ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN DAN PERUBAHAN
TUTUPAN LAHAN TAHUN 2006 DAN 2012 SERTA
IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DI DESA JARING HALUS
KECAMATAN SECANGGANG KABUPATEN LANGKAT
SKRIPSI
Oleh:
ADNIN MUSADRI ASBI 101201028
PROGRAM STUDI KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Analisis Penggunaan Lahan dan Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2012 Serta Identifikasi Lahan Kritis di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat
Nama : Adnin Musadri Asbi
NIM : 101201028
Minat : Budidaya Hutan
Menyetujui
Komisi Pembimbing
Mohammad Basyuni, S.Hut, M.Si, Ph.D Dr. Ir. Lollie Agustina P. Putri M.Si Ketua Anggota
Mengetahui,
Siti Latifah, S.Hut, M.Si., Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan
ABSTRACT
ADNIN MUSADRI ASBI : Analysis of Land Use and Land Cover Change in 2006 and 2012 and Critical Land Identification at Jaring Halus Village Secanggang Sub-District Langkat Regency. Supervised by MOHAMMAD BASYUNI and LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI.
Jaring Halus Village was currently under pressure due to the utilization and management of the less concern on sustainability aspect. This study aimed to determine land cover changes and the level of damage to the area of the Jaring Halus Village. Land cover changes detection was performed using ArcGIS 10.1. Mapping the extent of damage done by employing the score and weight for each criteria (land cover, canopy density and soil resistance to abration).
The results showed thatthroughout 2006 and 2012 in area ofJaring Halus Village, land cover changes both either to additional or reduction area. The damage level in area of Jaring Halus Village divided into three criteria. The latest data (2012) showed that the criteria were damaged in the area of the Jaring Halus Village extents very large amounting 633.165546 ha compared with an area of severely damaged and undamaged criteria amounted to 17.495598 ha dan 0 ha, respectively.
ABSTRAK
ADNIN MUSADRI ASBI : Analisis Penggunaan Lahan dan Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2012 Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang
Kabupaten Langkat. Di bawah bimbingan MOHAMMAD BASYUNI dan LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI.
Kondisi kawasan Desa Jaring Halus saat ini mengalami tekanan akibat pemanfaatan dan pengelolaannya yang kurang memperhatikan aspek kelestarian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan dan tingkat kerusakan pada kawasan Desa Jaring Halus. Perubahan tutupan lahan dilakukan
extention change detection ArcGIS 10.1. Pemetaan tingkat kerusakan dilakukan dengan memberikan skor dan bobot pada tiap kriteria (tutupan lahan, kerapatan tajuk dan ketahanan tanah terhadap abrasi).
Hasil penelitian menunjukkan sepanjang tahun 2006 dan 2012 Kawasan Desa Jaring Halus mengalami perubahan bentuk tutupan lahan baik yang mengalami penambahan luasan hingga pengurangan luasan. Tingkat kerusakan Desa Jaring Halus terbagi ke dalam tiga kriteria. Data terakhir (tahun 2012) menunjukkan bahwa kriteria rusak pada kawasan Desa Jaring Halus sangat besar luasannya yaitu sebesar 633.165546 ha dibandingkan dengan luasan kriteria rusak berat dan tidak rusak masing-masing sebesar 17.495598 ha dan 0 ha.
Kata kunci: Pemetaan, Perubahan lahan, Tingkat Kerusakan.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Medan pada tanggal 10 April 1992 dari
pasangan bapak Musani Asbi S.E., M.M., MBA dan Ibu Drg. Adrianti Siregar.
Penulis merupakan anak tunggal dalam keluarga.
Penulis menempuh pendidikan formal di SD Islam Terpadu Gema Nurani
Bekasi dan lulus pada tahun 2004. Penulis melanjutkan pendidikan di SMP Islam
Terpadu Gema Nurani Bekasi dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2009 penulis
menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Islam PB Soedirman 2 Bekasi
melalui program akselerasi. Pada tahun 2010 penulis diterima sebagai mahasiswa
di Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
melalui jalur UMB-SPMB.
Selain mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti kegiatan
organisasi baik di dalam maupun diluar kampus, antara lain: sebagai ketua bidang
humas Badan Kenaziran Mushollah Kehutanan USU tahun 2012-2013, ketua
bidang research and development Koalisi Pemuda Hijau Indonesia (KOPHI)
regional Sumatera Utara tahun 2011-2012, serta ketua bidang humas Rain Forest
Community tahun 2011-2013. Penulis juga pernah menjadi asisten Praktikum
Dendrologi tahun 2012-2013 dan Koordinator asisten Praktikum Silvikultur tahun
2013.
Penulis melakukan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman
Hutan Raya Bukit Barisan dan Hutan Pendidikan Gunung Barus di Berastagi,
Kabupaten Karo pada tahun 2012. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah mengkaruniakan
berkah dan kasih sayang-Nya sehingga atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Analisis Penggunaan Lahan dan Perubahan Tutupan Lahan
Tahun 2006 dan 2012 Serta Identifikasi Lahan Kritis di Desa Jaring Halus
Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat”.
Dalam penyelesaian skripsi ini banyak pihak yang telah membantu penulis.
Oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua, Bapak Musani Asbi S.E., M.M., MBA dan Ibu Drg. Adrianti
Siregar, yang senantiasa memberikan kasih sayang sepanjang masa, dan
dukungan berupa moril maupun materil kepada penulis. Serta seluruh keluarga
besar khususnya kepada Bapak H. Arifin Siagian S.E dan Ibu Hj. Radewita
Siregar serta Bapak dr. H. Asfuddin Mi dan Ibu dr. Hj. Leily Rahmi Siregar
yang telah menjadi orang tua penulis selama masa perkuliahan dan
memberikan segala dukungan baik moril maupun materil hingga skripsi ini
terselesaikan. Terima kasih atas segala yang telah diberikan demi penulis dan
restu yang selalu mengiringi langkah sehingga penulis bisa sampai ke titik ini.
2. Bapak Mohammad Basyuni, S.Hut., M.Si., Ph.D dan Ibu Dr. Ir. Lollie
Agustina P. Putri M.Si selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan
waktu untuk membimbing, serta memberikan kritik dan saran terhadap
penulisan skripsi ini.
3. Seluruh masyarakat Desa Jaring Halus khususnya Bapak Muktamar Laia
4. Rekan tim peneliti (Rahman Abdel Rouf, Mahdi Saragih, dan Wahyunal
Yuriswan) yang telah memberikan semangat dan kerjasama saat melakukan
penelitian, serta teman-teman angkatan 2010 di Program Studi Kehutanan,
khususnya di Budidaya Hutan 2010.
