BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.5 Flowchart Penelitian
Dalam proses pengerjaan tuas akhir ini, dari pengambilan data hingga tampilan akhir dapat dilihat pada flowchart di bawah ini:
Halaman ini sengaja dikosongkan
49
Permodelan geometri bangunan, lokasi ventilasi, dan fan disimulasikan dengan CFD. Pada proses perhitungan menggunakan CFD akan menampilkan deskripsi aliran fluida ventilasi, temperatur udara, pengaruh buoyancy udara dan perpindahan panas sistem di dalam ruangan.
Simulasi distribusi kecepatan udara dan temperatur udara pada Ruang Unit Produksi PT. PERTAMINA (Persero) – Production Unit Gresik Lubricant menggunakan FLUENT 6.3.26 dengan model tiga dimensi (3ddp). Setelah proses iterasi dilakukan, maka diperoleh data hasil post-processing dari permodelan yang meliputi kontur pola aliran (Pathline), kontur vektor kecepatan udara, dan kontur distribusi temperatur udara.
Gambar 4.1 Hasil domain tiga dimensi bangunan
Gambar 4.1 di atas menunjukkan permodelan domain yang disimulasikan. Adapaun domain yang disimulasikan terdiri atas domain kondisi existing bangunan dengan menggunakan blower.
Kemudian dilakukan simulasi domain kondisi perencanaan sistem
pengkondisian udara bangunan menggunakan saluran perpipaan (ducting). Melalui hasil post-processing yang didapatkan, akan dilihat kontur kecepatan udara dan distribusi temperatur udara beberapa potongan iso-surface pada titik yang ditentukan.
Terdapat dua kondisi bangunan yang disimulasikan.
Kondisi pertama untuk menunjukkan domain existing bangunan, udara masuk ke dalam ruangan dengan kecepatan udara 6 m/s melalui bukaan inlet blower, sedangkan bukaan inlet pada diffuser dimatikan (kondisi off).
Kondisi kedua untuk menunjukkan domain perencanaan sistem pengkondisian udara bangunan. Pada kondisi ini, bukaan inlet blower dimatikan (kondisi off), sedangkan bukaan inlet diffuser dinyalakan. Udara dingin dengan temperatur udara 20oC masuk ke dalam ruangan dengan variasi kecepatan udara: 1,5 m/s
; 2 m/s ; dan 2,5 m/. Udara dingin ini masuk melalui bukaan inlet diffuser dengan ketinggian 4,2 m dari lantai bangunan.
Pada simulasi perencanaan sistem pengkondisan udara, dapat dilihat fenomena udara melalui pola aliran udara yang terbentuk. Udara dingin melalui diffuser memiliki massa jenis (density) yang lebih besar. Udara dingin akan turun perlahan, sedangkan aliran udara supply dari inlet diffuser megalami kehilangan kecepatan udara dan menyebar lebih luas ketika mencapai lantai. Sifat udara tidak mampu membentuk aliran berbelok secara tiba-tiba. Sebagian aliran udara juga dipengaruhi efek buoyancy force di daerah dekat tubuh pekerja dan peralatan yang ada di dalam bangunan. Persebaran aliran udara hingga menyentuh lantai dipengaruhi oleh tekanan rendah pada bukaan outlet.
M
elalui variasi kecepatan udara yang disimulasikan, akan memperlihatkan vektor aliran kecepatan udara dan distribusi temperatur udara terhadap posisi pekerja. Dan distribusi yang terjadi pada tiap variasi kecepatan udara ini akan berkaitan dengan performa Air Handling Unit. Karena kecepatan udara aliran melalui bukaan inlet diffuser akan berbeda, maka distribusi Nusselt Numberi dan koefisien Heat Transfer juga berbeda.Gambar 4.2 Potongan iso-surface
Penelitian tugas akhir ini dilakukan simulasi secara steady untuk kondisi existing dan kondisi perencanaan sistem pengkondisian udara. Beban pendinginan untuk kedua kondisi ini sama besar. Nilai heat gain yang dianalisa adalah dari tubuh manusia yang didapat dari ASHRAE Fundamentals Handbook, yaitu sebesar 200 W/m3. Analisa dan pembahasan dari peneliatian tugas akhir ini adalah dengan melakukan pemotongan iso-surface.
