• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI IBU TUNGGAL DENGAN ANAK REMAJA (Studi Deskriptif Kualitatif Pola KomunikasiIbu Tunggal Dengan Anak Remaja di Surabaya).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA KOMUNIKASI IBU TUNGGAL DENGAN ANAK REMAJA (Studi Deskriptif Kualitatif Pola KomunikasiIbu Tunggal Dengan Anak Remaja di Surabaya)."

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

POLA KOMUNIKASI IBU TUNGGAL DENGAN ANAK

REMAJ A

(Studi Deskr iptif Kualitatif Pola KomunikasiIbu Tunggal Dengan Anak Remaja di Surabaya)

SKRIPSI

Oleh:

DIAN RACHMAWATI 0843010232

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2012

(2)

Disusun Oleh:

DIAN RACHMAWATI

NPM. 0843010232

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Ir.H.Didiek Tranggono,Msi NIP. 19581225199001001

Mengetahui

D E K A N

(3)

iii

POLA KOMUNIKASI IBU TUNGGAL DENGAN ANAK REMAJ A (Studi Deskr iptif Kualitatif Pola Komunikasi Ibu Tunggal Dengan Anak

Remaja di Sur abaya) Oleh :

DIAN RACHMAWATI

NPM. 0843010232

Telah diper tahankan dihadapan dan diter ima oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Univer sita s Pembangunan Nasional ”Veter an” J awa Timur Pada Tanggal 13 J uni 2012

PEMBIMBING

Dr a. Her lina Suksmawati, MSi NIP. 196412251993092001

(4)

ABSTRAKSI

DIAN RACHMAWATI. 0843010232. POLA KOMUNIKASI IBU TUNGGAL DENGAN ANAK REMAJ A (Studi Deskr iptif Kualitatif Pola Komunikasi Ibu Tunggal Dengan Anak Remaja Di Surabaya)

Latar belakang penelitian ini didasarkan pada kurang harmonisnya hubungan antara remaja dengan ibu tunggal akibat perceraian. Karena dasar itulah penulis meneliti mengenai pola komunikasi ibu tunggal dengan anak remajanya. Hal ini juga ditujukan untuk memahami kesalahan pola komunikasi seperti apa yang terjadi. Agar pola komunikasi buruk antara ibu tunggal dan anak remajanya dapat dihindari. Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendeskripsikan pola komunikasi ibu tunggal dengan anak remaja di Surabaya.

Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah komunikasi interpersonal, pola komunikasi, ibu tunggal, remaja. Komunikasi interpersonal dibandingkan dengan komunikasi lainnya dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Alasannya karena komunikasi ini berlangsung tatap muka, oleh karena dengan komunikasi itu terjadilah kontak pribadi (personal contact) yaitu pribadi anda menyentuh pribadi komunikan. Dan dengan menggunakan pola komunikasi didalam hubungan antara ibu tunggal dengan anak menurut Yusuf ada tiga Authoritarian (otoriter), Permissive (bebas), Authoritative (demokrasi).

Metode Penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan wawancara mendalam (in-depth interview) pada ibu tunggal yang sudah bercerai kurang dari sepuluh tahun dengan pasangannya yang mempunyai anak remaja yang berusia 11-24 tahun yang peneliti fokuskan ibu yang sudah bercerai dengan ayahnya.

Hasil penelitian ini yaitu dua ibu tunggal dengan anak remaja menganut pola Authoritarian (otoriter), sedangkan satu keluarga lainnya menganut pola komunikasi Permissive (bebas) dan satu keluarga sisanya menganut pola komunikasi Authoritative (demokratis). Sehingga secara garis besar kebanyakan ibu tunggal dengan anak remajanya menganut pola komunikasi Authoritarian (otoriter). Dengan menerpakan pola komunikasi otoriter ini membuat anak merasa tidak nyaman, dan tidak bahagia karena hubungan yang tidak baik akibat terlalu dikekang,kasar kaku dan keras sehingga berdampak buruk buat anak dalam penelitian ini ada yang memiliki rasa menyimpang suka terhadap sesama jenis dan ada juga yang berdampak sering membohongi ibu nya agar bisa dapat ijin keluar. sehingga menyebabkan hubungan interpersonal tidak baik dan mengakibatkan kualitas komunikasi interpersonal tidak baik juga dan tidak didukung peranan seorang ibu yang seharusnya dia lakukan pada anaknya.

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia dan rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “ Pola Komunikasi Ibu Tunggal Dengan Anak Remaja”(Studi Dek r iptif Kualitatif Pola Komunikasi Ibu Tunggal dengan Anak Remaja Di Sur abaya).

Penulis Menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini banyak terdapat kekurangan-kekurangan, hal ini disebabkan sangat terbatasnya ilmu yang penulis miliki serta kurangnya pengalaman dalam membuat skripsi. Meskipun demikian dalam penyusunan skripsi ini telah mendapatkan bimbingan dan saran-saran dari Ir. H. Didiek Tranggono.Msi selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing penulis selama menyelesaikan skripsi.

Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,antaranya :

1. Allah SWT, atas segala berkat dan rahmat yang tidak pernah henti selalu diberikan kepada penulis.

2. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, Msi., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. 3. Bapak Juwito, S.Sos., M.Si., selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakiltas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UPN “Veteran” Jawa Timur.

4. Ir. H. Didiek Tranggono.Msi. selaku dosen pembimbing magang penulis. Terima kasih atas waktu yang telah diluangkan selama bimbingan.

(6)

5. Untuk kedua Orang Tuaku dan Keluarga cemara-ku, kakak, nenek, tante, dll thanks buat dukungan serta doa yang diberikan untuk kesuksesankuu dan meraih yang ku inginkan.

7. Herman Kurniawan, pacarku terima kasih untuk semangat dan bantuannya dalam mengerjakan skripsi ini, you are my everything.

8. Andriani Novitasari, always beside me, di kost, di kampus, dimana-mana. Thanks untuk segalanya, teman sehidup semati banget.

9. Teman-teman UKM Giri Taruna Pers Mahasiswa yang memberi wawasan baru di dunia jurnalistik dan wawasan luas lainnya.

10. Genk riebbedth, Nadya, Ria, dan Andri lagi, terima kasih atas bantuan di saat-saat susah penulis, setidaknya kalian selalu bersamaku 3 tahun ini. 11. Genk Ibu-Ibu Arisan Management, thanks buat dukungan setidaknya

kalian selalu memberi tawa dan untuk kesediannya menghapus kejenuhan. 12. Teman-teman seperjuangan, Bila dan Rya yang sama-sama mengerjakan

skipsi dengan penuh semangat.

Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan. Akhirnya penulis

berharap semoga penyusunan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Segala saran

dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyusunan

skripsi ini.

Surabaya, 13 Juni 2012

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

ABSTRAKSI ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 12

1.3. Tujuan Penelitian ……….. ... 12

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 13

2.1 Landasan Teori ... 13

2.1.1 Pengertian Komunikasi ... 13

2.1.2 Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 14

2.1.3 Pengertian Pola Komunikasi ... 16

2.1.4 Pengertian Keluarga ... 18

(8)

2.1.5 Kualitas Komunikasi Interpersonal Dalam Keluarga ... 22

2.1.5.1 Aspek-Aspek Kualitas Komunikasi Interpersonal Dalam Keluarga ... 25

2.1.6 Remaja ... 28

2.1.7 Pengertian Orang Tua ... 31

2.1.7.1 Peran Ibu ... 31

2.1.7.1 Peran Anak ... 33

2.1.8 Pengertian Ibu Tunggal ... 34

2.1.9 Kerangka Berpikir ... 36

BAB III ANALISA DAN PERANCANGAN SISTEM ... 38

3.1 Definisi Operasional Konsep ... 38

3.2 Operasional Konsep ... 41

3.2.1 Pola Komunikasi ... 41

3.2.2 Ibu Tunggal ... 43

3.3 Informan Penelitian ... 43

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 45

3.4.1 Wawancara... 45

3.4.2 Observasi ... 46

3.4.3 Studi Literatur ... 46

3.5 Teknik Analisis Data ... 47

(9)

viii

4.1 Definisi Operasional Konsep ... 48

4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian ... 48

4.1.2 Identitas Informan ... 50

4.2 Penyajian Data dan Analisis Data ... 53

4.2.1 Pola Komunikasi Authoritarian ... 55

4.2.2 Pola Komunikasi Permissive ... 65

4.2.3 Pola Komunikasi Authoritative ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 73

5.1 Kesimpulan ... 73

4.1 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

LAMPIRAN ... 77

(10)

Halaman

LAMPIRAN 1 : Interview Guide Orang Tua ... 77

LAMPIRAN 2 : Interview Guide Anak ... 79

LAMPIRAN 3 : Hasil Wawancara Orang Tua Dan Kroscek Anak ... 81

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belaka ng Masalah

Komunikasi merupakan suatu hal yang yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sejak pertama dilahirkan, manusia sudah melakukan kegiatan komunikasi. Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia itu hidup dengan manusia lainnya satu dengan yang lain saling membutuhkan. Untuk tetap melangsungkan kehidupannya, manusia perlu berhubungan dengan manusia lainnya. Hubungan antar manusia akan tercipta melalui komunikasi, baik komunikasi verbal (bahasa) maupun nonverbal (simbol, gambar atau media

komunikasi yang lain).