5. Bapak Luthfi Wahab, S.Pd.T selaku GIS Instructure yang telah membimbing
penulis mempelajari teori dan aplikasi Sistem Informasi Geografis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan tepat waktu. Tidak lupa juga
kepada abang alumni yaitu Muammar BM, S.Hut yang juga telah memberikan
banyak bantuan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Rekan – rekan seperjuangan Ferry Aulia Hawari, Rahmat Fauzi Hidayat,
Yohanes Ginting dan Reza Nugraha. Serta rekan yang secara tidak langsung
telah memotivasi dan memberikan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan studi di Program Studi Kehutanan yaitu Derian Gemaltifa, S.E
dan Dian Kurnia Utami.
7. Terakhir, penulis hendak menyapa setiap nama yang tidak dapat penulis
cantumkan satu per satu, terima kasih atas doa yang senantiasa mengalir tanpa
sepengetahuan penulis. Terimakasih sebanyak-banyaknya kepada orang-orang
yang turut bersuka cita atas keberhasilan penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa pembuatan skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan baik dari segi materi maupun teknik penulisan. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca demi penyempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap semoga kedepannya skripsi ini dapat bermanfaat dalam
DAFTAR ISI
Tujuan Penelitian... ... 4
Manfaat Penelitian... ... 4
TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Penutupan Lahan Indonesia ... 5
Lahan dan Penggunaan Lahan... ... 5
Keadaan Geografis/Demografi... ... 7
Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove... ... 8
Sistem Informasi Geografis (SIG) ... 11
Penginderaan Jauh ... ... 11
METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 13
Alat dan Bahan Penelitian ... 13
Pelaksanaan Penelitian ... 13
1. Pengumpulan Data ... 13
2. Analisis Perubahan Tutupan Lahan ... 13
3. Survey Lapangan ... 15
Metode Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis mangrove... 15
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ... 27
Saran ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Kriteria, bobot dan skor penilaian untuk penentuan tingkat kekritisan
lahan mangrove dengan bantuan teknologi GIS dan inderaja ... 17
2. Tingkat kekritisan lahan mangrove ... 17
3. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di Desa Jaring Halus periode tahun 2006-2012 ... 21
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Peta lokasi penelitian ... 8
2. Bagan analisis perubahan tutupan lahan dengan change detection ... 14
3. Cara penilaian tingkat kekritisan lahan mangrove dengan metode GIS ... 16
4. Distribusi penutupan lahan di Desa Jaring Halus tahun 2006 dan 2012 ... 18
5. Peta perubahan tutupan lahan di Desa Jaring Halus tahun 2006-2012 ... 19
6. Peta Hasil Ground Check Desa Jaring Halus ... 21
7. Bentuk tutupan lahan Desa Jaring Halus (a) Hutan Mangrove Sekunder, (b) Pemukiman, (c) Tambak, (d) Semak Belukar, dan (e) Tubuh Air ... 23
8. Luas kerusakan kawasan Desa Jaring Halus ... 24
9. Proporsi luas kerusakan kawasan Desa Jaring Halus ... 24
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Peta tutupan lahan Desa Jaring Halus tahun 2006 ... 33
2. Peta tutupan lahan Desa Jaring Halus tahun 2012 ... 34
3. Peta kerapatan tajuk Desa Jaring Halus ... 35
ABSTRACT
ADNIN MUSADRI ASBI : Analysis of Land Use and Land Cover Change in 2006 and 2012 and Critical Land Identification at Jaring Halus Village Secanggang Sub-District Langkat Regency. Supervised by MOHAMMAD BASYUNI and LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI.
Jaring Halus Village was currently under pressure due to the utilization and management of the less concern on sustainability aspect. This study aimed to determine land cover changes and the level of damage to the area of the Jaring Halus Village. Land cover changes detection was performed using ArcGIS 10.1. Mapping the extent of damage done by employing the score and weight for each criteria (land cover, canopy density and soil resistance to abration).
The results showed thatthroughout 2006 and 2012 in area ofJaring Halus Village, land cover changes both either to additional or reduction area. The damage level in area of Jaring Halus Village divided into three criteria. The latest data (2012) showed that the criteria were damaged in the area of the Jaring Halus Village extents very large amounting 633.165546 ha compared with an area of severely damaged and undamaged criteria amounted to 17.495598 ha dan 0 ha, respectively.
ABSTRAK
ADNIN MUSADRI ASBI : Analisis Penggunaan Lahan dan Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2012 Di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang
Kabupaten Langkat. Di bawah bimbingan MOHAMMAD BASYUNI dan LOLLIE AGUSTINA P. PUTRI.
Kondisi kawasan Desa Jaring Halus saat ini mengalami tekanan akibat pemanfaatan dan pengelolaannya yang kurang memperhatikan aspek kelestarian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perubahan tutupan lahan dan tingkat kerusakan pada kawasan Desa Jaring Halus. Perubahan tutupan lahan dilakukan
extention change detection ArcGIS 10.1. Pemetaan tingkat kerusakan dilakukan dengan memberikan skor dan bobot pada tiap kriteria (tutupan lahan, kerapatan tajuk dan ketahanan tanah terhadap abrasi).
Hasil penelitian menunjukkan sepanjang tahun 2006 dan 2012 Kawasan Desa Jaring Halus mengalami perubahan bentuk tutupan lahan baik yang mengalami penambahan luasan hingga pengurangan luasan. Tingkat kerusakan Desa Jaring Halus terbagi ke dalam tiga kriteria. Data terakhir (tahun 2012) menunjukkan bahwa kriteria rusak pada kawasan Desa Jaring Halus sangat besar luasannya yaitu sebesar 633.165546 ha dibandingkan dengan luasan kriteria rusak berat dan tidak rusak masing-masing sebesar 17.495598 ha dan 0 ha.
Kata kunci: Pemetaan, Perubahan lahan, Tingkat Kerusakan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni mencakup 21%
dari luas total dunia. Di Indonesia, mangrove tersebar hampir di seluruh
pulau-pulau besar mulai dari Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi sampai ke Papua,
dengan luas sangat bervariasi bergantung pada kondisi fisik, komposisi substrat,
kondisi hidrologi, dan iklim yang terdapat di pulau-pulau tersebut
(Spalding dkk, 2010).
Hutan mangrove sangat menunjang perekonomian masyarakat pantai,
karena merupakan sumber mata pencaharian masyarakat yang berprofesi sebagai
nelayan. Secara ekologis hutan mangrove di samping sebagai habitat biota laut,
penyangga perlindungan wilayah pesisir dan pantai dari berbagai ancaman
sedimentasi, abrasi, pencegahan intrusi air laut juga merupakan tempat pemijahan
bagi ikan yang hidup di laut bebas (FAO, 1992).
