• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TUNGGAL DAN ANAK REMAJA DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN YANG HARMONIS (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal dan Anak Remaja dalam Menciptakan Hubungan yang Harmonis di Surabaya).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA KOMUNIKASI ORANG TUA TUNGGAL DAN ANAK REMAJA DALAM MENCIPTAKAN HUBUNGAN YANG HARMONIS (Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal dan Anak Remaja dalam Menciptakan Hubungan yang Harmonis di Surabaya)."

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

Remaja dalam Menciptakan Hubungan yang Har monis di Sur abaya)

SKRIPSI

OLEH :

SITI MUNAWWARA

NPM 0943010162

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

(2)

DisusunOleh :

SitiMunawwar a 0943010162

Telah disetujui untuk mengikuti ujian skripsi

Menyetujui,

PEMBIMBING

J uwito, S.sos, Msi NPT. 3 6704 95 00361

Mengetahui, DEKAN

(3)

DisusunOleh :

SitiMunawwar a 0943010162

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skr ipsi J urusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Univer sitasPembangunan Nasional “Veteran” J awa Timur Pada tanggal

PEMBIMBING TIM PENGUJ I 1.

J uwito, S.Sos, Msi J uwito, S. Sos. MSi NPT. 367049500361 NPT. 367049500361

2.

Dr. Catur Sur atnoaji, Msi NPT. 368049400281

3.

Dra. Dyva Claretta, MSi NPT. 366019400251

Mengetahui, DEKAN

(4)

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya sehingga pembuatan Skripsi sebagai syarat mengikuti Ujian Tugas Akhir berjalan dengan baik dan lancar. Judul penelitian yang penulis angkat adalah “Pola Komunikasi Orang Tua Tunggal Dan Anak Remajanya Dalam Menciptakan Hubungan Yang Harmonis”.

Keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman penulis membuat Proposal ini masih jauh dari kesempurnaan. Berkat usaha, dorongan serta bimbingan dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Skripsi ini, maka pada akhirnya Skripsi ini dapat terselesaikan.

Rasa terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Juwito, S.Sos M.Si, selaku Dosen Pembimbing. Pada kesempatan ini pula penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan dan bimbingannya kepada :

1. Dra. Hj. Suparwati. M,Si, selaku Dekan FISIP UPN “Veteran” JATIM.

2. Juwito, S.Sos M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi FISIP UPN “Veteran” Jawa Timur

(5)

6. Mama di surga-Nya, atas doa-doa dan kasih sayang yang telah diberikan semasa hidupnya.

7. Keluarga besar penulis,atas segala dorongan, bimbingan serta doa yang terus menerus.

8. Teman-teman pondok penulis, yang sudah banyak membantu dan memberikan support yang tiada hentinya.

9. Sahabat seperjuangan di masa kuliah, Safira, Friska, Dini, Yanti, Mitha, Fida dan anin atas segala perhatian dan support yang sangat membangun yang tidak bisa diucapkan satu-persatu oleh penulis.

10.Para informan yang luar biasa telah meluangkan waktunya untuk membantu terwujudnya keberhasilan penulis dalam penyelesaian penelitian ini. Tanpa adanya kalian, penelitian ini tidak akan ada manfaatnya dan berhasil.

11.Seluruh pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dan memberikan semangat dalam menyelesaikan penulisan Skripsi ini.

(6)

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Surabaya, November 2013

(7)

HALAMAN J UDUL...i

HALAMAN PERSETUJ UAN...ii

HALAMAN PENGESAHAN...iii

KATA PENGANTAR………....iv

DAFTAR ISI………..vii

ABSTRAKSI………...xi

BAB IPENDAHULUAN...1

1.1

Latar Belakang Masalah...1

1.2

Perumusan Masalah...12

1.3

Tujuan Penelitian...……….12

1.4

Manfaat Penelitain...13

BAB II KAJ IAN PUSTAKA...14

2.1

Penelitian terdahulu………14

2.2

Landasan Teori...……….16

2.2.1 Pengertian Komunikasi…….………...16

(8)

2.2.4.1 Komunikasi Keluarga...………...23

2.2.5 Kualitas Komunikasi Keluarga...27

2.2.5.1

Aspek-Aspek

Kualitas

Komunikasi

Keluarga………...29

2.2.6 Pengertian Remaja……...…………...32

2.2.7 Pengertian Orang Tua...35

2.2.7.1 Peran Ayah...36

2.2.7.2 Peran Anak...40

2.2.8 Pengertian Orang Tua Tunggal...41

2.3

Kerangka Berpikir...43

BAB III METODE PENELITIAN...46

3.1

Metodelogi Penelitian...46

3.2

Operasinal Konsep...49

3.2.1 Pola Komunikasi...49

3.2.2 Orang Tua Tunggal...51

3.3

Informan Penelitian...52

(9)

3.5

Teknik Analisis Data...56

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN...58

4.1

Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data……58

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian...58

4.1.2 Identitas Informan...62

4.2

Penyajian Data dan Analisis Data...63

4.2.1 Pola Komunikasi

Authoritarian

...65

4.2.1 Pola Komunikasi

Permessive

...70

4.2.3 Pola Komunikasi

Authoritative

...73

4.3

Analisis Data………...76

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...78

5.1

Kesimpulan...78

5.2

Saran...81

(10)

Lampiran 1 Interview Guide Orang Tua Tunggal………..85

Lampiran 2 Interview Guide Anak Remaja…..……….87

Lampiran 3 Hasil Interwiew (ayah) Authoritarian………..89

Lampiran 4 Hasil Interview (anak) Authoritarian………..91

Lampiran 5 Hasil Interview (ayah) Permessive………..93

Lampiran 6 Hasil Interview (anak) Permessive………...95

Lampiran 7 Hasil Interview (ayah) Authoritative………...97

Lampiran 8 Hasil Interview (anak) Authoritative………...99

(11)

Remaja dalam Menciptakan Hubungan yang Har monis di Sur abaya)

The background of this research is based on a lack of harmony in the relationship between adolescents with single mothers due to divorce . Due to this reason the authors examine the communication patterns of the single fathers with their teenagers . It is also intended to understand the communication patterns of errors like what happened . In order for the pattern of poor communication between a single father with a teenage son can be avoided . General purpose of this study was to describe the communication patterns of the single fathers with older children in Surabaya.

Results of this study are a single father families with older children who embraced authoritarian communication patterns ( authoritarian ) , a single father families with older children permessive pattern analysis ( frees ) and a single father families with older children adopted authoritative communication patterns ( democracy ).So broadly average family in Surabaya implement communication patterns between single fathers with older children it balanced . All three types of balanced communication patterns used by the parent in the relationship , educating with their teenagers . By applying the communication patterns of authoritarian , then the child will feel uncomfortable and unhappy because life is too restrained , stiff and rough hard so be bad for the children in the study who had no sense of the same sex , and some are often lied to his father in order to permit to exit . Thus causing a less harmonious relationship and the resulting quality of communication between father and son is not well and not supported the role of a father he should do for his son .

Latar belakang penelitian ini didasarkan pada kurang harmonisnya hubungan antara remaja dengan ibu tunggal akibat perceraian. Karena dasar itulah penulis meneliti mengenai pola komunikasi ayah tunggal dengan anak remajanya. Hal ini juga ditujukan untuk memahami kesalahan pola komunikasi seperti apa yang terjadi. Agar pola komunikasi yang buruk antara ayah tunggal dengan anak remajanya dapat dihindari. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendeskripsikan pola komunikasi ayah tunggal dengan anak remaja di Surabaya.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Komunikasi merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.Sejak pertama dilahirkan, manusia sudah melakukan kegiatan komunikasi. Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia itu hidup dengan manusia yang lainnya satu dengan yang lain saling membutuhkan. Untuk tetap melangsungkan kehidupannya, manusia perlu brhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan antar manusia akan tercipta melalui komunikasi, baik komunikasi verbal (bahasa) maupun nonverbal (simbol, gambar atau media komunikasi yang lainnya).

(13)

Komunikasi interpersonal dalam keluarga yang terjalin antar orang tua dan anak merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan perkembangan individu.Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin harmonis dan tindakan yang baik. Demikian juga dalam lingkungan keluarga diharapkan terbina komunikasi yang efektif antara orang tua dengan anaknya, sehingga akan terjalin hubungan yang penuh kasih sayang dan harmonis. Hubungan yang demikian masih sangat diperlukan karena seorang anak masih banyak menghabiskan waktunya dalam lingkungan keluarga.