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris Communication berasal dari kata latin communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna mengenai suatu hal (Effendy, 2002:3). Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson mengemukakan bahwa komunikasi mempunyai dua fungsi umum. Pertama, untuk kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi: keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi, menampilkan diri kita sendiri pada orang lain dan mencapai ambisi pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan social dan mengembangkan keberadaan suatu masyarakat (Dedy Mulyana, 2002:45).

Komunikasi juga sangat penting dalam keluarga. Komunikasi yang baik perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun pendidikan yang baik.

(12)

Pola komunikasi yang dibangun akan mempengaruhi perkembangan jiwa dan pola pikir anak, serta mempengaruhi kondisi kejiwaan anak,secara langsung dan tidak langsung. Sebuah keluarga akan berfungsi optimal bila didalamnya terdapat pola komunikasi yang terbuka, ada sikap saling menerima, mendukung, rasa aman dan dan nyaman serta memiliki kehidupan spiritual yang terjaga (Kriswanto. 2005:9).

Komunikasi interpersonal dalam keluarga yang terjalin antara orang tua dan anak merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan perkembangan individu. Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan. Demikian juga dalam lingkungan keluarga diharapkan terbina komunikasi yang efektif antara orang tua dengan anaknya, sehingga akan terjadi hubungan yang penuh kasih sayang dan harmonis. Hubungan yang demikian masih sangat diperlukan karena seorang anak masih banyak menghabiskan waktunya dalam lingkungan keluarga.

Terdapat dua faktor yang membentuk kepribadian anak, yaitu faktor internal dan eksternal. Internal berasal dari lingkungan keluarga sendiri, sedangkan faktor

(13)

3

dengan baik dari orang tua tersebut dapat secara signifikan bertingkah laku sesuai dengan garis-garis keluarga atau dengan kata lain faktor internal didalam keluarga harus lebih dominan dari pada faktor eksternal yang berasal dari lingkungan masyarakat. Keluarga atau orang tua merupakan lingkungan sosial pertama bagi manusia, di mana sebelum mereka mempunyai kemampuan berinteraksi dengan orang lain terlebih dahulu. Keberadaan orang tua mempunyai arti penting dalam perkembangan sosial remaja. Keterikatan dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosialnya, seperti tercermin dalam ciri-ciri harga diri, penyesuaian emosional dan kesehatan fisik (Desmita, 2005: 218).

Remaja dalam mengambil keputusan juga membutuhkan dukungan dalam memutuskan sesuatu hal baik itu dari orang tua, keluarga dekat dan teman-temannya. Apabila tidak mendapat dukungan dalam keputusannya, kemungkinan remaja tersebut akan merasa dikucilkan dan dijauhi teman-temannya, karena remaja yang diterima teman-teman sebayanya akan merasa dirinya dihargai dan dihormati oleh teman-teman sebayanya. Anak yang mulai tumbuh dalam fase

remaja merupakan segmen perkembangan individu anak yang sangat penting, dimana pada masa ini remaja memiliki sifat tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral (Yusuf,2001:184). Pada masa remaja adalah suatu usia yang serba labil dan untuk kematangan berpikir serta mempertimbangkan sesuatu masih campur aduk antara (perasaan) dan rasio (logika), sifatnya coba-coba atau ekperimen sering muncul dan remaja

(14)

selalu ingin tahu terhadap hal-hal tanpa melihat apakah itu bersifat negative atau positif.

Orang tua biasanya mempunyai berbagai cara dan strategi untuk berkomunikasi dan mendidik ketika anaknya masuk ke dunia remaja agar menjadi sesuai dengan apa yang diinginkan, karena keluarga merupakan salah satu tempat pendidikan informal terpenting untuk pendidikan anak, maka pola komunikasi apapun akan mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan anak dalam segi apapun. Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya, fungsi utama keluarga adalah sebagai wahana untuk berkomunikasi, mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik.

Namun fenomena dilapangan menunjukan tidak semua anak memiliki orang tua yang lengkap, lebih banyak anak hidup tanpa keberadaan ayah disampingnya. Ibu tunggal adalah fenomena yang makin dianggap biasa dalam masyarakat modern. Pilihan menjadi seorang ibu tunggal dapat terjadi karena beberapa alasan

(15)

5

serius lagi. Masalah besar yang ibu tunggal hadapi yaitu masalah emosional, masalah hukum (hak asuh dll), menjalin hubungan dengan mantan pasangan,masalah keuangan, masalah lingkungan, menghadapi anak.oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana ibu tunggal akibat dari perceraian dapat membangun pola komunikasi yang baik dengan anaknya karena bagi anak yang tiba-tiba mendapati orang tuanya tidak lengkap lagi karena orang tuanya bercerai dapat memberi dampak psikologis yang kurang baik. Bagi anak-anak, masa-masa pasca berpisahnya kedua orang tua mereka merupakan masa yang kritis, terutama menyangkut hubungan dengan orang tua yang tidak tinggal bersama lagi. Berbagai perasaan berkecamuk dalam batin anak-anak. Pada masa ini anak juga harus mulai beradaptasi dengan perubahan hidupnya yang baru. Hal-hal yang biasanya dirasakan oleh anak ketika orang tuanya berpisah adalah tidak aman, tidak diinginkan atau ditolak oleh orang tuanya yang pergi, sedih dan kesepian, marah, kehilangan merasa bersalah, menyalahkan dirisendiri sebagai penyebab orang tua berpisah. Perasaan-perasaan itu, oleh anak dapat terwujud dalam bentuk perilaku suka mengamuk, menjadi kasar, dan tindakan agresif

lainnya, menjadi pendiam, tidak lagi ceria, tidak suka bergaul, sulit berkonsentrasi dan tidak berminat pada tugas sekolah sehingga prestasi disekolah cenderung menurun, suka melamun, terutama mengkhayalkan orang tuanya akan bersatu lagi. Jika hal tersebut terjadi melewati batas normal maka anak bisa kehilangan kontrol, tak mampu lagi berpikir sehat. Kondisi terparah bila anak, terutama yang berusia remaja melampiaskan kekecewaan pada obat-obatan terlarang, atau

(16)

memilih jalan paling buruk yaitu bunuh diri. (http://www.indonesia.com/intisari/2001/Jun/warna_ortunggal.htm)

Bagi anak yang gagal beradaptasi, maka ia akan membawa hingga dewasa perasaan ditolak, tidak berharga dan tidak dicintai. Perasaan-perasaan ini dapat menyebabkan anak tersebut mengalami stres dan trauma setelah dewasa, seperti menjadi takut gagal dan takut menjalin hubungan yang dekat dengan lawan jenis. Menurut Holmes dan Rahe, sebagaimana ditulis e-psikologi.com, perceraian

adalah salah satu penyebab stres

(http://www.indomedia.com/intisari/2001/Jun/warna_ortunggal.htm)

Pakar ahli jiwa AS, DR Stephen Duncan, dalam tulisannya berjudul The Unique Strengths of Single-Parents Families mengungkapkan bahwa pangkal masalah yang sering dihadapi keluarga yang hanya dipimpin orang tua tunggal adalah masalah anak. Anak, akan merasa dirugikan dengan hilangnya salah satu orang yang berarti dalam hidupnya. “Hasil riset menunjukkan bahwa anak dikeluarga yang hanya memiliki orang tua tunggal, rata-rata cenderung kurang mampu mengerjakan sesuatu dengan baik, dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga yang orang tuanya utuh” (http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=183356&kat_id=311&kat_id1= &kat_id2=)

(17)

7

tua menjalankan dua peran sekaligus yaitu sebagai ayah dan ibu. Dalam proses ini lah peran komunikasi antara ibu tunggal dengan anak harus berperan secara aktif, sebagai ibu tunggal tidak hanya memenuhi kebutuhan berupa materiil saja tetapi juga para orang tua tersebut harus memberikan pendidikan formal, pendidikan agama, dan memberikan perhatian kasih sayang serta pengarahan yang baik yang seharusnya dilakukan oleh orang tua tersebut.

