• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK AUTIS KOTA SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antara Orang Tua dengan Anak Autis di Surabaya ).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POLA KOMUNIKASI ANTARA ORANG TUA DENGAN ANAK AUTIS KOTA SURABAYA ( Studi Deskriptif Kualitatif Pola Komunikasi Antara Orang Tua dengan Anak Autis di Surabaya )."

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

Anak Autis di Sur abaya )

SKRIPSI

Oleh :

PRITA INTAN RAHAYU

NPM. 0643010078

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL“VETERAN”J ATIM FAKULTAS ILMU POLITIK DAN ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

(2)

Oleh:

PRITA INTAN RAHAYU Npm.0643010078

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh tim penguji skripsi Jurusan ilmu komunikasi fakultas ilmu sosial dan ilmu politik

Universitas pembangunan nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal 20 April 2012

Pembimbing Utama Tim Penguji

Ketua

Dr a. Diana Amelia, Msi J uwito. Ssos. Msi

Nip.196309071991032001 Npt.367049500361

Seketar is

Dr s. Kusnar to, Msi Nip.19580801198402100

Anggota

Dr a. Her lina Sukmawati, Msi Nip 196412251993092001

(3)

Surabaya (studi kualitatif pola komunikasi antara orang tua dengan anak autis. Autis merupakan gangguan pervasife yang terjadi pada anak pada 2,5 tahun-17 tahun usia perkembangan anak .untuk mengatasi kasus tersebut maka orang tua harus mendampingi anak ketika belajar dan bermain .Tujuan peneliti ini adalah untuk mengetahui pola komunikasi antara orang tua dengan anak autis di Surabaya

Komunikasi interpersonal merupakan pengiriman pesan –pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain atau sekolompok orang dengan efek dan umpan balik langsung .komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata baik lisan maupun tertulis kata-kata autis adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat massa balita yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Pola komunikasi adalah sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang yaitu orang tua dengan anak .

Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan dept interview dengan informan sebanyak 2 orang atau lebih.

(4)

child of autism in Surabaya (quantitative study of commnications pattern between parents with child of autisme).

represents trouble of pervasive that happened at age child growth of child 2.5-17 years old.to overcome that casehence parents have to consort child when learning and playing at.Target of this rearch is to know communications pattern between parents with child of autisme in Surabaya.

Communication of interpersonal represent delivery of messages of someone and accepted by others or a group of people with directs feeback and effect. Commnications of ferbal is communications using words of either oral and also written,words of autism is a condition recognize some one from the day borne andalso moment a priod of under five year(balita)making one self cannot from sosial relation or normal commnications communications pattern is as from or relation pattern two people that is parents with child

Research method in this research use research method qualitative with in dept interview with informant counted 2 peole or more

(5)
(6)

Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Pola Komunikasi Antar a or ang Tua Dengan Anak Autis di Surabaya”.

Mengenai laporan skripsi ini, maka penyusunan didasarkan skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan bimbingan dan dorongan dari ibu Dra. Diana Amalia, MSi Dosen pembimbing skripsi Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Prof Dr Ir. Teguh Soedarto,Mp,Selaku Rektor UPN ”Veteran”Jawa Timur 2. Ibu Dra. Hj. Suparwati, Dekan Fakultas Ilmu Soisal dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Juwito, S.Sos, MSi, Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

4. Dosen Pengajar jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan “Veteran” Jawa Timur..

5. Mama, Papa Kakak tercinta makasih atas do’a, dukungan dan semangatnya. 6. Teman-Teman sahabat makasih ya doanya

7. Teman-Temanku terbaik ku indra.ami dan smua angkatan 2006 kalian adalah teman, sahabat dan penghibur yang selalu menemaniku.

(7)

ini dapat berguna bagi penulis khususnya bagi pembaca. Terima Kasih.

Surabaya,

(8)

HALAMAN PERSETUJ UAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

ABTRAKSI ... vii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang ... 1

1.1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.1.3 Tujuan Penelitian ... 4

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Landasan Teori ... 5

2.1.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal ... 5

2.1.2 Pengertian Pola Komunikasi ... 8

2.1.3 Pengertian Teori Atribusi ... 10

(9)

2.7 Anak-anak ... 20

2.8 Pengertian Autis ... 20

2.8.1 Faktor –faktor terjadi autis ... 21

2.8.2 Macam –macam autis ... 23

2.2 Kerangka Berfikir ... 24

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan operasional konsep ... 26

3.2 Subyek Penelitian dan Informan Penelitian ... 31

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 32

3.4 Teknik Analisa Data ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran umum obyek peneliti ... 35

4.1.1. Gambaran Umum Kota Surabaya ... 35

4.1.2. Gambaran Umum Pola Komunikasi Orang Tua Dengan Anak Autis ... 36

(10)

4.2.1.2. Bryan (Anak Autis 1) ... 40

4.2.2. Informan 2 ... 40

4.2.2.1. Keluarga Ibu Ratna ... 40

4.2.2.2. Tridansyah (Anak Autis 2) ... 42

4.2.3 Informan 3 ... 43

4.2.3.1 Keluarga Bapak Supriyo ... 43

4.2.3.2. Elizabeth Erni (Anak Autis 3) ... 44

4.2.4 Informan 4 ... 45

4.2.4.1 Keluarga Bapak Ari ... 45

4.2.4.2 Muhammad Shandi (Anak Autis 4) ... 46

4.3 Analisis Data ... 47

4.3.1 Pola komunikasi keluarga pada anak autis ... 47

4.4 Pembahasan ... 59

(11)
(12)

1.1 Latar Belakang Masa lah

Sudah merupakan kodrat bahwa manusia diciptakan ada berbagai macam bentuk manusia di dunia ini merupakan kodrat alam yang sesungguhnya. Menurut psikologi perkembangan manusia mengalami tiga bentuk dari lahir dari umur 0-2 tahun masa bicaranya anak berumur 2.5 tahun sampai 12 tahun.

Masa progretif merupakan masa dimana anak akan tumbuh besar dan secara mengalami perkembangan fisik atau psikilis semua mengalami perubahan. perubahan sifat dan cara bicaranya mengalami keterlambatan bicara dan keterlambatan untuk berfikir dan mempunyai kelebihan tersendiri dari keadaan ini perhatikan dan bimbingan yang terarah sangat diperlukan pembelajaran yang optimal.

Anak merupakan aset keluarga yang harus diasuh dan diajari kelak untuk masa depan bangsa dan Negara ini sehingga diperlukan bimbingan pengawasan yang baik serta ketat untuk menghasilkan generasi-generasi penerus yang bermoral baik, berwawasan jauh serta paham akan fungsinya sebagai generasi penerus.

(13)

orang tua berpengaruh besar terhadap kepribadian dan perkembangan dan tabiat anak.

Oleh karena itu ,jadi tanggung jawab kita bersama untuk mengusahakan dan membelajari supaya anak bisa belajar sendiri dan perlu wawasan dari orang tua untuk mengajari, pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmani anak yang sesuai dengan kepentingan sangat disadari dengan pengawasan dari orang tuanya, anak autis disebabkan karena orang tuanya sibuk kerja dan kurang adanya pengawasan dari orang tua, kerugian disini disebabkan karena anak menjadi terlambat berfikir dan kurang pergaulan.

Lingkungan dimulai dari masa anak yang masih di dalam rahim ibu, lingkungan bermain lingkungan sekolah dan lingkungan tempat tinggal ,lingkungan rahim ibu merupakan salah satu jenis lingkungan yang patut diketahui oleh para orang tua, agar dapat memanfaatkan dalam penjagaan preventif terhadap calon keturunan agar dapat lahir sehat dan selamat.

Lingkungan keluarga merupakan bentuk yang paling sederhana disini peranan orang tua dalam membentuk pribadi anak besar sekali karena orang tua lah yang membelajari anak supaya bisa berbicara dan memberi gizi yang cukup

(14)

(bahasa)maupun komunikasi verbal, komunikasi non verbal (symbol, gambar, atau peranan ,media komunikasi

Dalam lingkungan keluarga komunikasi merupakan suatu hal penting dimana komunikasi berfungsi sebagai media penjebatan dalam hubungan antara keluarga. komunikasi berasal dari bahasa latin (communication)dan perkataan ini bersumber dari comunis yang artinya sama makna yang sama makna mengenai suatu hal (effendi:2002:3).

Komunikasi keluarga berlangsung secara timbal balik dan silih berganti, bisa dari orang tua ke anak atau anak ke orang tua dalam komunikasi orang tua bertanggung jawab untuk mendidik anak, maka komunikasi yang terjadi dalam orangtua bernilai mengajari, ada sejumlah orang tua yang diwariskan orang tua pada anak (bahri,2004:37).

Terdapat dua faktor yang dapat membentuk kepribadian anak yaitu faktor internal berasal dari orang tua sendiri seperti konflik –konflik yang terjadi dalam lingkungan keluarga dan faktor eksternal yang berasal dari lingkungan keluarga.