(14)

dalam lingkungan kelaurga yang harmonis dan agamis, dalam arti orang tua memeberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan kehidupan dalam berkeluarga, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif (Syamsu Yusuf, 2000:128)

Keluarga atau orang tua merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak, dimana sebelum mereka mempunyai kemampuan berinteraksi dengan orang lain terlebih dahulu. Keberadaan orang tua mempunyai arti penting dalam perkembangan sosial remaja. Keterikatan dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosialnya, seperti tercermin dalam cirri-ciri harga diri, penyesuaian emosional dan kesehatan fisik (Desmita, 2005:218).

Cukup beralasan jika dikatakan bahwa menjadi orang tua masa sekarang memang tidak mudah, sebab banyak masyarakat sudah mengalami perubahan yakni, nilai-nilai yang diajarkan orang tua di masa lalu. Budaya berkomunikasi dalam keluarga terkadang dianggap tidak cocok lagi dengan perubahan-perubahn yang terjadi. Hal ini terjadi karena orang tua adalah produk dari suatu tipe masa yang berbeda dengan anaknya (Yuli.S, Jurnal Vol.2 No.1, 2005:68)

(15)

dihormati oleh teman-teman sebayanya. Anak yang mulai tumbuh dalam fase remaja merupakan segmen perkembngan individu anak yang sangat penting, dimana pada masa ini remaja memilki sifat tergantung (dependence) terhadap orang tua kearah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral (Yusuf, 2001:184). Pada masa remaja adalah saat usia yang serba labil dan untuk kematangan berpikir serta mempertimbangkan sesuatu masih campur aduk antar perasaan dan logika, sifatnya coba-coba atau eksperimen sering muncul dan remaja selalu ingin tahu terhadap hal-hal tanpa melihat apakah itu bersifat negatif atau positif.

(16)

Namun fenomena dilapangan menunjukkan tidak semua anak memiliki orang tua yang lengkap, peneliti mengambil masalah orang tua tunggal yakni ayah single parent dikarenakan menurut pengalaman pribadi sendiri yang diasuh oleh sang ayah tanpa adanya sosok ibu karena sosok tersebut telah pergi meninggalkan dunia. Karena hubungan sang ayah dengan sang peneliti tidak terlalu dekat dikarenakan memang sosok ayah yang pendiam, tegas dan mereka tidak tinggal dalam satu rumah, oleh karena itu hubungan mereka pun kurang harmonis. Orang tua tunggal, yakni ayah yang single parent adalah fenomena yang makin dianggap biasa dalam kalangan masyarakat. Pilihan menjadi ayah tunggal dapat terjadi karena beberapa hal, yaitu kematian pasangan dan perceraian. Kematian seorang pasangan yang mendadak membuat ia mengalami masalah berat dan tidak sanggup dan siap menerima kenyataan. Berperan menjadi ibu tunggal mungkin sudah biasa, tetapi menjadi ayah tunggal hanya beberapa saja yang mampu melakoninya. Ditinggal meninggal pasangan tercinta atau perceraian memang bukan hal yang mudah bagi semua orang.Terlebih bagi seorang laki-laki, menjadi orang tua tunggal tentu tidak mudah, sehingga banyak pria yang memutuskan mencari cepat pengganti pasangannya.

(17)

tunggal (single dad) yang baru menjalani peran baru ini, tentu tidak mudah melakukannya. Namun, menurut dua psikologi Dr. Henry Cloud dan Dr. Jhon Townsend dalam buku mereka yang berjudul ‘Raising The Great Children’ , menyatakan bahwa semua ayah sebenarnya secara naluriah dikaruniai kemampuan untuk merawat anaknya. Tentu saja, seperti halnya pada seorang ibu, ayah juga butuh waktu untuk belajar merawat anaknya.Lagipula peran tradisonal yang dahulu eksklusif menjadi teritori seorang ibu, kini tidak lagi aneh dilakukan oleh ayah.Para ayah saat ini tidak lagi sungkan menemani anaknya bermain, belajar, makan bersama, mendengarkan curahan hati anaknya, memberikan nasehat-nasehat yang bijaksana, bahkan sampai menyiapkan makanan untuk anak-anaknya.

(18)

pertama kalinya, bantuan dari kerabat perempuan tentu dibutuhkan. Adapun berbagai tips untuk menjadi ayah tunggal yang baik : a) Buat anak merasa nyaman, pastikan anak merasa sangat nyaman dengan ayahnya, bahwa ayahnya pun juga peduli terhadap kehidupan dan masa depan sang anak kelak, hal ini sangat dibutuhkan agar sang anak tidak merasa kesepian dan ketakutan dalam menjalani kehidupannya dan akan terciptanya hubungan yang harmonis dengan sang ayah, b) Lakukan kegiatan bersama, cara untuk membangun hubungan yang harmonis adalah dengan cara melakukan kegiatan bersama-sama, kebersamaan ini akan membawa kedekatan emosional antar ayah dengan buah hati. Namun, jangan pernah mencoba untuk menutupi kenyataan bahwa kehidupan keluarga single parent tidak sama dengan keluarga yang utuh lainnya. Berikan pemahaman yang benar terhadap apa saja perbedan yang ada dan bagaimana mengatasinya. Jelaskan juga meskipun ada perbedaan-perbedaan, namun kasih sayang yang diberikan seorang single parent tidak kalah besar dibandingkan ayah-ibu di keluarga lain.

(19)

berubah-ubah seiring bertambahnya umur, cobalah untuk memahami perubahan apa saja yang terjadi dan bagimana bimbingan yang tepat yang harus ayah berikan. Selalu tunjukkan bahwa ayah memiliki perhatian terhadap masalah-masalah yang dimiliki anak, walaupun masalah-masalah tersebut tidak terlalu berat, perhatian ayah akan memberikan kepercayaan diri terhadapnya.

(http://singleparentindonesia.word.press.com/2012/12/29/pede-aja-lagi-ayah-mampu-mengasuh-anak-kok/)

Para ahli jiwa AS, DR Stephen Duncan, dalam tulisannya berjudul The Unique Strengths of Single-Parents Families mengungkapkan bahwa pangkal masalah yang sering dihadapi keluarga hanya yang dipimpin oleh ayah tunggal adalah masalah anak. Anak akan merasa dirugikan dengan hilangnya salah satu orang tua mereka yang berarti dalam kehidupannya. “Hasil riset menunjukkan bahwa anaka dikeluarga yang hanya memiliki orang tua tunggal, rata-rata cenderungkurang mapu mengerjakan sesuatu dengan baik, dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang orang tuanya utuh” (http//www.republika.co.id/Koran_detail.asp?id=183356&kat_id1=&kat_id2=)

(20)

harus berperan secara aktif. Sebagai ayah tunggal tidak hanya memenuhi kebutuhan berupa mareil saja, tetapi juga melainkan para orang tua harus memberikan pendidikan formal atau informal, pendidikan agama dan memberikan perhatian kasih sayang serta pengarahan yang baik yang seharusnya dilakukan oleh orang tua tersebut.

(21)

Sifat pola komunikasi ini, segala aturan dan ketetapan keluarga ditangan anak.Apa yang dilakukan oleh anak, diperbolehkan oleh ayah tunggalnya, ayah tunggal menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bersikap semena-mena, tanpa pengawasan sang ayah. Authoritative (cenderung terhindar dari kegelisahan, kekacauan dan perilak nakal) sikap acceptance orang tua kontrolnya tinggi, bersikap responsive terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik maupun buruk. Sikap perilaku sang anak, bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri, bersikap sopan, mau bekerja sama, memiliki rasa ingin tahu tinggi, mempunyai arah tujuan hidup yang jelas dan berorientasi terhadap prestasi (Syamsu Yusuf, 2000:51-52). Dari segi negatif, anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Bila mampu mengguanakan kebebasan tersebut secara tanggung jawab, maka anak akan menjadi seorang yang mandiri, kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan aktualisasinya.

(22)

menyenangkan dan hangat menjadi dasar perkembangan emosi yang stabil dan membentuk kepribadian yang percaya diri.

Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan bahwa jumlah ayah tunggal di Indonesia semakin meningkat, banyaknya permasalahan terjadi dikarenakan ditinggal meninggal oleh sang istri, dan mengingat komunikasi ayah tunggal bisa diarahkan untuk mengubah sikap, perilaku serta mendidik anak remajanya, maka fokus penelitian ini adalah ayah tunggal dari ditinggal meninggal oleh sang istri.