Dengan begitu gagal atau berhasilnya sebuah komunikasi antara orang tua dengan anak terdapat suatu pola komunikasi yang diterapkan antara orang tua dengan anak menurut Yusuf ( 2001 : 51 -52) : Authoritarian ( cenderung bersikap bermusuhan) Dalam pola hubungan ini sikap acceptance orang tua rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando (mengaruskan/ memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi), bersikap kaku, cenderung emosional dan bersikap menolak. Sedangkan pihak dari anak muda itu sendiri sifatnya mudah tersinggung, penakut, pemurung, dan merasa tidak bahagia, mudah di atur, terpengaruh, mudah stres, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas dan serta tidak bersahabat. Dari segi positifnya, anak yang cenderung akan menjadi disiplin yakni mentaati peraturan. Akan tetapi bisa jadi ia hanya mau menunjukkan kedisiplinan dihadapan ibu tunggal, padahal dalam hatinya berbicara lain,sehingga ketika di belakang ibu tunggal, anak bersikap dan bertindak lain.

Premissive ( cenderung berperilaku bebas ) ,Dalam hal ini sikap acceptance orang tua lebih tinggi, namun kontrolnya rendah, memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginannya. Sedangkan anak

(18)

yang mempunyai sikap implusif serta agresif, kurang memiliki rasa percaya diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya dan mempunyai prestasi yang rendah. Sifat pola komunikasi ini segala aturan dan ketetapan keluarga ditangan anak. Apa yang dilakukan oleh anak diperbolehkan ibu tunggal. Ibu tunggal menuruti segala kemauan anak. Anak cenderung bertindak semena-mena, tanpa pengawasan ibu tunggal. Dari segi negatif, anak kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Bila anak mampu menggunakan kebebasan tersebut secara tanggung jawab, maka anak akan menjadi seorang yang mandiri,kreatif, inisiatif dan mampu mewujudkan aktualisasinya.

(19)

9

lain, bertanggung jawab, tidak munafik, jujur. Namun akibat negatif, anak akan cenderung sedikit demi sedikit mengurangi kewibawaan otoritas ibu tunggal.

Faktor ekonomi keluarga menyebabkan ibu tunggal sibuk untuk mencari nafkah demi memenuhi tuntutan kebutuhan dalam keluarga. Sehingga perhatian ibu tunggal terhadap anaknya berkurang (Yusuf,2001:45). Ibu tunggal dianggap memiliki keterbatasan dalam proses pembentukan prilaku anak. Tidak adanya figur ayah dalam keluarga membuat anak kurang disiplin dan kurang memiliki kepercayaan diri. Ibu tunggal sering tidak konsisten dalam menjalankan disiplinnya (Frankl, 1972). Di satu sisi diyakini bahwa kedisiplinan dan kepercayaan diri merupakan dasar terbentuknya sikap dan prilaku anak.

Perlakuan ibu terhadap anak dan faktor lingkungan memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prilaku anak. Mianda (2002) berpendapat bahwa ibu tunggal cenderung memberikan perlindungan yang berlebihan kepada anak sehingga anak menjadi kurang percaya diri dan akhirnya menjadikan anak berprilaku menyimpang.

Perlakuan ibu terhadap anak bisa dilihat dari interaksi dan komunikasi yang terjalin antara ibu dan anak yang berupa komunikasi antar pribadi. Bentuk komunikasi ini dinilai paling ampuh untuk mengubah sikap, pendapat dan perilaku seseorang. Umumnya komunikasi antar pribadi berlangsung secara tatap muka sehingga memungkinkan terjadinya personal contact. Kasih sayang dan kehangatan ibu menjadi dasar terbentuknya hubungan yang menyenangkan dalam komunikasi. Suasana menyenangkan dan hangat menjadi dasar perkembangan emosi yang stabil dan membentuk kepribadian yang percaya diri.

(20)

Oleh karena itu, berdasarkan pertimbangan bahwa jumlah ibu tunggal di Indonesia makin meningkat,banyaknya permasalah besar yang terjadi karena perceraian dan mengingat komunikasi seorang ibu tunggal bisa diarahkan untuk mengubah sikap dan perilaku anak remaja, maka fokus pada penelitian ini adalah ibu tunggal akibat dari perceraian dengan pasangannya kurang dari sepuluh tahun.

Menurut Sarwono (2004:14) Sebagai pedoman umum kita dapat menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia. Seharusnya pada usia ini, anak harus menjalankan tugas perkembangan sesuai dengan kualifikasi usianya. Berbeda halnya dengan sebagian anak dalam asuhan ibu tunggal ini yang kata masyarakat setempat menyatakan bahwa anak yang di asuh dalam asuhan seorang ibu tunggal pastilah tumbuh dengan penyimpangan perilaku yang selalu melekat pada diri anak di sebabkan ketidak mampuan ibu dalam mendidik dan membekali moral pada anak-anaknya, dikarenakan tidak adanya ayah yang pada hakikatnya adalah penanggung jawab keluarga.

Jika memang demikian halnya, diperlukan perhatian khusus pada cara

(21)

11

menanamkan perilaku religius pada anak-anaknya sehingga anak mampu berkembang sesuai apa yang diharapkan oleh para orang tua.

Apabila tidak adanya komunikasi yang bagus antara orang tua dengan anaknya maka para orang tua sendiri tidak tahu akan keinginan dari anaknya serta para anak-anak sendiri menginginkan orang tua saling terbuka. Anak yang terbiasa mengekspresikan dirinya sendiri dengan apa adanya, memiliki freedom to be and to fail anvironment, akan lebih santai dalam menghadapi berbagai macam

kesulitan dan hambatan karena biasanya membicarakan kepada orang tua, tanpa dibayang-bayangi rasa ketakutan, rasa malu, ataupun perasaan bersalah karena tidak mampunya sang remaja untuk memenuhi harapan dari orang tua ( www.e-psikologi.com).

Dengan adanya pola komunikasi yang salah antara ibu tunggal dengan anak maka akan menimbulkan kesalah pahaman dan apabila tidak ingin terjadi kesalah pahaman dalam pola komunikasi tersebut maka yang sebaiknya dilakukan ibu tunggal adalah menimbulkan suatu komunikasi yang efekttif antara ibu tunggal dengan anak. Menurut Effendy ( 2008 : 8 ), komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang menimbulkan suatu pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan, sehingga setiap nasehat-nasehat yang dilontarkan oleh ibu tunggal tersebut tidak dianggap angin lalu.

Penelitian ini dilakukan di wilayah Surabaya. Sebab daerah ini mempunyai komposisi penduduk yang heterogen. Surabaya diasumsikan sebagai daerah yang memiliki perkembangan yang tinggi. Selain itu surabaya merupakan kota

(22)

metropolis dan kota terbesar kedua setelah Jakarta dilihat dari padatnya penduduk dan berbagai permasalahan sosial yang terjadi.

Dalam hal ini peneliti ingin sekali mengungkapkan dan meneliti tentang bagaimana sebaiknya pola komunikasi yang baik antara ibu tunggal dengan anak remaja di Surabaya yang peneliti fokuskan karena perceraian.

1.2 Per umusan Masalah

Dari uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini yakni mengenai bagaimanakah pola komunikasi ibu tunggal dengan anak remaja di Surabaya.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendeskripsikan pola komunikasi ibu tunggal dengan anak remaja di Surabaya.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Kegunaan Teoritis

Sebagai bahan tambahan pemikiran untuk ilmu komunikasi terutama topik bahasan yang berhubungan dengan sikap masyarakat terhadap pola komunikasi ibu tunggal dengan anak remaja di Surabaya

2. Kegunaan Praktis

(23)

13

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teor i

2.1.1. Penger tian Komunikasi

Komunikasi adalah suatu proses penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih dengan cara yang tepat secara timbal balik sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami oleh kedua belah pihak (Djamarah, 2004:2)

Komunikasi adalah peristiwa sosial yaitu peristiwa yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Ilmu komunikasi apabila dipublikasikan secara benar akan mampu mencegah dengan menghilangnya konflik antar pribadi, antar kelompok, antar suku, antar bangsa dan antar ras membina kesatuan dan persatuan umat manusia penghuni bumi (Effendy, 2002:27)

Komunikasi terjadi antar satu orang dengan lainnya, mempunyai tujuan untuk mengubah atau membentuk perilaku orang menjadi sasaran komunikasi. Disamping itu komunikasi merupakan proses yang penyampaiannya menggunakan simbol-simbol dalam kata-kata, gambar-gambar dan angka-angka.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa komunikasi memiliki pengertian yang luas dan beragam walaupun secara singkat komunikasi merupakan suatu proses pembentukan, penyampaian, penerimaan dan pengolahan pesan yang

terjadi dalam diri seseorang atau diantara dua orang atau lebih dengan tujuan tertentu. Dengan demikian dapat diketahui bahwa komunikasilah yang

(24)

berhubungan dengan manusia itu, dimana tidak mungkin manusia bisa hidup tanpa berkomunikasi.