Perubahan tutupan lahan pada kawasan hutan, terutama yang terkait
dengan tutupan hutan berubah dengan cepat dan sangat dinamis dimana kondisi
hutan semakin menurun dan berkurang luasnya. Beberapa kegiatan penyebab
pengurangan luas hutan adalah konversi kawasan hutan untuk tujuan
pembangunan sektor lain misalnya untuk perkebunan dan transmigrasi; pencurian
kayu atau penebangan liar (illegal logging); perambahan dan okupasi lahan serta kebakaran hutan. Kegiatan-kegiatan tersebut pada umumnya terkait dengan
masyarakat, baik masyarakat sekitar kawasan maupun masyarakat yang berada di
Tutupan hutan pada wilayah berhutan dari tahun ke tahun semakin
berkurang dikarenakan terjadinya alih fungsi hutan. Hal ini sejalan dengan
Basyuni (2002) yang menyatakan tekanan populasi, pengelolaan yang tidak
memperhatikan aspek kelestarian, perkembangan industri dan perkotaan
memberikan proporsi yang signifikan terhadap kerusakan hutan mangrove di
negara sedang berkembang seperti Indonesia. Dengan meningkatnya populasi,
lahan produksi semakin berkurang sehingga hutan mangrove dikonversi menjadi
lahan pertanian, pertambakan (aqua culture), bahan bakar, dan tujuan lainnya. Luas hutan mangrove di pesisir timur Sumatera Utara dari tahun ke tahun
mengalami penurunan. Berdasarkan hasil penelitian Onrizal (2010) dengan
menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh dalam 4 kali pengukuran berbeda
(1977, 1988/1989, 1997 dan 2006) terus menurun. Jika dibandingkan dengan
hutan mangrove tahun 1977, pada tahun 1988/1989, 1997, dan 2006 hutan
mangrove di pesisir timur Sumatera Utara secara berturut-turut terus berkurang,
yaitu sebesar 14,01% (tersisa menjadi 88.931 ha), 48,56% (tersisa menjadi 53.198
ha) dan 59,68% (hanya tersisa 41.700 ha) dari luas awal sebesar 103.415 ha pada
tahun 1977. Berdasarkan data di atas, maka dapat diketahui bahwa laju kerusakan
mangrove di pesisir timur Sumatera Utara adalah sebesar 2128,103 ha/tahun.
Untuk mencegah semakin meluasnya lahan kritis mangrove, maka upaya
rehabilitasi hutan mangrove mutlak diperlukan guna memulihkan keberadaan dan
fungsi dari ekosistem mangrove. Lebih lanjut, pengelolaan hutan mangrove harus
dilakukan secara baik dan benar dengan tetap memperhatikan aspek
kelestariannya, baik dari segi ekonomi, ekologi maupun sosial. Diharapkan hutan
Ketepatan informasi tutupan lahan akan memberikan kemudahan dalam
pemantauan tehadap perubahan tutupan lahan. Pembuatan peta tutupan lahan
dapat memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis
(SIG), yang diproses menggunakan perangkat lunak (Howard, 1996).
Desa Jaring Halus secara geografis terletak pada 3051’30’’ - 3059’45’’ LU
dan 98030’ - 98042’ BT dengan ketinggian lebih kurang 1 mdpl. Desa pesisir ini
berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara dan timur, sebelah selatan
dengan Desa Selotong, dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Tapal Kuda.
Masyarakat di desa ini terdiri berbagai suku seperti Melayu (mayoritas), Banjar,
Mandailing, dan Jawa (Sanudin dan Harianja, 2009).
Desa Jaring Halus yang dikelilingi laut lepas ini adalah sebuah desa
nelayan karena hampir secara keseluruhan bermata pencarian sebagai nelayan.
Dan untuk sebagian lagi berprofesi sebagai guru, buruh industri & bangunan, serta
pengusaha seperti tauke. Sumber daya laut merupakan penghasilan terbesar terhadap kehidupan masyarakat. Sehingga mereka mengelolanya dan berusaha
menjaga laut agar tetap terjaga ekosistemnya (Kusnadi, 2002).
Hutan bakau juga mempengaruhi hasil tangkapan laut karena akar-akar
pohon bakau tersebut merupakan tempat bertelurnya ikan-ikan dan berfungsi
sebagai tempat untuk ikan kecil yang belum bisa lepas di laut luas (BPHM, 2011).
Kawasan ini berfungsi sebagai hutan penyangga atau benteng dari abrasi pantai,
juga sebagai tempat kehidupan (nursery ground) sekaligus habitat bagi ikan, udang, kepiting dan lain-lain. Oleh karena itu, diperlukan observasi penggunaan
dan perubahan tutupan lahan di Desa Jaring Halus, Kecamatan Secanggang,
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan di kawasan
Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat pada
selang waktu 2006 dan 2012
2. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan tutupan lahan di
kawasan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.
3. Menginventarisasi dan identifikasi lahan kritis mangrove di kawasan Desa
Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah memberikan
informasi penggunaan lahan dan perubahan tutupan lahan di Desa Jaring Halus
Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat pada selang waktu 2006 dan 2012
kepada pihak-pihak yang membutuhkan serta dapat digunakan sebagai informasi
atau masukan dalam kegiatan pembangunan dan pengelolaan hutan mangrove
TINJAUAN PUSTAKA
Kondisi Penutupan Lahan Indonesia
Indonesia adalah salah satu Negara Mega Biodiversity yang terletak dalam
lintasan distribusi keanekaragaman hayati benua Asia (Pulau Jawa, Sumatera dan
Kalimantan) dan Benua Australia (Pulau Papua) serta sebaran wilayah peralihan
Wallacea (Pulau Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara). Indonesia memiliki
hutan tropis ketiga terluas di dunia setelah Brasil dan Zaire, sehingga sangat
penting peranannya sebagai bagian dari paru-paru dunia serta penyeimbang iklim
global. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan lestari melalui optimalisasi manfaat
hutan pemerintah menetapkan dan mempertahankan kecukupan luas kawasan
hutan secara proporsional dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai
dan atau pulau, yaitu minimal 30%, seperti dituangkan pada pasal 18 UU No. 41
tahun 1999. Kawasan hutan dimaksud kemudian dideliniasi sesuai dengan
fungsinya, yaitu sebagai hutan konservasi, lindung dan produksi (Dephut, 2008).
Lahan dan Pengunaan Lahan
Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk interaksi manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik
material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat ke dalam dua golongan besar
yaitu penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan bukan pertanian.
Penggunaan lahan pertanian dibedakan atas penyediaan air dan komoditi yang
diusahakan dan dimanfaaatkan atau atas jenis tumbuhan yang terdapat atas lahan
tersebut. Penggunaan lahan bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam lahan kota
Penggunaan lahan termasuk dalam komponen sosial budaya karena
penggunaan lahan mencerminkan hasil kegiatan manusia atas lahan serta
statusnya (Bakosurtanal, 2007). Adanya aktifitas manusia dalam menjalankan
kehidupan ekonomi, sosial dan budaya sehari-hari berdampak pada perubahan
penutup/penggunaan lahan. Diperkotaan, perubahan umumnya mempunyai pola
yang relatif sama, yaitu bergantinya penggunaan lahan lain menjadi lahan urban.
