• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejumlah mikroorganisme dapat menggunakan N2 dari udara sebagai sumber

nitrogennya. Perubahan dari nitrogen ini menjadi ammonia disebut fiksasi nitrogen. Dua kelompok mikroorganisme yang terlibat dalam proses fiksasi nitrogen adalah mikroorganisme non simbiotik (termasuk dalam kelompok ini adalah mikroorganisme yang hidup bebas di dalam tanah) dan mikroorganisme simbiotik (Budiyanto, 2004).

Penambat nitrogen hidup bebas yang paling penting terdapat di antara sianobakteri dan dalam bakteri yang diklasifikasikan dalam marga Azotobacter. Banyak bakteri lain seperti klostridia dan bakteri fotosintesis, juga mampu menambat nitrogen atmosfer (Volk, 1984).

Bakteri pengikat nitrogen yang terpenting, baik untuk pertanian maupun ekologi adalah yang berinteraksi dengan tumbuhan dengan cara simbiosa. Simbiosa ada yang berbentuk sederhana, ada pula yang kompleks. Bentuk interaksi sederhana terdapat pada bakteri Azospirillum yang hidup sekitar permukaan akar rumputan. Pada interaksi yang berbentuk kompleks, seperti interaksi antara bakteri genus Rhizobium

dan kacang-kacangan atau antara bakteri Frankia dengan berbagai jenis tumbuhan pohon dan semak, seperti alder (Marx, 1991).

Tabel 2.1 Kontribusi nitrogen beberapa tanaman legume berbintil No Sistem Fiksasi N2 Total kontribusi nitrogen (q/ha)

1 Legume tanaman hijau:

Sesbania acuelata - Rhizobium 70-120

Leucaena leucocephala - Rhizobium 500-600

Kacang-kacangan - Rhizobium 60-210

Tanaman makanan ternak - Rhizobium 100-300 2 Legume tanaman biji-bijian:

Lablab purpureus - Rhizobium 240

Glycine jawanica - Rhizobium 210

3 Non legume:

Casuarina equisitifolia - Frankia 100

Alnus – Frankia 30-300

4 Tanaman lain:

Azolla – Anabaena 25-190

Rumput-rumputan - Azospirillium 15-100 Sumber: Ghai dan Thomas (1989)

2.5.1. Fiksasi Nitrogen oleh Bakteri yang Hidup Bebas

Bakteri yang hidup bebas dan memiliki kemampuan untuk memfiksasi nitrogen molekular dapat dibedakan menjadi organisme aerob obligat, aerob fakultatif, dan anaerob. Bakteri aerob obligat termasuk dalam genus-genus Azotobacter, Beijerinckia,

Derxia, Archromobacter, Mycobacterium, Arthrobacter dan Bacillus. Bakteri anerob

fakultatif antara lain termasuk dalam genus-genus Aerobacter, Klebsiella dan

Pseudomonas. Bakteri pemfiksasi nitrogen yang anaerob diwakili oleh genus-genus Clostridium, Chlorobium, Chromatium, Rhodomicrobium, Rhodopseudomonas, Rhodospirillum, Desulfovibrio dan Methanobacterium. Pada beberapa dari genus-

genus ini, fiksasi nitrogen terjadi secara fotoautotrof yang ditunjukkan oleh adanya pigmen fotosintetik dalam sel-sel mereka seperti misalnya pada genus

Rhodopseudomonas yang cukup dikenal. Sedangkan genus Desulfovibrio memfiksasi

nitrogen dalam proses mereduksi sulfat (Rao, 1994)

Kebanyakan bakteri pemfiksasi nitrogen yang hidup bebas mampu mengikat sejumlah besar nitrogen di bawah kondisi laboratorium. Bagaimanapun, di dalam

tanah biasanya terdapat kekurangan karbohidrat yang dapat dipakai sebagai persediaan energi yang dibutuhkan untuk reduksi nitrogen menjadi ammonia, yang kemudian menjadi protein. Oleh karena itu, bakteri pengikat nitrogen ini memiliki peranan yang penting dalam penyediaan nitrogen di tempat-tempat seperti padang rumput, hutan, dan daerah tundra (Tortora, 2001).

2.5.2. Fiksasi Nitrogen oleh Bakteri Simbiotik

Bakteri-bakteri simbiotik ini memegang peranan yang penting dalam pertumbuhan tanaman untuk menghasilkan buah. Anggota dari genus-genus Rhizobium,

Bradyrhizobium, dan genus-genus lainnya yang menginfeksi akar tanaman leguminosa

seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang polong, kacang hijau, alfalfa, dan semanggi. Rhizobia khususnya beradaptasi dalam spesies tanaman leguminosa membentuk bintil-bintil akar. Nitrogen difiksasi melalui proses simbiosis antara tumbuhan dan bakteri. Tumbuhan melengkapi kondisi anaerob dan nutrisi pertumbuhan untuk bakteri, dan bakteri mengikat nitrogen untuk sintesis protein tumbuhan (Tortora, 2001)