Pada Gambar 4.2 menampilkan potongan iso-surface masing-masing bidang x dan y untuk setiap kondisi dan variasi kecepatan udara pendingin. Melalui potongan iso-surface didapatkan bidang 2 dimensi. Untuk bidang x adalah untuk menganalisa pola kecepatan udara aliran udara pada dua posisi pekerja, yaitu x/l = -1,5 dan x/l = 0,4.
Untuk bidang y adalah untuk menganalisa distribusi temperatur udara pada pekerja, yaitu y/h = -12. Ketingginan bangunan dibawah sumbu y adalah 13,4 m, sehingga pada y= -12 merupakan posisi 1,4 m pekerja untuk melihat distribusi temperatur udara yang berkaitan dengan human comfort.
Gambar 4.3 merupakan tampilan posisi pekerja pada bidang –X. Untuk mengetahui karakteristik daerah analisa pada baris pekerja, maka perlu diambil data dari simulator. Data yang diperoleh yakni data mentah yang nantinya akan diolah menjadi
grafik. Grafik yang akan dibahas pada analisa kuantitatif adalah grafik kecepatan udara lokal, nusselt number, dan koefisien heat transfer yang akan ditinjau dari tiap-tiap posisi pekerja dalam baris 1 – 5.
Gambar 4.3 Tampilan baris pekerja pada potongan bidang –X
4.1 Analisa Pembahasan Simulasi Kondisi Existing Ruang Unit Produksi
4.1.1 Pola Aliran Kecepatan udara
Kondisi existing pada ruang unit produksi menunjukkan aliran distribusi udara melalui Fan dengan kecepatan udara 6 m/s yang terletak pada 0,3 meter dari permukaan lantai lantai. Untuk mendapatkan distribusi udara yang tepat pada zona yang diamati (Occupied Zone), maka posisi inlet udara sangat berpengaruh.
Berdasarakan ASHRAE Fundamental Handbook, 1997, kondisi dengan distribusi udara demikin masuk ke dalam metode B.
Dimana udara dipasang pada lantai atau dekat lantai yang mengalirkan udara secara mendatar.
Gambar 4.3 menunjukkan kontur dan vektor kecepatan udara yang terbentuk pada bidang y/h = -12,5. Dari visualisasi tersebut dapat dilihat bahwa udara memasuki ruangan melalui inlet Fan kemudian udara menyebar secara mendatar. Daerah dengan kecepatan udara paling tinggi yaitu sebesar 6m/s terletak di daerah inlet Fan. Udara bergerak lurus kemudian naik sebelum sempat tersebar di daerah sekitar occupied zone. Dapat dilihat melalui Gambar 4.3 kecepatan udara yang dikeluarkan dari inlet Fan secara mendatar mencapai titik terjauh 15m dari fan yaitu sebesar 2,7 m/s.
Gambar 4.4 Visualisasi Kontur Kecepatan udara Bidang y/h = -12,5 dengan Pemakaian Fan 6m/s
Dari visualisasi pada gambar dapat dilihat bahwa pada awal aliran terjadi perlambatan kecepatan udara. Sehingga pada daerah lain dan pada keseluruhan ruangan masih berkecepatan udara rendah yaitu sebesesar 0,3 – 1,2 m/s. Panas yang dihasilkan oleh manusia, mesin, dan temperatur udara cuaca menyebabkan pegerakan udara panas dalam ruangan. Dimana udara panas tersebut memiliki density yang rendah. Sehingga pola aliran udara
yang terbentuk belum memenuhi seluruh ruangan. Hal inilah yang menyebabkan kecepatan udara yang terjadi berbeda di setiap daerah.