Perubahan penggunaan lahan yang pesat terjadi apabila adanya investasi di bidang
pertanian atau perkebunan. Dalam kondisi ini akan terjadi perubahan lahan hutan,
semak, ataupun alang-alang menjadi lahan perkebunan. Perubahan yang dilakukan
oleh masyarakat terjadi dalam skala kecil (Sitorus, dkk., 2006).
Penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan
tertentu. Informasi penutupan lahan dapat dikenali secara langsung dengan
menggunakan penginderaan jauh yang tepat. Sedangkan informasi tentang
kegiatan manusia pada lahan (penggunaan lahan) tidak selalu dapat di tafsir secara
langsung dari penutupan lahannya. Perubahan penutupan lahan merupakan
keadaan suatu lahan yang karena manusia mengalami kondisi yang berubah pada
waktu yang berbeda (Lillesand dan Kiefer, 1993).
Deteksi perubahan mencakup penggunaan fotografi udara berurutan diatas
wilayah tertentu dari fotografi tersebut peta penggunaan lahan untuk setiap waktu
dapat dipetakan dan dibandingkan (Lo, 1995). Sulistyo (2004) menambahkan
bahwa salah satu data penginderaan jauh merupakan data digital sehingga
memerlukan pengolahannya untuk memperoleh informasi yang disajikan dalam
Pemetaan penggunaan lahan dan penutupan lahan sangat berhubungan
dengan studi vegetasi, tanaman pertanian dan tanah dari biosfer. Karena data
penggunaan lahan dan tutupan lahan paling penting untuk planner yang harus
membuat keputusan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya lahan,
maka data ini bersifat ekonomi (Lo, 1995).
Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan adalah upaya pengelompokan
berbagai jenis penutup lahan/penggunaan lahan ke dalam suatu kesamaan sesuai
dengan sistem tertentu. Klasifikasi penutup lahan/penggunaan lahan digunakan
sebagai pedoman atau acuan dalam proses interpretasi citra penginderaan jauh
untuk tujuan pemetaan penutup lahan/penggunaan lahan. Banyak sistem
klasifikasi penutup/penggunaan lahan yang telah dikembangkan, yang
dilatarbelakangi oleh kepentingan tertentu atau pada waktu tertentu
(Sitorus, dkk., 2006).
Keadaan Geografis/Demografi
Jaring Halus merupakan sebuah desa yang terletak di pinggir lautan lepas
(dikelilingi oleh lautan). Desa ini merupakan desa pesisir yang penduduknya
mayoritas adalah Melayu dan sebagian kecil adalah suku Banjar. Untuk mencapai
desa ini transportasi yang digunakan adalah kapal boat dari Secanggang. Menurut
cerita masyarakat setempat, dulunya desa ini merupakan sebuah tempat di mana
masyarakat Melayu di desa ini berasal dari negeri Malaysia yang oleh karena
suatu hal mereka bertransmigrasi ke desa ini. Dan dulunya desa ini masih kosong
sama sekali dan lama kelamaan berkembang akibat perubahan zaman. Dulunya
oleh orang Malaysia di sebut jari halus, tetapi kemudian akibat para pendatang
Banten akhirnya berubah nama menjadi Desa Jaring Halus. Secara geografis
terletak pada 3°51'30” – 3°59'45” LU dan 98°30' – 98°42' BT dengan ketinggian
lebih kurang 1 m dpl. Desa ini merupakan desa pesisir yang berbatasan dengan
Selat Malaka di sebelah utara dan timur, sebelah selatan dengan Desa Selotong,
dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Tapal Kuda (BB BKSDA, 2006).
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Penyebab Kerusakan Hutan Mangrove
Lillesand dan Kiefer (1993) menyatakan bahwa perubahan lahan terjadi
karena manusia yang mengubah lahan pada waktu yang berbeda. Pola-pola
perubahan lahan terjadi akibat responnya terhadap pasar, teknologi, pertumbuhan
populasi, kebijakan pemerintah, degradasi lahan, dan faktor sosial ekonomi
lainnya (Basyuni, 2003). Menurut Darmawan (2003), salah satu faktor yang
masyarakat yang berhubungan dengan kebutuhan hidup manusia terutama
masyarakat sekitar kawasan.
Menurut Pasaribu (2004) permasalahan-permasalahan utama yang
melatarbelakangi terjadinya degradasi hutan mangrove di Sumatera Utara tidak
terlepas dari beberapa hal, antara lain:
1. Tingkat pendapatan masyarakat yang relatif rendah
Kebanyakan masyarakat di kawasan pesisir bekerja sebagai nelayan
tradisional. Meskipun cukup potensial namun tingkat kesejahteraan masyarakat
pesisir relatif masih rendah jika dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain.
Hal ini disebabkan terbatasnya peralatan yang dimiliki nelayan tradisional yang
mengakibatkan penurunan hasil tangkap dan penghasilan nelayan. Dalam satu
bulan nelayan tradisional hanya efektif bekerja 20 hari. Untuk mengisi waktu saat
tidak melaut nelayan melakukan pekerjaan sampingan untuk menambah
pendapatan seperti beternak kepiting, ikan kerapu dan mencari kayu bakar.
Pencarian kayu bakar dilakukan di hutan mangrove di sekitar mereka dengan
penebangan yang tidak memenuhi aturan mengakibatkan percepatan kerusakan.
2. Penebangan liar (illegal logging)
Kayu mangrove termasuk bahan baku terbaik dalam pembuatan arang,
yang bernilai ekonomi untuk dipasarkan di dalam negeri dan di ekspor ke luar
negeri terutama Jepang. Dampak dari tingginya nilai arang bakau di pasaran
mengakibatkan masyarakat mendirikan dapur arang yang beroperasi secara liar.
Untuk memenuhi bahan bakar tidak jarang masyarakat melakukan penebangan
liar di kawasan lindung dan sempadan pantai yang seharusnya terlarang bagi
3. Pembukaan tambak udang secara liar
Peningkatan harga udang di pasaran nasional sejak tahun delapan puluhan,
menyebabkan banyak masyarakat membuka lahan tambak di daerah pantai yang
menimbulkan konversi lahan. Kawasan mangrove berubah menjadi hamparan
tambak dan kerusakan mangrove di perparah oleh kurangnya kesadaran
pengusaha dan masyarakat dalam melakukan pelestarian di daerah lindung dan
sempadan. Pembukaan tambak tidak hanya dilakukan di kawasan hutan produksi
yang secara umum diperkenankan, juga dijumpai oknum-oknum tertentu
melakukan ekstensifikasi tambak sampai ke hutan lindung.