(15)

1.2 Per umusan Masalah

Berdasarkan latar belakang Masalah Tersebut diatas diidentifikasikan permasalahan sebagai berikut : pola komunikasi antara orang tua dengan anak autis di kota Surabaya.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah mengetahui bagaimana pola komunikasi antara orang tua yang mempunyai anak autis di Surabaya,

(16)

2.1 Landasan Teor i

2.1.1 Penger tian komunikasi Inter per sonal

Muhammad (1995:158) mengemukakan bahwa sebenarnya komunikasi interpersonal merupakan proses yang terjadi didalam diri sendiri sebenarnya di dalam diri seseorang manusia terdapat komponen suatu komunikasi seperti sumber, pesan, saluran ,penerimaan dan balikkan.

Di dalam komunikasi interpersonal hanya satu orang yang akan terlibat .pesan mulai dan terakhir di dalam individu masing-masing. Komunikasi interpersonal mempengaruhi komunikasi hubungan dengan orang lain. suatu pesan yang telah dikomunikasikan akan bermula dari diri orang tersebut.

(17)

komunikasi antar pribadi tersebut saling bertukar suatu informasi, pikiran dan gagasan (sandjaja,1993:117).

Sedangkan Menurut Jhosep a. DeVito Didalam bukunya” the interpersonal communication, book”(Devito 1989:4)sebagai proses pengiriman dan penerimaan pesan antar dua orang tua diantara sekelompok kecil orang dengan beberapa efek dan beberapa umpan balik seketika.

Berdasarkan definisi De Vito itu komunikasi interpersonal berlangsung antar dua anak yang sedang bermain seperti anak yang sedang berbicara kepada orang tuanya misalnya cara berbicaranya lambat dan cara menangkap daya pikirnya terlalu lambat.

Pentingnya komunikasi interpersonal adalah karena proses memungkinkan berlangsung Secara dialogis. Dialog adalah bentuk komunikasi antar pribadi yang menunjukkan adanya suatu interaksi .Mereka yang telah terlibat dalam komunikasi bentuk ini berfungsi ganda, masing –masing menjadi pembicaraan dan pendengar secara bergantian .dalam proses komunikasi dialogis nampaknya ada suatu upaya dari para anak yang mengalami gangguan berbicara.

(18)

mengubah suatu sikap kepercayaan, opini dan perilaku komunikan. alasan dikarenakan komunikasi ini berlangsung tatap muka oleh karena itu terjadi kontak pribadi (personal Contac) yaitu pribadi komunikator menyentuh pribadi komunikan ketika menyampaikan sesuatu pesan umpan balik berlangsung seketika(immediate feed back) mengetahui pada saat tanggapan komunikan terhadap pesan yang dilontarkan ,pada ekspresi wajah dan gaya berbicara apabila umpan balik positif artinya tanggapan itu menyenangkan kita akan terus mempertahankan gaya komunikasi sebaliknya jika tanggapan komunikan negative maka harus mengubah gaya komunikasi sampai komunikasi tersebut berhasil.

Oleh karena itu, keampuhan dalam mengubah sikap kepercayaan opini dan perilaku komunikan itulah maka bentuk komunikasi antar pribadi komunikan itulah maka bentuk komunikasi antar sering kali digunakan untuk melontarkan komunikasi persuasive yakni suatu teknik komunikasi secara psikologis manusiawi yang sifatnya halus luas berupa ajakan bujukan rayuan.

(19)

2.1.2 Penger tian Pola Komunikasi

Pola komunikasi adalah gambaran yang sederhana dari proses komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara suatu komponen komunikasi yang memperlihatkan kaitan antara suatu komponen yang lainnya (Tarmujdi,1998:27).

Sedangkan komunikasi adalah peristiwa social yaitu peristiwa yang terjadi ketika manusia yang lain ilmu komunikasi apabila dipublikasikan secara benar akan mampu mencegah dan menghilangkan konflik pribadi, antar kelompok, antar suku antar bangsa dan antar ras membina persatuan dan kesatuan umat manusia penghuni bumi.(Effendy 1993:27).

Dari pengertian di atas maka dapat ditarik suatu pola komunikasi menkaitkan dua komponen yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktivitas dengan komponen yang merupakan bagian penting di atas terjadi hubungan antar organisasi atau pun juga manusia.

Dengan begitu gagal atau berhasilnya sebuah komunikasi antara orang tua dengan anak suatu pola komunikasi yang diterapkan orang tua dengan anak menurut Yusuf (2001:51-52):

a. Author itar ian (cenderung bersikap bermusuhan )

Dalam pola hubungan ini sikap acceptance orang Tua rendah memperhatikan, suka menghukum secara fisik (mengharuskan /memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi ).

(20)

Dalam hal ini sikap acceptance orang tua lebih tinggi, namun control rendahnya memberi kebebasan kepada anakku untuk menyatakan keinginan. sedangkan anak yang mempunyai sikap implusif serta agresif, sukanya bermain dengan dunianya sendiri, tidak jelas arah kehidupannya dalam mempunyai prestasi yang rendah.

c. Author itative (cenderung terhindar dari kegelisahan )

Dalam hal ini sikap acceptance antara orang tua yang mempunyai anak autis bersikap responsive terhadap kebutuhan anak mendorong anak untuk menyatakan pendapatnya atau pertanyaannya. memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik ataupun yang buruk sedangkan anak yang bersifat bersahabat memiliki rasa percaya diri (self control)bersikap sopan mau bekerjasama memiliki rasa ingin tahu yang tinggi mempunyai tujuan dan arah hidup yang jelas dan berorientasi terhadap prestasi.

Suatu proses komunikasi berjalan dengan baik jika antara komunikator dengan komunikan ada rasa percaya terbuka dan sportif untuk saling menghargai dan menerima satu dengan lainnya (Rahmat2002:129).Adapun sikap yang dapat mendukung kelancaran dalam berkomunikasi dengan anak adalah:

(21)

b. Menggunakan empati untuk pandangan-pandangan yang berbeda dengan menunjukkan perhatian melalui syarat-isyarat verbal ataupun non verbal saat komunikasi sedang berlangsung. c. Memberikan suatu kebebasan dan dorongan yang

sepenuhnya terhadap anak untuk mengutarakan pikiran dan perasaan serta kebebasan untuk menunjukkan reaksi serta tingkahlaku tertentu sehingga anak dapat menanggapi secara positif tanpa adanya unsur pasan.

Effendy (1993:27) mengemukakan bahwa komunikasi adalah pertanyaan manusia yang dinyatakan itu adalah pikiran dan perasaan dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyatuannya .Komunikasi pada dasarnya terjadi dalam konteks kehidupan kejadian-kejadian komunikasi sangat diamati dalam ilmu komunikasi yang luas dan konteks karena hal ini menyangkut berbagai aspek sosial, budaya, ekonomi dan politik.

2.1.3 Teor i Atr ibusi

(22)

depan anda, Haider sendiri menguapkan ada dua jenis atribusi yaitu atribusi kausalitas dan atribusi kejujuran.

Dapat diumpamakan apabila anda mengamati tingkah laku seseorang pertamakali yang harus anda tentukan terlebih dahulu adalah apa yang sebenarnya menyebabkan perilaku tersebut terjadi apakah itu disebabkan oleh faktor situasional atau faktor personal dalam teori atribusi lazim hal tersebut dapat dikatakan sebagai kualitas eksternal dan internal pada intinya sebenarnya hanya mempertanyakan tingkah orang dipengaruhi oleh faktor situasional atau faktor personal maka hal tersebut dapat dikatakan sebagai atribusi kualitas.

Dimaksud dengan atribusi kejujuran yang dimana telah dikutip Rahmad (1988) mengemukakan bahwa ketika seseorang memperlihatkan aksi kejujuran maka ada dua hal harus diamati sejauh manakah pernyataan orang tersebut menyimpang dari pendapat umum dan sejauh mana orang itu memperoleh keuntungan.

2.1.4 Penger tian keluar ga

(23)

Menurut Yusuf (2004:37) dari sudut pandang sosiologis, keluarga dapat diklasifikasikan ke dalam fungsi-fungsi sebagai berikut:

1. Fungsi Biologis

Keluarga dipandang sebagai perantara social yang memberi legilitas dan kesempatan bagi anggota keluarganya untuk memenuhi kebutuhan dasar biologisnya. kebutuhan itu meliputi sandang, papan hubungan seksual antara suami istri dan reproduksi atau pengembangan keturunan.

Hal tersebut sejalan dengan yang dikatakan oleh godondan glasser (dalam furman,1990:217)bahwa hubungan antara orang tua dengan anak autis di dukung karena adanya komunikasi yang terbuka jujur dan demokratis.

2. Fungsi ekonomis

Ayah sebagai kepala rumah tangga mempunyai kewajiban untuk menafkai anggota keluarga (istri dan anak-anaknya ).

3. Fungsi pendidikan

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan pertama dan utama bagi sang anak.