(a)
(b)
Gambar 4.5 Visualisasi Kontur Kecepatan udara Bidang (a) x/l = 2 dan (b) x/l= -1.5
Pada Gambar 4.5 (a) menampilkan kontur kecepatan udara pada bidang x/l = 2. Dapat dilihat pola aliran udara setelah meninggalkan inlet fan. Pemakaian fan pada kondisi existing tidak mampu mempertahankan kecepatan udara konstan. Pada gambar tersebut dapat dilihat udara pada rentang 5,7 – 6 m/s hanya pada jarak 3m dari fan. Sedangkan occupied zone atau daerah pekerja terletak pada 20 – 30 m dari fan. Kemudian kondisi drop dapat dilihat melalui pola aliran pada jarak vertikal dimana ujung terendah dari akhir hembusan udara terhadap sumbu horizontal fan.
Gambar 4.5 (a) menunjukkan kecepatan udara pada kondisi drop berada pada 5,7 m/s dan mengalami penurunan hingga 2,7 m/s sebelum sampai pada occupied zone. Pada gambar 4.5 (b) menampilkan kontur kecepatan udara pada bidang x/l = -1.5 dimana daerah ini merupakan occupied zone. Dapat terlihat pola aliran udara disekitar tempat pekerja berdiri yaitu 0 – 0,9 m/s.
Gambar 4.6 Pathline kecepatan udara aliran pada Kondisi Existing Dapat terlihat melalui pathline vektor kecepatan udara pada Gambar 4.6 Penggunaan fan menyebabkan aliran udara ruangan terpecah menuju berbagai arah sesaat seletah menabrak barang-barang (mesin). Hal ini meyebabkan perbedaan distribusi udara sehingga udara dari fan tidak dapat memenuhi ruangan seluruhnya, khususnya occupied zone atau daerah perkerja berdiri.
4.1.2 Pola Temperatur Udara
Pada subbab ini ditampilkan visualisasi distribusi temperatur udara yang mengalir pada kondisi existing ruang unit produksi. Visualisasi tersebut ditunjukkan dengan distribusi warna yang masing-masing warna menunjukkan rentang temperatur udara tertentu. Warna merah menunjukkan temperatur udara paling tinggi dan warna biru yang paling rendah.
Grafik 4.7 menunjukkan distribusi temperatur udara terhadap ketinggian posisi pekerja. Pada daerah inlet fan udara memiliki temperatur udara 34oC. Pada kontur terlihat udara yang berhembus meninggalkan fan ke dalam ruangan. Kemudian udara tersebar dan terpecah ke berbagai arah ketika menabrak perangkat mesin. Fan mengalirkan udara dari luar ruangan (outdoor air
supply), sehingga temperatur udara yang dihembuskan tidak mampu mendinginkan temperatur udara dalam ruangan. Udara panas di dalam ruangan berasal dari panas tubuh pekerja, mesin, dan temperatur udara iklim yang panas. Sehingga temperatur udara fan hanya dapat dipertahankan 34oC hingga jarak 5m dari fan.
Setelah itu temperatur udara fan naik menjadi 35,5 oC sejauh 15m dari fan. Sedangkan temperatur udara ruangan disekitarnya masih tinggi pada rentang 35 – 36 oC. Pada gambar dapat dilihat, temperatur udara disekitar mesin yang mengeluarkan panas pada rentang 36 – 38oC.
Gambar 4.7 Dstribusi temperatur udara kondisi existing terhadap ketinggian pekerja
Gambar 4.8 menunjukkan distribusi temperatur udara pada daerah perkerja berdiri pada bidang x/l = 0,4 dan x/l = -1,5. Dapat dilihat melalui warna kuning pada gambar, temperatur udara ruangan masih sangat tinggi dan tidak sesuai untuk temperatur
udara efektif bagi pekerja. Bagian atas ruangan memiliki temperatur udara tinggi akibat radiasi matahari yang diterima melalui atap, yaitu pada rentang 37 – 39 oC. Kemudian temperatur udara pada ketinggian 2 – 4 m dari permukaan lantai berada pada rentang 36 oC
Distribusi temperatur udara pada ruangan tidak merata.