2.1.2. Penger tian Komunikasi Inter per sonal

Komunikasi antar pribadi (interpersonal communication) adalah komunikasi antar orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2004:73).

Komunikasi interpersonal atau komunikasi antar pribadi adalah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antar dua orang atau diantara sekelompok kecil orang-orang merupakan komunikasi komunikasi di dalam diri sendiri, di dalam diri manusia terdapat komponen-komponen komunikasi seperti sumber, pesan, saluran penerima dan balikan. Dalam komunikasi interpersonal hanya seorang yang terlibat. Pesan mulai dan berakhir dalam diri individu masing-masing. Komunikasi interpersonal mempengaruhi komunikasi dan hubungan dengan orang lain. Suatu pesan yang dikomunikasikan, bermula dari seseorang (Muhammad, 1995:158).

(25)

15

Komunikasi antar pribadi juga didefinisikan sebagai komunikasi yang terjadi diantara dua orang yang mempunyai hubungan yang terlihat jelas diantara mereka, misalnya percakapan seorang ibu dengan anaknya, sepasang suami-istri, guru dengan murid dan lain sebagainya. Dalam definisi ini setiap komunikasi baru dipandang dan dijelaskan sebagai bahan-bahan yang terintegrasi dalam tindakan komunikasi antar pribadi (Devito, 1997:231).

Pentingnya suatu komunikasi interpersonal ialah karena prosesnya memungkinkan berlangsung secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi antar pribadi yang menunjukan terjadinya interaksi. Mereka yang terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda masing-masing menjadi pembicara dan pendengar secara bergantian. Dalam proses komunikasi dialogis nampaknya adanya upaya dari perilaku komunikasi untuk terjadinya pergantian bersama (mutual understanding) dan empati. Dari proses ini terjadi saling menghormati bukan disebabkan status sosial melainkan didasarkan pada anggapan bahwa masing-masing adalah manusia yang berhak dan wajib, pantas dan wajar dihargai dan dihormati sebagai manusia.

Komunikasi interpersonal dibandingkan dengan komunikasi lainnya dinilai paling ampuh dalam kegiatan mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. Alasannya karena komunikasi ini berlangsung tatap muka, oleh karena dengan komunikasi itu terjadilah kontak pribadi (personal contact) yaitu pribadi anda menyentuh pribadi komunikan. Ketika menyampaikan pesan, umpan balik berlangsung seketika (immediate feedback) mengetahui pada saat itu tanggapan komunikan terhadap pesan yang dilontarkan pada ekspresi wajah dan

(26)

gaya bicara. Apabila umpan balik positif, artinya tanggapan itu menyenangkan, kita akan mempertahankan gaya komunikasi sebaliknya jika tanggapan komunikan negatif, maka harus mengubah gaya komunikasi sampai komunikasi berhasil.

Oleh karena keampuhan dalam mengubah sikap, kepercayaan, opini dan perilaku komunikan itulah maka bentuk komunikasi interpersonal seringkali dipergunakan untuk melontarkan komunikasi persuasif (persuasive communication) yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi yang

sifatnya halus, luwes berupa ajakan, bujukan atau rayuan. Dengan demikian maka setiap pelaku komunikasi akan melakukan tempat tindakan yaitu membentuk, menyampaikan, menerima dan mengolah pesan dan keempat tindakan tersebut lazimnya berlangsung secara beruntun, dimana membentuk pesan diartiakan sebagai menciptakan ide atau gagasan dengan tujuan tertentu.

2.1.3 Penger tian Pola Komunikasi

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman, dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah,2004:1).

(27)

17

Terdapat tiga pola komunikasi didalam hubungan orang tua dengan anak yaitu (Yusuf, 2001:52).

a. Authotarian (Cenderung bersikap bermusushan)

Dalam pola hubungan ini sikap acceptance orang tua rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando (mengharuskan / memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi), bersikap kaku (keras), cenderung emosional dan bersikap menolak.

Sedang di pihak anak muda tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, stres, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas tidak bersahabat.

b. Permissive (Cenderung berperilaku bebas)

Dalam hal ini sikap acceptance orang tua tinggi, namun kontrolnya rendah, memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginanya. Sedang anak bersikap implusif serta agresif, kurang memiliki rasa percaya diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya dan prestasinya rendah.

c. Authoritative (Cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan)

Dalam hal ini sikap acceptance orang tua dan kontrolnya tinggi, bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberi penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk. Sedang anak bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri (self control) bersikap sopan, mau bekerja

(28)

sama, memiliki rasa ingin tahunya yang tinggi, mempunyai tujuan / arah hidup yang jelas dan berorintasi pada prestasi.

Sutu proses komunikasi dapat berjalan dengan baik jika antara komunikator dan komunikan ada rasa percaya, terbuka dan sportif untuk saling menerima satu sama lain (Rakhmat, 2002:129). Adapun sikap yang dapat mendukung kelancaran komunikasi dengan anak-anak adalah:

a. Mau mendengarkan sehingga anak-anak lebih berani membagi perasaan sering mungkin sampai pada perasaan dan permasalahan yang mendalam dan mendasar.

b. Menggunkan empati untuk pandangan-pandangan yang berbeda dengan menunjukkan perhatian melalui isyarat-isyarat verbal dan non verbal saat komunikasi berlangsung.

c. Memberikan kebebasan dan dorongan sepenuhnya pada anak untuk mengutarakan pikiran atau perasaannya dan kebebasan untuk menunjukkan reaksi atau tingkah laku tertentu sehingga anak dapat menanggapi dengan positif tanpa adanya unsur keterpaksaan.

2.1.4. Penger tian Keluar ga

Keluarga adalah sekumpulan orang yang hidup bersama dalam tempat tinggal bersama dan masing-masing anggota merasakan adanya pertauatan batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan dan saling menyerahkan diri yang dijalin oleh kasuih sayang (Djamarah, 2004:16)

(29)

19

dalam sistem sosial yang lebih besar. Ada dua macam keluarga, yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga besar (extended family). Keluarga ini adalah suatu

keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang belum dewasa atau belum kawin, sedangkan keluarga besar adalah suatu satuan keluarga yang meliputi lebih dari satu generasi dan lingkungan kaum keluarga yang lebih luas daripada ayah,ibu dan anak-anak (Yusuuf,2007:36).

2.1.4.1. Komunikasi Keluar ga

Komunikasi keluarga adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran akan hilang. Akibatnya kerawanan hubungan antar anggota keluarga sukar dihindari, oleh karena itu komunikasi antar orang tua dan anak, komunikasi antar suami istri perlu dibangun secara harmonis dalam rangka membangun hubungan yang baik dalam keluarga (Djamarah,2004:38).

Komunikasi keluarga adalah pembentukan pola kehidupan keluarga dimana didalamnya terdapat unsur pendidikan, pembentukan sikap dan perilaku anak yang berpengaruh terhadap perkembangan anak (Hurlock, 1997:198).

Dalam dunia modern ini menyebabkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan keluarga, akibatnya pola keluarga telah berubah secara radikal (drastis). Dari sekian banyak perubahan yang terjadi pada keluarga tersebut dampaknya dapat terjadi pada seluruh komponen keluarga yang ada yaitu pihak ayah, ibu, anak maupun keluarga yang ikut didalamnya seperti nenek atau

(30)

anggota lainnya. Dilihat pada uraian di atas, maka anakpun memikul dampak dari perubahan yang terjadi pada keluarga.

Ikatan dengan keluarga yang renggang dan kontak keluarga yang berkurang, berkurangnya pekerjaan yang dilakukan dirumah, anak lebih banyak menghabiskan waktunya di luar rumah dari pada didalam rumah, perceraian atau pernikahan kedua atau ketiga semakin meningkat, orang tua mempunyai ambisi lebih besar bagi anak dan bersedia mengorbankan kepentingan pribadi mereka demi pendidikan anak dalam mempersiapkan mereka dimasa depan dan adakalanya lebih banyak interaksi dengan orang luar dari pada anggota keluarga (Hurlock, 1997:200).