Menurut UU No 22 tahun 1989 bab IV pasal 10 ayat 44

(24)

4. Fungsi Sosialis

Keluarga merupakan bagian atau penyamaan bagi masyarakat masa depan dan lingkungan keluarga merupakan faktor penentu yang sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan datang.

5. Fungsi Perlindungan

Keluarga merupakan bagian atau penyamaan bagi masyarakat masa depan dan lingkungan keluarga merupakan faktor penentu sangat mempengaruhi kualitas generasi yang akan dating.

6. Fungsi Rek r eatif

Untuk melaksanakan fungsi ini, keluarga harus diciptakan sebagai lingkungan yang memberikan kenyamanan, keceriaan, kehangatan dan penuh semangat bagi para anggota.

7. Fungsi Agama

Keluarga berguna sebagai nilai agama pada sang anak agar dapat mereka memiliki pedoman hidup yang benar. keluarga wajib mengajar membimbing serta membiasakan anggota untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama yang di anutnya.

(25)

Dalam kamus besar bahasa Indonesia pengertian orang tua adalah ayah dan ibu kandung. sedangkan pengertian orang tua Menurut Wright (1991;12) orang tua itu sendiri telah dibagi tiga macam yaitu:

a. Orang tua kandung

Orang tua kandung adalah ayah dan ibu yang mempunyai hubungan sedarah secara biologis (yang melahirkan).

b. Orang tua angkat

Pria dan wanita yang bukan kandung tetapi dianggap sebagai orang tua sendiri berdasarkan ketentuan hukum atau adat yang berlaku. c. Orang tua asuh

Orang membiayai hidup seseorang yang bukan anak kandungnya tetapi atas dasar kemanusiaan.

Dari pengertian di atas maka dapat di simpulkan orang tua adalah anak pria dan anak wanita yang dianggap mempunyai hubungan atau ikatan dara maupun sosial yang mampu mendidik, merawat, membiayai serta membimbing. hidup orang lain yang dianggap anak secara berkesinambungan atau berkelanjutan.

(26)

Orang tua juga sangat berpengaruh bagi perkembangan emosi dari anak-anak remaja mereka peran serta orang tua sangat mendukung atas segala hal aktivitas anak. Orang tua juga berfungsi yaitu memberikan serta mengajarkan tentang nilai sosial.

Norma agama, pengetahuan, sikap dan harapan terhadap anak- anak. Dengan komunikasi yang efektif maka beberapa hal tersebut dapat diterima dan dipahami oleh para anak. Hal tersebut senada dengan pertanyaan tubs moss (dalam Rakhmad 2002:13) yaitu komunikasi yang efektif akan menimbulkan hubungan dan pengertian yang makin baik antara anak- anak.

2.1.6.1 Komunikasi Or ang Tua dengan Anak

Beberapa studi Berkaitan dengan hubungan antara orang tua dan anak pada mulanya diasumsikan bahwa proses pengaruh tidak bersikap langsung dalam keluarga. Asumsi tersebut memandang anak sebagai pasangan atau bersosiasi yaitu menunggu pembentukan proses yang dilakukan oleh orang tua menurut hartup (1978)dan Susanti (2006:21).

(27)

saling berpengaruh menyatakan bahwa setiap anggota keluarga berperan serta dalam stimuli perilaku lainnya(cappella,1987).

Adapun perilaku yang di rancang untuk mendapatkan apa yang diharapkan oleh orang tua dinamakan pesan control pesan-pesan ini meliputi perilaku paksaan, induksi dan tidak memberikan kasih sayang, paksaan, induksi dan tidak memberikan kasih sayang. Paksaan berfokus pada alasan –alasan eksternal misalnya anak harus menurut kepada orang tua. Contoh pesan seperti adalah hukuman fisik penerapan rangsang terhadap paksaan dan memberi materi-materi yang dibutuhkan atau bentuk ancaman.

(28)

2.1.6.2 Kualitas Komunikasi Inter per sonal Or ang Tua Dan Anak

Komunikasi yang efektif perlu di bangun dan dikembangkan antara orang tua dengan anak beberapa faktor penting untuk jelas tidaknya informasi yang dikomunikasikan dalam keluarga sehingga dapat mengarahkan pada komunikasi yang efektif yaitu.

1) Konsisten

Informasi yang disampaikan secara konsisten akan dapat dipercaya dan relative lebih jelas disbanding informasi yang selalu berubah. ketidak konsistenan yang membuat anak bingung dalam menafsirkan informasi tersebut (Yatim dan Irwanto 1991:85).

2) Ketegasan

Ketegasan tidak berarti otoriter. Ketegasan membantu meyakinkan anak dan anggota keluarga yang lain bahwa komunikator benar-benar meyakini nilai atau sikapnya bila orang tua ingin ditiru oleh anaknya maka ketegasan akan memberikan jaminan bahwa mengharapkan anak berperilaku sesuai yang di harapkan(yatim dan irwanto,1991:85). 3) Percaya

Faktor adalah yang paling penting karena percaya menentukan efektifitas bagi komunikasi, meningkatkan komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi memperjelas pengiriman dan penerimaan informasi serta memperluas peluang komunikan untuk mencapai tujuan.

(29)

Ada 3 faktor yang berhubungan dengan sikap percaya (rahmat,2002:131) diantara nya yaitu:

a. Menerima

Yang dimaksud dengan menerima adalah di mana kemampuan dalam berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan /menata sikap yang terlibat orang lain sebagai individu yang patut dihargai tetapi tidak berarti mempunyai semua perilaku dari orang lain ataupun rela menanggung akibat-akibat perilaku (rahmat,2002:132).

b. Empati

Empati dianggap memahami orang lain dengan mengambangkan diri dari kejadian yang menimpa orang lain, melihat seperti itu seseorang akan merasakan dan melihat yang telah dirasakan orang tersebut.(rahkmat:2002:132)

c. Kejujuran

Manusia tidak akan menaruh kepercayaan kepada seseorang yang tidak jujur ataupun yang sering menyembunyikan pikiran dan pendapatnya kejujuran dapat mengakibatkan perilaku seseorang dapat diduga. hal ini mendorong untuk percaya satu dengan yang lain nya (Rahkmat:2002:133). 4) Sikap sportif

(30)

interpersonal akan gagal hal ini dikarenakan banyak nya melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi dari pada pesan dari orang lain (Rahkmat 2002:133)

Perilaku yang menimbulkan iklim sifat defensive dan sportif antara lain adalah :

A. Deskriptif

Artinya adalah penyampaian suatu perasaan atau persepsi tanpa nilai hubungan antara orang tua sang anak bersifat horizontal dan sederajad (Rahkmad 2002:134).

B. Orientasi masalah

Artinya mengkomunikasikan dapat bekerja sama mencari permasalahan dengan tidak mendikte suatu pemecahan justru melainkan mengajak orang bersama-sama untuk menetapkan suatu tujuan dan memutuskan bagaimana cara untuk mencapainya.

C. Spontanitas

Artinya sifat jujur yang dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam (rahmat 2002:135).

D. Persamaan

(31)

E. Profesionalisme

Suatu kesediaan untuk meninjau ulang kembali akan pendapat seseorang (rahmat 2002:135).

2.7 Anak-Anak

Fase anak merupakan suatu segmen perkembangan individu yang sangat penting diawali dengan matang organ fisik sehingga mampu memproduksi selain itu anak merupakan perkembangan sikap tergantung.

Banyak mengatakan masa anak adalah masa-masa yang indah tetapi banyak pula masa anak adalah masa yang kurangnya kasih sayang.

2.8 Penger tian autis

Autis adalah merupakan salah satu gangguan pikiran yang ditandai dengan perasaan yang sedih sering bermain pada dunianya sendiri tidak mengetahui karena dia mempunyai sifat yang malas belajar.

Sedangkan menurut Istilah autisme dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada banyak definisi yang diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri”. Dari kesimpulan tim yang dipimpin oleh Profesor Kristina Aldridge, ada tiga ciri fisik yang ditemukan pada anak-anak dengan autisme, yaitu :

(32)

2. Bagian tengah wajahnya lebih pendek, termasuk pipi dan hidung. 3. Memiliki mulut dan philtrum, area antara hidung dan bibir, yang

lebih luas

2.8.1 Faktor –faktor Penyebab Ter jadi Autis

Ada banyak sekali faktor-faktor yang menyebabkan terjadi autis pada anak, Berbagai tekanan –tekanan dan tuntunan hidup ada lima yaitu: 1. Genetik

Ada bukti kuat yang menyatakan perubahan dalam gen berkontribusi pada terjadinya autisme. Menurut National Institute of Health, keluarga yang memiliki satu anak autisme memiliki peluang 1-20 kali lebih besar untuk melahirkan anak yang juga autisme.

Penelitian pada anak kembar menemukan, jika salah satu anak autis, kembarannya kemungkinan besar memiliki gangguan yang sama.

Secara umum para ahli mengidentifikasi 20 gen yang menyebabkan gangguan spektrum autisme. Gen tersebut berperan penting dalam perkembangan otak, pertumbuhan otak, dan cara sel-sel otak berkomunikasi.

