi asam linolenat (18:3) dalam plasma ... 69
37 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi asam stearat (18:0) ransum dalam plasma ... 70
38 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi asam oleat (18:1) ransum dalam plasma ... 70
39 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi asam linoleat (18:2) ransum dalam plasma ... 71
40 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi asam linolenat (18:3) ransum dalam plasma ... 71
41 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi EPA (20:5) ransum dalam plasma ... 71
42 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal absorbsi asam DHA (22:6) ransum dalam plasma ... 72
43 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi asam stearat (18:0) plasma dalam susu sapi ... 72
44 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi asam oleat (18:1) plasma dalam susu sapi ... 72
45 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi asam linoleat (18:2) plasma dalam susu sapi ... 73
46 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi asam linolenat (18:3) plasma dalam susu sapi ... 73
47 Hasil sidik ragam dan kontras orthogonal inkorporasi EPA (20:5) plasma dalam susu sapi ... 73
Sapi perah mempunyai kemampuan dalam menghasilkan susu dengan
kandungan asam-asam lemak sebagai sumber energi mudah tersedia seperti asam
kaprilat(C8:0), asam kaprat(C10:0), asam laurat(C12:0), asam miristat(C14:0), dan
asam palmitat(C16:0). Sapi juga dapat menghasilkan asam lemak yang dapat
dideposit sebagai cadangan lemak seperti asam stearat (C18:0), asam oleat (C18:1),
asam linoleat (C18:2), dan asam linolenat (C18:3
Asam lemak omega 3 seperti EPA(eicosapentaenoic acid, C
) dalam jaringan adiposa melalui
ransum yang mengandung asam-asam lemak ini.
20:5(n-3))dan
DHA(docosahexaenoic acid,C22:6(n-3)
EPA berperan untuk melancarkan aliran darah. EPA berfungsi sebagai
penghasil prostaglandin E
) berperan dalam pemeliharaan kesehatan
dan perkembangan janin serta kemampuan belajar anak. Defisiensi DHA pada
periode awal kehamilan berdampak pada perkembangan plasenta yang terhambat,
dan gangguan perkembangan janin. Selanjutnya pada usia dibawah lima tahun
berdampak pada penundaan perkembangan refleks, kemampuan belajar rendah,
dan daya ingat rendah (Uauy et al. 2003).
3
Minyak ikan sering digunakan untuk sumber EPA dan DHA dalam
ransum.Simpulan Baer et al. (2001), minyak ikan sebagai komponen dalam
ransum berdampak pada penurunan kadar lemak susu padahal kadar lemak
sebagai salah satu kriteria mutu susu sapi segar yang dapat didistribusikan ke
pelanggan. Di samping itu minyak ikan sulit dicampur dengan pakan lain dalam
ransum. Karena itu pengolahan minyak ikan diperlukan sebelum digunakan untuk
ransum ternak.
dan penghambat perbanyakan platelet sehingga aliran
darah lancar. Di samping itu, EPA bukan substrat enzim protein kinase C yang
berperan sebagai pemicu penggandaan sel kanker (Yang et al. 2002). Walaupun
demikian, penelitian mengenai EPA dan DHA dalam susu sapi belum banyak
dilakukan di Indonesia.
Campuran garam karboksilat kering (CGKK) dan campuran metil ester
kering (CMEK) merupakan produk pengolahan minyak ikan, diharapkan sebagai
garam karboksilat sedangkan CMEK merupakan hasil pengeringan campuran
onggok dengan metil ester. Garam karboksilat merupakan hasil penyampuran
kalium hidroksida dalam air dengan hasil hidrolisis minyak ikan dengan asam
khlorida. Metil ester merupakan hasil penyampuran minyak ikan dengan
metoksida dalam air.
Campuran garam karboksilat kering CGKK terpisah menjadi onggok dan
garam karboksilat sedangkan CMEK terpisah menjadi onggok dan metil ester
dalam rumen. Garam karboksilat terionisasi menjadi karboksilat dan kalium,
sedangkan metil ester terionisasi ion menjadi karboksilat dan metil dalam rumen
dan atau abomasal. Karboksilat diabsorbsi oleh sel intestinal dan diesterifikasi
menjadi lipid. dan bergabung dengan khilomikron dan VLDL(very low density
lipoprotein). Karboksilat dapat terinkorporasi dalam fosfolipid bakterial, alu
fosfolipid dihidrolisis oleh enzim lipase pancreas dan diabsorbsi serta
diesterifikasi dalam fosfolipid di intestinal. Selanjutnya fosfolipid pada
lipoprotein dibawa ke jaringan mamari. Asam lemak akan dilepaskan dari lemak
pada lipoprotein oleh lipase lipoprotein dalam kapiler darah lalu asam lemak
diabsorbsi oleh sel mamari dan diesterifikasi menjadi lemak susu. CGKK dan
CMEK diharapkan sebagai sumber asam lemak EPA dan DHA dapat
terinkorporasi dalam lemak susu.
Pencernaan dalam rumen merupakan ciri khas ternak ruminansia seperti
sapi. Kondisi normal dalam rumen sangat diperlukan untuk proses pencernaan
yang normal dalam rumen, yang ditunjukkan oleh konsentrasi ammonia(ammonia,
NH3
Pertengahan laktasi (periode lewat puncak produksi susu, sapi diperah
lebih dari 8 minggu, bulan laktasi ke-3 sampai ke-4), kadar lemak mulai
meningkat bersamaan dengan turunnya produksi susu harian. Di samping itu
konsentrat dengan kadar protein rendah (PK 12% vs 18%) dapat mencukupi ) dan VFA total (total volatile fatty acid, tVFA) dan degradasi bahan dalam
kisaran konsentrasi normalnya. Hasil pencernaan pascarumen menunjukkan
ketersediaan nutrisi seperti asam lemak yang dapat diabsorbsi oleh sel intestinal.
Ketersediaan asam lemak dalam fosfolipid yang dihasilkan oleh sel intestinal dan
dibawa oleh lipoprotein menggambarkan ketersediaan asam lemak yang dapat
kebutuhan sapi awal laktasi dengan produksi susu harian kurang dari 20 Lhr-1
Karena itu penelitian dibagi dua tahap. Tahap I bertujuan untuk
memperoleh konsentrat berkadar protein kasar rendah dan serat kasar rendah dan
level CGKK dan CMEK yang layak diberikan ke ternak melalui uji in vitro.
Selanjutnya tahap II bertujuan untuk melihat tampilan asam lemak dalam susu
sapi dan mengkaji mekanisme inkorporasi asam lemak ransum dalam susu sapi
melalui uji in vivo. Penelitian ini bermanfaat sebagai penganekaragaman pangan
sumber asam lemak esensial asal ternak dan kajian awal mekanisme inkorporasi
asam lemak ransum dalam susu sapi.
dan
bobotbadan 320-375 kg (Tasse 1999).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengevaluasi efek penambahan
campuran garam karboksilat kering (CGKK) atau campuran metal ester kering
(CMEK) dalam konsentrat terhadap fermentabilitas dan degradasi bahan kering
secara in vitro, (2) melihat tampilan asam lemak dalam susu sapi dari hasil
pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK, dan (3) mengkaji mekanisme
2 FERMENTABILITAS DAN DEGRADASI KONSENTRAT
DENGAN CAMPURAN GARAM KARBOKSILAT KERING
ATAU CAMPURAN METIL ESTER KERING
PENDAHULUAN
Campuran garam karboksilat kering merupakan hasil pengeringan
campuran onggok dengan garam karboksilat, sedangkan campuran metil ester
kering merupakan hasil pengeringan campuran onggok dengan metil ester.