Selanjutnya Hurlock (1997:200) menyatakan bahwa hubungan dengan anggota keluarga, menjadi landasan sikap terhadap orang dan kehidupan secara umum. Dengan demikian maka seseorang akan belajar menyesuaikan diri pada kehidupan atas dasar peraturan didalam keluarga.

Peranan keadaan keluarga sangat penting terhadap perkembangan sosial anak tidak hanya terbatas pada situasi sosial ekonominya atau keutuhan

struktur dan interaksinya saja. Hal ini mudah diterima apabila kelompok sosial dengan tujuan-tujuan, norma-norama, dinamika kelompok termasuk kepemimpinannya yang sangat mempengaruhi kehidupan individu yang menjadi kelompok tersebut diantara anak.

(31)

21

budaya yang diberikan merupakan faktor yang kondusif untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat (Yusuf,2001:37).

Komunikasi merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menanamkan nilai-nilai. Bila hubungan yang dikembangkan oleh orangtua tidak harmonis misalnya ketidak tepatan orang tua dalam memilih pola komunikasi yang tidak dialogis dan adanya permusuhan serta pertentangan dalam keluarga maka akan adanya hubungan yang tegang. Komunikasi dalam keluarga terbentuk bila hubungan timbal balik selalu terjalin antara ibu dan anak (Gunarsa.2002:205).

Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif, karena komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik dan tindakan. Demikian juga dapat lingkungan keluarga diharapkan terbina komunikasi yang efektif antara orang tua dan anak remaja, sehingga akan terjadi hubungan yang penuh kasih sayang dan dengan adanya hubungan harmonis antara orang tua dan anak remaja, diharapkan adanya keterbukaan antara orang tua dan anak remaja dalam

membicarakan masalah dan kesulitan yang dialami oleh remaj (Mulandar, 2003:23). Disinilah diperlukan komunikasi dalam keluarga yang sering disebut komunikasi keluarga.

Dengan adanya kesamaan pandangan akan timbul pemahaman antar orang tua dan anak remaja, sehingga antar orang tua dan remaja akan saling terbuka dan berterus terang dalam membicarakan masalahyang sedang dihadapi oleh remaja. Keterbukaan komunikasi antar orang tua dan remaja

(32)

sangat diperlukan dalam proses sosialisasi dan bermanfaat dalam menghindarkan konflik yang akan terjadi pada remaja maupun pada hubungan orang tua dan remaja. Sehingga dengan adanya komunikasi antar orang tua dan remaja dapat membantu memecahkan masalah remaja (Gunarsa, 2002:206).

Kegiatan komunikasi dalam keluarga biasanya berlangsung secara tatap muka dan memungkinkan adanya dialog antar anggota-anggota dalam keluarga pada umumnya bersikap akrab dan terbuka. Namun untuk mengadakan komunikasi yang baik antara orang tua dengan anak usia remaja tidak mudah karena ada faktor-faktor yang menjadi penghambat, yaitu :

1. Orang tua biasanya merasa kedudukannya lebih tinggi dari pada kedudukan anaknya yang menginjak usia remaja.

2. Orang tua dan remaja tidak mempergunakan bahasa yang sama sehingga meninggalkan salah tafsir atau salah paham.

3. Orang tua hanya memberikan informasi, akan tetapi tidak ikut serta memecahkan masalah yang dihadapi remaja.

4. Hubungan antara orang tua dan remaja hanya terjadi secara singkat dan

formal, karena selalu sibuknya orang tua.

5. Remaja tidak diberi kesempatan mengembangkan kreativitasnya serta memberikan pandangan-pandangannya secara bebas (Soekanto, 2003:5).

2.1.5 Kualitas Komunikasi Inter per sonal Dalam Keluar ga

(33)

23

disampaikan, sehingga kedua belah pihak tercipta komunikasi yang efektif (Djamarah, 2004:1).

Komunikasi interpersonal adalah suatu pengiriman dan penerimaan pesan antara dua orang atau diantara sekelompok kecil orang dengan beberapa umpan balik seketika. Komunikasi ini dianggap efektif dalam hal upaya untuk mengubah sikap, pendapat atau perilaku seseorang karena sifatnya dialogis, berlangsung secara tatap muka (face to face) dan menunjukkan suatu interaksi sehingga terjadi kontak pribadi atau personal contact (Effendy, 2002 : 8). Dengan demikian mereka yang akan terlibat dalam komunikasi ini masing-masing menjadi pembicara dan pendengar. Nampaknya adanya upaya untuk terjadinya pengertian bersama dan empati. Disini terjadi rasa saling menghormati berdasarkan anggapan bahwa masing-masing adalah manusia utuh yang wajib, berhak dan pantas untuk dihargai dan dihormati sebagai manusia.

Dalam proses komunikai ini, ketika pesan disampaikan umpan baliknya terjadi saat itu juga (immediate feedback) sehingga komunikator tahu bagaimana reaksi komunikan terhadap pesan yang disampaikannya (Effendy, 2003:15).

Umpan balik itu sendiri memainkan peran dalam proses komunikasi, sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi yang dilancarkan oleh komunikator, selain itu umpan balik dapat memberikan komunikator bahan informasi bahwa sumbangan-sumbangan pesan mereka yang disampaikan menarik atau tidak bagi komunikan (Effendi,2003:14). Umpan balik dikatakan bersifat positif ketika respon dari komunikan menyenangkan komunikator, sehingga komunikasi berjalan dengan lancar, sedangkan sebaliknya

(34)

umpan balik dikatakan negatif ketika respon komunikan tidak menyenangkan komunikator sehingga komunikator enggan untuk melanjutkan komunikasi tersebut.

Keluarga yang sehat dapat dibentuk melalui komunikasi. Melalui komunikasi orang tua memberikan dan mengajarkan tentang nilai, norma, pengetahuan, sikap dan harapan terhadap anak-anak. Dengan komunikasi yang efektif, maka beberapa hal tersebut dapat diterima dan dipahami oleh remaja. Komunikasi yang efektif akan menimbulkan hubungan dan pengertian yang makin baik antara kedua belah pihak (Irwanto,2001:79).

Komunikasi yang baik di dalam keluarga bersifat dialog dan bukan monolog. Komunikasi yang monolog tidak menimbulkan tantangan dalam diri anak untuk mengembangkan pikiran, kemampuan bertanggung jawab dan anak untuk mengembangkan pikiran. Kemampuan bertanggung jawab dan anak tidak dimintai pendapat atas usul bila ada masalah dalam keluarga. Jika komunikasi bersifat dialog, orang tua dapat belajar dari anaknya waktu mendengarkan dan berkomunikasi dengan anak-anaknya (Kartono, 1994:153).

(35)

25

Dengan demikian, dapat dilihat bahwa komunikasimerupakaan faktor yang penting bagi perkembangan diri remaja, karena ketiadaan komunikasi dalam suatu keluarga akan berakibat fatal seperti timbulnya perilaku menyimpang pada remaja. Namun menurut Rahmat (2002:19) tidak benar anggapan orang bahwa semakin sering seseorang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain. Maka makin baik hubungan mereka. Personalnya adalah bukan beberapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Hal ini berarti penting bahwa dalam komunikasi yang diutamakan adalah bukan kuantitas dari komunikasinya, akan tetapi seberapa besar kualitas komunikasi tersebut.

2.1.5.1. Aspek-Aspek Kualitas Komunikasi Inter per sonal Dalam Keluar ga Komunikasi yang efektif perlu dibangun dan dikembangkan dalam keluarga. Beberapa faktor penting untuk menentukan jelas tidaknya informasi yang dikomunikasikan didalam keluarga dapat mengarahkan pada komunikasi yang efektif, yaitu (Irwanto, 2001:85)

1. Konsistensi

Informasi yang disampaikan secara konsisten akan dapat dipercaya dan relatif lebih jelas dibandingkan dengan informasi yang selalu berubah. Ketidak konsistensian yang membuat remaja bingung dalam menafsirkan informasi tersebut.

2. Ketegasan (Assertiveness)

Ketegasan tidak berarti otoriter membantu meyakinkan remaja atau anggota keluarga yang lain bahwa komunikator benar-benar meyakini nilai atau sikapnya. Bila perilaku orang tua ingin ditiru oleh anak, maka ketegasan

(36)

akan memberi jaminan bahwa mengharapkan anak-anak sesuai yang diharapkan.