2. Pestisida

(33)

3. Obat-obatan

Bayi yang terpapar obat-obatan tertentu ketika dalam kandungan memiliki risiko lebih besar mengalami autisme. Obat-obatan tersebut termasuk valproic dan thalidomide. Thalidomide adalah obat generasi lama yang dipakai untuk mengatasi gejala mual dan muntah selama kehamilan, kecemasan, serta insomnia.

Obat thalidomide sendiri di Amerika sudah dilarang beredar karena banyaknya laporan bayi yang lahir cacat. Namun, obat ini kini diresahkan untuk mengatasi gangguan kulit dan terapi kanker. Sementara itu, valproic acid adalah obat yang dipakai untuk penderita gangguan mood dan bipolar disorder.

4. Usia or ang tua

Makin tua usia orang tua saat memiliki anak, makin tinggi risiko si anak menderita autisme. Penelitian yang dipublikasikan tahun 2010 menemukan, perempuan usia 40 tahun memiliki risiko 50 persen memiliki anak autisme dibandingkan dengan perempuan berusia 20-29 tahun.

"Memang belum diketahui dengan pasti hubungan usia orangtua dengan autisme. Namun, hal ini diduga karena terjadinya faktor mutasi gen," kata Alycia Halladay, Direktur Riset Studi Lingkungan Autisme Speaks.

5. Per kembangan otak

(34)

berkaitan dengan autisme. Ketidakseimbangan neurotransmiter, seperti dopamin dan serotonin, di otak juga dihubungkan dengan autisme. Sumber : Live Science

2.8.2 Macam –macam Anak autis 1 Anak Autis Ringan

Anak yang mengalami autisnya ringan masih memberikan tanggapan atau respon pada rangsangan misalnya ia menoleh jika dipanggil atau menatap sebentar kea rah si pemanggil namun tentu saja tidak seperti anak normal ia akan asik pada dunianya sendiri.

2 Anak Autis yang Sedang

Anak autis sedang ini gejala yang ditunjukkan oleh anak adalah ia akan memberikan tanggapan atau respon pada rasangan atau stimulus sensoris kuat misalnya jika kita memaksa dan mengarahkan kepala untuk menatap mata kita maka ia akan menatap mata kita.

Namun jika pegangan tangan kita lepaskan dari kepala maka ia otomatis akan melepaskan perhatian dari kita atau jika kita keraskan suara maka ia akan memberikan respon kita

3 Anak Autis yang Ber at

(35)

2.2 Ker angka Berpikir

Anak-anak di Surabaya pada saat ini adalah akibat dampak keburukan hubungan antara orang tua dengan anak pada intinya lemahnya dan kurangnya komunikasi interpersonal efektif antara orang tua dengan anak dimana anak -anak memalukan bimbingan dan kasih sayang dari orang tuanya.

Dalam hal ini peneliti terjun langsung dan ikut merasakan betapa tertekannya anak bila terjadi konflik mereka mengalami autis fungsi utama orang tua adalah hal ini sebagai tempat untuk memberikan pengajaran tentang nilai-nilai sosial norma-norma pada anak-anak mereka agar lebih terarah didalam bermain.

Pada gangguan perilaku terjadi pada lingkup anak kekurangan kemampuan anak dalam mengontrol diri dan emosi sehingga mereka terlihat canggung atau cenderung bersikap semaunya yang tidak sesuai dengan norma atau aturan yang ada pada lingkungan umum. Seperti mengeplak-ngepeplak tangan ketika kita merasa senang atau gembira bersifat agresif (menyerang orang lain )self injury (menyakiti diri dengan membenturkan kepala ke dinding mencubit dan menggigit pada dirinya sendiri.

Pada kondisi perilaku seperti ini dapat dikatakan bahwa anak memiliki tingkat temperature yang tinggi, sehingga anak menjadi berperilaku tidak normal pada lingkungan

(36)
(37)

3.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis mengunakan metode deskriptif kualitatif peneliti ini mencoba menjabarkan tentang pola komunikasi yang dilakukan orang tua dengan anak autis disurabaya.Tipe penelitian ini yang digunakan adalah tipe penelitian deskriptif dan mengunakan analisis kualitatif .dalam pelaksanaan peneliti ini terjadi secara alami, apa adanya dalam situasi normal dan tidak manipulasi baik kondisi maupun keaadan obyek yang sedang diteliti.

Tipe penelitian deskriptif adalah. Jenis penelitian yang memberikan yang perlakuan terhadap obyek yang diliti (kountur,2003:53) Metode ini merupakan suatu metode yang berupaya untuk memberikan gambaran tentang suatu fenomena tertentu secara terperinci, yang pada akhirnya diperoleh pemahaman yang lebih jelas tentang fenomena yang sedang diteliti. Penelitian kulitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam dalamnya melalui pengmpulan data.penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atasampling.jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti maka tidak perlu mencari sampiling

Karakteristik penelitian kualitatif adalah sebagai berikut ini:

(38)

2. Bersifat deskriptif.

3. Lebih memperhatikan proses dari pada produk semata. 4. Makna merupakan soal yang esensial.

Metode penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Alasan digunakan metode deskriptif kualitatif berdasarkan beberapa pertimbangan pertama. Menyesuaikan metode ini menyajikan secara langsung hakekat peneliti yang diteliti ketiga metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan pengaruh terhadap pola-pola dan nilai yang dihadapi (meleong,1955:5).

Pendekatan kualitatif sifatnya fenemologi untuk memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitan terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu realitas sosial. memberikan tekanan terbuka tentang kehidupan sosial. Dalam ini studi deskriptif digunakan untuk mengindentifikasi pola komunikasi ibu rumah tangga kepada anak autis.

Dalam penelitian ini kedudukan peneliti sebagai instrument penelitian dan sebagai instrumen harus mencakup segi responsive, dapat menyesuaikan diri menekankan kebutuhan mendasarkan diri atas pengetahuan, memproses data secepatnya dan memanfaatkan kesempatan untuk mengklarifikasi dan mengikhtisarkan serta memanfaatkan kesempatan mencari respon yang baik dan lazim(Moleong2002:121).

(39)

menggunakan pengamatan berperan serta didefinisikan dengan wawancara secara mendalam (Moleong:2002:17).

Pengertian pola komunikasi dalam penelitian ini adalah bantu hubungan dalam proses pengiriman pesan antara orang tua dengan anak autis .pola yang digunakan dalam penelitian ini adalah uthorian (cenderung bermusuhan ),permissive(cenderung berperilaku babas)dan authorative (cenderung terhindar kegelisahan)penjelasan dari ketiga pola tersebut :

A. Authotarian (cenderung bersikap bermusuhan)

Dalam pola hubungan ini sikap acceptance orang tua rendah namun control tinggi luka menghukum secara fisik bersikap mengkomando (mengharuskan /memerintah anak melakukan sesuatu tanpa kompromi)bersikap kaku (keras)cenderung emosional dan bersikap menolak.

Sedangkan dipihak anak kecil yang terkena autis (anak berkebutuhan khusus)sering mempunyai sifat yang bermain pda dunianya sendiri tidak mempunyai rasa takut.

B. Permissive(Cenderung Berperilaku Bebas)

(40)

C. Authorative (cenderung terhindar dari kegelisahan)

Setiap penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan jenis data kualitatif. Peneliti deskriptif adalah penelitian yang sistematis melukiskan fakta atau karakteristik populasi tertentu secara faktual dan cermat. Penelitian deskriptif adalah akumulasi data-data dasar yang disajikan dengan cara deskriptif semata-mata dan tidak menerangkan saling berhubungan, menguji hipotensi atau membuat ramalan. Sehingga dengan menggunakan peneliti deskriptif kualitatif akan membuka interpretasi secara subyektif. dalam konteks ini deskriptif digunakan untuk mengidentifikasi pola komunikasi orang tua dengan anak autis.

(41)

suatu kreatifitas komunikasi. secara umum komunikasi di nilai efektif apabila rasangan yang disampaikan dan dimaksudkan oleh pengiriman berkait erat dengan rangsangan yang ditangkap dan dipahami oleh si penerima. komunikasi yang efektif perlu dibangun dan dikembangkan dalam sebuah keluarga untuk dikembangkan diri anak dan membentuk keluarga yang harmonis.

Di dalam komunikasi yang efektif diperlukan kejelasan untuk menentukan jelas tindakan informasi yang disampaikan sehingga dapat mengarah pada keaktifan komunikasi. beberapa faktor yang dapat menentukan kejelasan informasi yang disampaikan orang lain konsistensi, kejelasan informasi yang disampaikan antara konsistensi, konsistensi dalam informasi yang diterima anak autis dari ibu akan membuat anak terlambat berpikir dan kelebihan anak itu akan cerdas dalam menghadapi sebuah masalah, ketegasan yang diperlihatkan ibu kepada anak autis akan memberikan jaminan.

