• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

H. Kromatografi Lapis Tipis

I. Flavonoid

Golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C6-C3-C6

yaitu kerangka karbonnya terdiri atas 2 gugus C6 (cincin benzene tersubtitusi) yang disambungkan oleh rantai alifatik dengan 3 karbon. Kerangka flavonoid tersebut dapat digambarkan sebagai

C H2 C H2 C H2 A B

Gambar 1. Kerangka flavonoid

Flavonoid umumnya terdapat dalam tumbuhan, terikat pada gula sebagai glikosida dan aglikon flavonoid yang manapun mungkin saja terdapat dalam satu tumbuhan dalam beberapa bentuk kombinasi glikosida (Robinson, 1991).

Ada beberapa fase gerak yang biasa digunakan untuk menghasilkan pemisahan yang baik pada lempeng selulosa. Butanol : Asam asetat : Air (40:50:10) fase atas, merupakan fase gerak yang sering digunakan. Aglikon dari flavonoid mempunyai nilai Rf yang tinggi dan waktu elusi yang lama (Stahl, 1969).

Pada UV 254 nm, semua flavonoid menyebabkan pemadaman fluoresensi, dimana terlihat sebagai warna biru gelap pada lempeng KLT. Pada UV 365 nm, tergantung pada strukturnya, flavonoid berfluoresensi kuning, biru, atau hijau (Wagner, 1984).

J. Alkaloid

Alkaloid adalah senyawa organik yang berasal dari alam yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, berada dalam distribusi terbatas dan dalam dosis yang rendah memiliki efek farmakologi. Di alam, alkaloid terdapat dalam bentuk bebas, sebagai garam dan N-Oksida. Alkaloid biasanya berupa zat padat, tetapi ada pula yang berupa zat cair, seperti ephedrine dan spartein. Alkaloid berasa pahit dan sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam kloroform, eter, dan pelarut organik lain yang relatif non polar. Sebaliknya bila berupa garam, alkaloid akan mudah larut dalam air, tetapi tidak larut dalam pelarut organik (Samuelson, 2002).

Pemisahan alkaloid secara KLT dapat menggunakan fase diam silika gel, alumina, selulosa atau kieselguhr. Pemisahan yang baik diperoleh jika silika gel sudah diaktifkan. Banyak alkaloid dapat dideteksi secara visibel. Sebagian besar alkaloid juga memiliki bercak yang berfloresensi di bawah sinar UV 365. Reagent

yang biasanya dipakai untuk mendeteksi adalah reagen Dragendorf (Stahl, 1969). Dengan penyemprotan reagen Dragendorff, menunjukkan warna cokelat atau orange (visibel) yang tidak stabil (Wagner, 1984).

K. Senyawa polifenol

Senyawa fenolik dapat digolongkan menjadi senyawa fenol sederhana, fenol asam karboksilat, α-Pyrones, Lichens, Lignan, chromones, flavonoid, dan Quinone. Pemisahan senyawa fenolik dapat dilakukan dengan metode KLT menggunakan fase diam silika gel. Pemilihan fase geraknya tergantung tingkat polaritas campuran yang akan dipisahkan. Contoh fase gerak yang sering digunakan adalah benzene : kloroform (50: 50), kloroform : methanol (97:3), dan lain-lain (Stahl, 1969)

Aktivitas fisiologis senyawa fenolik tumbuhan banyak dan beragam. Beberapa senyawa fenolik bersifat racun terhadap hewan pemangsa tumbuhan (herbivora) dan beberapa bersifat racun serangga. Senyawa fenolik lain mempunyai aktivitas antiinflamasi, karena senyawa ini menghambat sintesis prostaglandin (Robinson, 1991).

Hanya antosianin dan beberapa derivat quinon yang dapat dideteksi secara langsung dengan sinar tampak pada lempeng silika gel. Senyawa fenolik lainnya,

merupakan senyawa yang tidak berwarna dan harus diwarnai. Dengan FeCl3

bercak akan terlihat berwarna kuning tua sampai ungu tergantung jenis polifenolnya. Biasanya bercak yang terjadi berwarna biru kehijauan (Stahl, 1969).