3. Percaya (Thrust)

Faktor percaya (thrust) adalah yang paling penting karena percaya menentukan efektifitas komunikasi, meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunkasi, memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai maksudnya, hingga kepercayaan pada orang lain akan menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang akrab.

Ada tiga yang berhubungan dengan sikap percaya yaitu : (Rakhmat,2002:131)

a. Menerima

Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan, siakp yang melihat orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai, tetapi tidak berarti menyetujui semua perilkau orang lain atau rela menanggung

akibat-akibat perilakunya (Rakhmat, 2002:132). b. Empati

(37)

27

c. Kejujuran

Manusia tidak menaruh kepercayaan pada orang lain yang tidak jujur atau sering menyembunyikan pikiran dan pendapatnya. Kejujuran dapat mengakibatkan perilaku seseorang diduga. Ini mendorong untuk percaya antara satu dengan yang lain (Rahkmat, 2002:133).

4. Sikap Sporif

Sikap sporif sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Sikap defensif akan menyebabkan komunikasi interpersonal akan gagal, karena lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam suatu situasi komunikasi daripada pesan yang didapat dari orang lain (Rahkmat, 2002:133).

5. Sikap Terbuka

Sikap terbuka mendorong terbukanya saling pengertian, saling menghargai, saling mengembangkan kualitas hubungan interpersonal (Rahkmat, 2002:16).

6. Bersikap Positif

Bersikap secara positif mencakup adanya perhatian atas pandangan positif terhadap diri orang, perasaan positif untuk berkomunikasi dan “Menyerang” seseorang yang diajak berinteraksi. Perilaku “Menyerang” dapat dilakukan secara verbal seperti katakan “kamu nakal”. Sedangkan perilaku “menyerang” yang bersifat nonverbal berupa senyuman,pelukan bahkan pukulan. Perilaku “Menyerang” dapat bersifat positif yang merupakan bentuk penghromatan atau pujian dan mengandung perilaku yang

(38)

diharapkan dan dihargai. “Menyerang” negatif bersifat menentang atau menghukum hati seseorang secara fisik maupun psikologis (Devito, 1997:59). Pentingnya “Menyerang” secara negatif itu diperlukan asal dalam batas yang wajar seperti menegur atau memarahi anak bila memang perlu dan orang tua tetap memberikan penjelasan alasan bersikap demikian (Kartono, 1994:153).

2.1.6 Remaja

Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting. Diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Selain itu remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence) terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral (Yusuf,2001:184).

Menurut Hurlock, menyatakan bahwa usia yang dapat dikatakan sebagai remaja yaitu diantara usia 11 tahun sampai usia 21 tahun. Periode remaja ini dipandang sebagai masa “strom and stres”, frustasi dan penderitaan, konflik dan penyesuaian, mimpi dan melamun cinta dan perasaan terlinealisasi (tersisihkan) dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Yusuf, 2001:184).

Beberapa tokoh psikologi remaja memberikan beberapa definisi tentang remaja antara lain : (Yusuf,2007:185-186).

(39)

29

otoritas orang dewasa. Selain itu pengalaman sosial selama remaja dapat mengarahkannya untuk menginternalisasi sifat-sifat yang diwariskan oleh generasi sebelumnya.

2. Barker memberikan penekanan orientasi remaja pada masalah sosiopsikologis. Hal ini dikarenakan bahwa remaja merupakan periode pertumbuhan fisik yang sangat cepat dan peningkatan dalam koordinasi maka remaja merupakan masa transisi antara masa anak dan masa dewasa. Oleh karena pertumbuhan fisik berkaitan dengan sifat-sifat yang diterima anak, maka pertumbuhan fisik seseorang menentukan pengalaman sosialnya.

Walaupun demikian, sebagai pedoman umum kita dapat menggunakan batasan usia 11-24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut : (Sarwono, 2004:14). 1. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda-tanda seksual

sekunder mulai nampak (kriteria fisik).

2. Di bawah masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap akil

balik, baik menurut adat maupun agama, sehingga masyarakat tidak lagi memberlakukan mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial).

3. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda yang penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (edo identity,menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital dari

perkembangan psikoseksual (menurut freud), dan tercapainya puncak

(40)

perkembangan kognitif (palget) maupun moral, (Kohlberg) (kriteria psikologik).

4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagi orang dewasa (secara adat atau tradisi), belum bisa memberikan pendapat sendiri dan sebaginya. Dengan perkataan lain, orang-orang yang samapai batas usia 24 tahun belum dapat memenuhi persyaratan kedewasaan secara sosial maupun psikologik, masih dapat digolongkan remaja. Golongan ini cukup banyak terdapat di Indonesia, terutama dari kalangan masyarakat kelas menengah ke atas yang mempersyaratkan berbagai hal (terutama pendidikan setinggi-tingginya) untuk mencapai kedewasaan. Tetapi pada kenyataannya cuku[p banyak pula orang yang mencapai kedewasaannya sebelum usia tersebut.

5. Dalam definis diatas, status perkawinan sangat menentukan, karena arti

(41)

31

2.1.7 Penger tian Orang Tua

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia orang tua ayah dan ibu kandung. Sedangkan menurut Wright (1991:12), orang tua dibagi menjadi tiga macam yaitu:

a) Orang Tua Kandung

Orang tua kandung adalah ayah dan ibu yang mempunyai hubungan darah secara biologis (yang melahirkan).

b) Orang Tua Angkat

Pria dan wanita yang bukan kandung tapi dianggap sebagai orang tua sendiri berdasarkan ketentuan hukum atau adat yang berlaku.

c) Orang Tua Asuh

Orang yang membiayai hidup seseorang yang bukan anak kandungnya atas dasar kemanusiaan. Dasar pengertian di atas maka orang tua adalah pria dan wanita yang mempunyai hubungan ikatan baik itu secara biologis maupun sosial dan mampu mendidik, merawat, mebiayai serta membimbing hidup orang lain yang dianggap anak secara berkesinambungan.

2.1.7.1 Per a n Ibu

Menjadi Ibu Rumah Tangga atau Ibu untuk anak-anak nya sering dianggap profesi yang remeh oleh kebanyakan orang, anggapan ibu rumah tangga yang hanya bergelut dengan “dapur” dan “kasur” kadang membuat sebagian Ibu rumah tangga ini seringkali berasal minder jika ditanya mengenai pekerjaan dengan mengatakan “akh saya Cuma ibu rumah tangga”.

(42)

Apalagi jika latar ibu rumah tangga tersebut seorang yang berpendidikan tinggi, dan dianggap punya potensi untuk berkarir sehingga kemudian banyak komentar kepada wanita yang memilih mengabdikan hidupnya untuk keluarga ini dengan komentar yang menyayangkan misalnya “ Sayang ya sudah sekolah tinggi-tinggi Cuma jadi ibu rumah tangga”

Tentu ungkapan di atas bukan berarti menafikan atau merendahkan wanita yang berkarir yang sekaligus sebagai ibu rumah tangga, kedua pilihan itu tak salah karena yang terpenting dalam berkarir atau berumah tangga intinya adalah bagaimana kemudian berperan menjadi seorang istri dan ibu yang baik bagi anak-anak.

Bukankah ada ungkapan bahwa dibalik kesuksesan seorang laki-laki adalah tergantung siapa wanita dibelakangnya, ya wanita itu, bisa jadi ibu bagi seorang anak atau istri bagi suami.

Yang dititik beratkan dalam pembicaraan ini adalah bagimana pentingnya peran seorang ibu dalam keluarga tak diragukan bahwa peran ibu dalam keluarga adalah sangat penting. Bahkan, dapat dikatakan bahwa

kesuksesan dan kebahagiaan keluarga sangat ditentukan oleh peran seorang ibu. Jika ibu adalah seorang wanita yang baik, akan baiklah kondisi keluarga. Sebaliknya, apabila ibu adalah wanita yang bersikap buruk, hancurlah keluarga (Prof. Sa’ad Karim, 2006).

(43)

33

pendidikan kepada sang janin, karena menurut penelitian bahwa bayi dalam kandungan sudah bisa mendengar bahkan ikut merasakan suasana hati sang Ibunda, maka tak heran jika ikatan emosional seorang ibu dan anak tampak lebih dibanding dengan seorang ayah.