Apabila tidak adanya komunikasi yang bagus antar orang tua dengan anaknya maka para orang tua sendiri tidak tahu akan keinginan dari anaknya, serta anaknya sendiri pun menginginkan orang tua saling terbuka. Anak yang terbiasa mengekspresikan dirinya sendiri dengan apa adanya, memiliki freedom to be andto fail anvironment, akan lebih santai dalam mengahadapi berbagai macam kesulitan dan hambatan karena biasanya membicarakan kepada orang tua, tanpa dibayangi-bayangi rasa ketakuatan, malu ataupun rasa bersalah karena tidak mampunya sang remaja untuk memenuhi harapan orang tua (www.e-psikologi.com)

(23)

pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan, sehingga setiap nasehat-nasehat yang dilontarkan oleh ibu tunggal tersebut tidak dianggap angin lalu.

Penelitian ini dilakukan di wilayah Surabaya. Sebab wilayah disini mempunyai komposisi penduduk yang heterogen.Surabaya diasumsikan sebagai wilayah yang memiliki perkembangan yang tinggi. Selain itu, Surabaya merupakan kota metropolis dan kota terbesar kedua setelah Jakarta, dilihat dari padatnya penduduk dan berbagai permasalahan sosial yang terjadi. Dalam hal ini peneliti ingin mengungkapkan dan meneliti tentang bagaimana sebaiknya pola komunikasi yang baik dalam menciptakan hubungan yang harmonis antara orang tua tunggal dengan anak remajanya di Surabaya, yang peneliti fokuskan karena ditinggal meninggal oleh sang istri dan ibunya.

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini mengenai bagaimanakah pola komunikasi orang tua tunggal dan anak remajanya dalam menciptakan hubungan yang harmonis di Surabaya.

1.3. Tujuan Penelitian

(24)

1.4. Manfaat Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Sebagai bahan tambahan pemikiran untuk ilmu komunikasi terutama topik bahasan yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap pola komunikasi ayah tunggal dan anak dalam menciptakan hubungan yang harmonis dengan anak remajanya di Surabaya.

2. Kegunaan Praktis

(25)

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Penalitian Ter dahulu

(26)

Karakteristik orang tua tunggal yang berperan dalam membentuk kemandirian anak adalah usia, jumlah anak, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, lama waktu bekeja. Makin tua usia orang tua tunggal ternyata menyebabkan anak sanagt mandiri. Pendidikan orang tua tunggal yang rendah, jenis pekerjaan disektor informal dengan gaji rendah, atau yang dikategorikan berstatus sosial ekonomi rendah ternyata menyebabkan anak menjadi sangat mandiri.Makin lama orang tua bekerja menyebabkan anak makin mandiri.

Satu lagi, penelitian terdahulu yang diambil dari Jurnal Ilmu Komunikasi Universitas Atma Jaya Yogya volume 2 nomor 1 Juni 2005 ditulis oleh Yuli Setyowati dengan judul “Pola Komunikasi Keluarga dan Perkembangan Emosi Anak”. Kesimpulan yang dapat diambil adalah penerapan pola komunikasi keluarga sebagai bentuk interaksi antara orang tua dengan anak maupun antar anggota keluarga memiliki implikasi terhadap proses perkembangan emosi anak. Dalam proses komunikasi tersebut, anak akan belajar mengenal dirinya maupun orang lain, serta memahami perasaannya sendiri maupun orang lain.

(27)

menyelesaikan masalah, serta toleransi yang menjadi dasar terbentuknya sikap empati anak. Dengan demikian, anak-anak akan tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang cerdas, baik secar intelektual maupun emosinal, yang akhirnya menjadi dasar bagi kecerdasan yang lain, yaitu kecerdasan sosial, moral dan spiritual.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Pengertian Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat secara timbal balik, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami oleh kedua belah pihak (Djamarah, 2004:2)

Komunikasi adalah peristiwa sosial, yaitu peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia yan lainnya. Ilmu komunikasi apabila dipublikasikan secara benar akan mampu mencegah dengan menghilangnya konflik antar pribadi, antar kelompok, antar suku, antar bangsa dan antar ras membina kesatuan dan persatuan umat manusia penghuni bumi (Effendy, 2002:27)

(28)

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa komunikasi memiliki pengertian yang luas dan beragam, walaupun secara singkat komunikasi merupakan suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang terjadi dalam diri seseorang atau diantara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Dengan demikian dapat diketahui bahwa komunikasilah yang berhubungan dengan manusia, karena tidak mungkin manusia dapat hidup tanpa berkomunikasi dengan satu sama yang lainnya.

2.2.2 Pengertian Hubungan yang Harmonis dalam Keluarga

Hubungan yang harmonis antara anak dan orang tua akan terjalin baik jika keduanya dapat saling berkomunikasi dengan baik. Artinya, jika seorang anak mempunyai suatu keinginan dapat diutarakan secara langsung kepada orang tua begitu pula sebaliknya. Komunikasi yang lancar antara orang tua dan anak akan menciptakan hubungan yang baik antara anak dan orang tua. Orang tua dapat mengerti keinginan anak dan anak dapat mengikuti harapan orang tua terhadapnya. Bisa juga disebut kategori keluarga yang harmonis dilihat dari aspek perekonomian keluarga dan suku budaya yang terdapat di dalam keluarga.

(29)

berada dalam tahap perkembangan remaja berada pada usia 35-40 tahun. Pada usia ini, orang tua sering mengadakan perubahan dari kehidupan sebelumnya. Orang tua mulai menarik diri dan cara berpikirnya berusaha untuk mencari cara yang aman.

Tidak hanya orang tua yang bertambah usianya, anak pun mulai beranjak remaja.Ia mulai untuk bersikap mandiri. Perubahan pada orang tua membawa dampak pada hubungan remaja dengan orang tua.Sebelumnya, anak mencari nasehat dari orang tua, sedangkan sekarang remaja mulai merasa dirinya lebih mudah dipahami oleh teman-temannya.Remaja sering merasa orang tua kurang memberi kebebasan yang bertanggung jawab.Orang tua tetap bersikap otoriter.Perbedaan perilaku dan kebutuhan ini mengakibatkan keduanya berada dalam permasalahan.Perubahan-perubahan yang ada didalam keluarga ini membuat keluarga berada dalam keadaan yang homeostatis.

Kebutuhan dari setiap pihak, baik dari orang tua maupun dari anak yang berada pada masa remaja ini ingin dipenuhi. Menurut Mappiare, kebutuhan remaja yang menuntut pemenuhan dari orang tua adalah pengakuan sebagai orang yang mampu untuk menjadi dewasa, perhatian, dan kasih sayang.

(30)

orang tua, yang sebenarnya hanya sebagai pelampiasan dan mencari perhatian orang tua.

Maka untuk menjembatani agar orang tua dan anak bisa sejalan, anak harus mengetahui apa sebenarnya keinginan orang tua, dan anak jangan enggan mengutarakan kepada orang tua apa yang sebenarnya anak inginkan. Tentu saja dengan bahasa dan tutur kata yang sopan, santun, dan melihat situasi dan kondisi orang tua saat ini. Hal ini bisa dilakukan pada waktu yang tepat dan komunikasi yag efektif.Misalnya : (a) Ketika orang tua meminta tolong untuk membantu, cepat-cepat dibantu, sambil membantu bisa berkomunikasi apa yang sebenarnya saya inginkan. (b) Ketika sarapan, makan siang, dan makan malam bisa untuk berkomunikasi.

Adapun beberapa cara yag efektif untuk berkomunikasi dengan orang tua, yaitu sebagai berikut :

(31)

B. Jangan ragu menunjukkan rasa sayang pada orang tua lewat kata-kata, pelukan, atau ciuman. Misalnya orang tua berulang tahun, ucapkan selamat ulang tahun.

C. Ungkapkan perasaan jika orang tua menghukummu, tentu saja setelah suasana tenang. Misalnya karena melakukan suatu kesalahan, kalian dimarahi didepan orang banyak yang mengakibatkan kalian malu. Lain kali setelah suasana tenang, katakan kalau kalian bersalah, jangan dimarahi didepan orang banyak dan lebih baik dimarahi dengan cara lain.