4. Persepsi yang keliru tentang mangrove
Banyak masyarakat maupun birokrat yang berhubungan dengan bidang
kesehatan mempunyai pandangan yang keliru tentang mangrove. Mangrove
dianggap sebagai tempat kotor untuk tempat bersarang dan berkembang biak
nyamuk malaria, lalat dan berbagai jenis serangga lainnya. Hal ini telah
mendorong terjadinya pembabatan mangrove yang berlebihan untuk mengatasi
timbulnya wabah penyakit.
5. Lemahnya penegakan hukum
Pada dasarnya telah banyak peraturan perundangan yang bertujuan untuk
mengatur dan melindungi sumberdaya mengrove melalui cara-cara pengelolaan
yang didasarkan pada prinsip-prinsip kelestarian namun demikian belum
dibarengi dengan pelaksanaan penegakan hukum yang memadai. Sehingga dari
waktu ke waktu semakin banyak pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan tanpa
Sistem Informasi Geografis (SIG)
Sistem informasi geografis merupakan suatu sistem berdasarkan komputer
yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi
(georeference) dalam hal pemasukan, manajemen data, memanipulasi dan menganalisis serta pengembangan produk dan percetakan (Aronoff, 1989).
Sedangkan Prahasta (2005) mengemukakan bahwa sistem informasi geografis
merupakan sistem komputer yang digunakan untuk memanipulasi data geografi.
Sistem ini diimplementasikan dengan perangkat keras dan perangkat lunak
komputer untuk
1. Akusisi dan verifikasi data,
2. Kompilasi data
3. Penyimpanan data
4. Perubahan dan updating data
5. Manajemen dan pertukaran data
6. Manipulasi data
7. Pemanggilan dan presentasi data
8. Analisa data
Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh merupakan ilmu dan seni untuk memperoleh informasi
suatu objek, daerah atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan
suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek, daerah atau fenomena yang dikaji
(Lillesand dan Kiefer, 1993). Tujuan utama dari penginderaan jauh adalah
Satelit Landsat merupakan salah satu satelit sumber daya bumi yang
dikembangkan oleh NASA dan Departemen Dalam Negeri Amerika Serikat.
Satelit ini terbagi dalam dua generasi yaitu generasi pertama dan generasi kedua.
Generasi pertama adalah satelit Landsat 1 sampai Landsat 3. Satelit generasi
kedua adalah satelit membawa dua jenis sensor yaitu sensor MSS dan sensor
Thematic Mapper (TM) (Budiyanto, 2002).
Menurut Prabowo et al. (2005) menyatakan bahwa sistem informasi geografis merupakan sekumpulan perangkat keras komputer (hardware), perangkat lunak (software), data-data geografis, dan sumberdaya manusia yang terorganisir, yang secara efisien mengumpulkan, menyimpan, meng-update, memanipulasi, menganalisa, dan menampilkan semua bentuk data yang
bereferensi geografis.
Pemetaan habitat mangrove berperan penting dalam manajemen
pengelolaan hutan mangrove mencakup inventarisasi sumberdaya spesies, deteksi
perubahan lahan yang terjadi dan perencanaan tata ruang ekosistem yang
berkelanjutan (Satriya, 2010)
Penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu:
1) Penilaian dengan menggunakan teknologi GIS (geographic information system) dan inderaja (citra satelit), dan
2) Penilaian secara langsung di lapangan (teristris)
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang
Kabupaten Langkat, Sumatera Utara pada Desember 2013 - Maret 2014.
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini yaitu GPS (Global Positioning System), kamera, alat tulis, dan seperangkat komputer yang dilengkapi paket Sistem Informasi Geografis termasuk software ArcGIS 10.1 dan ENVI 4.7.
Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah Peta
Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2012, Peta Kerapatan Tajuk, serta Peta
Ketahanan Tanah Terhadap Abrasi Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang
Kabupaten Langkat.
Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data dan
informasi yang dibutuhkan serta menganalisis data sesuai kebutuhan. Tahapan
kegiatannya adalah sebagai berikut.
1. Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer yang dikumpulkan antara lain adalah titik sampel ground check. Untuk data sekunder yang dikumpulkan adalah peta batas Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat.
2. Analisis Perubahan Tutupan Lahan
perubahan lahan setiap waktu dimana menggunakan teknologi penginderaan jauh
(remote sensing) dalam menentukan perubahan di objek studi khusus diantara dua atau lebih periode waktu. Kegiatan dalam menganalisis perubahan lahan (2006
dan 2012) dapat digambarkan dalam diagram alir (Gambar 2).
Proses kegiatan dalam menganalisis peta perubahan penutupan lahan
adalah sebagai berikut :
1. Peta perubahan tutupan lahan tahun 2006 dengan peta perubahan tutupan lahan
tahun 2012 dilakukan change detection sehingga diperoleh perubahan tutupan lahan tahun 2006 dan 2012.
2. Identifikasi klasifikasi tutupan lahan dengan menggunakan monogram sumatera
3. Peta perubahan tutupan lahan.
Gambar 2. Bagan Analisis perubahan tutupan Lahan dengan Change Detection
3. Survey lapangan
Peta Perubahan Tutupan Lahan
Peta tahun 2006.shp Peta tahun 2012.shp
Change detection
Peta perubahan tutupan lahan tahun 2006 dan 2012
Identifikasi dan klasifikasi tutupan lahan
Tujuan dilakukannya survey lapangan adalah untuk pengecekan kebenaran
klasifikasi penggunaan lahan dan mengetahui bentuk-bentuk perubahan fungsi
lahan di Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat..
Pengecekan dilakukan dengan bantuan Global Position System (GPS). Alat ini dapat menentukan keberadaan lokasi penelitian tersebut melalui ketepatan
koordinat lokasi yang di ground check. Hasil pencatatan koordinat dengan GPS ini kemudian dilakukan overlaying dengan peta tutupan lahan untuk melihat kesesuaian hasil pengecekan lapangan dengan hasil change detection. Kemudian
ditentukan nilai akurasi hasil ground check di lapangan.
Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove
A. Teknik Penilaian
Cara penilaian tingkat kekritisan lahan mangrove adalah sebagai berikut :
1. Pada kawasan hutan mangrove dikumpulkan data GIS (peta dasar dan
peta pendukung) dan inderaja (citra satelit)
2. Dilakukan teknik overlay (tumpang tindih) pada peta tutupan lahan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat tahun 2012 (Jpl),
peta kerapatan tajuk (Kt) dan peta ketahanan tanah terhadap abrasi (Kta)
3. Ditentukan tingkat kekritisan lahan mangrove
4. Peta tingkat kekritisan lahan mangrove.
Kawasan hutan mangrove
Gambar 3.Cara penilaian tingkat kekrtisan lahan mangrove dengan metode GIS
B. Kriteria Penilaian
a. Jenis penggunaan lahan, yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori,
yaitu: 1) hutan (kawasan berhutan), 2) tambak tumpangsari dan
perkebunan, dan 3) areal non-vegetasi hutan (pemukiman, industri, tambak
non-tumpangsari, sawah, dan tanah kosong).
b. Kerapatan tajuk, dimana berdasarkan nilai NDVI (Normalized Difference
Vegetation Index) dapat diklasifikasikan menjadi: kerapatan tajuk lebat,
kerapatan tajuk sedang, dan kerapatan tajuk jarang.
c. Ketahanan tanah terhadap abrasi, yang dapat diperoleh dari peta land
system dan data GIS lainnya. Dalam hal ini, jenis-jenis tanah dapat Inderaja
Tingkat kekritisan lahan mangrove Data GIS dan inderaja
Peta tingkat kekritisan lahan mangrove
dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu: jenis tanah tidak peka erosi
(tekstur lempung), jenis tanah peka erosi (tekstur campuran), dan jenis
tanah sangat peka erosi (tekstur pasir).