Kemungkinan onggok terpisah dari garam karboksilat dan metil ester dalam
cairan rumen sehingga onggok dapat difermentasi oleh mikroba rumen.
Selanjutnya garam karboksilat, dan metil ester tidak terionisasi dalam rumen.
Sebaliknya garam karboksilat dan metil ester sebagai elektrolit diduga terionisasi
sempurna dalam kondisi asam dalam abomasal.
In vitro merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menentukan
fermentabilitas dan degradasi bahan dalam cairan rumen. Cara ini sebagai tiruan
proses pencernaan ternak ruminansia. Fermentabilitas ditunjukkan oleh
konsentrasi amonia (NH3
Pencernaan yang normal dalam rumen ditunjukkan oleh konsentrasi NH ) dan konsentrasi asam lemak volatile (volatile fatty
acid, VFA) total. Degradasi juga dapat diukur dengan cara in vitro dan biasanya
dinyatakan dalam persentase degradasi bahan kering (McDonald et al. 2002).
Keunggulan metode in vitro diantaranya waktu yang dibutuhkan lebih singkat dan
pelaksanaannya lebih mudah dibandingkan dengan metode lain seperti in vivo dan
in situ.
3
dan VFA total dalam kisaran normal yaitu konsentrasi NH3 8-21 mM dan VFA
80-160 mM dalam kisaran optimum untuk kelangsungan hidup mikroba dan
ternak (McDonald et al. 2002). Kisaran normal untuk degradasi bahan kering
dalam cairan rumen 50-70%. Karena itu, tujuan penelitian untuk mengevaluasi
efek penambahan campuran garam karboksilat kering dan campuran metil ester
kering dalam konsentrat terhadap fermentabilitas dan degradasi bahan kering
MATERI DAN METODE
Potensi minyak ikan sumber asam lemak
Analisis asam lemak
Gambar 1 Tahapan Penelitian
Materi Penelitian
Konsentrat yang diuji berbahan dasar onggok, dedak padi, bungkil kelapa
sawit, bungkil kedelai, campuran mineral dan vitamin. Konsentrat mengandung
protein kasar rendah 14% (PK 14%) dan total nutrien tercerna 64% (TDN 64%).
Komposisi kimia konsentrat (Tabel 1). Cairan rumen untuk media fermentasi
berasal dari dua ekor sapi diperoleh dari rumah potong hewan. Hidrolisis asam dari minyak
ikan (katalisis kalor)
Metanolisis dari minyak ikan (katalisis kalor)
Campuran garam karboksilat kering (CGKK)
Campuran metil ester kering (CMEK)
Konsentrat sumber energi (PK 14 %, SK 12%)
Uji in vitro (konsentrasi amonia, VFA total, degradasi bahan)
Konsentrat dengan CGKK untuk ruminansia
Konsentrat dengan CMEK untukruminansia
Tabel 1 Komposisi kimia konsentrat
Total nutrien tercerna 64,31
Hasil analisis di laboratorium Teknologi Pakan FAPET, IPB.
Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering(CGKK)
Pengolahan minyak ikan dilakukan untuk memudahkan penyampuran
dengan pakan lain dalam konsentrat. Prinsip pembuatan CGKK yaitu hidrolisis
minyak ikan dengan larutan asam.
Minyak ikan dicampur dengan larutan HCl lalu dikocok. Selanjutnya
campuran ditambah aquades dan dipanaskan pada suhu 60oC selama 30 menit.
minyak ikan ditambah dengan larutan KOH berlebih dan diaduk, lalu disimpan
pada suhu ruangan sehingga garam karboksilat terbentuk ke permukaan.
Air yang berada di bagian bawah dibuang, lalu garam karboksilat yang
dihasilkan dicampur dengan onggok dengan perbandingan minyak ikan dengan
onggok 1:5 b/b. Campuran onggok dan garam karboksilat (COGK) dikeringkan
dalam oven pada suhu 32o
Penambahan garam karboksilat dengan onggok untuk memudahkan
penyampuran dengan konsentrat. Pengeringan untuk menghindari kontaminasi
COGK dengan mikroba karena COGK mengandung air.
C. Hasil pengeringan COGK merupakan campuran
garam karboksilat kering (CGKK) dapat dicampur dengan konsentrat.
Pembuatan Campuran Metil Ester Kering (CMEK)
Tujuan pengolahan minyak ikan untuk mempermudah penyampuran dengan
konsentrat. Prinsip pembuatan CMEK yaitu metanolisis minyak ikan dengan
larutan metoksida.
Minyak ikan dilarutkan dalam heksan lalu dipanaskan pada suhu 60oC
selama 15 menit. Setelah itu larutan minyak ikan dalam heksan dicampur dengan
larutan metoksida, lalu disimpan pada suhu ruangan sampai cairan di bagian
bawah berwarna bening. Air yang berlebih dibuang, lalu metil ester dicampur
dengan onggok dengan perbandingan minyak ikan dengan onggok 1:10 b/b.
Setelah itu campuran onggok metil ester (COME) dikeringkan dalam oven pada
suhu 32o
Penambahan metil ester dengan onggok untuk memudahkan penyampuran
dengan konsentrat. Pengeringan untuk menghindari kontaminasi COME dengan
mikroba karena COME mengandung air dan untuk memudahkan penyimpanan. C. Hasil pengeringan COME merupakan campuran metil ester kering
(CMEK), disimpan dalam kantong polietilen berwarna gelap untuk menghindari
kontak dengan udara dan cahaya. CMEK dapat dicampur dengan konsentrat.
Tahapan Penelitian
Penelitian diawali dengan analisa asam lemak dalam minyak ikan untuk
mengetahui profil dan konsentrasi asam lemak yang terkandung dalam minyak
ikan. Dilanjutkan dengan pembuatan campuran garam karboksilat dan pembuatan
Uji in vitro dilakukan untuk menghasilkan konsentrat dengan campuran
garam karboksilat kering, dan konsentrat dengan campuran metil ester kering
untuk ternak ruminansia. Tahapan-tahapan penelitian (Gambar 1).
Rancangan Penelitian
Rancangan kelompok dengan 5 perlakuan dan 2 kelompok digunakan
untuk penelitian. Unit percobaan yang digunakan tidak seragam seperti cairan
rumen sehingga pengelompokan berdasarkan asal cairan rumen sapi.
Peubah
Peubah fermentabilitas yang diamati: (1) konsentrasi amonia (metode
Conway, AOAC 1991), (2) konsentrasi VFA total (metode destilasi uap, AOAC
1991). Peubah kecernaan dalam rumen yang diamati adalah degradasi bahan
kering (Tilley dan Terry 1963).
Model
Model tetap dari model linier aditif Yij = μ + Ti + βj + εij , Yij =
pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j, µ = rataan umum, Ti =
pengaruh perlakuan ke-i, βj = pengaruh kelompok ke-j dan εij =
Analisis Data dan Cara Penafsiran Data
pengaruh galat
dari perlakuan dan kelompok.
Analisis varian digunakan untuk mengevaluasi efek level CGKK dan level
CMEK dalam konsentrat. Berikutnya uji Duncan digunakan untuk
membandingkan efek 1 level CGKK atau 1 level CMEK dengan level yang lain.