D. Jika ada masalah yang ingin dibicarakan, cari saat yang tepat, jangan saat orang tua sedang lelah. Misalnya, waktu ulangan disekolah tadi kalian mendapat nilai yang kurang, padahal hasil ulangan harus dimintakan tanda tangan orang tua.Waktu meminta tanda tangan jangan langsung pada saat orang tua pulang bekerja, tetapi tunggu dahulu setelah istirahat dan lelahnya hilang.( http://gatotkaca3.wordpress.com/2011/11/03/membangun-hubungan-yang-harmonis-dengan-orang-tua/)

2.2.3 Pengertian Pola Komunikasi

(32)

Dari pengertian di atas, maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses mengkaitkan dua kompunen yaitu gambaran atau rencana yang menjadi langkah-langkah pada suatu aktifitas dengan komponen-komponen yang merupakan bagian terpenting atas terjadinya hubungan antar organisasi ataupun juga manusia.

Terdapat tiga pola komunikasi di dalam hubungan orang tua dengan anak, yaitu : (Syamsu Yusuf, 2001:52)

a. Authotarian (cenderung bersikap ber musuhan)

Dalam pola hubungan ini sikap acceptenceorang tua rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando (mengharuskan/memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi), bersikap kaku dan keras, cenderung emosional dan bersikap menolak.

Sedang dipihak anak, mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, stres, tidak mempunyai arah masa depan dan tidak bersahabat.

b. Permessive (cenderung berperilaku bebas)

(33)

c. Authoritative (cenderung terhindar dar i kegelisahan dan kekacauan)

Dalam hal ini sikap acceptenceorang tua dan kontrolnya tinggi, bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberi penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk. Sedang anak bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri, bersikap sopan, mau bekerja sama, memilki rasa ingin tahunya yang tinggi, mempunyai arah tujuan/arah hidup yang jelas dan berorientasi pada prestasi.

Suatu proses komunikasi dapat berjalan dengan baik jika antara komunikator dan komunikan ada rasa percaya, terbuka dan sportif untuk saling menerima satu sama lainnya (Rakhmat, 2002:129). Adapun sikap yang dapat mendukung kelancaran komunikasi dengan anak-anak adalah :

a. Mampu mendengarkan, sehingga anak-anak lebih berani membagi perasaan sesering mungkin sampai pada perasaan dan permasalahan yang mendalam dan mendasar.

b. Menggunakan empati untuk pandangan-pandangan yang berbeda dengan menunjukkan perhatian melalui isyarat-isyarat verbal dan non verbal saat komunikasi berlangsung.

(34)

2.2.4 Pengertian Keluar ga

Keluarga adalah sekumpulan orang-orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya ikatan batin, sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling menyerahkan diri yang dijalin oleh kasih sayang (Djamarah, 2004:16)

Keluarga merupakan suatu unit terkecil yang bersifat universal, artinya terdapat setiap masyarakat di dunia atau suatu sistem sosial yang terbentuk dalam sistem sosial yang lebih besar.Ada dua macam keluarga, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga besar (extended family). Keluarga inti adalah suatu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum dewasa atau belum nikah, sedangkan keluarga besar adalah suatu satuaan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan lingkungan kaum keluarga yang lebih luas daripada ayah, ibu dan anak-anak (Yusuf, 2007:36)

2.2.4.1 Komunikasi Keluar ga

(35)

Komunikasi keluarga adalah pembentukkan pola kehidupan keluarga dimana didalamnya terdapat unsur pendidikan, pembentukan sikap dan perilaku anak yang berpengaruh terhadap perkembangan anak (Hurlock, 1997:198)

Dalam dunia modern ini menyebabkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan keluarga, akibatnya pola keluarga telah berubah secara radikal (drastis).Dari sekian banyak perubahan yang terjadi pada keluarga tersebut dampaknya dapat terjadi pada seluruh komponen keluarga yang ada yaitu, pihak ayah, ibu, anak maupun kelurga yang ikut didalamnya seperti nenek, kakek atau anggota lainnya.Dilihat pada uraian di atas, maka anakpun memikul dampak dari perubahan yang terjadi pada keluarga.

Ikatan dengan keluarga yang renggang dan kontak keluarga yang berkurang.Berkurangnya pekerjaan yang dilakukan di rumah, anak lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah daripada di adalam rumah. Perceraian atau pernikahan yang kedua semakin meningkat, orang tua mempunyai ambisi yang lebih besar bagia anaknya dan bersedia mengorbankan kepentingan pribadi mereka demi pendidikan anak dalam mempersiapkan mereka dimasa depan dan adakalanya lebih banyak berinteraksi dengan orang luar daripada anggota keluarga (Hurlock, 1997:200)

(36)

Peranan keadaan keluarga sangat penting terhadap perkembangan sosial anak, tidak hanya terbatas pada situasi sosial ekonominya atau keutuhan struktur dan interaksinya saja.Hal ini mudah diterima apabila kelompok sosial dengan tujuan-tujuan, norma-norma, dinamika kelompok termasuk kepemimpinannya yang sangat mempengaruhi kehidupan individu yang menjadi kelompok tersebut.

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orang tua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat (Yusuf, 2001:37)

Komunikasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai. Bila hubungan yang dikembangkan oleh orang tua tidak harmonis, misalnya ketidaktepatan otang tua dalam memilih pola komunikasi yang tidak dialogis dan adanya permusuhan serta pertentangan dalam keluarga maka akan adanya hubungan yang tegang. Komunikasi dalam keluarga terbentuk bils hubungsn timbal balik selalu terjalin antara ibu dan anak (Gunarsa, 2002:205)

(37)

masalah dan kesulitan yang dialami oleh remaja (Mulandar, 2003:23). Disinilah diperlukan komunikasi dalam keluarga yang sering disebut komunikasi keluarga.

Dengan adanya kesamaan pandangan akan timbul pemahaman antar orang tua dengan anak remaja, sehingga antar orang tua dan anak remaja akan saling terbuka dan berterus terang dalam membicarakan masalah yang sedang dihadapi oleh anak remaja. Keterbukaan komunikasi antar orang tua dan remaja sangat diperlukan dalam proses sosialisasi dan bermanfaat dalam menghindarkan konflik yang akan terjadi pada remaja maupun pada hubungan orang tua dan anak remaja. Sehingga dengan adanya komunikasi antar orang tua dan anak remaja dapat membantu memecahkan masalah remaja (Gunarsa, 2002:206)

Kegiatan komunikasi dalam keluarga biasanya berlangsung secara tatap muka dan memungkinkan adanya dialog antar anggota-anggota dalam keluarga pada umumnya bersikap akrab dan terbuka. Namun untuk mengadakan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak usia remaja tidaklah mudah karena ada faktor-faktor yang menjadi penghambat, yaitu :

a. Orang tua dan remaja tidak mempergunakan bahasa yang sama sehingga meninggalkan salah tafsir atau salah paham.

b. Orang tua biasanya merasa kedudukannya lebih tinggi daripada kedudukan anaknya yang menginjak usia remaja.

c. Orang tua hanya memberikan informasi, akan tetapi tidak ikut serta memecahkan masalah yang dihadapi remaja.

(38)

e. Remaja tidak diberi kesempatan mengembangkan kreativitasnya serta memberikan pandangan-pandangannya secar bebas (Soekanto, 2003:5)

2.2.5 Kualitas Komunikasi Dalam Keluar ga

Komunikasi dalam keluarga harus berlangsung secara timbal balik dan saling bergantian, bisa dari orang tua ke anak ataupun sebaliknya. Awal terjadinya komunikasi karena adanya sesuatu pesan yang ingin disampaikan, sehingga kedua belah pihak tercipta komunikasi yang efektif (Djamarah, 2004:1)

Dalam proses komunikasi ini, ketika pesan disampaikan umpan baliknya terjadi saat itu juga (immediate feedback) sehingga komunikator tahu bagaimana reaksi komunikan terhadap pesan yang disampaikan (Effendy, 2003:15)

(39)

Keluarga yang sehat dapat dibentuk melalui komunikasi. Melalui komunikasi orang tua memberikan dan mengajarkan tentang nilai, norma, pengetahuan, sikap dan harapan terhadap anak-anak. Dengan komunikasi yang efektif, maka beberapa hal tersebut dapat diterima dan dipahami oleh anak remaja. Komunikasi yang efektif akan menimbulkan hubungan dan pengertian yang makin baik antara kedua belah pihak (Irwanto, 2001:79)

Komunikasi yang baik di dalam keluarga bersifat dialog dan bukan monolog. Komunikasi yang molog tidak menimbulkan tantangan dalam diri anak untuk mengembangkan pikiran, kemampuan bertanggung jawab dan anak untuk mengembangkan pikiran. Kemampuan bertanggung jawab dan anak tidak dimintai pendapat atas usul bila ada masalah dalam keluarganya. Jika komunikasi bersifat dialog, orang tua belajar dari anaknya waktu mendengarkan dan berkomunikasi baik dan lancar dengan anak-anaknya (Kartono, 1994:153)

Komunikasi yang efektif juga dibutuhkan untuk membentuk keluarga yang harmonis, selain faktor keterbukaan, otoritas, kemampuan bernegosiasi, menghargai kebebasan dan rahasia antara anggota keluarga. Dengan adanya komunikasi yang efektif diharapkan dapat mengarahkan remaja untuk dapat mampu mengambil keputusan, mendukung perkembangan otonomi dan kemandirian dan lain-lain.