Pada jarak 17m dari fan timbul olakan pada aliran udara yand ditandai dengan warna hijau pada gambar. Hal ini disebabkan oleh aliran udara berhembus melalui fan yang menimbulkan olakan aliran udara ke atas. Dapat dilihat melalui Gambar 4.8 (a) dan (b), temperatur udara di tempat pekerja beridiri tidak mampu didinginkan oleh fan. Hal ini disebabkan oleh pola aliran udara yang terpecah ketika menabrak perangkat mesin, serta temperatur udara fan yang tinggi. Sehingga temperatur udara tinggi pada occupied zone, yaitu pada rentang temperatur udara 34 – 36 oC.
(a)
(b)
Gambar 4.8 Visualisasi kontur temperatur udara pada (a) bidang x/l = 0,4 dan (b) bidang x/l= -1.5 dengan pemakaian Fan 6m/s
4.2 Analisa Pembahasan Simulasi Kondisi Perencanaan Sistem Pengkondisian Udara
Kondisi perencanaan sistem pengkondisian udara pada ruang unit produksi menunjukkan aliran distribusi udara melalui diffuser dengan variasi kecepatan udara 1,5 m/s, 2 m/s, dan 2,5 m/s.
Posisi diffuser terletak pada ketinggian 4,2 m dari permukaan lantai dan menghembuskan udara pendingin yaitu 20oC. Untuk mendapatkan distribusi udara yang tepat pada zona yang diamati (Occupied Zone), maka posisi inlet udara sangat berpengaruh.
Berdasarakan ASHRAE Fundamental Handbook, 1997, kondisi dengan distribusi udara demikin masuk ke dalam metode A.
Dimana udara dipasang pada lantai atau dekat lantai yang mengalirkan udara secara mendatar.
Gambar 4.9 Pathline Aliran pada Kondisi Perencanaan Sistem Pendingin
Pola aliran yang melintasi occupied zone untuk semua variasi kecepatan udara masuk dijelaskan pada gambar di sub bab ini. Dapat dilihat pada gambar bahwa pada saat aliran melintasi occupied zone mengalami penurunan kecepatan udara dan persebaran. Dalam simulasi ini diffuser akan menyebarkan hembusan udara dingin ke dalam ruangan dengan kecepatan dan pengaruh gaya gravitas. Aliran udara dingin akan terpecah saat menabrak manusia dan akan melintasi tiap sisi manusia. Ketika udara pendingin menyentuh permukaan lantai, aliran udara akan mengalir keatas. Demikian udara mengalir seterusnya, sehingga udara dingin akan tersebar ke dalam ruangan.
Dalam merencanakan sistem pendingin, terdapat beberapa parameter yang perlu diperhaitkan. Hal ini bertujuan supaya temperatur udara yang diinginkan pada occupied zone dapat tercapai, serta didapatkan karateristik sistem pendingin yang sesuai. Setelah udara dingin meninggalkan diffuser, udara akan mengalami persebaran dengan sudut tertentu. Persebaran ini dapat terjadi secara horizontal atau vertikal. Kemudian jarak dari inlet diffuser ke suatu titik dimana kecepatan udara aliran udara mengalami penurunan. Hal ini akan dianalisa dalam sub bab untuk melihat temperatur udara efektif yang didapatkan pada occupied zone.
4.2.1 Pengaruh Penambahan Diffuser Pada Kecepatan udara 2,5 m/s
Pada pembahasan sub bab ini hal yang akan dianalisa adalah karakteristik aliran udara pendingin melalui diffuser pada kecepatan udara 2,5 m/s. Analisa yang akan digunakan untuk mengetahui karakteristik aliran yang mengalir dalam simulasi diperoleh dari kontur kecepatan udara pada occupied zone. Kontur tersebut akan digunakan sebagai visualisasi distribusi kecepatan udara yang mengalir melalui daerah pekerja.