Selanjutnya nilai peubah yang dihasilkan oleh level CGKK dan level CMEK
dalam ransum dirujuk ke kisaran normalnya. Jika nilai konsentrasi amonia, VFA
total dan degradasi konsentrat dalam kisaran normal konsentrasi amonia, VFA
total dan degradasi konsentrat pada umumnya disimpulkan konsentrat dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Pembuatan Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) dan Campuran Metil Ester Kering (CMEK)
Minyak ikan lemuru dengan konsentrasi EPA (%b/b dari lemak) tertinggi
dibandingkan dengan konsentrasi asam lemak essensialnya (EPA 7,8%b/b vs
asam sterat 0,9 %b/b, asam oleat 2,1%b/b, asam linoleatr 0,3%b/b, asam linolenat
0,2 %b/b, dan DHA 3,1 %b/b) digunakan untuk pembuatan CGKK dan CMEK.
Hidrolisis asam digunakan untuk pengolahan minyak ikan karena cara ini lebih
cepat dibandingkan dengan hidrolisis basa sehingga asam lemak bebas tidak
banyak teroksidasi. Minyak ikan sebagai lemak terhidrolisis oleh larutan HCL
(1:2,5 b/v). Hidrolisis asam terhadap minyak ikan bertujuan untuk memperoleh
asam lemak bebas, padahal asam lemak tak jenuh bebas dapat teroksidasi. Karena
itu hasil hidrolisis asam minyak ikan ditambah dengan larutan KOH berlebih
untuk memperoleh garam karboksilat. Konsentrasi larutan KOH berdasarkan
angka asam. Campuran garam karboksilat dicampur dengan onggok (COGK).
Jumlah onggok yang digunakan berdasarkan perbandingan antara minyak ikan
dengan onggok 1:5 b/b. Suhu dalam oven 320C digunakan untuk mengeringkan
COGK karena suhu dalam ruangan 300
Minyak ikan dimetanolisis dengan larutan kalium metoksida. Metanolisis
minyak ikan dengan larutan kalium metoksida yang digunakan untuk pengolahan
minyak ikan. Kalium metoksida yang dihasilkan oleh larutan kalium hidroksida
dalam metanol tidak terionisasi. Jumlah metoksida yang digunakan untuk
metanolisis sama dengan jumlah KOH pada pembuatan CGKK. Jumlah onggok
yang ditambahkan berdasarkan perbandingan antara minyak ikan dengan onggok
1:10 b/b. Suhu dalam oven 32
C untuk memperoleh campuran garam
karboksilat kering (CGKK) dengan kadar air 15 persen.
0
C digunakan untuk mengeringkan COME karena
suhu dalam ruangan 300C. Lama pengeringan 7 hari dibutuhkan untuk
(a) (b)
Gambar 2 Campuran garam karboksilat kering (1) dan Campuran metil ester kering (2)
Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) atau Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Konsentrasi Amonia
Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-15 tidak berbeda dengan K-0
sedangkan konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-30, K-45, dan K-60 lebih
rendah dibandingkan dengan K-0. Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh K-30
dan K-45 lebih tinggi dibandingkan K-60. Seperti halnya konsentrasi amonia yang
dihasilkan oleh K-30 lebih tinggi dibandingkan dengan K-45 (Tabel 2). Fenomena
ini menunjukkan penambahan CGKK dalam konsentrat sapi perah menurunkan
konsentrasi amonia.
Hingga level 15 gkg-1 (K-0 dan K-15) konsentrasi amonia tidak berubah
(K-0 7,9 mM vs K-15 8,1 mM). Namun mulai penambahan CGKK 30 gkg-1
Konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh M-15 dan M-30 lebih tinggi
dibandingkan dengan M-0. Sebaliknya konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh
M-45 dan M-60 lebih rendah dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya
konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh M-45 lebih rendah dibandingkan dengan
konsentrasi M-60 (Tabel 3). Fenomena ini menunjukkan penambahan CMEK konsentrasi amonia lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (K-30, K-45, dan
K-60 vs K-0). Semakin tinggi level CGKK dalam konsentrat, konsentrasi amonia
dalam cairan rumen semakin menurun. Walaupun demikian, konsentrasi amonia
masih dalam kisaran normal untuk mendukung pertumbuhan mikroba dalam
dalam konsentrat sapi perah signifikan mempengaruhi konsentrasi amonia.
Hingga level 30 gkg-1
Tabel 2 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap konsentrasi CMEK (M-15 dan M-30) konsentrasi amonia meningkat
(M-15 9,6 mM dan M-30 8,9 mM vs M-0 8,0 mM).
Tabel 3 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap konsentrasi CMEK konsentrasi amonia lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol (M-45 dan M-60 vs M-0). Semakin tinggi level
CMEK dalam konsentrat, konsentrasi amonia semakin menurun. Walaupun
demikian, konsentrasi amonia tersebut masih dalam kisaran normal untuk
mendukung kehidupan mikroba dalam rumen.
amonia
Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 0,05 (uji Duncan)
Keterangan : M-0 = konsentrat, M-15 = M-0 + 15 gkg-1 CMEK, M-30 = M-0 + 30 gkg-1
M-45 = M-0 + 45 gkg
CMEK,
-1 CMEK, M-60 = M-0 + 60 gkg-1 CMEK
Fenomena di atas berindikasi mikroba pencerna protein (proteolitik)
dalam rumen mampu bertoleransi dengan level CGKK dan CMEK sehingga
proteolitik terhadap dosis CGKK lebih rendah dibandingkan dengan CMEK yang
berdampak pada penurunan konsentrasi amonia (K-30 vs M-45).
Penurunan konsentrasi amonia oleh peningkatan level CGKK dan CMEK
dalam konsentrat diduga disebabkan oleh peningkatan populasi bakteri amilolitik.
Kebutuhan amonia untuk sintesa protein pada bakteri amilolitik lebih tinggi
dibandingkan dengan bakteri lainnya. Dominasi populasi amilolitik dengan
kebutuhan amonia yang tinggi untuk sintesa protein berdampak pada penurunan
konsentrasi amonia yang dihasilkan oleh konsentrat dengan CGKK lebih tinggi
atau sama dengan 30 gkg-1 dan konsentrat dengan CMEK lebih tinggi atau sama
dengan 45 gkg-1
Perbedaan batas toleransi mikroba proteolitik terhadap level CGKK dan
level CMEK disebabkan oleh perbedaan teksturnya. Kemampuan penetrasi oleh
mikroba rumen pada partikel pakan sangat tergantung pada zona pakan dalam
cairan rumen. CMEK dalam zone slurry berada dibagian atas sedangkan CGKK
dalam zona padat berada di bawah zona slurry dalam cairan rumen. Berdasarkan
perbedaan zona ini diduga posisi populasi mikroba proteolitik dalam cairan rumen
berada di zona slurry. Karena itu, batas toleransi terhadap level CMEK lebih
tinggi dibandingkan dengan level CGKK. .
Konsentrat dengan kadar pati tinggi (BETN 50% vs 25%) dengan minyak
safflower dengan kandungan asam linoleat tinggi atau asam oleat tinggi tidak
menurunkan konsentrasi amonia cairan rumen (Hristov et al. 2005). Sebaliknya
hasil penelitian, konsentrat dengan kadar BETN tinggi (57% vs 25%) dengan
CGKK atau CMEK menurunkan konsentrasi amonia dalam cairan rumen.
Perbedaan hasil-hasil penelitian ini berindikasi konsentrasi amonia dalam cairan
rumen dipengaruhi oleh sumber dan konsentrasi asam lemak dalam pakan.
Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) atau Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Konsentrasi VFA Total
Konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh K-15, K-30, K-45, dan K-60
lebih tinggi dibandingkan dengan K-0. Seperti halnya konsentrasi VFA total yang
dihasilkan oleh K-45 dan K-60 lebih tinggi dibandingkan dengan K-15 dan K-30
(Tabel 4). Mulai penambahan CGKK 15 gkg-1 konsentrasi VFA total lebih tinggi
tinggi level CGKK dalam konsentrat, konsentrasi VFA total semakin meningkat
dalam cairan rumen. Walaupun demikian konsentrasi VFA total dibawah kisaran
normal untuk memenuhi kebutuhan mikroba rumen.
Peningkatan konsentrasi VFA total menunjukkan peningkatan level
CGKK dan level CMEK dalam konsentrat tidak menghambat aktifitas mikroba
pencerna karbohidrat. Hal ini berindikasi cairan aktivitas mikroba pencerna
karbohidrat tidak bergantung pada zona dalam rumen. Hal ini berbeda dengan
yang ditunjukkan oleh konsentrasi amonia, aktifitas mikroba proteolitik
bergantung pada zona dalam cairan rumen Perbedaan ini berindikasi bahwa
penyebaran mikroba pencerna karbohidrat seperti mikroba amilolitik lebih luas
dibandingkan dengan populasi mikroba proteolitik dalam cairan rumen, sehingga
toleransi bakteri pencerna karbohidrat lebih tinggi dibandingkan dengan bakteri
pencerna protein terhadap peningkatan level CGKK dan level CMEK dalam
ransum.
Tabel 4 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap konsentrasi VFA total
Perlakuan VFA Total (mM)
K-0 60.4c
Konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh M-15, M-30, M-45, dan M-60
lebih tinggi dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya konsentrasi VFA total yang
dihasilkan oleh M-30 lebih tinggi dibandingkan dengan M-15, M-45 dan M-60
(Tabel 5). Mulai level 15 gkg-1 CMEK konsentrasi VFA total meningkat (M-15
61,3 mM, M-30 61,6 mM, M-45 61,3 mM dan M-60 61,2 mM). Walaupun
demikian, konsentrasi VFA total tersebut dibawah kisaran normal untuk
memenuhi kebutuhan mikroba rumen. Menurut McDonal et al. (2002), kisaran
Tabel 5 Pengaruh level penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap
Walaupun konsentrasi VFA total meningkat oleh peningkatan level CGKK
dan level CMEK dalam konsentrat, konsentrasi VFA total lebih rendah
dibandingkan dengan kisaran normal konsentrasi VFA total. Rendahnya
konsentrasi VFA total akibat rendahnya kadar serat kasar dalam konsentrat.
Onggok yang terkandung dalam konsentrat dapat difermentasi menjadi VFA
tetapi tidak semuanya difermentasi dalam cairan rumen. Sebagian pati dicerna di
lokasi lain dalam alat pencernaan ruminansia. Di samping itu, waktu fermentasi
yang digunakan untuk fermentasi konsentrat 4 jam pada penelitian ini, padahal
Sahrir (2009), persentase gula tereduksi pati menurun pada waktu fermentasi 4
jam. Hal itu diduga sebagai penyebab konsentrasi VFA total rendah dalam cairan
rumen, hasil fermentasi konsentrat dengan atau tanpa CGKK atau CMEK oleh
bakteri rumen.
Hasil penelitian memperkuat simpulan Sirohi et al. (2001), produk
pengolahan minyak seperti sabun kalsium berbahan dasar minyak kedelai dalam
konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total. Hasil penelitian ini menunjukkan
level 15 gkg-1
Konsentrat yang digunakan untuk penelitian termasuk konsentrat dengan
kadar bahan ekstrak tanpa nitrogen tinggi (BETN 57% vs 25%). Menurut Rotger
et al. (2006) dan Douglas et al. (2007), BETN termasuk karbohidarat non
struktural (nonstructural carbohydrate, NSC) atau karbohidrat non serat (nonfiber hasil pengolahan minyak ikan seperti CGKK dan CMEK dalam
konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total. Persamaan hasil-hasil penelitian
ini menunjukkan efek penambahan hasil pengolahan minyak dengan metode
hidrolisis dalam konsentrat meningkatkan konsentrasi VFA total.
Perlakuan VFA Total (mM)
carbohydrate, NFC), atau pati (Mach et al. 2006). Konsentrat dengan kadar
protein kasar 18% dan pati tinggi dengan minyak biji kapuk tidak menurunkan
tetapi meningkatkan konsentrasi VFA total ( Cooke et al. 2007).
Efek Level Campuran Garam Karboksilat Kering (CGKK) dan Level Campuran Metil Ester Kering (CMEK) dalam Konsentrat terhadap Degradasi Konsentrat
Degradasi konsentrat K-0, K-15, K-30, dan K-45 lebih tinggi
dibandingkan dengan K-60. Degradasi konsentrat K-15 sama dengan K-60.
Seperti halnya degradasi K-0 sama dengan K-15, K-30 dan K-45, K-15 sama
dengan K-30 dan K-45, dan K-30 sama dengan K-45 (Tabel 6). Hingga level 45
gkg-1
Tabel 6 Pengaruh penambahan CGKK dalam konsentrat terhadap degradasi (panambahan CGKK) degradasi konsentrat tidak berubah (K-15 60,72%,
M-30 61,23%, K-45 61,02% vs K-0 64,36%. Level 60 gkg-1 CGKK pada konsentrat
(K-60) degradasi konsentrat mulai menurun.
bahan kering
Hasil penelitian tidak memperkuat simpulan Sirohi et al. (2001), hasil
pengolahan minyak dengan cara hidrolisis menurunkan kecernaan ransum.
Perbedaan ini menunjukkan efek produk hidrolisis minyak kedelai berbeda
dengan efek produk hidrolisis minyak ikan terhadap kecernaan atau degradasi
bahan kering in vitro.
Degradasi yang dihasilkan oleh M-15, M-30, M-45, dan M-60 lebih
rendah dibandingkan dengan M-0. Seperti halnya degradasi konsentrat yang
dihasilkan oleh M-15 lebih rendah dibandingkan dengan M-45, dan M-30 lebih
rendah dibandingkan M-0, M-15, M-45 dan M-60 (Tabel 6). Fenomena ini
cairan rumen. Mulai dosis 15 gkg-1
Tabel 7 Pengaruh penambahan CMEK dalam konsentrat terhadap degradasi (M-15, M-30, M-45) degradasi konsentrasi
konsentrat langsung menurun (15 55,77%, 30 54,7% , 45 61,13% dan
M-60 54,90%). Walaupun demikian, degradasi bahan kering yang dihasilkan oleh
konsentrat dalam kisaran dalam degradasi konsentrat yang layak diberikan kepada
ternak (kisaran normal 50-70%).
Hasil penelitian ini memperkuat simpulan Alexander et al.(2002), efek
produk pengolahan minyak biji bunga matahari dengan metode hidrolisis dalam
ransum menurunkan kecernaan ransum in vivo. Persamaan ini menunjukkan
bahwa efek penambahan hasil pengolahan minyak kedelai dengan cara hidrolisis
dalam ransum sama dengan efek hasil pengolahan minyak ikan dengan cara
hidrolisis, dan metanolisis konsentrat menurunkan degradasi bahan kering dalam
cairan rumen. Selanjutnya hal ini menunjukkan sabun kalsium minyak biji bunga
matahari, campuran garam karboksilat kering, dan campuran metil ester kering
menurunkan kemampuan mikroba untuk mendegradasi partikel pakan dalam
cairan rumen. Hal ini bermanfaat untuk pakan dengan kandungan protein mudah
terdegradasi, memungkinkan proporsi protein mudah terdegradasi,
memungkinkan proporsi protein by pass lebih banyak yang lolos ke pasca rumen.