(40)

remaja. Namun menurut Rahmat (2002:19) tidak benar anggapan orang bahwa semakin sering seseorang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, maka makin baik hubungan mereka. Personalnya adala bukan beberapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Hal ini berarti penting bahwa dalam komunikasi yang diutamakan adalah bukan kuantitas dati komunikasinya, akan tetapi seberapa besar kualitas komunikasi tersebut.

2.2.5.1 Aspek-Aspek Kualitas Komunikasi Dalam Keluar ga

Komunikasi yang efektif perlu dibangun dan dikembangkan dalam keluarga. Beberapa faktor penting untuk menentukan jelas tidaknya informasi yang dikomunikasikan di dalam keluarga dapat mengarahkan pada komunikasi yang efektif, yaitu : (Irwanto, 2001:85)

A. Konsistensi

Informasi yang disampaikan secara konsisten akan dapat dipercaya dan relatif lebih jelas dibandingkan dengan informasi yang selalu berubah. Ketidak konsistensian yang membuat remaja bingund dalam menafsirkan informasi tersebut.

B. Ketegasan (assertiveness)

(41)

C. Percaya (trust)

Faktor percaya adalah yang paling penting karena percaya menentukan afektifitas komunikasi, meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya, hingga kepercayaan pada orang lain akan menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang akrab.

Ada tiga yang berhubungan dengan sikap percaya, yaitu : (Rakhmat, 2002:131)

(a) Menerima

Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan sikap yang melihat orang tua sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai, tetapi tidak berarti menyetujui semau perilaku orang lain atau rela menanggung akibat-akibat perilakunya.

(b) Empati

(42)

(c) Kejujuran

Manusia tidak menaruh kepercayaan pada orang lain yang tidak jujur atau sering menyembunyikan pikiran dan pendapatnya. Kejujran dapat mengakibatkan perilaku seseorang diduga.Ini mendorong untuk percay antara satu dengan yang lainnya.

D. Sikap Sportif

Sikap sportif sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Sikap defensif akan menyebabkan komunikasi interpersonal akan gagal, karena lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam suatu situasi komunikasi daripada pesan yang didapat dari orang lain.

E. Sikap Terbuka

Sikap terbuka mendorong terbukanya saling pengertian, saling menghargai, saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal. F. Bersikap Positif

(43)

negatif bersifat menentang atau menghukum hati seseorang secara, fisik maupun psikologis (Devito, 1997:59). Pentingnya “menyerang” secara negatif itu diperlukan asal dalam batas yang wajar seperti menegur atau memarahi anak bila memang perlu dan orang tua tetep memberikan penjelasan alasan bersikap demikian (Kartono, 1994:153)

2.2.6 Remaja

Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting.Diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Selain itu remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minar seksual, penerangan diri dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral (Syamsu Yusuf, 2001:184)

Menurut Hurlock, menyatakan bahwa usia dapat dikatakan sebagai remaja yaitu diantara usia 11 tahun sampai 21 tahun. Periode remaja ini dipandang sebagai masa “strom and stres”, frustasi dan penderitaan, konflik dan penyesuaian, mimpi dan melamun cinta dan perasaan terlinealisasi (tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Syamsu Yusuf, 2001:184)

Beberapa tokoh psikologi remaja memberikan beberapa definisi tentang remaja antara lain : (Syamsu Yusuf, 2007:185-186)

(44)

otoritas orang dewasa. Selain itu pengalaman sosial selama remaja dapat mengarahkannya untuk menginternalisasi sifat-sifat yang diwariskan oleh generasi sebelumnya.

B. Barker memberikan penekanan orientasi remaja pada masalah sosiopsikologis. Hal ini dikarenakan bahwa remaja merupakan periode pertumbuhan fisik yang sangat cepat dan peningkatan dalam koordinasi maka remaja merupakan masa transisi antar masa anak dan masa dewasa. Oleh karena pertumbuhan fisik berkaitan dengan sifat-sifat yang diterima anak, maka pertumbuhan fisik seseorang menentukan pengalaman sosialnya.

Walaupun demikian, sebagai pedoman umum kita dapat menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja indonesia dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: (Sarwono, 2004:14)

(a) Dibawah masyarakat indonesia, usia 11 tahun adalah usia dimana sudah dianggap akail balig. Baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memberlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial)

(b) Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual sekunder mulai nampak (kriteria fisik)

(45)

psikoseksual dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Palget) maupun moral (Kohlberg) (kriteria psikologik).

C. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat maupun tradisi), belum bisa memberikan pendapat sendiri dan sebagainya. Dengan perkataan lain, orang-orang yang sampai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologis, masih dapat digolongkan remaja. Golongan ini cukup banyak terdapat di Indonesia, terutama dari kalangan masyarakat kelas menengah ke atas yang mempersyaratkan berbagai hal (terutama pendidikan setinggi-tingginya) untuk mencapai kedewasaan. Tetapi pada kenyataannya cukup banyak pula orang yang mencapai kedewasaannya sebelum usia tersebut.

(46)

2.2.7 Pengertian Orang Tua

Dalam kamus besar bahsa indonesia, orang tua ayah dan ibu kandung. Sedangkan menurut Wright (1991:12), orang tua dibagi menjadi tiga macam yaitu:

(a) Orang Tua Kandung

Oarang tua kandung adalah ayah dan ibu yang mempunyai hubungan darah secara biologis (yang melahirkan).

(b) Orang Tua Angkat

Pria dan wanita yang bukan kandung, tapi dianggap sebagai orang tua sendiri berdasarkan ketentuan hukum atau dat yang berlaku.

(c) Orang Tua Asuh

Orang yang membiayai hidup seseorang yang bukan anak kandungnya atas dasra kemanusiaan.

Dasar pengertian di atas maka, orang tua adalah pria dan wanita yang mempunyai hubungan ikatan baik itu secara biologis maupun sosial dan mampu mendidik, merawat, membiayai serta membimbing hidup orang lain yang dianggap anak secara berkesinambungan.

2.2.7.1 Peran Ayah

(47)

berpengaruh karena selalu mendampinginya, apalagi jika Ayah bekerja dan Ibu adalah seorang ibu rumah tangga. Alhasil, anak-anak akan merasa lebih akrab dan membuatnya melakukan apasaja yang disukainya bersama sang Ibu.

Anak-anak juga terkadang merasa lebih lepas mengungkapkan perasaannya.Ia bisa menangis, merengek, kepada ibunya dan kadang mengacuhkan atau tak mendengarkan anjuran sang ibu. Pada kondisi inilah sosok Ayah juga dibutuhkan. Tentunya Ayah juga harus membangun kedekatan dan ikatan emosional dengan anak. Namun, sosok Ayah umumnya berbeda di mata anak. Ayah lebih disegani oleh anak. Jangan heran jika sekali saja Ayah memerintah, anak-anak cenderung mematuhinya.

Meski sosok tegas yang disegani biasa didapatkan dari Ayah, sebaiknya para Ayah juga bisa mengimbanginya dengan memainkan peran sebagai Ayah yang peduli dan tak sungkan mengungkapkan kasih sayang. Dr. Ariani Dewi Widodo,SpA dari Klinik Tumbuh Kembang dan RS Graha Kedoya mengingatkan, ketegasan sosok Ayah sebaiknya tak menjadi momok menakutkan bagi anak.