Terciptanya komunikasi yang efektif antara seseorang orang tua dengan anak autis di Surabaya dalam sebuah orang tua akan mewujudkan suatu pola komunikasi orang tua yang baik, Pola komunikasi antara orang tua dengan anak autis yang baik sangat dibutuhkan dalam suatu pola komunikasi didalam, keluarga

(42)

pengembangan diri anak antara lain dapat mengarahkan anak mampu mengambil keputusan mendukung mengembangkan otomi dan kemandirian anak pengaruh terhadap kepatuhan dan kedisiplinan anak kepada peraturan yang diterapkan oleh orang tua mereka(Anak autis). 3.2 Subyek Penelitian dan Infor man Penelitian

Subyek peneliti ini ditentukan berdasarkan teknik interview guide .Teknik interview guide yang mencakup orang –orang yang diseleksi atau kriteria tertentu yang dibuat peneliti berdasarkan tujuan penelitian teknik pengumpulan data dipilih untuk penelitian yang lebih menggunakan kedalaman data (krisyantono,2006:155).

Subyek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh orang tua yang memiliki anak kategori autis atau memiliki kemampuan khusus yang bertempat tinggal di Surabaya. peneliti lebih mengutamakan pada ibu terutama ibu rumah tangga yang lebih sering bertatap muka dan melakukan komunikasi dengan anaknya untuk mengetahui komunikasi interpersonal yang terjadi diantara mereka.

(43)

Dalam peneliti ini mendapatkan informasi yang dalam maka penelitian menjaring sebanyak mungkin informasi yang berkaitan dengan permasalahan penelitinya dari sumbernya. peneliti mencari informasi sebanyak-banyaknya terhadap informal yang dianggap mengetahui, memahami, permasalahan yang terjadi sesuai tujuan penelitian sehingga dapat menghasilkan data secara akurat dengan menggunakan deph interview (wawancara mendalam).

Informan peneliti dalam penelitian ini adalah orang tua terutama ibu-ibu rumah tangga yang memiliki anak autis.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang akan digunakan untuk mengumpulkan sumber data utama adalah wawancara mendalam (dept interview) yang menghasilkan data berupa kata–kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain–lain. teknik ini di nilai paling sesuai karena memungkinkan pihak yang diwawancarai dapat mendefinisikan diri sendiri serta lingkungan ,untuk menggunakan istilah-istilah mereka sendiri mengenai fenomena yang diteliti tidak sekedar menjawab pertanyaan (Mulyana,2002:183).

(44)

Sesuai dengan sifat-sifat tersebut di atas depth interview dipandang sesuai dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Sebagai penelitian kualitatif peneliti harus mampu menampilkan kekayaan dan kerincian data. sifatnya yang one-one juga akan mendukung keberhasilan wawancara karena topik dalam penelitian ini sifatnya cukup pribadi dan sensitive sehingga memungkinkan informan menggunakan opininya secara lebih bebas dan jujur.

Berikut akan disajikan teknis wawancara mendalam yang dilakukan penelitian

1. Peneliti menyiapkan daftar pertanyaan (interview guide) 2. Peneliti akan melakukan wawancara kepada informan

3. Waktu dan tempat wawancara akan ditentukan setelah ada kesepakatan peneliti dengan informan

4. Peneliti sebagai pewawancara

5. Wawancara dilakukan secara tatap muka atau langsung dengan informan, 6. Wawancara dilakukan hanya melibatkan suatu pewawancara dan satu

informan tetapi juga ,informan yang lain akan diwawancarai pada waktu dan tempat yang lain

7. Di mungkinkan jika tempat wawancara pada seorang informan juga sama dengan wawancara yang dilakukan dengan seorang informan yang lain namun harus dipastikan tidak dalam waktu yang sama

(45)

Selain juga menggunakan studi literature yaitu teknik pengumpulan data dengan mencari data penunjang dengan mengelola buku-buku dan sumber bacaan lain yang berkaitan dengan masalah-masalah penelitian. 3.4 Teknik Analisis Data

(46)

4.1 Gambar an Umum Obyek Penelitian 4.1.1 Gambar an Umum Kota Surabaya

Penelitian dengan judul “Persepsi Ibu-ibu Terhadap Isi Slogan Dua Anak Lebih Baik Dalam Iklan Layanan Masyarakat Program Keluarga Berencana di Televisi” ini dilakukan di Kota Surabaya. Secara administrasi Kota Surabaya terletak dalam wilayah Provinsi Jawa Timur yang secara geografis terletak diantara 07” 09” – 07” 21” Lintang Selatan dan 112” 36” – 112” 54” Bujur Timur. Batas-batas wilayah Kota Surabaya adalah:

a. Sebelah Utara : Selat Madura b. Sebelah Timur : Selat Madura

c. Sebelah Selatan : Kabupaten Sidoarjo d. Sebelah Barat : Kabupaten Gresik

(47)

4.1.2 Gambar an Umum Pola Komunikasi Or ang Tua Dengan Anak Autis Lingkungan keluarga merupakan bentuk yang paling sederhana, disini peranan orang tua dalam membentuk pribadi anak sangat besar sekali karena orang tualah yang membelajari anak supaya dapat berbicara dan sekaligus memberikan gizi yang cukup pada anak.

Komunikasi merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat dihindari dari kehidupan kita sehari-hari. Komunikasi merupakan hal yang paling penting dalam berbagai pola komunikasi manusia sebagai makhluk sosial yang artinya dalam hidup saling berhubungan, berdampingan, dan membutuhkan satu dengan yang lainnya. Anak adalah makhluk sosial sama seperti orang dewasa. Anak membutuhkan orang lain untuk dapatmembantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala keterbatasan dan kelemahan sehingga tanpa orang lain tidak mungkin dapat mencapai taraf kemanusiaan yang normal.

(48)

konsistensi untuk dapat menangani sehingga perlu disadari bahwa fenomenaini adalah suatu perjalanan yang panjang. Dan tidak berhenti pada ketidakmampuan anak teatpi juga perlu menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada pada diri anak.

4.2 Penyajian Data

Data diperoleh saat peneliti melakukan penelitian kurang lebih selama satu bulan di kota Surabaya. Peneliti melakukan observasi dan wawancara mendalam (indepth interview) kepada informan yang lebih ditentukan sebelumnya. Dalam wawancara peneliti mengambil empat keluarga sebagai informan yang memenuhi syarat. Tentu saja empat keluarga ini memiliki anak penyandang autis sebagai objek yang paling utama enam informan termasuk ayah, ibu ataupun anggota keluarga yang lain yang membina pola komunikasi dengan salah satu anggota keluarganya yang mengandung autis.pada dasarnya pola komunikasinya yang diterapkan pada keluarga ini sifatnya berbeda-beda oleh karenaitu peneliti ingin mengetahui bagaimana satu-persatu pola komunikasi yang terjalin dari masing-masing keluarga yang menjadi informan dalam penelitian ini.

(49)

berlangsung.wawancara dilakukan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dari informasi dan observasi dilakukan untuk mengamati perkembangan dan situasi yang akan diteliti. Dalam penelitian ini,peneliti ingin mengetahui pola komunikasi antara orang tua dengan anak autis. Data yang diperoleh tersebut disajikan secara deskriptif dan analisis dengan kualitatif sehingga diperoleh gambaran, jawaban, serta kesimpulan dari pokok permasalahan yang diangkat.

Dari setiap pertanyaan yang peneliti berikan pada masing-masing informan, peneliti memperoleh jawaban yang berbeda-beda mengenai pola komunikasi antara orangtua dengan anak penyandang autis. Setiap informan pasti memiliki pola, pengalaman, pendapat, dan informasi yang akan diperlukan peneliti dalam menyusun penelitian ini. Berikut merupakan data dari informan-informan yang telah diwawancarai.

4.2.1 Infor man 1

4.2.1.1 Keluar ga Bapak Fer r y

(50)

Yenny telah mengetahui bahwa Bryan menyandang autis sejak usia satu tahun.

Karena Bapak Ferry ini merupakan seorang wiraswasta, beliau memiliki banyak waktu luang untuk merawat anak pertamanya tersebut. Namun karena istri Bapak Ferry bekerja sebagai pegawai bank sehingga sehari-harinya Bryan diasuh oleh Bapak Ferry. Dengan kesabaran serta keuletan dari Bapak Ferry inilah Bryan tetap bersekolah di Sekolah Luar Biasa Galuh sebagaimana anak-anak luar biasa lainnya.

Peneliti berkunjung ke rumah Bapak Ferry tanggal 28-November-2011 pada pukul 09.00 WIB, sesuai waktu yang telah disepakati bersama. Pada saat interview berlangsung beliau sangat aktif dalam menjawab semua pertanyaan serta memberikan informasi sesuai yang dibutuhkan oleh peneliti. Interview tersebut juga sudah terekam melalui recorder handphone sesuai yang telah disiapkan oleh peneliti. Bapak Ferry sangat memahami betul kebutuhan anaknya Bryan, karena kesehariannya sangat dekat sekali dengan Bryan. Menurutnya anak autis dapat disebut juga dengan ABK atau Anak Berkebutuhan Khusus. Anak-anak dengan type inilah butuh perhatian ekstra dan kesabaran yang lebih, karena anak-anak ini sangat susah berinteraksi dengan sekitar.