L. Tanin

Tanin merupakan senyawa yang sangat kompleks, biasanya terdapat sebagai campuran polifenol yang sangat sulit dikristalkan. Tanin dengan air membentuk larutan koloidal, mempunyai reaksi asam dan rasanya sangat sepat. Makin murni tanin, makin kurang kelarutannya dalam air dan makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin larut pula dalam pelarut organik yang polar, setidak-tidaknya sampai batas tertentu, tetapi tidak larut dalam pelarut organik non polar seperti benzene dan kloroform. Larutan tanin dalam air dapat diendapkan dengan penambahan asam mineral atau garam (Robinson,1991).

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae teradapat khusus dalam jaringan kayu. Terdapat dua jenis tanin, yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin terhidrolisis dapat dihidrolisis oleh asam atau enzim seperti tannase. Tanin jenis ini terbentuk dari beberapa molekul asam fenolik seperti asam galat dan asam heksahidroksidipenik yang disatukan oleh ikatan ester dengan molekul glukosa. Sedangkan tanin terkondendasi tidak terhidrolisis menjadi molekul yang lebih sederhana dan tidak mengandung gugus gula. Tanin terkondensasi akan berubah warna menjadi cairan tidak larut berwarna merah ketika bereaksi dengan asam atau enzim terkondensasi, sedangkan tanin

terhidrolisis akan membentuk warna biru ketika bereaksi dengan garam besi (Trease dan Evans, 2002).

Tanin merupakan senyawa asam karboksilat fenol yang dapat dipisahkan menggunakan fase diam silica gel dan fase gerak toluene: etil formate: asam format (50:40:10) (Stahl, 1969).

Beberapa tanin terbukti mempunyai aktivitas antioksidan, menghambat pertumbuhan tumor, tanin juga dapat meracuni hati (Robinson,1991). Tanin juga berfungsi sebagai anthelmintik, anti HIV, antibakteri, antikanker, dan anti karsinogenik (Duke, 1992).

M.Saponin

Saponin tersebar luas di berbagai jenis tumbuhan. Keberadaan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukkan larutan koloidal dengan air apabila digojok menimbulkan buih yang stabil. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan menyebabkan bersin dan sering mengakibatkan iritasi pada selaput lendir (Gunawan, 2004). Beberapa saponin bekerja sebagai senyawa antimikroba. (Robinson, 1991).

Adanya saponin dapat ditunjukkan dengan beberapa cara antara lain dengan indeks buih. Indeks buih menunjukkan angka pengenceran dari bahan yang diperiksa. Reaksi identifikasi ini akan memberikan lapisan buih setinggi 1 cm bila larutan sampel ditambah air digojok dalam gelas ukur selama 15 detik dan selanjutnya dibiarkan selama 15 menit (Gunawan, 2004).

Pengujian KLT untuk saponin menggunakan fase gerak contohnya kloroform : methanol : air (65: 35 : 10) untuk memisahkan campuran glikosida terpenoid yang netral. Dengan fase diam yang sering digunakan adalah silika gel (Wagner, Bladt, dan Zgainski, 1984).

N. Keterangan Empiris

Binahong digunakan masyarakat secara empiris untuk mengobati beberapa penyakit antara lain yaitu sebagai obat antiinflamasi, anti-ulcer, penyembuh luka dan juga dapat sebagai liver-protective. Selain itu binahong juga dapat mengobati infeksi mikroba, salah satunya adalah penyakit infeksi pada luka (Anonim, 2005). Luka pada kulit dapat disebabkan oleh infeksi Staphylococcus aureus dan

Pseudomonas aeruginosa (Naim, 2006).

Staphylococcus aureus merupakan bakteri yang menyebabkan penyakit pada hampir semua jaringan tubuh yang terutama adalah abses. Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada rongga hidung bagian depan, perineum, saluran pencernaan, atau kulit. Sedangkan Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri menyebabkan infeksi pada luka kulit seperti luka bakar, dan membentuk nanah yang berwarna biru hijau, meningitis. Bakteri ini juga dapat menginfeksi saluran kemih atau saluran pernafasan (Jawetz, et al, 1996).

Penelitian ini bersifat eksploratif, belum ada informasi yang menyatakan secara langsung dalam sistem pelayanan kesehatan formal mengenai manfaat dari tumbuhan ini. Untuk itu penelitian dilakukan berdasarkan penggunaan binahong secara empiris oleh masyarakat.

Dokumen terkait