Jika seorang ibu dapat memahami dan mau melaksanakan tugas serta tanggung jawabnya dalam mendidik dan mengarahkan anak dengan baik, dengan segala tuntunan dan teladan pada anak. Insya Allah akan terlahirlah generasi yang salih, unggul, dan mumpuni, mampu bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan kehidupannya kelak. (Prof. Sa’ad Karim, 2006). 2.1.7.2 Per a n anak

Anak merupakan Rahamat Allah yang diamanatkan kepada orang tuanya yang membutuhkan peliharaan, penjagaan, kasih sayang, dan perhatian. Masa anak merupakan periode perkembangan yang cepat dan terjadinya perubahan dalam banyak aspek perkembangan (Yusuf,2006:12)

Seorang anak mampu bersosialisasi secara sehat yakni ditandai dengan kemampuan untuk memiliki hubungan secara emosional dengan orang

lain, seorang anak akan dapat menyerap nilai-nilai, norma dan etika dari budaya sosialnya terutama dari orang tuanya (Dariyo, 2004:114)

Karena memang dalam kenyataanya anak suka meniru sikap dan perilaku orang tua dalam keluarga, anak secara kualitatif maupun kuantitatif tidak sama dengan orang dewasa. Bahwa anak adalah orang dewasa dalam bentuk kecil (miniature adult), Sehingga memperlakukan anak (memberi

(44)

hukuman, mengajar disiplin) sama saja dengan memperlakukan orang dewasa (Sarwono,2004:37)

Bagi orang tua, anak merupakan buah hati dan harapan di masa depan. Anak merupakan penghibur orang tua dalam suka maupun duka.

Seorang anak yang pandai menyesuaikan diri secara serasi, selaras dan seimbang sesuai dengan daya dukung dan lingkungan yang berubah-ubah secara dinamis. (Djamarah, 2004:21).

2.1.8. Penger tian Ibu Tunggal

Ibu tunggal adalah seseorang yang mengasuh dan mendidik sendiri anaknya salah satu contohnya karena bercerai. Menjadi ibu tunggal berarti dia harus memposisikan dirinya sebagai seorang ayah dan ibu dalam waktu yang bersamaan, kedua peran tersebut menjadikan ibu tunggal harus mandiri secara financial maupun mental. Menelaah dari paparan diatas, bahwa mernjadi seorang ibu tunggal sungguh menjadikan beban yang sangat berat bagi seorang ibu. Hal ini dikarenakan fungsi dari seorang ibu merangkap jadi seorang ayah juga. Peran seorang ayah menjadi pencari nafkah serta memberikan perlindungan bagi keluarganya dikerjakan oleh seorang ibu yang menurut masyarakat tugasnya lebih banyak diranah domestik seperti membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian, mempersiapkan berbagai kebutuhan sekolah anak-anaknya, serta memberikan pendidikan dan pengetahuan kepada anak-ananknya apabila mereka diluar rumah.

(45)

35

Perceraian merupakan titik kulminasi dari akumulasi berbagai permasalahan yang menumpuk beberapa waktu sebelumnya (Dariyo, 2003:160).

Pasangan Suami istri yang melakukan perceraian tentu didasari sebab-sebab yang tidak dapat diselesaikan bersama. Mungkin mereka berusaha menyelesaikan masalah tersebut namun akhirnya tidak kunjung selesai sehingga harus ditempuh jalan terbaik bagi mereka, yakni perceraian.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya perceraian suami istri menurut (Dariyo,2003:165) diantaranya sebagai berikut:

1. Masalah Keperawanan (Virginity)

2. Ketidak setiaan salah satu pasangan hidup 3. Tekanan kebutuhan ekonomi keluarga 4. Tidak mempunyai keturunan

5. Salah satu dari pasangan hidup meninggal dunia 6. Perbedaan prinsip, ideology atau agama

Individu yang telah melakukan perceraian, baik disadari maupun tidak disadari akan membawa dampak negatif. Menurut (Dariyo,2003:168) ada beberapa Hal-hal yang dirasakan akibat perceraian, diantaranya sebagai berikut:

1. Pengalaman traumatis pada salah satu pasangan hidup (laki-laki ataupun perempuan)

2. Pengalaman traumatis anak

3. Ketidak stabilan kehidupan dalam pekerjaan

(46)

2.1.9 Ker angka Berpikir

Komunikasi dalam keluarga sangatlah penting, karena dalam hal ini adalah sebagai tempat untuk memberikan pengajaran tentang nilai dan norma pada anak. Dalam hal ini seorang ibu tunggal kurang perhatian dalam perilaku anaknya, lemahnya komunikasi interpersonal dalam keluarga tidak hanya disebabkan oleh sikap ibu tunggal terhadap anak selain faktor dari ibu tunggal, remaja juga mempengaruhi hubungan komunikasi ibu tunggal dengan anak. Hal ini disebabkan remaja merupakan masa “Strom and Drag” yaitu periode yang ditandai dengan rasa pemberontakan terhadap otoritas ibu tunggal. Pada fase pertumbuhan remaja sering mengalami frustasi dan penderitaan konflik dan perasaan yang tersisihkan dari kehidupan social orang dewasa.

Kurangnya keharmonisan dalam keluarga menyebabkan munculnya ketegasan antara anak dan ibu tunggal akan menyebabkan terciptanya jarak emosional antara anak dan ibu tunggal. Dalam kondisi demikian, anak akan mencari kepuasan di luar rumah, misalnya mempertinggi keterlibatan remaja tersebut dengan kelompok teman sebaya. Perhatian ibu tunggal terhadap remaja sangat diperlukan. Perhatian ibu tunggal yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentang nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun social budaya yang diberikannya merupakan faktor kondusif untuk mempersiapkan komunikasi seorang ibu tunggal dengan anak.

(47)

37

tidak terkena pengaruh negatif dari faktor lingkungan yang berubah dan pengaruh teknologi serta tidak mennjadi korban kekerasan dari ibu tunggal akibat perceraian yang dialami orang tuanya. Mengingat ibu adalah sebagai panutan tingkah laku anak harus sesuai dengan kepribadian ibu tunggal. Terdapat tiga pola komunikasi dalam lingkungan keluarga antara orang tua dengan anak (Yusuf, 2001:51) yaitu: Authoritarian (cenderung bersikap bermusuhan), permissif (cenderung berperilaku bebas) dan Authoritative (cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan).

(48)

38 3.1. Definisi Operasional Konsep

Definisi operasional disini adalah suatu pembatasan atau perincian prosedur yang memungkinkan penjelasan ada atau tidaknya realitas tertentu sebagaimana digambarkan menurut konsepnya.

Tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dan menggunakan analisis kualitatif. Tipe penelitian deskriptif adalah jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejernih mungkin tanpa adanya perlakuan terhadap objek yang diteliti (Kountur,2003:53).

Tipe penelitian deskriptif berujuan membuat gambaran secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Periset sudah mempunyai konsep (biasanya satu konsep) dan kerangka konseptual. Melalui kerangka konseptual (landasan teori), periset melakukan operasional konsep yang akan menghasilkan variabel beserta indikatornya. Riset ini untuk menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antar variabel (Rakhmat 2007:69).

Menurut Rakhmat dalam bukunya riset komunikasi, secara umum riset yang menggunakan metodologi kualitatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1. Intensif, partispasi periset dalam waktu lama pada setting lapangan, periset

(49)

39

2. Perekam yang sangat hati-hati terhadap apa yang terjadi dengan catatan-catatan dilapangan dan tipe-tipe lain dari bukti-bukti dokumenter.

3. Analisis data lapangan.

4. Melaporkan hasil termasuk diskripsi detail, quotes (kutipan-kutipan) dan komentar.

5. Tidak ada realitas yang tunggal, setiap peneliti mengkreasi realitas sebagai bagian dari proses penelitiannya. Realitas dipandang sebagai dinamis dan produk konstruksi sosial.

6. Subjektif dan berada hanya dalam refrensi peneliti. Periset sebagai sarana sebagai penggalian interpretasi data.

7. Realitas adalah holistik dan tidak dapat dipilah-pilah.

8. Periset memproduksi penjelasan unuk tentang situasi yang terjadi dan individu-individu.

9. Lebih pada kedalaman (depth) daripada keluasan (breadth). 10. Prosedur riset : empiris-rasioanal dan tidak berstruktur.

11. Hubungan antara teori, konsep, dan data : data memunculkan atau

membentuk teori baru.