Interaksi antara Rhizobium dan tanaman bersifat spesifik. Ini berarti bahwa Rhizobium yang efektif untuk satu tanaman leguminosa tertentu belumlah tentu efektif untuk tanaman leguminosa yang lainnya. Inokulasi dengan menggunakan Rhizobium sebelum biji ditanam sangat dianjurkan. Hal ini dikarenakan tidak semua lahan pertanian mengandung bakteri yang tepat untuk simbiosis yang optimum antara Rhizobium dengan tanaman leguminosa tersebut. Di pasaran galur bakteri yang terpilih disimpan dalam humus yang lembab. Bahan ini kemudian diperciki air sebelum menanam biji tanaman (Budiyanto, 2004).

Penambat nitrogen simbiotik agaknya jauh lebih penting daripada penambat nitrogen yang hidup bebas dalam keseluruhan penambatan nitrogen di seluruh dunia. Jadi, tanah yang miskin nitrogen dapat diisi kembali dengan ammonia dan nitrat untuk pertumbuhan tanaman dengan penanaman leguminosa, seperti alfalfa, selama 1 tahun. Inilah sebabnya mengapa para petani menggilir tanamannya dari tanaman yang

nitrogen (seperti kedelai atau alfalfa). Diperkirakan bahwa satu akre alfalfa mungkin menambat 400 pon nitrogen dalam satu musim (Volk, 1984).

Ada contoh yang sama dari fiksasi nitrogen simbiotik pada tanaman-tanaman nonlegume, seperti pohon alder. Pohon alder diinfeksi secara simbiosis dengan suatu actinomycete (Frankia) dan membentuk bintil-bintil akar pengikat nitrogen. Sekitar 50 kg nitrogen dapat difiksasi setiap tahun oleh 1 akre pohon alder; sehingga pohon ini memiliki nilai tambah untuk ekonomi hutan (Tortora, 2001).

2.6. Bakteri

Bakteri adalah kelompok mikroorganisme yang sangat penting karena pengaruhnya yang membahayakan maupun menguntungkan. Mereka tersebar luas di lingkungan sekitar kita. Mereka dijumpai di udara, air dan tanah, dalam usus binatang, pada lapisan yang lembab pada mulut, hidung atau tenggorokan, pada permukaan tubuh atau tumbuhan.

Bakteri adalah organisme bersel tunggal terkecil, beberapa di antaranya hanya memiliki diameter 0,4 µm (mikrometer). Sel berisi massa sitoplasma dan beberapa bahan inti. Sel dibungkus oleh dinding sel dan pada beberapa jenis bakteri, dinding sel ini dikelilingi oleh kapsula atau lapisan lendir. Kapsula terdiri atas campuran polisakarida dan polipeptida (Gaman, 1981).

2.6.1. Rhizobium dan Perbintilan Akar

Rhizobium adalah bakteri Gram negatif, bersifat aerob, tidak membentuk spora, berbentuk batang dengan ukuran sekitar 0,5–0,9 µm x 1,2–3 µm. Bakteri ini termasuk dalam family Rhizobiacecae. Bakteri ini banyak terdapat di dalam daerah perakaran (rhizosfer) tanaman legume dan membentuk hubungan simbiotik dengan inang khusus. Hubungan antara Rhizobium dengan tanaman inangnya dapat dibedakan menjadi beberapa kelompok inokulasi. Dalam hubungan simbiotik tersebut Rhizobium terbentuk struktur khusus pada tanaman yang disebut bintil akar (Yuwono, 2006).

Rhizobium merupakan kelompok bakteri berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar. Bintil akar berfungsi mengambil nitrogen di atmosfer dan menyalurkannya sebagai unsur hara yang diperlukan tanaman. Pigmen merah leghemoglobin yang berperan dalam mengambil N di atmosfer. Pigmen ini dijumpai dalam bintil akar antara bakteroid dan selubung membran yang mengelilinginya. Jumlah leghemoglobin di dalam bintil akar memiliki hubungan langsung dengan jumlah nitrogen yang difiksasi. Korelasinya positif, semakin banyak jumlah pigmen, semakin besar nitrogen yang diikat. Rhizobium mampu menghasilkan hormon pertumbuhan berupa IAA dan giberellin yang dapat memacu pertumbuhan rambut akar, percabangan akar yang memperluas jangkauan akar. Akhirnya, tanaman berpeluang besar menyerap hara lebih banyak yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman.