(a)
(b)
Gambar 4.10 Visualisasi Kontur Kecepatan udara Bidang (a) x/l =0,4 dan (b) x/l= -1,5 dengan kecepatan udara 2,5 m/s
Pada Gambar 4.10 menunjukkan vektor kecepatan udara dari inlet diffuser pada bidang x/l = -1,5 dan x/l = 0,4 dimana hembusan aliran udara dari inlet diffuser turun akibat gaya tekan diffuser dan gaya gravitasi. Hal ini dapat terlihat secara visual dari vektor kecepatan udara yang dihasilkan di daerah inlet diffuser 1,83 m/s. Jangkauan aliran udara dengan kecepatan udara stabil terlihat hingga jarak 2m dari inlet diffuser. Pada jarak ini, kecepatan udara menurun hingga 1,35 m/s.
Kecepatan udara pada inlet diffuser tidak sebesar 2,5 m/s, hal ini diakibatkan adanya perbedaan temperatur udara ruangan dengan inlet diffuser. Setelah udara keluar dari diffuser terlihat bahwa udara memiliki kecepatan udara yang semakin turun.
Melalui grafik terlihat bahwa kecepatan udara pendingin pada ketinggian pekerja menurun. Kecepatan udara pada tiap baris pekerja berada pada rentang 0,91 – 1,08 m/s.
Kemudian udara mulai jatuh kebawah lalu menyebar, sehingga udara panas yang dihasilkan manusia naik keatas. Hal ini disebabkan pergerakan udara panas yang dihasilkan oleh manusia, dimana udara panas memiliki density yang lebih rendah. Melalui
kontur kecepatan udara dapat dilihat pula kecepatan udara disekitar bangunan pada rentang 0,5 – 0,8 m/s, hal ini menunjukkan adanya sirkulasi aliran yang terbentuk akibat efek buoyancy udara pendingin dan udara panas di dalam ruangan.
Gambar 4.11 Penurunan kecepatan udara 2,5 m/s terhadap ketinggian pada tiap baris pekerja
Kecepatan udara aliran udara pendingin sebesar 2,5 m/s mampu mendinginkan temperatur udara occupied zone, yakni pada daerah baris pekerja. Pada Gambar 4.12 menampilkan kontur temperatur udara pada baris pekerja. Terlihat kontur temperatur udara pada baris pekerja 1 – 5 pada rentang 23,4 oC – 24,8 oC.
Kontur temperatur udara untuk bagian kiri dan kanan ruangan memiliki temperatur udara sebesar 26,3 oC – 29,7 oC.
1.5 2 2.5 3 3.5 4
(a)
(b)
Gambar 4.12 Visualisasi Kontur Temperatur udara Bidang (a) x/l = -1,5 dan (b) x/l= 0,4 dengan kecepatan udara 2,5 m/s
Udara panas disekitar ruangan tidak dialirkan kembali ke dalam koil pendingin. Sistem distribusi udara yang dirancang untuk mendiginkan posisi dimana pekerja berdiri dan melakukan aktivitas. Sedangkan temperatur udara disekitar ruangan masih terlihat cukup tinggi.
4.2.2 Pengaruh Variasi Kecepatan udara
Pada sub bab ini hal yang akan dianalisa adalah karakteristik aliran yang melewati posisi baris pekerja 3 – 5 dengan variasi kecepatan udara pendingin yakni 1,5 m/s ; 2 m/s;
2,5 m/s. Dari gambar kontur kecepatan udara, distribusi warna mewakili masing-masing rentang kecepatan udara aliran tertentu.
Gambar dari kontur kecepatan udara yang diperoleh seperti di bawah ini:
Gambar 4.13 Visualisasi kontur kecepatan udara dan temperatur udara bidang x/l = -1,5 dengan variasi kecepatan udara inlet
Gambar 4.13 menunjukkan distribusi kecepatan udara dan temperatur udara yang terjadi pada baris 3 – 5 pekerja pada tiap-tiap variasi kecepatan udara masuk. Dapat dilihat dari distribusi warna yang terjadi bahwa variasi kecepatan udara tidak memberi perbedaan yang signifikan pada kecepatan udara aliran udara di dalam ruangan.