(51)

adik-adiknya. Setiap permintaannya hampir telah dipenuhi oleh Bapak Ferry, karena Pak Ferry merasa dari setiap permintaan Bryan terdapat sebuah potensi yang tersembunyi dalam dirinya. Dari situlah saya merasa telah memperhatikan Bryan dengan cukup.

4.2.1.2 Br yan (Anak Autis 1)

Bryan adalah seorang anak yang saat ini duduk dibangku Sekolah Dasar. Namun karena keterbatasannya, bryan bersekolah di sekolah luar biasa di daerah menur sambongan. Saat ini Bryan menginjak usia 9 tahun. Untuk ukuran anak-anak yang tidak ber kebutuhan khusus, saat ini Bryan sudah duduk di bangku kelas empat SD. Bryan merupakan anak pertama dari tiga saudara. Kesehariannya Bryan juga biasa bermain dengan teman-teman sebayanya. Namun jika dia sudah merasa bosan, dia lebih memilih untuk bermain sendiri. Karena tipe-tipe anak autis ini lebih asyik dengan dunianya sendiri. Namun Bryan mengaku lebih suka pergi liburan ke luar kota, dikarenakan Bryan suka wahana bermain outdoor seperti Wisata Bahari Lamongan (WBL), Jatim Park, dan lain-lain. Bryan merupakan anak yang penurut meski kadang dia suka sesuka hati melakukan apa yang menurutnya menyenangkan.

4.2.2 Infor man 2

4.2.2.1 Keluar ga Ibu Ratna

(52)

masing-masing, anak ketiga yang bernama Tridansyah inilah yang menyandang autis. Anak keempat, kelima, dan keenam ini adalah anak kembar. Ibu Ratna merupakan ibu rumah tangga yang tidak memiliki pekerjaan tetap. Ibu Ratna hanya mengandalkan dana pensiun dari almarhum suaminya untuk membiayai kehidupan empat orang anaknya. Almarhum suami bliau merupakan pensiunan dari pegawai bank.

Bagi Ibu Ratna memiliki anak autis merupakan anugerah, karena pada saat melahirkan anak ketiganya (Tridansyah) perekonomian keluarga mulai membaik dan mulai menjulang. Ibu Ratna sangat memproteksi pergaulan serta kebutuhan anak-anaknya, terutama anaknya yang menyandang autis tersebut. Sebisa mungkin Ibu Ratna menemani anak autisnya (Trindansyah) baik saat bermain maupun pada saat sedang belajar. Menurut Ibu Ratna menghadapi anak autis tersebut membutuhkan kesabaran serta pengertian yang luar biasa.

(53)

mengaku tidak memberikan perlakuan khusus pada Tri maupun adik dan kakak-kakaknya. Dimata Ibu Ratna semua anaknya memiliki kesamaan, baik dalam segi jasmani maupun rohani.

4.2.2.2 Tr idansyah (Anak Autis 2)

Tridansyah merupakan anak penyandang autis yang menjadi informan kedua dalam penelitian ini. Tridansyah adalah anak ketiga dari pasangan (Alm) Bapak Bambang Susanto dengan Ibu Ratna. Saat ini Tridansyah telah duduk dibangku sekolah lanjutan tingkat pertama. Awalnya Tri ini sekolah di SLB seperti anak-anak luar biasa yang lainnya, namun setelah lulus SD dan melanjutkan ke tingkat SLTP kemudian ia bersekolah di sekolah INKLUSI. Sekolah Inklusi merupakan sekolah yang menggabungkan siswanya yang berkebutuhan khusus dengan siswa normal pada umumnya.

Saat ini Tridansyah berusia 14 tahun, selama ini Tri diasuh oleh ibunya karena ayahnya telah tiada pada saat Tri berusia 10 tahun. Pada saat belajar Tri sangat menyukai jika ditunggu oleh ibunya, namun saat bermain ibunya lebih membebaskannya tapi tetap memperhatikannya. Tri mengaku bahwa ia tidak pernah diberikan hukuman oleh ibunya, oleh sebab itu Tri sayang sekali dengan ibunya. Setiap apapun yang diperintahkan oleh Ibu Ratna, Tri selalu menurutinya. Tri tidak terlalu suka bepergian, karena memang dari kecil lebih suka bermain di rumah dengan ibu dan adik-adiknya.

(54)

4.2.3 Infor man 3

4.2.3.1 Keluar ga Bapak Supr iyo

Bapak Supriyo merupakan pegawai negeri sipil yang bekerja di daerah Surabaya. Keluarga Bapak Supriyo ini merupakan keluarga yang tidak utuh. Hanya ada Bapak supriyo dan dua orang anaknya. Istri beliau telah wafat pada tahun 1999. Anak pertama dari Bapak Supriyo ini bekerja di salah satu Bank Swasta di Surabaya. Dan anak kedua dari Bapak Supriyo ini bernama Elizabeth yang saat ini sudah menganjak usia 17 tahun. Sejak kecil Elizabeth menderita autis dan Bapak Supriyo hanya mengandalkan seorang pembantu rumah tangga setelah kepergian istrinya. Untuk urusan sekoolahpun, Bapak Supriyo lebih mempercayakan Home Schooling. Karena menurutnya Elizabeth sendiri benar-benar pemalu. Dia lebih suka menyendiri dan menjauhi lingkungan sekitarnya. Dari kecil Elizabeth lebih senang berkomunikasi dengan almarhumah ibunya. Setelah kepergian ibunya Elizabeth hanya mau bermain dengan pembantunya. Jarang sekali Elizabeth mau berkomunikasi dengan ayah dan kakak perempuannya.

(55)

memberikan perhatian pada anaknya Elizabeth yang merupakan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

4.2.3.2 Elizabeth Er ni (Anak Autis 3)

Elizabeth merupakan anak kedua dari dua bersaudara, ia lahir dari pasangan Bapak Supriyo dan (Alm) Ibu Eva pada tanggal 02-Februari-1995. Saat ini Eva berusia 17 tahun, dan eva hanya mengenyam pendidikan Home Schooling. Peneliti berkunjung kerumah Elizabeth pada tanggal 01-Desember-2011 pada pukul 11.02 WIB, sesuai dengan waktu yang telah disepakati peneliti dengan ayahnya Bapak Supriyo. Eva benar-benar anak yang pemalu, interview yang dilakukan penelitipun sempat terhenti ketika Eva tidak berkenaan untuk diwawancarai. Oleh karena itu peneliti mencoba mencari jalan lain yakni dengan menginterview seputar Eva kepada pengasuhnya.

(56)

4.2.4 Infor man 4

4.2.4.1 Keluar ga Bapak Ar i

Informan keluarga keempat ini adalah Keluaraga Bapak ari. Bapak ari bertempat tinggal di wilayah Gunung Anyar. Pekerjaan beliau saat ini hanya pekerjaan serabutan, yakni kurir Elpiji di daerah Rungkut. Istri beliau hanya seorang ibu rumah tangga. Keluarga ini hanya memiliki satu orang anak yang bernama Muhamma shandi. Saat ini shandi berusia empat tahun, istri Bapak ari yang bernama Ibu lia ini sangat berperan pada perkembangan shandi Beliau lebih banyak mencurahkan waktunya di rumah untuk menemani shandibermain. Peneliti berkunjung ke rumah Bapak ari dan Ibu lia pada tanggal 05-Desember-2011 pada pukul 13.01 WIB. Interview hari itupun berjalan dengan baik, karena Ibu lia sangat aktif dalam menjawab semua pertanyaan yang diberikan oleh peneliti dengan sesekali memperhatikan shandi

(57)

fisik pada Dhani. Dari situlah mereka merasa telah memberikan perhatian pada shandi

4.2.4.2 Muhammad shandi (Anak Autis 4)

shandi merupakan seorang anak tunggal dari pasangan suami istri Bapak ari dengan Ibu lia. Saat ini Dhani berusia empat tahun lebih, shandi lahir pada tanggal 10-Oktober-2009. Saat ini shandi mengenyam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) di Paud Tulip RW IX Kelurahan Kalirungkut Surabaya. shandi merupakan anak yang sangat aktif dan tipe anak periang. Disekolah shandi sering kali mnegikuti lomba-lomba yang diadakan oleh sekolahnya karena shandibukan anak yang pemalu. Ibu guru shandi pun sering kali memberikan pujian agar shandii semangat untuk bersekolah layaknya teman-teman sebayanya. Maklumlah sejak kecil shandi menyandang autis, namun karena orang tua serta dukungan dari guru-guru PAUD shandi agak lebih terkendali dalam bersikap.