Indikasi ini berimplikasi hasil pengolahan minyak ikan dan minyak sayur
berefek defaunasi yaitu menghambat atau mengurangi populasi protozoa dalam
rumen. Penambahan garam kalsium, sabun kalsium, CGKK, dan CMEK dalam
konsentrat berarti peningkatan konsentrasi asam lemak tak jenuh (unsaturated
fatty acids, USFAs) dalam konsentrat. Menurut Hristov et al. (2004), USFA
toksik terhadap protozoa dalam rumen. Tingkat kemampuan antiprotozoa dari
USFA bergantung pada tingkat ketidak jenuhan dari asam lemak (jumlah ikatan
rangkap dalam asam lemak). Semakin banyak ikatan rangkap dalam asam lemak
semakin tingg kemampuan anti protozoanya.
Peningkatan level CGKK atau CMEK dalam konsentrat meningkatkan
konsentrasi VFA total hasil fermentasi karbohidrat oleh bakteri dalam rumen.
Sebaliknya peningktan level CGKK atau CMEK dalam konsentrat menurunkan
konsentrasi ammonia hasil fermentasi oleh bakteri rumen. Hal ini berindikasi
protozoa yang terdefaunasi oleh USFA adalah protozoa pemangsa bakteri
proteolitik dalam cairan rumen sehingga konsentrasi amonia menurun seiring
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan konsentrat dengan kadar protein kasar 14%
(PK 14%) dan total nutrien tercerna 64% (TDN 64%) menurunkan
fermentabilitas protein dan degradasi bahan kering dan meningkatkan
fermentabilitas karbohidrat. Walaupun fermentabilitas karbohidrat kurang dari
kisaran normal dan fermentabilitas protein dan degradasi bahan kering menurun
tetapi masih dalam kisaran normal, tetapi konsentrat K-0 – K-60 dan M-0 – M-60
layak digunakan untuk ransum ternak ruminansia.
3 EFEK KONSENTRAT DENGAN CAMPURAN GARAM
KARBOKSILAT KERING ATAU CAMPURAN METIL
ESTER KERING DALAM RANSUM TERHADAP
KONSENTRASI ASAM LEMAK DALAM SUSU SAPI
PENDAHULUAN
Asam lemak yang terkandung dalam susu sapi terdiri atas asam lemak
essensial dan nonessensial. Asam lemak essensial merupakan asam lemak yang
tidak dapat disintesa oleh ternak seperti asam stearat (18:0), asam oleat (18:1),
asam linoleat (18:2), asam linolenat (18:3), EPA (20:5) dan DHA (22:6).
Sebaliknya asam lemak nonessensial seperti asam kaprilat (8:0), asam kaprat
(10:0), asam laurat (12:0), miristat (14:0), dan palmitat (16:0). dalam susu sapi
merupakan asam lemak hasil sintesa de novo dalam sel mamari sapi laktasi.
Asam lemak atau karboksilat hasil perombakan garam karboksilat atau
metil ester diabsorbsi oleh sel intestial melalui mikrovilli lalu diesterifikasi
kembali menjadi lipid dan bergabung dengan khilomikron dan VLDL.
Selanjutnya kedua lipoprotein ini masuk ke aliran darah, untuk membawa lemak
ke jaringan lain. Setelah lipid dihidrolisis oleh lipase lipoprotein dalam kapiler
darah, asam lemak diabsorbsi dan diesterifikasi menjadi lemak dalam sel mamari.
Komposisi dan konsentrasi asam lemak essensial dengan jumlah karbon
18 atau lebih dalam susu dapat dimodifikasi oleh asam lemak essensial dalam
ransum (Baer et al. 2001). Campuran garam karboksilat kering (CGKK) dan
campuran metil ester kering (CMEK) mengandung asam lemak essensial seperti
EPA dan DHA diharapkan dapat terinkorporasi dalam lemak susu sapi. Hasil
evaluasi in vitro menunjukkan konsentrat dengan CGKK atau CMEK (level
CGKK 45gkg-1 atau CMEK 45gkg-1) layak diberikan ke ternak ruminansia
berdasarkan persentase degradasi. Karena itu, penelitian dilanjutkan untuk
membuktikan asam lemak essensial yang terkandung dalam konsentrat dapat
diinkorporasi dalam susu sapi dan tidak menurunkan konsentrasi asam lemak de
MATERI DAN METODE
Materi Penelitian
Sembilan ekor sapi laktasi dengan produksi susu 8 sampai 10 Lhr-1
Menurut Lake et al. (2007), asam lemak yang berasal dari perombakan
cadangan lemak di jaringan adiposa dapat terkandung dalam susu sapi
berlangsung dari awal laktasi (hari ke-1 postpartum) sampai pertengahan laktasi
(hari ke-65 postpartum). Asam lemak essensial dalam susu sapi diharapkan
berasal dari asam lemak essensial ransum, sehingga sapi laktasi yang digunakan
adalah sapi laktasi periode pertengahan laktasi.
dalam
periode lewat puncak produksi atau pertengahan laktasi (bulan laktasi ke-3 sampai
ke-4) dan bobot badan 320 sampai 350 kg. Kadar lemak total mulai meningkat
dalam susu sapi pada pertengahan laktasi. Peningkatan kadar lemak total
berindikasi biosintesa lemak meningkat dalam sel mamari. CGKK dan CMEK
diharapkan sebagai sumber asam lemak yang dapat teerinkorporasi dalam lemak
susu.
Konsentrat dengan kadar protein kasar PK 14% dan TDN 64% termasuk
kategori konsentrat sumber energi. Perbandingan antara hijauan dengan konsentrat
80:20 dalam ransum yang digunakan untuk penelitian. Komposisi ransum komplit
yang digunakan untuk ransum penelitian terdiri atas ampas tahu, konsentrat
dengan CGKK atau CMEK (Tabel 8).
Tabel 8 Komposisi ransum
Metode Penelitian
Cara Perhitungan Konsentrasi Asam Lemak dalam Susu Sapi
Data yang diperlukan untuk menentukan konsentrasi asam lemak dalam
susu sapi: kadar lemak total dalam susu, produksi susu harian, dan konsentrasi
asam lemak berdasarkan bobot asam lemak total. Tahapan perhitungan
konsentrasi asam lemak dalam susu sapi sebagai berikut:
1. Perhitungan produksi lemak total harian (PLT, ghr-1
o Kadar lemak total dalam susu sapi (%) = A
), data yang
diperlukan:
o Produksi susu sapi harian (kghr-1,Lhr-1
Berat jenis susu sapi pada umumnya 1,02 sehingga produksi susu
harian dalam bobot sama dengan volume (kghr ) = B
2. Menurut Glasser et al .(2007), kandungan asam lemak total dalam susu
) = A X B X 10
susu sapi 93,3% atau 0,933 kali dari kandungan lemak total susu sapi.
C = 0,933
3. Perhitungan produksi asam lemak total harian (PALT, ghr-1
PALT (ghr
)
-1
4. Konsentrasi asam lemak individu dalam 100 g asam lemak total
berdasarkan hasil analisis konsentrasi asam lemak (KALi, mg/100g asam
lemak total)
) = PLT X 0,933
5. Perhitungan produksi asam lemak individu harian (PALi, mghr-1
PALi (mghr
)
-1
6. Perhitungan konsentrasi asam lemak individu (KALi, mgkg
) = PALT X (KALi X 100)
Peubah yang diukur yaitu kadar lemak total dalam susu (metode Gerber),
konsentrasi asam-asam lemak dalam asam lemak total susu sapi (metode
Rancangan Penelitian
Rancangan yang digunakan untuk penelitian ini adalah rancangan lengkap
terdiri atas 3 jenis ransum dan 3 ulangan. Penggunaan rancangan ini karena unit
percobaan relatif sama seperti sapi diperah lebih dari 8 minggu (bulan laktasi ke-3
sampai ke-4) dan bobot badan 320-350 kg.