(48)

Hal yang sama juga diungkapkan Ketua Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), Dr. Seto Mulyadi. Para ayah, menurutnya, punya peran penting dalam keluarga, terutama dalam pengasuhan anak. Menjadi seorang ayah harus profesional, peduli, perhatian dan hadir secara utuh dalam keluarga, bag anak-anak juga pasangannya. Ayah juga harus memainkan peran sebaga pelaku utama, bukan hanya figuran dalam keluarga.

“Penelitian di luar negeri menunjukkan para pelaku criminal presentasi terbesarnya adalah orang yang tidak mendapatkan perhatian dari ayahnya. Ayah harus menjadi pelaku utama bersama ibu, bukan figuran, dalam keluarga,” kata KakSeto yang mengaku keempat anaknya memiliki kedekatan emosi yang kuat dengannya lantaran hubungan ayah-anak telah dibangun sejak belia melalui komunikasi yang baik.

Kak Seto melanjutkan, dari data yang masuk ke Komnas PA, 80 persen pelaku kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak adalah para ibu, dengan adanya kontribusi dari ayah. Kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak, terjadi bukan karena ibu yang jahat, tetapi karena ayah yang tidak peduli, tegasnya.

(49)

ringan. Bahkan, kehadiran peran ayah di rumahsecara utuh juga memperkokoh nilai perkawinan, jelas Kak Seto.

“Dari segi psikologis, anak membutuhkan model perilaku maskulin dari ayahnya. Anak perempuan pun membutuhkan model ini untuk mengembangkan kemampuannya menghadapi pasangan hidup nantinya,” tambahnya. Anakperempuan dapat lebih mampu memahami perilaku laki-laki karena kedekatan yang terbangun antara dia dengan sang ayah. Kedekatan hubungan ayah dengan anak-anak juga berperan penting bagi pasangan dan hubungan pernikahan. Ibu yang merasa dibantu dalam menjalankan peran pengasuhan menimbulkan perasaan lebih aman dan nyaman, yang berpengaruh pada keharmonisan keluarga. (www.harianhaluan.com/index.php?...peran-ayah-dalam-keluarga )

Kekurangan psikologis anak jika tak dibantu seorang ayah dalam perkembangannya akan mudah dijumpai. Kekurangan psikologis in iantara lain anak menjadi orang yang pesimis, tidak punya percaya diri, Gangguan psikoseksual, sulit beradaptasi dengan lingkungannya dan sulit mempunyai kepedulian sosialnya.

(50)

dalam kegiatan bersama anak sangat diperlukan, misalnya dengan kegiatan indoor-outdoor seperti rekreasi ke alam terbuka.

Kesadaran ayah dalam mendidik janganlah suatu tindakan yang terpaksa. Seorang ayah harus mengetahui apa yang anak perlukan darinya. Pada dasarnya, seorang ayah harus tahu bahwa posisinya itu harus menjadi pembimbing, guru, kawan dan pelindung. Menanamkan moral spiritual pada anak sepatutnya jangan lupa diberikan oleh ayah. Jika ayah tidak memberikan pendidikan moral spiritual, anak menjadi seorang dengan jiwa yang anarkis dan menjadi individu yang melanggar aturanatau norma.

Berikut ini adalah kiat-kiat menjadi ayah yang hebat:

1. Meluangkan waktu yang cukup untuk keluarga.

2. Bermain dengan anak.

3. Memberikan keteladanan dengan bijaksana.

4. Mengakui kesalahan, meminta maaf dan mengucapkan terimakasih kepada anak.

5. Menjadi penyemangat dan pendukung anak.

6. Menjadi pendengar yang baik jika anak sedang mengutarakan permasalahannya.

7. Menghindari tindakan kasar yang merugikan fisik dan psikologi anak.

(51)

Anak harus merasa senang dan nyaman didampingi orang tuanya. Anak mempunyai cara belajar yang ia sukai dan hal ini harus diperhatikan bagi orang tua. Situasi belajar yang baik da efektif harus diciptakan. Dalam hal ini, ayah juga mempunyai peranan penting dalam memotivasi belajar anak dengan baik.(exc09dharmautomo.wordpress.com/)

2.2.7.2 Peran Anak

Anak merupakan rahmat Allah SWT yang diamanatkan kepada orang tuanya yang membutuhkan peliharaan, penjagaan, kasih sayang dan perhatian. Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan terjadinya perubahan dalam banyak aspek perkembangan (Syamsu Yusuf, 2006:12)

Seorang anak mampu bersosialisasi secara sehat, yakni ditandai dengan kemampuan untuk memiliki hubungan secara emosional dengan orang lain, seorang anak dapat menyerap nilai-nilai, norma dan etika dari budaya sosialnya terutama dari orang tuanya (Dariyo, 2004:114)

Karena memang dalam kenyataan anak suka meniru sikap dan perilaku orang tua dalam keluarga, anak secara kualitatif maupun kuantitatif tidak sama dengan orang dewasa. Bahwa anak adalah orang dewasa dalam bentuk kecil

(miniature adult), sehingga memperlakukan anak (memberi hukuman,

(52)

Seorang anak yang pandai menyesuaikan diri secara serasi, selaras dan seimbang sesuai dengan daya dukung dan lingkungan yang berubah-ubah secara dinamis (Djamarah, 2004:21)

2.2.8 Pengertian Orang Tua Tunggal

Naluri ayah dalam mengasuh anak tentu tidak seperti seorang perempuan. Namun, demi anaknya ayah harus bias menjalankan peran tersebut ketika menjadi ayah tunggal. Sebagai seorang ayah tunggal (single parent), peran ayah dalam keluarga tentu saja menjadi lebih luas.Selain dituntut menjadi pencari nafkah, ayah juga harus mengurus berbagai keperluan rumah tangga.

Yang paling penting, memastikan tumbuh kembangnya anak berjalan dengan baik. Bagi seorang ayah tunggal (single dad) yang baru menjalani peran baru ini, tentu tidak mudah melakukannya. Namun, menurut dua psikologi Dr. Henry Cloud dan Dr. Jhon Townsend dalam buku mereka yang berjudul ‘Raising The Great Children’ , menyatakan bahwa semua ayah sebenarnya secara naluriah dikaruniai kemampuan untuk merawat anaknya. Tentu saja, seperti halnya pada seorang ibu, ayah juga butuh waktu untuk belajar merawat anaknya.

(53)

Bagi seorang ayah tunggal, tanggung jawab ganda dalam mengurus keluarga dan menjalan ikarier tidak boleh dianggap beban. Namun, peran ganda tersebut harus menjadi pemicu untuk lebih keras lagi, sehingga kian banyak kebutuhan anak yang dapat terpenuhi. Demi sang anak, single dad harus mengubah beberapa hal dalam hidupnya : a) Hilangkan kebiasaan buruk, sebagai seorang ayah tunggal, dengan sendiriny asemua yang ayah lakukan akan menjadi contoh perilaku yang akan diambil oleh anaknya. Oleh karena itu, ayah wajib menghilangkan kebiasaan buruk seperti merokok, minum-minum alcohol atau berkata kasar dan keras, b) Pahami kebutuhan anak, kebutuhan anak akan berubah-ubah seiring bertambahnya umur, cobalah untuk memahami perubahan apa saja yang terjadi dan bagimana bimbingan yang tepat yang harus ayah berikan. Selalu tunjukkan bahwa ayah memiliki perhatian terhadap masalah-masalah yang dimilikianak, walaupun masalah-masalah tersebut tidak terlalu berat, perhatian ayah akan memberikan kepercayaan diri terhadapnya.

( http://singleparentindonesia.word.press.com/2012/12/29/pede-aja-lagi-ayah-mampu-mengasuh-anak-kok/)

2.3 Kerangka Berpikir

(54)

dalam perilaku anaknya, lemahnya komunikasi interpersonal dalam keluarga tidak hanya disebabkan oleh sikap ayah tunggal terhadap anak selain faktor dari ayah tunggal, anak remaja pun juga mempengaruhi hubungan komunikasi ayah tunggal dengan diri anak itu sendiri. Hal ini disebabkan anak remaja merupakan masa “strom and drag” yaitu periode yang ditandai dengan rasa pemberontakan terhadap otoritas ayah tunggal. Pada fase pertumbuhan, remaja sering mengalami frustasi dan penderitaan konflik dan perasaan yang tersisihkan dari kehidupan sosial orang dewasa.