(58)

4.3 Analisis Data

4.3.1 Pola Komunikasi Keluar ga Pada Anak Autis

Pola komunikasi adalah suatu gambaran yang sederhana dari proses komunikasi yang melibatkan kaitan antara suatu komponen komunikasi yang melibatkan kaitan antar suatu komponen komunikasi yang melibatkan kaitan antara suatu komponen yang lainnya. Sedangkan komunikasi adalah peristiwa sosial yakni dimana peristiwa yang terjadi ketika manusia yang lain dipublikasikan secara benar akan mampu mencegah dan menghilankan persatuan dan kesatuan umat manusia. A. Pola Komunikasi Author itar ian (Otor iter )

Dalam pola hubungan ini sikap acceptance (penerimaan) orang tua sangat rendah, namun kontrolnya sangatlah tinggi. Suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando, mengharuskan anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi, bersikap kaku, cenderung emosional dan bersikap menolak. Sedang di pihak anak mudah tersingggung, penakut, pemurung, dan merasa tidak bahagia, cenderung mudah terpengaruh, mudah stress, tidak punya arah masa depan yang jelas serta tidak bersahabat. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pola komunikasi otoriter terjadi dalam keluarga yang memiliki anak autis.

(59)

anak keduanya menyandang autis dan menjadi single fighter adalah suatu keterpurukan. Menurutnya saat masih ada almarhumah istrinya, Elizabeth (Anak Autis 3) masih mau berkomunikasi. Namun saat ibunya telah tiada, Elizabeth sering murung dan cenderung menarik diri dari dunianya. Terbukti hingga saat ini, hampir tidak pernah Elizabeth berkomunikasi dengan Bapak Supriyo dan Lia kakaknya. Bapak Supriyo menggelengkan kepala sebagai gambaran kekecewaan atas perilaku anaknya Elizabeth (Anak Autis 3).

Dalam mendidik putrinya, Bapak Supriyo memiliki pemikiran sendiri. Bapak Supriyo memberikan arahan tentang segala tingkah laku Elizabeth, karena menurutnya jika Elizabeth diarahkan bias-bisa dapat melukai dirinya sendiri dan dapat merugikan seisi rumah. Elizabeth masih susah untuk bersosialisasi dengan kakaknya dan Bapak Supriyo sendiri. Oleh karena itu secara keseluruhan Elizabeth diserahkan pada pengasuhnya, namun tetap pada pengawasan Bapak Supriyo. Berikut jawaban menurut Bapak Supriyo (Informan 3) :

Infor man 3 (Bapak Supr iyo)

“Saya minta pada pengasuhnya, kesalahan apapun yang diperbuat oleh Elizabeth harus dilaporkan pada saya. Biar saya yang memberikan hukuman langsung, biasanya jika kesalahan kecil sih saya jewer atau jiwit aja mbak”.

“Saya mengakui bahwa waktu yang saya sediakan untuk Elizabeth tidak banyak karena saya jarang sekali di rumah, oleh karena itu saya mengalami kendala dalam berkomunikasi dengannya. Dan karena alasan itulah saya mengambil pengasuh untuk mengasuh Elizabeth”.

(60)

membuat Elizabeth jera dan kapok untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama. Mungkin karena didikan dari orang tua Bapak Supriyo dahulu yang semi militer menjadikan segala kesalahan tersebut pasti ada konsekuensinya, ada hukumannya dan saya terapkan itu sekarang pada Elizabeth. Karena itu semua saya lakukan demi kebaikan Elizabeth, agar dia dapat mengerti arti dari sebuah tanggung jawab.

Apalagi setelah kepergian ibunya, Elizabeth semakin menjadi-jadi tingkah lakunya, ujar Bapak Supriyo. Mungkin karena dulunya almarhumah ibu dari Elizabeth sering memanjakan Elizabeth dan hamper tidak pernah memahami Elizabeth apalagi memberikan hukuman. Menurut Bapak Supriyo, didirikan almarhumah istrinya tersebut menjadikan Elizabeth tumbuh menjadi anak yang manja, semaunya sendiri dan tidak menganggap anggota keluarga yang lain. Bapak Supriyo menyadari bahwa Elizabeth berbeda dengan anak-anak sebayanya, namun dengan kedisiplinan dapat mendidik Elizabeth sebagai anak yang bertanggung jawab, ujar Bapak Supriyo.

(61)

otoriter ini bersifat satu arah. Dimana dalam hal ini pihak anak merupakan pihak yang paling dirugikan dengan tidak diberikannya kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya.

Orang tua yang bersifat absolut dalam memberikan perintah serta larangan dan harus dilaksanakan sang anak. Tanpa penjelasan serta sebab yang jelas, orang tua juga sering memberikan hukuman yang bersifat fisik apabila yang dikehendaki tidak sesuai dengan apa yang ia mau. Serta sering memberikan hukuman yang bersifat fisik apabila yang dikehendaki tidak sesuai dengan apa yang dilakukan anak. Salah satu contoh anak sering dicubit, dijewer, atau bahkan dikurung dalam kamar apabila mereka tidak mau menuruti apa yang diinginkan orang tua. Dan dampak tersebut biasanya si anak akan lebih mudah untuk dipengaruhi, kemudian cenderung murung, emosional, dan bertindak nekat serta tidak bersahabat. Hal ini dapat menjadikan anak lebih berprilaku ke arah yang negatif.

(62)

mereka secara bertahap agar dapat lebih menghindari kekerasan dalam mendidik anak.

Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, Bapak supriyo (Informan 3) menerapkan pola komunikasi yang cenderung otoriter dengan sang anak. Kepercayaan yang diberikan oleh Bapak Supriyopun sangatlah terbatas yakni dengan memberikannya pada pengasuh Elizabeth (Anak Autis 3). Karena minimnya pengetahuan mengenai anak autis yang dimiliki oleh Bapak Supriyo maka menjadikan beliau sangat keras dalam mendidik Elizabeth sehingga Elizabethpun cenderung menutup serta menarik diri dari lingkungan sekitarnya. Hal itulah yang berpengaruh pada salahnya penerapan pola komunikasi dalam sebuah keluarga yang kemudian berpengaruh pada kualitas hubungan interpersonal yang terjalin antara anak dengan orang tua.

(63)

hidupnya, dan prestasinya sangat rendah. Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa pola komunikasi yang cenderung membebaskan anak cenderung dijumpai dalam sebuah keluarga yang memiliki anak autis.

Dari hasil interview dengan keluarga Bapak Ferry dan Ibu Yenny (Informan 1) yakni pasangan orang tua dari Bryan (Anak Autis 1) menerapkan pola komunikasi yang bersifat cenderung membebaskan anak, bahkan Bryan sering sekali bermain seorang diri mengelilingi kompleks perumahannya. Dikarenakan Ibu Yenny tidak memiliki banyak waktu di rumah, dan Bapak Ferry sendiri merupakan seorang wiraswasta yang waktu kerjanya tidak pasti.

Berikut merupakan pernyataan dari interview peneliti dengan Bapak Ferry (Informan 1) yang diutarakan pada saat wawancara berlangsung :

Infor man 1 (Bapak Fer ry)

“Ya saya sih lebih membebaskan Bryan untuk bermain sendiri, karena dengan itu Bryan akan mampu mengenal orang lain dan lingkungan sekitarnya”.

“Saya membebaskan dia untuk berinteraksi dengan orang lain. bahkan dengan tetangga dalam perumahan agar dia terbiasa bersosialisasi sebagaimana anak-anak sebayanya”.

(64)

pernah menghukum Bryan jika berbuat salah ataupun jika Bryan tidak menuruti perintah Bapak Ferry. Menurutnya, tidak ada peraturan atau larangan khusus yang sifatnya mengikat ataupun mengikat dalam hal mendidik anak, apalagi Bryan adalah anak penyandang autis.

Infor man 1 (Bapak Fer ry)

“Iya mbak, saya sangat mengerti kebutuhan dari Bryan, jadi sebisa mungkin saya untuk menuruti apa yang Bryan mau. Meski memperhatikan tentang segala yang terjadi pada anak. Mereka hanya mampu memenuhi kebutuhan sang anak namun jarang sekali meluangkan waktunya untuk sesekali bermain dengan anak mereka. Orang tua (Bapak Ferry) cenderung sangat jarang sekali berada dirumah dan lebih membebaskan serta membiarkan Bryan sehingga Bryan sering sekali melakukan kesalahan baik disengaja maupun tidak. Orang tua tidak terlalu menanggapi sehingga si anak tidak tahu dimana letak kesalahan mereka ataupun hal-hal yang tidak semestinya untuk dilakukan agar tidak terjadi.

(65)

sekolah, maka anak merasa tersebut merasa bahwa masih banyak yang kurang atau anak merasa dirinya tidak mampu sehingga membuat anak tidak memiliki rasa percaya diri serta tidak jelas arah hidupnya. Dan terkadang anak ini tidak dapat menghargai orang lain karena ia menganggap orang lainpun tidak ada yang menghargai dirinya.