Sedangkan melalui kontur distribusi temperatur udara dapat dilihat visualisasi udara pendingin yang ditunjukkan oleh warna biru. Semakin tinggi kecepatan udara masuk, temperatur udara ruangan semakin dingin. Terlihat melalui gambar, udara pendingin memenuhi ruangan.
Gambar 4.14 Pengaruh Variasi kecepatan udara pendingin terhadap distribusi temperatur udara bidang zy pada ketinggian 1,2 m
Gambar 4.14 menunjukkan distribusi temperatur udara pada ketinggian 1,2 m. Dapat terlihat melalui grafik, kecepatan udara pada jara 12m, 20m, dan 24m tidak memberi perbedaan secaara signifikann, yakni pada rentang 23 oC – 25 oC. Begitu pula distribusi temperatur udara pada bagian kanan dan kiri bangunan yang terbentuk, yakni pada rentang 29 oC – 31 oC. Posisi tersebut merupakan occupied zone pada baris pekerja 3 – 5, dimana pekerja melakukan aktivitas disekitar mesin pengisi oli.
29.014
Kecepatan Udara 1,5 m/s (y=1,2 m) Kecepatan Udara 2 m/s (y=1,2 m)
Gambar 4.15 Visualisasi kontur temperatur udara dan kecepatan udara bidang y/h= 0,4
Pada gambar 4.15 dapat dilihat visualisasi distribusi temperatur udara dan kecepatan udara pada occupied zone dan ruangan pada ketinggian 1,2 meter pekerja. Terlihat udara pendingin tersebar ke seluruh ruangan, sehingga temperatur ruangan awal 35 oC dapat diturunkan hingga rentang 24 oC - 29 oC.
Pada Gambar 4.16 menunjukkan kontur temperatur udara dan kecepatan udara pada bidang z/w = 0,4 dimana posisi ini merupakan posis baris pekerja yang berdekatan dengan mesin pengisi oli. Melalui gambar dapat terlihat hembusan aliran udara dari inlet diffuser turun akibat gaya tekan diffuser dan gaya gravitasi. Hal ini dapat terlihat secara visual dari kontur kecepatan udara yang dihasilkan di daerah inlet diffuser 1,83 m/s. Jangkauan
aliran udara dengan kecepatan udara stabil terlihat hingga jarak 2m dari inlet diffuser. Pada jarak ini, kecepatan udara menurun hingga 1,35 m/s.
Gambar 4.16 Visualisasi kontur temperatur udara dan kecepatan udara bidang z/w = 0,4
Dimensi bidang z adalah 8meter dimana posisi manusia, mesin, dan diffuser ditempatkan ditengah bidang. Melalui gambar terlihat distribusi temperatur udara pada bidang z pada rentang 23oC – 27 oC. Dimana temperatur udara occupied zone memenuhi standard kenyamanan pekerja dan temperatur ruangan turun hingga 27 oC. Sehingga dengan pergerakan pekerja selama beraktivitas berada pada rentang temperatur udara yang nyaman berdasarakan bidang Z.
4.3 Karakteristik Perpindahan Panas 4.3.1 Contoh Perhitungan
Analisa dilakukan dengan memvariasikan kecepatan udara, yaitu 1,5 m/s ; 2 m/s ; 2,5m/s. Data dari hasil simulasi dan perhitungan akan ditampilkan dalam grafik dan tabel hasil.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil simulasi aka digunakan untuk menganalisa pengaruh kecepatan udara pendingin terhadap distribusi temperatur udara dan perpindahan panas. Berikut adalah contoh perhitungan pengaruh kecepatan udara 2,5 m/s.