Tabel 1. Kriteria, bobot dan skor penilaian untuk penentuan tingkat kekritisan lahan mangrove dengan bantuan teknologi GIS dan inderaja
No Kriteria Bobot Skor Penilaian 1 Jenis penggunaan
Lahan (Jpl)
45 a.3 : hutan (kawasan berhutan) b.2 : tambak tumpangsari, perkebunan
c.1 :pemukiman, industri, tambak non-tumpangsari, sawah, tanah kosong
2 Kerapatan tajuk (Kt) 35 a. 3 : kerapatan tajuk lebat
(70 – 100%, atau 0,43 ≤ NDVI ≤ 1,00) b. 2 : kerapatan tajuk sedang
(50 – 69%, atau 0,33 ≤ NDVI ≤ 0,42) c. 1 : kerapatan tajuk jarang
(<50%, atau -1,0 ≤ NDVI ≤ 0,32) 3 Ketahanan tanah
terhadap abrasi (Kta)
20 a. 3 : jenis tanah tidak peka erosi (tekstur lempung) b. 2 : jenis tanah peka erosi (tekstur campuran) c. 1 : jenis tanah sangat peka erosi (tekstur pasir) Sumber : Departemen Kehutanan, 2005
Catatan : skor 1 = buruk
Berdasarkan Tabel 1 di atas, total nilai skoring (TNS1) dihitung dengan rumus sebagai berikut:
TNS1 = (Jpl x 45) + (Kt x 35) + (Kta x 20)
Dari total nilai skoring (TNS1), selanjutnya dapat ditentukan tingkat kekritisan lahan mangrove sebagai berikut:
Tabel 2. Tingkat kekritisan lahan mangrove
Nilai Kriteria
100-166 Rusak berat
167-233 Rusak
234-300 Tidak rusak
diikuti tambak menjadi 237.073296 Ha, dan semak belukar menjadi 1.025592 Ha.
Sedangkan yang mengalami penambahan pada tahun 2012 yaitu tubuh air menjadi
132.118423 Ha, dan tanah terbuka menjadi 15.817159 Ha.
Perubahan Tutupan Lahan di Desa Jaring Halus Tahun 2006-2012
Gambar 5. Peta perubahan tutupan lahan di Desa Jaring Halus tahun 2006-2012 Pengamatan terhadap penutupan lahan di kawasan Desa Jaring Halus
Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat dengan rentang waktu enam tahun,
yaitu tahun 2006 dan 2012 menunjukkan bahwa kawasan ini mengalami
perubahan penutupan lahan baik penambahan maupun pengurangan luasan.
Hasil klasifikasi penutupan lahan peta shp pada tahun 2006 dan tahun
2012 menunjukkan bahwa sebagian besar tipe tutupan lahan mengalami
perubahan menjadi tipe tutupan lahan lainnya. Hal ini diiringi dengan
penambahan dan pengurangan luasan dari setiap penutupan lahan. Dapat dilihat
secara jelas dari satu kesatuan peta tutupan lahan di Desa Jaring Halus didominasi
terbuka, dan semak belukar. Untuk lebih jelas perubahan bentuk dan luasan dari
setiap tutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perubahan bentuk dan luas tutupan lahan di Desa Jaring Halus periode tahun 2006-2012
Tutupan Lahan Tahun 2012 Total
Tutupan Lahan Semak Tanah Tubuh Semak Luas
Tahun 2006 Belukar Terbuka Air Belukar Tambak 2006
Rawa
Semak Belukar 1.025592 0.000001 1.025593
Tanah terbuka 12.582918 12.582918
Tubuh Air 132.118418 132.118418
Semak Belukar Rawa 3.234241 0.000003 705.462985 708.697247
Tambak 0.000001 237.073296 237.073297
Total Luas 2012 1.025592 15.817159 132.118423 705.462985 237.073296 1,091.497473
Perubahan tutupan (ha) -0.000001 3.234241 0.000005 -3.234244 -0.000001
Perubahan tutupan (%) -0.000097 25.70 0.0000037 -0.45 -0.0000004
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar tipe penutupan lahan di Desa
Jaring Halus pada tahun 2006 dan 2012 mengalami perubahan luasan baik
pengurangan maupun penambahan. Pengurangan jumlah luasan terbesar terjadi
pada semak belukar rawa sebesar 3.234244 ha diikuti tambak dan semak belukar
dengan pengurangan jumlah yang sangat sedikit yaitu 0.000001 ha. Penambahan
jumlah luasan terbesar terjadi pada tanah terbuka sebesar 3.234241 ha diikuti
dengan tubuh air sebesar 0.000005 ha.
Jika dicermati berdasarkan hasil survey lapangan, perubahan bentuk lahan
menjadi berbagai bentuk tutupan lahan lainnya di Desa Jaring Halus disebabkan
oleh adanya aktifitas manusia di sekitar hutan dan kepentingan berbagai pihak
sehingga melakukan konversi lahan menjadi tanah terbuka. Selanjutnya Purwoko
(2006) menyatakan bahwa besarnya perubahan penggunaan lahan di Suaka
Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut, yang didalamnya juga termasuk
Perubahan ini umumnya terjadi akibat adanya perubahan tutupanlahan dari hutan
di konversi menjadiareal untuk tambak dan lahan kosong.
Hasil Ground Check
Gambar 6. Peta Hasil Ground Check Desa Jaring Halus
Hasil ground check dan survey lapangan yang dilakukan dengan bantuan alat GPS (Global Positioning System) menunjukkan beberapa bentuk tutupan lahan di Desa Jaring Halus berbeda dari data yang telah tersedia pada peta tutupan
lahan. Ground check dilakukan di setiap masing-masing jenis penutupan lahan. Seperti bentuk tutupan lahan semak belukar rawa yang setelah dilakukan ground check ternyata adalah berupa hutan mangrove sekunder, begitu juga dengan tanah terbuka yang setelah dilakukan ground check ternyata adalah berupa permukiman. Untuk bentuk tutupan lahan lainnya seperti tambak, tubuh air dan semak belukar
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 7. Bentuk Tutupan Lahan Desa Jaring Halus (a) Hutan Mangrove Sekunder, (b) Permukiman, (c) Tambak, (d) Semak Belukar, (e) Tubuh Air
Dari hasil ground check, terlihat bahwa perubahan yang sebenarnya terjadi
adalah perubahan tutupan lahan hutan mangrove sekunder menjadi tanah terbuka
dan menjadi tubuh air. Perubahan bentuk hutan mangrove menjadi tanah terbuka
disebabkan oleh adanya kegiatan penebangan yang dilakukan masyarakat.