Kurangnya keharmonisan dalam keluarga menyebabkan munculnya ketegasan anatar anak dengan ayah tunggal dan akan menyebabkan terciptanya jarak emosional antara anak dengan ayahnya. Dalam kondisi demikian, anak anakn mencari kepuasan di luar rumah, misalnya mempertinggi keterlibatan remaja tersebut dengan kelompok yang sesuai dengan usianya. Perhatian dan tetap menjalin komunikasi yang baik ayah tunggal terhadap anak sangat diperlukan, apalagi sebagian besar dari kecil anak lebih akrab dan dekat dengan ibunya dibandingkan dengan ayahnya. Perhatian ayah tunggal terhadap anak sepeninggal sang ibu harus extra lebih besar dibandingkan dengan dulu sewaktu sang ibu masih ada di dalam keluarga. Perhatian ayah tunggal yang penuh kassih sayang dan menerapkan pendidikan tentang nila-nilai kehidupan baik agama maupun sosial budaya yang diberikanya merupakan faktor kondusif untuk terjalinnya hubungan yang harmonis antara ayah dengan anak di dalam keluarga mereka.

(55)

hubungan yang harmonis antar satu sama lainnya. adapun anak tidak akan melakukan hal-hal yang negatif, yang akan menimbulkan dampak negatif atau buruk bagi dirinya sendiri. Terdapat tiga pola komunikasi dalam lingkungan keluarga antar orang tua dengan anak, yaitu :Authoritarian (cenderung bersikap bermusuhan), Permissive (cenderung berperilaku bebas) dan Authoritative (cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan).

Bagan Keluar ga

AYAH

IBU

(56)

Bagan Kerangka Berpikir

Pola Komunikasi Authoritarian

Pola Komunikasi Permessive

Pola Komunikasi Authoritative Orang Tua Tunggal

(ayah)

Anak Remaja

11-24 Tahun

Hubungan Harmonis

Untuk para ayah tunggal, dimohon agar lebih berhati-hati dan diperhatikan kembali dalam menerapkan pola komunikasi yang tepat kepada anak. Dan

demikian juga pada anak , agar bias memahami alasan kenapa para ayah tunggal dalam menerapkan pola komunikasi yang dipakai dalam keluarganya.

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metodelogi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dan menggunakan analisis kualitatif. Tipe penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa adanya perlakuan terhadap objek yang diteliti (Kontur, 2003:53)

Tipe penelitian deskriptif bertujuan membuat gambaran secara sitematis, faktual dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu.Periset sudah mempunyai konsep (biasanya satu konsep) dan kerangkan konseptual. Melalui kerangka konseptual (landasan teori), periset melakukan operasianal konsep yang akan mengahasilkan variabel beserta indikatornya. Riset ini untuk menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antar variabel (Rakhmat, 2007:69)

Menurut Rakhmat dalam bukunya riset komunikasi, secara umum riset yang menggunakan metodologi kualitatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

(58)

B. Perekam yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjaddi dengan catatan-catatan di lapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti dokumenter.

C. Analisis data lapangan.

D. Melaporkan hasil termasuk diskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan) dan komentar.

E. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap peneliti mengkrasikan realitas sebagai bagian dari proses penelitiannya. Realitas dipandang sebagai dinamis dan produk konstruksi sosial.

F. Subjektif dan berada hanya dalam referensi peneliti. Periset sebagai sarana penggalian interpretasi data.

G. Realitas adalah holistik dan tidak dapat dipilah-pilah.

H. Periset memproduksi penjelasan untuk tentang situasi yang terjadi dan individu-individu.

I. Lebih kepada kedalaman (depth) daripada keluasan (breadth). J. Prosedur riset : empiris-empiris rasional dan tidak berstruktur.

K. Hubungan antar teori, konsep dan data : data memunculkan atau membentuk teori baru.

(59)

kualitatif yang digunakan adalah pendekatan fenomenologis, artinya peristiwa dan kaitan-kaitannya orang-orang biasa dalam situasi tetentu dengan menekankan pada aspek subjektif dari perilaku orang dan pendekatan interaksi simbolik yang berasumsi bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran, dimana menjadi paradigma konseptual melebihi dorongan dari dalam, sifat-sifat pribadi, motivasi yang tidak disadari, kebetulan, status sosial ekonomi, kewajiban peranan, resep budaya, mekanisme pengawasan masyarakat atau lingkungan fisik lainnya. Peneliti berusaha mengungkap proses interpretasi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang diteliti. Peneliti berusaha mendalami aspek “subjek” dari perilaku manusia dengan cara masuk ke dunia konseptual orang-orang yang diteliti sehingga dapat dimengerti aapa dan bagaiman suatu pengertian dikembangkan pada peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini bukan berarti peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang diteliti (Moleong, 1996:4-13)

Definisi operasional disini adalah suatu pembatasan atau perincian prosedur yang memungkinkan penjelasan ada atau tidaknya realitas tertentu sebagaimana digambarkan menurut konsepnya.

(60)

Peneliti kualitatif memilki karakteristik pokok yakni mementingkan makna dan konteks, diman proses penelitiannya lebih bersifat siklus daripada linier. Dengan demikian, pengumpulan data dan analisa data berlangsung secara simultan, lebih mementingkan ke dalam dibanding keluasan penelitian, sementara peneliti sendiri lebih merupakan instrumen kunci. Peneliti kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan pengamatan berperan serta (participant observation) yang didefinisikan mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara secermat mungkin sampai pada yang sekecil-kecilnya sekalipun dengan wawancara mendalam(indepth interview) (Bondan dalam Moleong, 2002:117)

Pendekatan kualitatif bersifat fenomenologis untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orng biasa dalam situasi-situasi tertentu, realitas sosial, memberikan tekanan terbuka tentang kehidupan sosial (Moleong, 2009:9)

Sedangkan dalam penelitian ini ditujukan untuk seorang ayah tunggal dengan anak remajanya.

3.2 Operasinal Konsep

3.2.1 Pola Komunikasi

(61)

Dari pengertian di atas, maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses mengkaitkan dua kompunen yaitu gambaran atau rencana yang menjadi langkah-langkah pada suatu aktifitas dengan komponen-komponen yang merupakan bagian terpenting atas terjadinya hubungan antar organisasi ataupun juga manusia.

Terdapat tiga pola komunikasi di dalam hubungan orang tua dengan anak, yaitu : (Syamsu Yusuf, 2001:52)

d. Authotarian (cenderung bersikap ber musuhan)

Dalam pola hubungan ini sikap acceptenceorang tua rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando (mengharuskan/memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi), bersikap kaku dan keras, cenderung emosional dan bersikap menolak.

Sedang dipihak anak, mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, stres, tidak mempunyai arah masa depan dan tidak bersahabat.

e. Permessive (cenderung berperilaku bebas)

(62)

f. Authoritative (cenderung terhindar dar i kegelisahan dan kekacauan)

Dalam hal ini sikap acceptenceorang tua dan kontrolnya tinggi, bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberi penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk. Sedang anak bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri, bersikap sopan, mau bekerja sama, memilki rasa ingin tahunya yang tinggi, mempunyai arah tujuan/arah hidup yang jelas dan berorientasi pada prestasi.

Dengan adanya ketiga pola komunikasi di atas, maka akn dapat membantu dalam penelitian ini guna untuk mengetahui termasuk dalam pola komunikasi yang manakah yang ayah tunggal terapkan dalam menciptakan hubungan yang akrab dan harmonis dengan anak remajanya.

3.2.2 Orang Tua tunggal

(63)

3.3 Infor man Penelitian

Informan penelitian ini tidak ditentukan berapa jumlahnya tetapi dipilih beberapa informan yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai dengan penelitian ini. Kriteria informan dalam penelitian ini adalah ayah tunggal yang telah ditinggal meninggal oleh sang istri atau pasangannya dalam kurun waktu 10 tahun kebawah, karena dalam masa waktu ini adalah masa-masa yang sulit, banyak permasa-masalahan, masa-masa transisi, masa-masa penyesuaian dari yang awalnya ada pasangan ke masa menjadi ayah tunggal. Karena untuk mengikhlaskan kepergian sosok orang yang sangat dicintai, disayangi, yang selalu merawat dan melindungi diri kita itu adalah hal yang sangat tidak mudah dan membutuhkan waktu yang sangat lama. Dan untuk anak remaja yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah remaja perempuan atau laki-laki dengan kategori usia 11-24 tahun. Pada usia tersebut mulai tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa, seperti tercapainya identitas diri (ego indentity menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud) dan tercapainya puncak perkembangan kognitif, maksudnya merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan presasi formal.