Hal yang menyebabkan orang tua membebaskan anaknya dalam berinteraksi maupun bersosialisasi adalah orang tua yang sama-sama bekerja, sama-sama-sama-sama sibuk, dan sama-sama-sama-sama tidak memiliki banyak waktu di rumah untuk mendidik anak. Masing-masing terlalu di sibukan dalam situasi pekerjaan yang menyita waktu, sehingga menyebabkan intensitas waktu untuk bertemu anaknya sangatlah jarang. Orang tua cenderung tidak mau tahu tentang keadaan anak maupun kondisi yang sedang dihadapi oleh anaknya yang memiliki keterbelakangan atau autis. Di rumah orang tua hanya menginginkan anaknya tumbuh menjadi anak yang normaj, menjadi anak yang baik, penurut tanpa mau tahu dan tanpa ingin memahami kondisi sang anak lebih detail, terlebih kondisi anaknya yang menyandang autis.

C. Pola Komunikasi Author itative (Demokr atis)

(66)

ini orang tua dan anak memiliki kedudukan yang sama sebagai komunikator dan juga komunikan, namun pada hal-hal tertentu orang tua perlu memegang kendali dari arah hubungan komunikasi dengan sang anak. Dimana pola komunikasi yang bersifat demokratis yang bersifat ini mempunyai karakteristik antara lain acceptance (penerimaan) dan kontrolnya tinggi, bersikap responsive terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan yang buruk. Sedangkan anak bersikap lebih bersahabat, memiliki rasa percaya, mampu untuk mengendalikan diri, bersikap sopan, mau bekerja sama dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Lebih memiliki tujuan ataupun arah hidup yang lebih jelas dan berorientasi terhadap prestasi. Namun pola komunikasi demokratis ini jarang sekali dijumpai pada sebuah keluarga yang memiliki anak yang menyandang autis.

Untuk lebih jelasnya, berikut ini interview dari keluarga Alm. Bapak Bambang Susanto sebagai (Informan Keluarga 2) yang memiliki anak autis yakni yang bernama Tridansyah (Anak Autis 2) :

Infor man 2 (Ibu Ratna)

“Kalo saya sih mbak ya lebih suka memberikan arahan pada Tri dari pada harus memberikan hukuman fisik. Karena buat saya arahan itu jauh lebih mencapai ke beban moril pada si anak dan otomatis akan memberikan efek jera pada anak-anak saya tanpa harus mencubit, menjewer, atau apalah itu yang berbau fisik”.

(67)

rumah, dia lebih suka bermain di rumah jadi saya tetap bisa mengontrolnya setiap saat”.

Dalam mengajarkan serta memberikan pendidikan pada Tri, Ibu Ratna memiliki cara sendiri. Beliau percaya Tri dapat bersosialisasi dengan yang lain layaknya anak sebayanya. Oleh karena itu Tri bersekolah di sekolah-sekolah biasa namun yang terdapat pendidikan Inflasinya. Dari kecil Tri sudah menunjukkan bakat yang positif, apalagi jika bicara soal system tekhnologi. Tri sangat menyukai segala sesuatu yang berkaitan dengan tekhnologi yang menuntutnya untuk serba canggih.

Ibu Ratna membebaskan anaknya untuk melakukan apapun sendiri akan tetapi tetap pada koridor yang sebenarnya, jika yang dilakukan Tri sudah membahayakan maka Ibu Ratna turun tangan dalam membantunya. Dalam mrawat anaknya yang menyandang autis, menurutnya tidak perlu dengan peraturan yang mengikat, serta Ibu Ratna tidak mau menggunakan kekerasan. Akan tetapi jika anaknya tetap keras kepala atau tidak melaksanakan perintahnya maka Ibu Ratnapun tidak berusaha untuk menghukum anaknya namun hanya sebatas memberikan teguran ataupun arahan saja.

(68)

yang sehari-harinya hanya mengasuh anak satu-satunya yang bernama Muhammad Dhani (Anak Autis 4). Ibu Sulis sangat sabar sekali dalam mendidik buah hatinya, beliau membebaskan mengenai apa yang sudah menjadi pilihan Dhani. Namun jika dirasa kebebasan tersebut telah membahayakan Dhani maka Ibu Sulis agaknya lebih menasehati Dhani dengan nada bicara yang agak pelan agar tidak menyinggung perasaan Dhani. Ibu Sulispun mencoba menyekolahkan Dhani pada PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Di Paud Dhani merupakan salah satu anak yang periang, berprestasi, dan memiliki kepercayaan diri yang bagus. Dhani di sekolah memiliki bakat bernyanyi menirukan lagu-lagu yang menjdi favoritnya.

Infor man 4 (Ibu Sulis)

“Suami dan saya telah sepakat dari awal bahwa akan mendidik Dhani dengan penuh kasih sayang. Memiliki seorang Dhani merupakan sebuah anugerah meski banyak orang yang meremehkan kehadiran Dhani pada saat lahir”.

“Kami bukan berasal dari keluarga kaya atau berada, akan tetapi kebahagiaan serta segala sesuatu yang berkaitan dengan Dhani merupakan hal yang paling utama. Jadi sebisa mungkin kami memprioritaskan segala kebutuhan dan keinginan Dhani yang menyandang autis sejak ia lahir”.

“Kami jarang sekali memberikan hukuman pada Dhani karena apa yang dilakukannya selama ini dalam batasan yang wajar-wajar saja sih mbak. Oleh sebab itu kami memantau terus segala kegiatan Dhani agar tetap dalam koridornya sebagai anak yang berkebutuhan khusus”.

(69)

orang tua menganggap anaknya yang autis perlu mendapatkan perhatian yang lebih sehingga terlalu overprotective dalam mendidik dan membesarkan anaknya. Sifat anak autis yang tidak sama dengan anak-anak pada umumnya membuat orang tua lepas kendali dan cenderung menghukum anaknya jika berbuat salah. Ini dilakukan orang tua agar anaknya dapat bertanggung jawab dan bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah.

Jika dalam sebuah keluarga menggunakan pola komunikasi authoritative (demokratis) ini sebagai acuan pola hubungan antar orang tua dengan anak khususnya anak yang autis maka hubungan interpersonal antara orang tua dengan anak dapat terjalin dengan baik karena kedudukan antara anak dengan orang tua sejajar dalam berkomunikasi. Orang tua menjadi komunikator dan anak menjadi komunikan, begitu pula sebaliknya. Hal ini memberikan kesempatan pada anak untuk melatih bahasa komunikasi anak dengan baik sehingga dapat berpengaruh pada perkembangan pribadinya, menjadikan anak bertanggung jawab dan dapat membedakan antara hak dan kewajiban serta dapat memilah antar yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan.

(70)

perjuangannya. Namun begitu juga sebaliknya apabila jika anak bersalah atau melakukan hal yang tidak wajar maka anak akan mendapatkan sebuah arahan ataupun nasehat dari orang tua dengan alas an yang jelas sehingga anakpun akan lebih mengetahui letak kesalahannya dimana. Secara emosional hubungan antara anak dengan orang tua akan timbul kedekatan dan dampaknya anak akan memiliki inisiatif yang bersifat positif.

4.4 Pembahasan

Dari pernyataan keempat keluarga di atas maka dapat diketahui bahwa pola komunikasi yang diterapkan keluarga Bapak Supriyo (Informan Keluarga 1) dengan Elizabeth (Anak Autis 3) menggunakan pola komunikasi Authoritarian yakni cenderung bersikap otoriter. Karena pada dasarnya Bapak Supriyo mendidik anaknya dengan disiplin yang tinggi dan cenderung sering memberikan hukuman fisik. Hal tersebut sangat mengaplikasikan teori dari Yusuf (2001:51-52) mengenai pola komunikasi Authoritarian yang mengharuskan anak untuk melakukan sesuatu tanpa kompromi.

(71)

menjelaskan bahwa pola komunikasi ini cenderung membebaskan anak dengan pengawasan atau control yang sangat rendah.

Referensi

Dokumen terkait

Manusia memiliki dua belahan otak yakni otak kiri dan otak kanan dan yang baru-baru ini masih hangat di perbincangkan adalah otak tengah otak tengah berfungsi sebagai

Rasa syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkah dan rahmatNya akhirnya penulis dapat menyelesaikan Karya Ilmiah berupa skripsi berjudul Evaluasi

Dengan menggunakan metode Servqual kita bisa mengetahui performansi atribut pelayanan yang dihasilkan dengan perhitungan gap score , dimana gap score yang

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan pelayanan prima administrasi kependudukan di Kecamatan Cinambo Kota Bandung (1) Ukuran dan tujuan

Torsi adalah ukuran kemampuan mesin untuk melakukan kerja, jadi torsi adalah suatu energi. Besaran torsi adalah besaran turunan yang biasa digunakan untuk menghitung

Kompensasi yang memadai yang diberikan oleh perusahaan diharapkan dapat meningkatkan etos kerja yang tinggi sehingga dapat menghasilkan kinerja unggul yang dapat

General Policy Speech by Prime Minister Junichiro Koizumi to the 163'd Session of the

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh penerimaan pajak reklame terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bandung, yang dilakukan pada Pemerintah