Kegiatan penebangan yang dilakukan masyarakat umumnya dilakukan dengan
membongkar tunggak-tunggak kayu yang telah ditebang sebelumnya sehingga
kayu tidak dapat beregenerasi vegetatif secara alami.
Sedangkan perubahan hutan mangrove menjadi tubuh air disebabkan oleh
adanya penebangan yang telah dilakukan masyarakat di tepi-tepi pantai dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup berupa kayu bakar. Hal ini menyebabkan
terjadinya abrasi pantai sehingga daerah pasang surut air laut menjadi lebih
meningkat ke daratan. Lebih lanjut menurut Hadipurnomo (1995) melaporkan
bahwa gangguan yang cukup besar terhadap hutan mangrove dapat menimbulkan
Bertambahnya jumlah penduduk juga memicu terjadinya penurunan luasan
hutan mangrove. Peningkatan jumlah penduduk diiringi dengan kebutuhan akan
ruang yang lebih luas sebagai tempat tinggal dan beraktifitas. Tambunan dkk
(2005) menegaskan bahwa keterbatasan pemahaman atas nilai dan manfaat
mangrove sangat menentukan bentuk, strategi dan kegiatan dalam pengelolaan
mangrove yang ada.
Meskipun ditemukan beberapa perubahan tutupan lahan, besaran
perubahan tutupan lahan dalam kurun waktu 6 tahun yang terdapat di Desa Jaring
Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat masih tergolong rendah.
Kondisi tutupan lahan di Desa Jaring Halus masih cukup terjaga. Hal ini diperkuat
oleh penelitian Rouf (2014) yang menyatakan bahwa kearifan lokal desa jaring
halus sangat mendukung kriteria pemanfaatan hutan mangrove secara lestari, yang
secara tidak langsung menekan konversi lahan hutan mangrove menjadi bentuk
lahan lain seperti tambak dan lahan terbuka.
Tingkat Kerusakan Kawasan Desa Jaring Halus
Tingkat kerusakan kawasan di Desa Jaring Halus tergolong cukup parah
hal ini disebabkan adanya banyaknya aktivitas manusia di sekitar hutan mangrove
dan sedikitnya pihak yang berwenang dalam melakukan pengawasan kawasan
Desa Jaring Halus sehingga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
keberadaan kawasan Desa tersebut. Kerusakan kawasan dan perubahan bentuk
dan luas kawasan banyak disebabkan oleh adanya kepentingan dari berbagai pihak
yang tekait di dalamnya, dimulai dari usaha pemenuhan kebutuhan hidup
masyarakat akan makan dan ruang untuk hidup hingga pengusahaan areal oleh
Gambar 8 dan 9 memberikan informasi tentang kerusakan yang terjadi di
Kawasan Desa Jaring Halus tergolong cukup rusak hal ini dapat dilihat lebih
besarnya proporsi kriteria rusak yaitu 97% dibandingkan dengan proporsi kriteria
rusak berat yaitu 3% dan kriteria tidak rusak yaitu 0%, serta juga dapat dilihat dari
besarnya luas kerusakan kriteria rusak yaitu 633.165546 ha sedangkan kriteria
rusak berat adalah 17.495598 ha. Hal ini disebabkan karena banyaknya aktivitas
manusia baik yang individu ataupun kelompok di kawasan Desa Jaring Halus
berupa perubahan alih fungsi lahan menjadi pemukiman dan lahan terbuka
sebagai dampak penebangan liar.
Kerusakan ekosistem hutan mangrove telah terjadi di kawasan pantai timur
Sumatera Utara. Salah satu faktor kerusakannya menurut Onrizal (2010) adalah
konversi lahan untuk tambak dan pengambilan pohon mangrove untuk kayu
arang. Menurut Lambin et al. (2003) salah satu efek perubahan pengunaan lahan di daerah tropis adalah terjadinya kerusakan lahan dan Dephut (2008) juga
melaporkan tutupan lahan pada kawasan hutan, terutama yang terkait dengan
tutupan hutan sangat dinamis dan berubah dengan cepat dimana kondisi hutan
semakin menurun dan berkurang luasnya. Tingkat kerusakan yang terjadi di
Gambar 10. Peta Tingkat Kerusakan Kawasan Desa Jaring Halus
Tingkat kerusakan kawasan di Desa Jaring Halus yang didominasi oleh
kriteria rusak masih belum dapat dikatakan tergolong sangat parah karena kriteria
rusak berat hanya mencakup 2.7% dari luas total Desa Jaring Halus. Hal ini cukup
berbeda jika dibandingkan dengan tingkat kerusakan yang terjadi di Kawasan
Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut yang didukung
dengan hasil penelitian BM (2014) yang melaporkan bahwa kerusakan yang
terjadi pada Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut
sangat parah, karena kriteria rusak berat sangat mendominasi dengan luasannya
sekitar 13928.344 ha atau sekitar 97% diikuti dengan kriteria rusak dan tidak
rusak dengan masing-masing luasannya yaitu 252.902 ha (2%) dan 219.755 ha
(1%). Perbedaan ini disebabkan karena perbedaan luasan yang diteliti dan jenis
penutupan lahan yang lebih beragam, sehingga lebih banyak jenis perubahan
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kawasan Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat
pada tahun 2006 dan 2012 telah mengalami perubahan alih fungsi lahan
menjadi tanah terbuka dan tubuh air. Pengurangan jumlah luasan terbesar
pada terjadi pada semak belukar rawa sebesar 3.234244 ha diikuti tambak
dan semak belukar masing-masing 0.000001 ha dan penambahan jumlah
luasan terbesar terjadi pada tanah terbuka sebesar 3.234241 ha diikuti
dengan tubuh air sebesar 0.000005 ha.
2. Faktor-faktor utama penyebab kerusakan di Desa Jaring Halus bersifat
antropogenik atau tidak terlepas dari manusia baik individu maupun pihak
yang melakukan kegiatan pengkonversian lahan dari hutan mangrove
menjadi peruntukkan lainnya yaitu tanah terbuka dan permukiman
3. Hasil ground check dan survey lapangan menunjukkan beberapa bentuk tutupan lahan di Desa Jaring Halus berbeda dari data yang telah tersedia
pada peta tutupan lahan. Tutupan lahan semak belukar rawa setelah
dilakukan ground check ternyata adalah berupa hutan mangrove sekunder, juga dengan tanah terbuka yang ternyata adalah berupa permukiman.