Model
Model yang digunakan untuk penelitian yaitu model tetap Yij = μ + Ti + εij
,Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, µ = rataan umum, Ti =
pengaruh perlakuan ke-i, dan εij =
Teknik Pemberian Makanan
pengaruh galat dari perlakuan.
Pemberian makanan dilakukan 2 kali setiap hari 3,9 kg BK ransum pada
pagi hari dan 3,9 kg BK ransum pada sore hari. RKM-0= 0,9 kg BK konsentrat
dicampur dengan 0,8 kg BK ampas tahu, diikuti dengan 2,2 kg BK kulit jagung,
RK-45=0,9 kg BK konsentrat dicampur dengan 45 g CGKK dan 0,8 kg BK ampas
tahu, diikuti dengan 2,2 kg BK kulit jagung. dan RM-45=0,9 kg BK konsentrat
dicampur dengan 45 g CMEK dan 0,8 kg BK ampas tahu, diikuti dengan 2,2 kg
BK kulit jagung. Kulit jagung diberikan setelah konsentrat dan ampas tahu habis
dimakan oleh sapi. Air minum tersedia sepanjang hari dan diberikan setelah
konsentrat habis dimakan oleh sapi.
Jumlah konsentrat yang diberikan mengikuti cara pemberian makanan
pada peternakan sapi perah rakyat. Di samping itu, hasil penelitian pendahuluan
selama 7 hari, pemberian 0,9 kg BK konsentrat dengan protein kasar 14% dan
TDN 64% dengan 0,8 kg BK ampas tahu, dan 45 g BK CGKK atau 45 g BK
CMEK, habis dimakan oleh sapi.
Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data serta Cara Penafsiran Data
Sampel susu berasal dari susu hasil pemerahan sapi pada pagi dan sore hari,
yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum RKM-0, RK-45, RM-45
selama 21 hari. Sembilan sampel susu terdiri atas 3 berasal dari sapi dengan
RKM-0, 3 berasal dari sapi dengan RK-45, dan 3 berasal dari sapi dengan RM-45
masing-masing 100 mL dimasukkan ke dalam kantong polietilen lalu disimpan
dalam termos susu. Selanjutnya sampel susu dibawa ke laboratorium lalu
lemaknya. Pengumpulan sampel susu bersamaan dengan pencatatan produksi susu
sapi pagi dan sore.
Sidik ragam digunakan untuk mengevaluasi efek ransum terhadap
konsentrasi asam lemak dalam susu sapi. Uji kontras ortogonal digunakan untuk
membandingkan efek antara perlakuan RKM-0 vs RK-45, RM-45, dan RK-45 vs
RM-45. Selanjutnya hasil uji kontras ortogonal dipaparkan sesuai dengan tujuan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsentrasi Asam Lemak Essensial dalam Susu Sapi
Asam lemak essensial dalam susu sapi berasal dari asam lemak dalam
ransum, yang diabsorbsi oleh sel intestinal dan diesterifikasi menjadi lipid.
Fosfolipid bergabung dengan khilomikron dan VLDL. Selanjutnya lipoprotein ini
bersama dengan apolipoprotein, membawa lipid hasil sintesa dalam sel intestinal
ke target jaringan seperti jaringan mamari. Setelah lipoprotein sampai di kapiler
darah, asam lemak dilepaskan dari lipid oleh lipase lipoprotein. Selanjutnya asam
lemak bebas diabsorbsi oleh sel epithelial alveolar jaringan mamari dan
diesterifikasi menjadi triasilgliserol. Lemak ini bergabung dengan air susu dalam
saluran susu alveolar jaringan mamari sehingga diperoleh lemak susu.
Konsentrasi asam lemak essensial dengan jumlah karbon 18 seperti asam
stearat (18:0), asam oleat (18:1), asam linoleat (18:2), dan asam linolenat (18:3)
dalam susu tidak signifikan dipengaruhi oleh pemberian RKM-0, RK-45, dan
RM-45. Sebaliknya konsentrasi asam lemak essensial dengan jumlah karbon lebih
dari 18 seperti EPA (20:5) dan DHA (22:6) signifikan (P<0,05) dipengaruhi oleh
pemberian RKM-0, RK-45, dan RM-45 (Tabel 9). Hal ini menunjukkan
konsentrasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dalam susu
sapi dengan pemberian ransum tanpa campuran CGKK dan CMEK sama dengan
pemberian ransum dengan CGKK, dan ransum dengan CMEK. Seperti halnya
EPA dan DHA dalam susu sapi dengan pemberian ransum dengan CGKK
(RK-45) sama dengan ransum dengan CMEK (RM-(RK-45).
Fenomena ini menunjukkan penambahan asam lemak essensial seperti
asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat dalam ransum tidak
signifikan meningkatkan konsentrasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat, dan
asam linolenat dalam susu sapi pada pertengahan laktasi. Hal ini berimplikasi
enzim acyltransferase kurang sensitif terhadap asam stearat, asam oleat, asam
linoleat, dan asam linolenat dalam alveolar jaringan mamari sapi periode
pertengahan laktasi sehingga konsentrasi asam-asam lemak ini tidak meningkat
dalam susu sapi.
Konsentrasi DHA lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi EPA
akibat dari posisi spesifik dominan DHA diduga sama dengan EPA dalam susu
sapi sehingga terjadi persaingan untuk menempati posisi spesifik tersebut. Di
samping itu, konsentrasi EPA dan DHA lebih rendah dibandingkan dengan
konsentrasi asam lemak essensial lainnya dalam susu sapi. Hal ini berindikasi
posisi spesifik dominan EPA dan DHA sama dengan asam stearat, asam oleat,
asam linoleat, dan asam linolenat dalam lemak susu sapi.
Tabel 9 Pengaruh ransum dengan CGKK atau CMEK terhadap konsentrasi asam lemak essensial dalam susu sapi
Rendahnya konsentrasi DHA dalam susu sapi berindikasi pertama
konsentrasi DHA rendah yang dapat diabsorbsi dan diinkorporasi lipid dalam sel
intestinal sehingga konsentrasi DHA rendah yang dapat dibawa oleh lipoprotein
ke jaringan mamari. Kedua, sensitifitas enzim lipase lipoprotein rendah terhadap
DHA sehingga ketersediaan DHA rendah untuk diabsorbsi oleh sel mamari.
Ketiga, sensitifitas enzim acyltransferase rendah terhadap DHA dalam sel mamari
sehingga konsentrasi DHA rendah yang terinkorporasi dalam lemak susu sapi.
DHA diduga digunakan untuk sintesa lipid struktural membran sel
epithelial alveolar jaringan mamari sapi periode pertengahan laktasi (bulan laktasi
ke-3 sampai ke-4). Indikasi ini berimplikasi pemulihan kondisi jaringan mamari
dimulai pada pertengahan laktasi, tidak hanya pada periode akhir laktasi atau
Hasil penelitian ini tidak memperkuat simpulan AbuGhazaleh dan Holmes
(2007), konsentrasiasam lemak dengan jumlah karbon 18 atau lebih dalam susu
sapi tidak nyata dipengaruhi oleh ransum. Perbedaan ini mengindikasikan
pertama, ransum dengan CGKK dan ransum dengan CMEK dapat meningkatkan
konsentrasi EPA dan DHA dalam susu sapi. Kedua, kadar protein kasar tinggi
dalam ransum (PK 23%) tidak meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA dalam
susu sapi (Abu Ghazaleh & Holmes, 2007).