Pendekataan kualitatif dipilih dengan pertimbangan lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, menyajikan secara langsung hakekat hubungan antara peneliti dan informan, lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi, meskipun mempunyai bahaya bias peneliti. Metode kualitatif yang

(50)

digunakan adalah pendekatan fenomenologis. Artinya peristiwa dan kaitan-kaitannya orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu dengan menekankan pada aspek subyektif dari perilaku orang, dan pendekatan interaksi simbolik, yang berasumsi bahwa pengalaman manusia ditengahi oleh penafsiran, dimana menjadi paradigma konseptual melebihi dorongan dari dalam, sifat-sifat pribadi, motivasi yang tidak disadari, kebetulan, status sosial ekonomi, kewajiban peranan, resep budaya, mekanisme pengawasan masyarakat atau lingkungan fisik lainnya. Peneliti berusaha “mengungkap” proses interpretasi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang yang diteliti. Peneliti berusaha mendalami aspek “subjek” dari perilaku manusia dengan cara masuk ke dunia konseptual oramg-orang yang diteliti sehingga dapat dimengerti apa dan bagaimana suatu pengertian dikembangkan pada peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini bukan berarti peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang diteliti (Moleong, 1996:4-13).

Dalam penelitian ini kedudukan peneliti sebagai instrumen penelitian dan sebagai instrumen harus mencakup segi responsif, dapat menyesuaikan diri,

menekankan kebutuhan, mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses data secepatnya dan memanfaatkan kesempatan untuk mengklafikasikan dan mengikhtisarkan serta memanfaatkan kesempatan mencari respon yang tidak lazim atau idionsinkratik (Moleong, 2002:121).

(51)

41

simultan, lebih mementingkan ke dalam dibanding keluasan penelitian, sementara peneliti, lebih sendiri merupakan instrumen kunci. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menggunakan menggunakan pengamatan berperan serta (participant observation) yang didefinisikan mengadakan pengamatan dan mendengarkan secara secermat mungkin sampai pada yang sekecil-kecilnya sekalipun dengan wawancara mendalam (indepth interview) (Bondan dalam Moleong,2002:117)

Pendekatan kualitatif sifatnya fenomenologis untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi-situasi tertentu, realitas sosial, memberikan tekanan terbuka tentang kehidupan sosial (Moleong,2009:9).

Sedangkan dalam penelitian ini ditujukan untuk seorang ibu tunggal yang dengan anak remaja.

3.2. Oper asional Konsep 3.2.1. Pola Komunikasi

Pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang atau lebih dalam proses pengiriman, dan penerimaan cara yang tepat sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami (Djamarah, 2004:1).

Dari pengertian di atas maka suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses mengkaitan dua komponen yaitu gambaran atau rencana yang menjadi langkah-langkah pada suatu aktifitas dengan komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas

(52)

terjadinya hubungan antar organisasi ataupun juga manusia. Terdapat tiga pola komunikasi didalam hubungan orang tua dengan anak yaitu (Yusuf,2001:52) a. Authoritarian (Cenderung bersikap bermusuhan),

Dalam pola hubungan ini sikap acceptance orang tua rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando (mengharuskan / memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi), bersikap kaku (keras), cenderung emosional dan bersikap menolak.

Sedang di pihak anak muda tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, stres, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas tidak bersahabat.

b. Permissive (Cenderung berperilaku bebas),

Dalam hal ini sikap acceptance orang tua tinggi, namun kontrolnya rendah, memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginanya. Sedang anak bersikap implusif serta agresif, kurang memiliki rasa percaya diri, suka mendominasi, tidak jelas arah hidupnya dan prestasinya rendah.

c. Authoritative (Cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan).

(53)

43

rasa ingin tahunya yang tinggi, mempunyai tujuan / arah hidup yang jelas dan berorintasi pada prestasi.

Dengan adanya ketiga pola komunikasi diatas maka akan dapat membantu dalam penelitian ini guna untuk mengetahui teramasuk dalam pola komunikasi yang manakah yang ibu tunggal gunakan dalam mendidik atau mengasuh anak-anaknya.

3.2.2 Ibu Tunggal

Ibu tunggal dalam penelitian ini yaitu yang sudah bercerai dengan suaminya atau pasanganya yang memutuskan untuk memiliki anak tanpa adanya ikatan perkawinan. Ibu tunggal yang sudah mengalami perceraian kurang dari sepuluh tahun dengan suaminya yang memiliki anak remaja perempuan atau laki-laki dengan usia 11-24 tahun yang tinggal di Surabaya. Itu artinya ibu tunggal berarti ia harus memposisikan dirinya sebagai seorang ayah dan ibu dalam waktu yang bersamaan, kedua peran tersebut menjadikan ibu tunggal harus mandiri secara finansial maupun secara mental. Karena ia hanya seorang diri dalam memimpin keluarganya.

3.3. Infor man Penelitian

Informan penelitian ini tidak di tentukan berapa jumlahnya tetapi dipilih beberapa informan yang dianggap mengetahui, memahami permasalahan yang terjadi sesuai dengan penelitian ini. Kriteria informan dalam penelitian ini ibu tunggal yang sudah bercerai dengan suaminya kurang dari sepuluh tahun, karena dalam masa ini adalah masa-masa yang sulit,banyak permasalahan,masa-transisi,masa-masa penyesuaian dari yang awalnya ada pasangan ke masa jadi ibu

(54)

tunggal. Karena untuk melupakan masalah dalam keluarga khususnya perceraian membutuhkan waktu yang lama. Dan untuk anak remajanya yang menjadi informan dalam penelitian ini remaja perempuan atau laki-laki dengan kategori usia 11-24 tahun. Pada Usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa seperti tercapainya identitas diri (ego identity menurut Erik Erikson), tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud) dan tercapainya puncak perkembangan kognitif (Piaget) maksudnya merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap pertumbuhan presasi formal.

Pada periode ini, idealnya para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah-masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat

(55)

45

Lokasi penelitian ini dilakukan di wilayah Surabaya. Sebab daerah ini mempunyai komposisi penduduk yang heterogen. Surabaya diasumsikan sebagai daerah yang memiliki perkembangan yang tinggi. Selain itu surabaya merupakan kota metropolis dan kota terbesar kedua setelah Jakarta dilihat dari padatnya penduduk dan berbagai permasalahan sosial yang terjadi. Hal ini disebabkan karena dalam penelitian kualitatif tidak mempersoalkan berapa besar jumlah informan, melainkan yang terpenting adalah seberapa jauh penjelasan informan yang diperoleh dalam menjawab permasalahan (Sumady Suryabrata, 1998:89).

3.4. Tek nik Pengumpulan Data 3.4.1. Wawancar a

Wawancara adalah pengumpulan data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung oleh peneliti kepada informan. Jawaban informan dicatat dan direkam oleh peneliti. Wawancara yang dilakukan adalah in-depth interview atau wawancara mendalam, yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertatap muka dengan informan dengan maksud mendaptkan gambaran tentang topik yang diteliti (Bungin, 2001:110). Peneliti mengajukan pertanyaan guna mendapatkan informasi yang diharapkan. Dalam melakukan wawancara, peneliti harus memiliki pedoman wawancara (interview guide) yang kemudian dapat dikembangkan lebih lanjut oleh peneliti.

Dengan teknik ini diharapkan informan dapat lebih terbuka dan berani dalam memberikan jawaban dan respon terhadap pertanyaan yang diajukan peneliti. Kelebihan lainnya adalah, peneliti secara personal dapat bertanya langsung dan mengamati respon terutama non verbal mereka dengan lebih detail.

Referensi

Dokumen terkait

Berikut ini hasil analisis data tindak tutur direktif dan ekspresif talkshow Hitam Putih episode 10 Maret 2018.. Pada kutipaan tuturan di atas merupakan tuturan yang

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: 1 ada perbedaan persepsi siswa terhadap keefektifan Gerakan Literasi Sekolah ditinjau dari minat baca sig.2tailed = 0,000; 2 tidak ada

Thanks to Samba, Windows sees the Unix server as a valid CIFS server and clients are able to access the documents folder as if it were just another directory on a local disk.. Note

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan pelayanan prima administrasi kependudukan di Kecamatan Cinambo Kota Bandung (1) Ukuran dan tujuan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap harga saham, sedangkan pada penelitian ini tidak menguji Dividen Per Share dan NPM secara simultan maupun

Laporan Akhir dengan judul ” Pengolahan Limbah Cair Laboratorium Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Sriwijaya dengan Memanfaatkan Kulit Ubi. Kayu Sebagai Bahan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi karyawan terhadap kepuasan kerja dan aspek yang paling dominan dalam kepuasan kerja karyawan pada PT Mitra Wibowo dan

kebijakan dari pemaparan kedua kasus di atas adalah bahwa pertama, kedua politisi singat dominan dan one-mqn show, kedua, mereka berdua mem-bypass birokrasi dengan