4. Kerusakan yang terjadi pada kawasan Desa Jaring Halus tergolong cukup
parah karena kriteria rusak sangat mendominasi dengan luasannya sekitar
633.165546 ha dibandingkan dengan kriteria rusak berat dengan luasan
Saran
Perlu adanya peningkatan pengawasan ekstra dari para stakeholder
khususnya dari Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) dan sanksi
yang jelas dan tegas terhadap segala bentuk pelanggaran yang terjadi di kawasan
Desa Jaring Halus serta adanya penegasan batas-batas kawasan agar tidak terjadi
pemanfaatan lahan lebih lanjut sehingga mengakibatkan kerusakan yang semakin
parah. Kegiatan penanaman kembali direkomendasikan untuk mengurangi
kerusakan yang terjadi di dalam kawasan. Penggunaan citra satelit yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Aronoff S. 1989. Geographic Information Systems: A Management Perspective. Ottawa: WDI Publications
Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor.
Bakosurtanal, 2007. Pedoman Penyusunan Direktori Pulau-pulau Kecil. Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional. Pusat Survei Sumber Daya
Alam Laut. http://pssdal. Bakosurtanal.go.id/laporan/ 2003/ lap2003_ 000045.pdf (1 Desember 2013)
Balai Pengelolaan Hutan Mangrove (BPHM) Wilayah II. 2011. Review Peta Potensi Mangrove Sumatera Utara. Medan.
Basuni, S. 2003. Inovási Institusi Untuk Meningkatkan Kinerja Daerah Penyangga Kawasan Konservasi: Studi Kasus di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat [disertasi]. Bogor: Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor.
Basyuni, M. 2002. Panduan Restorasi Hutan Mangrove Yang Rusak (Degraded). Program Ilmu Kehutanan, Fakultas Pertanian, USU. Medan
BB KSDA Sumut, USAID-ESP, YARL, dan IPANJAR. 2006. Perjanjian Kerjasama Pengelolaan SM LTL secara Kolaboratif. Medan.
BM, M. 2014. Analisis Penggunaan Lahan dan Perubahan Tutupan Lahan Tahun 2006 dan 2011 Serta Identifikasi Lahan Kritis di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Sumatera Utara. [skripsi]. Medan: Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Budiyanto, E. 2002. Sistem Informasi Geografis Menggunakan ArcView GIS. Penerbit Andi Yogyakarta. Yogyakarta.
Darmawan A. 2003. Perubahan Penutupan Lahan di Cagar Alam Rawa Danau [skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
Departemen Kehutanan. 2005. Pedoman Inventarisasi dan Identifikasi Lahan Kritis Mangrove. Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Jakarta.
Food and Agriculture Organization (FAO). 1992. Management and Utilation of Mangrove in Asia and The Pasific. FAO Environmental Paper III. FAO. Rome.
Hadipurnomo. 1995. Fungsi dan Manfaat Mangrove di dalam Mintakat Pantai
(Coastal Zone). Duta Rimba/Maret-April/177-178/XXI/1995. Perum Perhutani. Jakarta
Howard, J.A. 1996. Penginderaan Jauh Untuk Sumberdaya Hutan, Teori dan Aplikasi. UGM. Yogyakarta
Khalil, B. 2009. Analisis Perubahan Tutupan Lahan di Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Intitut Pertanian Bogor.
Kusnadi. 2002. Konflik sosial nelayan: kemiskinan dan perebutan sumber daya perairan. LKIS, Yogyakarta.
Lambin, E.F., H.J. Geist, and E. Lepers. 2003. “Dynamics of Use and Land-Cover Change in Tropical Regions”. Annual Review of Environment and Resources, 28. pp. 205–241.
Lillesand T.M, Kiefer FW. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Alih bahasa. R. Dubahri. Gadjah Mada University Press.
Lo, C.P. 1995. Penginderaan jauh Terapan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Onrizal. 2010. Perubahan Tutupan Hutan Mangrove di Pantai Timur Sumatera Utara Periode 1977-2006. Jurnal Biologi Indonesia 6(2): 163-167.
Pasaribu, N. 2004. Krisis Hutan Mangrove di Sumatera Utara dan Solusinya. Makalah Peribadi Falsafah Sains. Sekolah Pasca Sarjana: Institut Pertanian Bogor.
Prabowo D.A, Nugroho T, Palapa dan Ardiansyah H. 2005. Modul Pengenalan GIS, GPS dan Remote Sensing. Jakarta: Dept. GIS, FWI. Yogyakarta Prahasta, E. 2005. Sistem Informasi Geografis. Edisi Revisi, Cetakan kedua. C.V.
Informatika. Bandung.
Rouf, R.A. 2014. Persepsi Sosial Ekonomi dan Kearifan Lokal Desa Jaring Halus Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat. [skripsi]. Medan: Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.
Satriya, INB, Haryo DA dan Dian S. 2010. Mangrove Density and Species Mapping Using SPOT Satellite Imagery in Coastal Region of Trenggalek and Malang Regency. Seminar Nasional Pasca Sarjana-ITS. Surabaya. Sitorus., J., Purwandari., Darwini, E., L., Widyastuti, R., Suharno. 2006. Kajian
Model Deteksi Perubahan Penutup Lahan Menggunakan Data Inderaja Untuk Aplikasi Perubahan Lahan Sawah. PUSBANGJA LAPAN.http://www.lapanrs.com/ INOVS /PENL I/ind/ INOVS--PENLI--255--ind-laplengkap--jansen_upap_2006.pdf (1 Desember 2013)
Spalding, M., M. Kainuma, L. Collins. 2010. World Atlas of Mangroves. Earthscan. London.
Tambunan, R, Hamdani H dan Zulkifli L. 2005. Pengelolaan Hutan mangrove di Kabupaten Asahan (Studi Kasus Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan Mangrove di Kecamatan Lima puluh Kabupaten Asahan). Jurnal Studi Pembangunan. Vol. 1. No. 1.
Wahana Komputer. 2014. Sistem Informasi Geografis menggunakan ArcGIS. Penerbit PT Elex Media Komputindo. Jakarta
Lampiran 1. Peta tutupan lahan Desa Jaring Halus tahun 2006
Lampiran 2. Hasil Change Detection
Penutupan Lahan Luas Tahun 2006 (Ha) Luas Tahun 2012 (Ha)
Semak Belukar 1.025593 1.025592
Tanah Terbuka 12.582918 15.817159
Tubuh Air 132.118418 132.118423
Semak Belukar Rawa 708.697247 705.462985
Lampiran 2. Peta tutupan lahan Desa Jaring Halus tahun 2012
Lampiran 4. Peta Perubahan Tutupan Lahan di Desa Jaring Halus tahun 2006-2012