Konsentrasi asam lemak essensial dalam susu sapi dipengaruhi oleh
banyak faktor diantaranya, komposisi asam lemak ransum (Loor et al. 2003),
ketersediaan energi atau balans energi, ketersediaan asam lemak yang dihasilkan
oleh perombakan cadangan lemak (Eknaes et al. 2006). Periode laktasi atau hari
laktasi, juga mempengaruhi konsentrasi asam lemak essensial dalam susu sapi
(Lake et al. 2007).
Hasil penelitian tidak memperkuat Moate et al. (2007), pemberian ransum
dengan minyak ikan meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA tetapi menurunkan
konsentrasi asam stearat, asam oleat, asam linoleat dan asam linolenat dalam susu
sapi. Hasil penelitian menunjukkan pemberian ransum dengan CGKK atau CMEK
meningkatkan konsentrasi EPA dan DHA dan tidak menghambat konsentrasi
asam lemak lainnya dalam susu sapi. Fenomena ini berindikasi metabolisme
asam lemak dalam minyak ikan berbeda dengan asam lemak dalam hasil
pengolahan minyak ikan pada sapi laktasi. Hal ini diduga akibat konsentrasi asam
lemak berasal dari minyak ikan berbeda dengan kosentrasi asam lemak berasal
dari hasil pengolahan minyak ikan yang dapat diabsorbsi oleh sel mamari.
Dugaan lain, sensitifitas lipase pancreas terhadap asam lemak dengan
jumlah karbon 18 lebih rendah dibandingkan dengan jumlah karbon lebih dari 18
dalam lipid mikroba rumen. Dugaan ini berimplikasi absorbsii asam lemak yang
berasal dari ransum oleh sel intestinal bergantung pada posisi spesifik asam lemak
dalam lipid mikroba ruminal dan sensitifitas lipase pancreas terhadap asam lemak
tersebut. Sebaliknya perombakan garam karboksilat (GK) dan metil ester (ME)
tidak bergantung pada lipase pancreas, tetapi bergantung pada kondisi asam
berasal dari kedua sumber asam lemak ini berbeda dalam plasma yang dapat
diabsorbsi oleh sel mamari.
Hasil penelitian memperkuat simpulan Nelson dan Martini (2009),
konsentrasi EPA dan DHA dapat ditingkatkan dalam susu sapi dengan pemberian
ransum dengan hasil pengolahan minyak ikan seperti garam kalsium. Sebaliknya
konsentrasi asam lemak essensial lainnya tidak dapat ditingkatkan dalam susu
sapi.
Persamaan hasil-hasil penelitian berindikasi pertama, ransum dengan
penambahan minyak ikan dan hasil pengolahan minyak ikan dapat menghasilkan
susu sapi dengan kandungan EPA dan DHA lebih tinggi dibandingkan dengan
ransum kontrol. Kedua, ransum dengan kadar protein kasar PK 23% (Abu
Ghazaleh & Holmes. 2007), kadar protein sedang PK 17,7% (Nelson & Martini.
2009), dan kadar protein rendah PK 14% dengan penambahan minyak ikan atau
produk pengolahannya dapat menghasilkan susu dengan kandungan EPA dan
DHA. Ketiga, perbandingan antara sumber serat dengan konsentrat 60%:40%
(AbuGhazaleh & Holmes. 2007), 57%:43% (Nelson dan Martini. 2009), dan
80:20 dalam ransum dengan minyak ikan atau hasil pengolahannya dapat
menghasilkan susu dengan kandungan EPA dan DHA.
Efek Ransum terhadap Konsentrasi Asam Lemak Nonessensial dalam Susu Sapi
Asam lemak non essensial dalam susu sapi merupakan asam lemak hasil
sintesa de novo yang dihasilkan oleh sel mamari. Konsentrasi asam lemak
nonessensial seperti asam kaprilat (8:0), asam kaprat (10:0), asam laurat (12:0),
asam miristat (14:0), asam palmitat (16:0) dalam susu tidak dipengaruhi oleh sapi
dengan pemberian ransum RKM-0, RK-45, RM-45 (Tabel 10). Artinya
konsentrasi asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam miristat, dan asam
palmitat dalam susu yang dihasilkan oleh sapi dengan pemberian ransum tanpa
CGKK dan CMEK sama dengan ransum dengan CGKK, dan ransum dengan
CMEK. Seperti halnya konsentrasi asam kaprilat, asam kaprat, asam laurat, asam
miristat, dan asam palmitat dalam susu yang dihasilkan oleh ransum dengan
CGKK sama dengan ransum dengan CMEK. Fenomena ini menunjukkan
inkorporasi EPA dan DHA tidak menghambat sintesa de novo asam lemak dan
Tabel 10 Pengaruh ransum dengan CGKK dan CMEK terhadap konsentrasi asam lemak nonessensial dalam susu sapi
Keterangan: RKM-0 = Kulit Jagung + Konsentrat, RK-45= Kulit Jagung + K-45, RM- 45 = kulit jagung + M-45
Fenomena ini berarti penambahan asam lemak dari CGKK dan CMEK
tidak signifikan mempengaruhi sintesa de novo asam lemak dalam sel epitelial
alveolar jaringan mamari. Hal ini berindikasi ketersediaan asetat hasil fermentasi
karbohidrat dalam rumen sapi dengan pemberian ransum dengan campuran garam
karboksilat kering sama dengan tanpa campuran garam karboksilat kering dan
campuran metil ester kering untuk sintesa asam lemak dalam sel mamari.
Walaupun konsentrasi VFA total yang dihasilkan oleh ransum dengan CGKK dan
CMEK lebih rendah dibandingkan dengan kosentrasi VFA pada umumnya.
Indikasi ini berimplikasi kontribusi konsentrat terhadap konsentrasi VFA yang
dibutuhkan untuk produksi susu 8-10 Lhr-1
Asetat merupakan bahan dasar atau substrat awal untuk sintesa de novo
asam lemak nonessensial. Asetat berasal dari fermentasi karbohidrat dalam rumen,
yang dilepaskan melalui dinding rumen, lalu diabsorbsi oleh sel hepatik. Asetat
dioksidasi untuk menghasilkan energi. Sebagian asetat akan dibawa ke jaringan
mamari untuk sintesa asam lemak.
sapi dalam periode pertengahan laktasi
lebih rendah dibandingkan dengan kisaran normal konsentrasi VFA .
Asetat diaktifkan menjadi asetil-KoA oleh enzim CoA synthetase.
Asetil-KoA dikonversi menjadi malonil-Asetil-KoA oleh enzim acetyl-CoA carboxylase, dan
atau dikonfersi menjadi asetil-FAS (FAS, fatty acid synthase). Selanjutnya
malonil-KoA bergabung dengan asetil-FAS, dan dikonversi menjadi
asetoasetil-FAS oleh enzim β-ketoacyl synthase. Asetoasetil-FAS dikonversi menjadi D(-)-β
hidroksiasil-FAS oleh enzim β-ketoacyl reductase, lalu dikonversi menjadi trans-α, β-asil tak jenuh-FAS oleh enzim hydratase. Trans-α, β-asil tak jenuh-FAS dikonversi menjadi butiril-FAS oleh enzim α, β-unsaturated acyl reductase
(Beitz, 1993).