Legum berbintil menyumbang cukup banyak dalam hal jumlah nitrogen terfiksasi ke dalam biosfer. Misalnya, semanggi (Trifolium sp.) memfiksasi sekitar 130 kg/ha dan cowpea (Vigna sp.) sekitar 62–128 kg/ha. Tumbuhan legume diklasifikasikan menjadi 3 subfamili besar dari famili Leguminoseae-Ceasalpinoideae, Mimosoideae dan Papilionoideae. Terdapat sekitar 700 genus dan 14.000 spesies tumbuhan legume dan di antaranya 500 genus dan sekitar 10.000 spesies termasuk subfamili Papilionoideae. Tidak semua legume memiliki bintil dalam sistem perakarannya dan diketahui pula bahwa beberapa bentuk pohon tidak memiliki bintil akar sama sekali. Hampir 10-12% Legumminoseae telah diperiksa hingga saat ini mengenai bintil akarnya; dari jumlah itu diketahui bahwa 10% dari Mimosoideae, 65% dari Ceasalpinoideae dan 6% dari Papilionoideae tidak memiliki bintil akar (Rao, 1994).

2.6.2. Klasifikasi Rhizobium

Beijerinck merupakan orang pertama yang memisahkan dan mengkultur suatu mikroorganisme dari bintil legume tahun 1888. Dinamakannya mikroorganisme

Bakteriologi Determinatif ditempatkan di bawah genus Rhizobium. Genus Rhizobium

pernah dimasukkan dalam Manual Bergey mengenai Bakteriologi Determinatif ke dalam bermacam-macam famili seperti Azetobacteriaceae, Mycobacteriaceae, Myxobacteriaceae dan Pseudomonadaceae.

Spesiasi Rhizobium berdasarkan konsep Linnaeus terbukti sulit sekali dan karenanya, pengelompokan inokulasi-silang berdasarkan studi klasik oleh Fred, Baldwin dan McCoy-lah yang umumunya diikuti. Prinsip pengelompokan inokulasi- silang didasarkan pada kemampuan suatu isolat Rhizobium untuk membentuk bintil pada genus-genus yang terbatas dari spesies legume yang satu sama lain berkerabat. Semua Rhizobium yang dapat membentuk bintil dalam perakaran tipe legume tertentu secara kolektif dimasukkan dalam satu spesies. Berdasarkan pola ini, umumnya dikenal tujuh spesies (Tabel 2.2).

Tabel 2.2 Kelompok inokulasi silang Rhizobium

Rhizobium sp. Kelompok Inokulasi Silang Tipe Legum

R. leguminosarum Kelompok ercis Pisum, Vicia, Lens

R. phaseoli Kelompok kacang Phaseolus

R. trifolii Kelompok semanggi Trifolium

R. meliloti Kelompok alfalfa Melilotus, Medicago,

Trigonella

R. lupine Kelompok lupine Lupinus, Orinthopus

R. japonicum Kelompok kedelai Glycine

R. sp. Kelompok cowpea Vigna, Arachis

(Rao, 1994)

2.6.3. Teknik Kultivasi dan Perbanyakan Rhizobium/Bradyrhizobium

Rhizobium pada umumnya dipelihara dengan menumbuhkannya dalam medium padat Yeast Extract Mannitol Agar (YEMA). Untuk menjaga kemampuan fisiologisnya agar

tidak mengalami penurunan, maka Rhizobium harus diremajakan (disub-kultur) secara berkala. Kultur yang dipelihara inilah yang digunakan sebagai “kultur induk” yang digunakan sebagai inokulum untuk perbanyakan Rhizobium yang akan diformulasi sebagai pupuk hayati. Komposisi medium YEMA yang umum digunakan untuk pemeliharaan Rhizobium adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Komposisi Medium YEMA (Sumber: Rao, 1982) Komponen Berat/volume K2HPO4 0,5 g MgSO4 0,2 g NaCl 0,1 g Mannitol *) 10,0 g Yeast extract 1,0 g Akuades 1000 ml Agar 20 g

*) Mannitol dapat diganti dengan sukrosa atau glukosa

Selain medium dengan komposisi seperti di atas, beberapa peneliti atau produsen inokulan Rhizobium menggunakan medium dengan komposisi yang bervariasi.

Perbanyakan Rhizobium dilakukan dengan menumbuhkan bakteri dalam medium cair dalam skala volume yang disesuaikan dengan kapasitas produksi inokulan. Perbanyakan dilakukan dengan menggunakan fermentor besar dengan ragam alat pengaturan, misalnya pH, oksigen terlarut, suhu, dan penggojok. Selain itu, perbanyakan juga dapat dilakukan dengan menggunakan fermentor yang lebih sederhana yaitu menggunakan tabung Erlenmeyer meskipun tanpa peralatan pengaturan khusus.

Kultur cair Rhizobium yang sudah dibuat selanjutnya dicampur dengan bahan pembawa. Beberapa bahan pembawa yang dapat digunakan untuk formulasi inokulan rhizobia antara lain gambut, lignite, arang, vermiculite, zeolite dan lain-lain. Di antara beberapa bahan pembawa itu, gambut adalah bahan pembawa yang paling banyak digunakan untuk produksi inokulan rhizobia karena berkarakteristik ideal (Yuwono, 2006).

Dokumen terkait