(64)

berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka.

Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah Surabaya.Sebab daerah ini mempunyai komposisi penduduk yang heterogen.Surabaya diasumsikan sebagai dareah yang memiliki pertumbuhan perkembangan yang tinggi. Selain itu, Suarabaya merupakan kota metropolis dan kota besar kedua setelah Jakarta, dilihat dari kepadatan penduduk dan berbagai permasalahan sosial yang terjadi. Hal ini disebabkan karena dalam penelitian kualitatif tidak mempersoalkan berapa besar jumlah informan, melainkan yang terpenting adalah seberapa jauh penjelasan informan yang diperoleh dalam menjawab permasalahan (Sumady Suryabrata, 1998:89)

Data-data informan yang akan diteliti : A. Nama Ayah : Slamet Rahardjo

TTL : Salatiga, 24 januari 1958 Alamat : Gading Karya 5 no. 15 sby

Pekerjaan : antar-jemput anak sekolah TK + autis Nama Anak : Riska Wahyuningtyas

TTL : Surabaya, 10 okt 1990

Alamat : Gading Karya 5 no. 15 Surabaya Pekerjaan :Mahasiswa

B. Nama Ayah : Moh. Ahmad Baldi TTL : Medan, 19 Juni 1963

Alamat : Jl. Raya Jelidro II no. 14, Surabaya Pekerjaan : Wiraswasta

Nama Anak : Faisal Abda

TTL : Surabaya, 10 Juni 1992

(65)

C. Nama Ayah :Warkodi

TTL : Surabaya, 25 Maret 1947

Alamat : Jl. Tempel Sukerejo IV no. 25, Surabaya Pekerjaan : Wiraswasta

Nama Anak : Siti Amelia Adela Putri TTL : Malang, 22 Juli 1995

Alamat : Jl. Tempel Sukerejo IV no. 25, Surabaya Pekerjaan : Pelajar

3.4 Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Wawancara

(66)

Sesuai dengan sifat-sifatnya tersebut diatas, teknik indepth interview dipandang sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, sebagai penelitian kualitatif, pemeliti harus dapat menampilkan kekayaan dan kerincian data. Sifatnya yang one-one juga akan mendukung kenerhasilan wawancara karena topik dalam penelitian ini sifatnya cukup pribadi dan sensitif, sehingga memungkinkan informan mengukapkan opininya secar lebih bebas dan jujur.

Namun demikian seperti juga teknik-teknik penelitian lain, indepthinterview juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan utamanya adalah kekayaan data yang diperoleh.Indepth interview mampu menghasilkan respon sesuai dengan keadaan lapangan yang diketahuinya sebagai ayah tunggal dalam pola komunikasi menciptakan hubungan yang harmonis dengan anak remajanya.

3.4.2 Observasi

(67)

3.5 Teknik Analisis Data

Setelah seluruh data diperoleh, peneliti akan menganalisis pola komunikasi ayah tunggal dengan anak remaja di Surabaya dalam bentuk uraian atau penjelasan deskriptif. Analisis kualitatif tidak mencari atau menjelaskan suatu hubungan dan tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi. Analisis kualitatif diharapkan mampu menghasilkan uraian mendalam tentang ucapan, tulisan, ataupun tingkah laku yang didapatkan dari seorang individu, kelompok, masyarakat, organisasi tertentu dalam suatu konteks setting tertentu yang dikaji dari sudut pandang yang utuh, komprehensif dan holostik (Rusian, 2004:213)

Secara jelas setelah wawancara dilakukan, peneliti wajib membuat transkip hasil wawancara. Artinya peneliti harus menulis setiap pertanyaan dan merekam jawaban yang dikeluarkan informan, serta catatan yang membuat tentang observasi, perasaan dan refleksi diri.

Kemudian barulah peneliti bisa menganalisis data yang sudah masuk, cara menganalisis data :

A. Mengkategorikan Wawancara ke Dalam Sub Topik

(68)

B. Menarik Kesimpulan

(69)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian dan Penyajian Data

4.1.1 Gambaran Umum Objek penelitian

Ayah tunggal adalah fenomona yang makin dianggap biasa dalam kehidupan modern. Pilihan menjadi ayah tunggal dapat terjadi karena salah satu diantaranya adalah karena sang ibu telah meninggal dunia. Bagi anak yang tiba-tiba mendapati orang tuanya yang tidak lengkap lagi karena meninggal dunia dapat memberi dampak psikologis yang kurang baik.

(70)

melamun, sulit berkonsetrasi dan tidak berminat terhadap tugas-tugas sekolahnya sehingga prestasi sekolah cenderung menurun, suka melamun, terutama mengkhayalkan sang ibu akan hadir kembali disampingnya. Jika hal tersebut terjadi melawati batas normal, maka anak bisa kehilangan kontrol, tak mampu lagi berpikir sehat.Kondisi terparah bila anak, terutama yang berusia remaja melampiaskan kesedihannya pada obat-obatan, bergaul dengan teman yang memberi pengaruh dampak buruk, mencari perhatian kasih sayang yang lebih di luar rumah.

(71)

dalam lingkungan kelaurga yang harmonis dan agamis, dalam arti orang tua memeberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan kehidupan dalam berkeluarga, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif. Begitupun sebaliknya, jika perhatian terhadap sang anak kurang, kurangnya pemberian pengarahan nilai moral, agama dan pendidikan maka, anak akan memiliki kepribadian yang cenderung negatif. (Syamsu Yusuf, 2000:128)

4.1.2. Identitas Infor man

Dalam penelitian ini yang dijadikan responden atau informan adalah :

1. Single dad yang sudah ditinggal meninggal kurang dari sepuluh tahun dengan sang istri atau pasangannya yang mempunyai anak remaja di Surabaya.

(72)

membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Para remaja tidak lagi meneriam informasi apa adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya dengan pemikiran mereka sendiri. Dan moral (kohlberg) (cerita psikologik) maksudnya masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-bertanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka.

3. Identitas informan dalam penelitian ini yang menjadi ayah tunggal diantaranya adalah :

Infor man ke 1 (ayah)

Ayah tunggal yang terpilih menjadi informan ke 1 adalah Slamet Raharjo 55 tahun dengan kondisi ditinggal meninggal oleh sang istri sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu, orang tua kandung dari Riska Wahyuningtyas, Pak Slamet bekerja sebagai antar-jemput sekolah TK. Pak Slamet bertempat tinggal di daerah Jl. Gading Karya 5 no 15 Surabaya.

Infor man ke 2 (ayah)

(73)

Infor man ke 3 (ayah)

Ayah tunggal yang menjadi informan ke 3 adalah pak Warkodi, 66 tahun kondisi ditinggal meninggal oleh sang istri sekitar kurang lebih 7 tahun, orang tua kandung dari Siti Amalia Adela Putri. Pak warkodi ini pekerjaan sehari-harinya adalah wiraswasta.

4. Identitas informan dalam penelitian ini yang menjadi anak remaja diantaranya adalah :

Infor man ke 1 (anak)

Anak remaja yang terpilih menjadi informan pertama adalah Riska Wahyuningtyas, 22 t

Referensi

Dokumen terkait

dikeluarkan oleh mufti yang layak, maka mustafti hendaklah beramal dengan fatwa berkenaan. Namun jika mufti berkenaan menarik kembali fatwanya dan mustafti pula

Berikut ini hasil analisis data tindak tutur direktif dan ekspresif talkshow Hitam Putih episode 10 Maret 2018.. Pada kutipaan tuturan di atas merupakan tuturan yang

Data hasil observasi tidak disajikan secara terpisah melainkan dalam konteks siklus-siklus yang telah dilakukan.. Tabel, diagram,

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan pelayanan prima administrasi kependudukan di Kecamatan Cinambo Kota Bandung (1) Ukuran dan tujuan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham, sedangkan pada penelitian ini tidak menguji Dividen Per Share dan NPM secara simultan maupun

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi karyawan terhadap kepuasan kerja dan aspek yang paling dominan dalam kepuasan kerja karyawan pada PT Mitra Wibowo dan

Terima kasih kepada dosen dosen saya di Teknik Sipil sudah memberikan saya ilmu.. yang berguna bagi saya semoga amal ibadah kalian selama mengajar

Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui tingkat dukungan sosial dalam mengerjakan skripsi pada mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) NU