Tahapan reaksi ini berulang dua kali untuk menghasilkan asam kaprilat
(8:0), tiga kali untuk asam kaprat (10:0), empat kali untuk asam laurat (12:0), lima
kali untuk asam miristat (14:0), dan enam kali untuk asam palmitat (16:0).
Substrat terakhir untuk sintesa de novo, kaprilil-FAS untuk asam kaprilat,
kapril-FAS untuk asam kaprat, lauril-kapril-FAS untuk asam laurat, miristil-kapril-FAS untuk asam
miristat, dan palmitil-FAS untuk asam palmitat.
Konsentrasi asam lemak de novo dalam susu sapi bergantung pada
sensitifitas enzim caprylyl-transferase untuk inkorporasi asam kaprilat, capryl
transferase untuk inkorporasi asam kaprat dalam lemak susu. Selanjutnya
sensitifitas enzim lauryl transferase untuk inkorporasi asam laurat, dan miristyl
transferase untuk inkorporasi asam miristat, dan palmityl transferase untuk
inkorporasi asam palmitat dalam lemak yang dihasilkan oleh sel mamari.
Hasil penelitian tidak memperkuat simpulan Abu Ghazaleh dan Holmes
(2007), ransum dengan campuran minyak ikan dan minyak biji bunga matahari
dengan protein kasar 23% menurunkan konsentrasi asam kaprilat (8: 0), asam
kaprat (10:0), asam laurat (12:0), asam miristat (14:0), asam palmitat (16:0) dalam
susu sapi. Seperti halnya Baer et al (2001), ransum dengan minyak ikan, dan rasio
hijauan dan konsentrat 50:50 menurunkan konsentrasi asam lemak nonessensial
dalam susu sapi. Hasil penelitian menunjukkan ransum dengan CGKK atau
CMEK serta rasio hijauan dengan konsentrat 80:20 (kategori ransum berdasarkan
kadar serat kasar) tidak menurunkan konsentrasi konsentrasi asam kaprilat (8:0),
asam kaprat (10:0), asam laurat (12:0), asam miristat (14:0), asam palmitat (16:0)
dalam susu sapi.
Perbedaan ini berindikasi pertama, ransum dengan CGKK atau CMEK
tidak menurunkan konsentrasi asam lemak nonessensial dalam susu sapi
dibandingkan dengan ransum dengan campuran minyak ikan dan minyak biji
bunga matahari. Kedua, kadar protein kasar tinggi dalam ransum PK 23%
protein kasar PK 14% tidak menurunkan konsentrasi asam lemak non essensial
dalam susu sapi. Ketiga, rumput sebagai hijauan dalam ransum mengandung
minyak ikan dan minyak biji bunga matahari menurunkan konsentrasi asam lemak
nonessensial dalam susu. Keempat, rasio hijauan dan konsentrat yang
mengandung minyak ikan 50:50 menurunkan konsentrasi asam lemak
nonessensial dalam susu. Sebaliknya rasio hijauan dan konsentrat 80:20 tidak
menurunkan konsentrasi asam lemak nonessensial dalam susu sapi.
Hasil penelitian mendukung Moate et al. (2007) penelitian berdasarkan
data sekunder, inkorporasi asam lemak hasil sintesa de novo (asam stearat, asam
oleat, asam linoleat dan asam linolenat) tidak dihambat oleh inkorporasi EPA dan
DHA yang berasal dari tepung ikan atau minyak ikan dalam susu sapi. Inkorporasi
asam lemak de novo saling berkorelasi positif satu sama lainnya sehingga tidak
menghambat sintesa dan inkorporasinya dalam susu sapi. Begitu juga simpulan
AbuGhazaleh et al. (2009), inkorporasi asam lemak hasil sintesa de novo tidak
dihambat oleh inkorporasi EPA dan DHA dalam susu sapi dengan pemberian
ransum dengan campuran minyak ikan dengan minyak kedelai, campuran minyak
ikan dengan algae. Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan inkorporasi EPA dan
DHA tidak menghambat sintesa de novo dan inkorporasinya dalam susu sapi. Hal
ini diduga akibat posisi spesifik asam lemak de novo tidak sama dengan EPA dan
DHA.
Kadar Lemak Total dalam Susu Sapi
Kadar lemak total dalam susu merupakan salah satu kriteria mutu susu
sapi yang dapat dipasarkan ke konsumen. Penambahan campuran garam
karboksilat kering, dan campuran metil ester kering dalam ransum diharapkan
sebagai penambahan asam lemak essensial dalam ransum. Karena itu penambahan
campuran garam karboksilat dan campuran metil ester kering dalam ransum
diharapkan tidak menurunkan kadar lemak total dalam susu sapi.
Kadar lemak total dalam susu sapi tidak signifikan dipengaruhi oleh
ransum dengan atau tanpa campuran garam karboksilat kering, dan campuran
metil ester kering. Fenomena ini berarti penambahan asam lemak essensial berasal
dari hasil pengolahan minyak ikan seperti campuran garam karboksilat kering dan
dalam susu sapi. Selanjutnya fenomena ini berarti penambahan asam lemak
essensial seperti EPA dan DHA dalam konsentrat dengan PK 14% dan TDN 64%
tidak signifikan mempengaruhi kadar lemak total susu sapi dengan produksi susu
harian 8-10 Lhr-1
Fenomena di atas akibat konsentrasi asam lemak hasil sintesa de novo
seperti asam kaprilat (8:0), asam kaprat (10:0), asam laurat (12:0), dan asam
miristat (14:0) tidak meningkat sedangkan EPA dan DHA meningkat dalam susu
sapi dengan ransum CGKK atau CMEK. Menurut Moate et al .(2007), kadar
lemak total susu berkorelasi positif dengan konsentrasi asam lemak de novo
kecuali palmitat yang berkorelasi negatif dengan kadar lemak total susu.
Sebaliknya konsentrasi EPA dan DHA berkorelasi negatif dengan kadar lemak
total susu..
dalam periode lewat puncak produksi susu atau periode
pertengahan laktasi.
Fenomena ini juga berindikasi campuran garam karboksilat kering dan
campuran metil ester kering sebagai produk pengolahan minyak ikan tidak
menghasilkan produk biohidrogenasi intermediet asam lemak linoleat dalam
rumen yang berpotensi sebagai penghambat sintesa lemak dalam sel mamari.
Produk biohidrogenasi intermediet utama yang berpotensi sebagai penghambat
sintesa lemak yaitu trans-10, cis-12 18:2 (Baumgard et al. 2000), cis-10, trans-12
18:2 (Saebo et al. 2005), dan trans-9, cis-11 18:2 (Perfield et al. 2007).
Sebaliknya asam lemak terkonyugasi (conjugated linoleic acid, CLA) sebagai
hasil biohidrogenasi tidak lengkap linoleat (18:2) oleh mikroba rumen seperti
cis-9, trans-11 18:2 CLA tidak menghambat biosintesa lemak dalam sel mamari
(Or-Rashid et al. 2007).
Biosintesa lemak susu sapi dalam sel mamari sapi laktasi tidak hanya
bergantung pada ketersediaan asam lemak, ketersediaan glukosa juga ikut
berperan. Glukosa dalam sel mamari berasal dari glukosa dalam plasma,
sedangkan glukosa dalam plasma berasal dari karbohidrat dalam ransum yang
diabsorbsi oleh sel intestinal dan glukosa hasil glukoneogenesis dalam sel hepatik.
Selanjutnya glukosa ini dibawa oleh darah ke jaringan mamari.
Propionat termasuk salah satu VFA sebagai bahan dasar glukoneogenesis,