1. Mencari Reynold’s Number
Rumus yang digunakan untuk mencari nilai dari Reynolds Number menggunakan pendekatan rumus pada konveksi plat datar. Re= 110.837 (Laminari)
Sehingga melalui perhitungan tersebut didapatkan nilai Reynold Number untuk setiap variasi kecepatan udara dan posisi pekerja yang berbeda. (Terlampir)
2. Mencari Nilai Nusselt Number
Dengan didapatkan nilai Reynold Number, maka nilai Nusselt Number dapat diperoleh melalui rumus:
𝑁𝑢 = 0,664 ×𝑅𝑒1/2×𝑃𝑟1/3 𝑁𝑢 = 0,664 ×1108371/2×0,7101/3
𝑁𝑢 =199,475
3. Mencari nilai Koefisien Konveksi
Dengan menggunakan analisa perpindahan panas, setelah didapatkan nilai Re dan Nu, maka nilai koefisien konveksi didapat melalui rumus:
4. Mencari nilai Cooling Rate (q’)
Dengan didapatkan nilai koefisien konfeksi, maka nilai cooling rate didapat melalui rumus :
𝑞′= ℎ. 𝐿. (𝑇𝑠𝑢𝑟𝑓 − 𝑇𝑖𝑛𝑓) 𝑞′= 4,37 𝑊
𝑚2.𝐾 ×1,7 𝑚×(36,7 − 20)K 𝑞′= 72,51 W/m
4.3.2 Pengaruh Variasi Kecepatan udara
Gambar 4.17 Perbandingan Nusselt Number pada tiap baris pekerja variasi Reynold’s Number
Seperti yang telah diketahui bahwa kecepatan udara berhubungan dengan Reynold’s Number. Semakin tinggi kecepatan udara, maka Reynold NumberJika dibandingkan pada tiap-tiap variasi kecepatan udara, nilai Nusselt Number yang didapatkan pada tiap baris pekerja. Dapat dilihat bahwa nilai Nusselt Number juga semakin tinggi.
Pada baris pekerja 1 – 5 tidak mengalami peningkatan secara signifikan. Variasi kecepetan udara mempengaruhi bersar bilangan Reynold. Kemudian bilangan Reynold sebanding dengan Nusselt Number. Sehingga kenaikan nilai Nusselt Number seiring kenaikan kecepatan udara inlet, yakni 150 – 390. Melalui grafik dapat dilihat peningkatan Nusselt Number terhadap variasi kecepatan udara berkisar antara 67%.
𝑁𝑢 = 0,664 ×𝑅𝑒1/2×𝑃𝑟1/3
Re = 213971 Linear (Re = 267463)
Linear (Re = 160478) Linear (Re = 213971)
Gambar 4.18 Perbandingan heat transfer coefficient pada tiap baris pekerja variasi kecepatan udara pendingin
Hubungan Nusselt Number dengan koefisien heat transfer sangat dekat. Sama seperti pada Nusselt Number, pada heat transfer coefficient dapat dilihat, koefisien heat transfer paling besar berada pada kecepatan udara 2,5 m/s. Pada kecepatan udara ini, nilai heat transfer coefficient untuk tiap baris pekerja berada pada rentang 4,3 – 5,1 W/m2.K.
Kemudian koefisien heat transfer mengalami penurunan seiring dengan penurunan kecepatan udara pendingin. Dengan bertambahnya Nusselt Number, maka nilai dari h juga semakin besar.
ℎ = 𝑁𝑢×𝑘 𝐿
2 2.5 3 3.5
1.5 2 2.5
h (W/m2.K)
Kecepatan Udara (m/s)
Baris Pekerja 1 Baris Pekerja 2
Baris Pekerja 3 Baris Pekerja 4
Baris Pekerja 5
Gambar 4.19 Perbandingan heat transfer coefficient pada tiap baris pekerja variasi kecepatan udara pendingin
Jika dibandingkan, kenaikan heat transfer rata-rata semakin meningkat seiring dengan kenaikan kecepatan udara pendingin yang diberikan. Seperti yang diketahui bahwa nilai dari heat transfer rate atau cooling rate akan semakin tinggi apabila nilai heatflux semakin tinggi. Dan heatflux terpengaruh oleh nilai heat transfer coefficient. Jadi, apabila nilai heat transfer coefficient semakin tingggi, maka nilai cooling rate juga akan semakin tinggi.
Pada tiap baris pekerja memiliki laju pendinginan yang sebanding dan semakin meningkat seiring dengan peningkatan variasi kecepatan udara
𝑞′= ℎ. 𝐿. (𝑇𝑠𝑢𝑟𝑓 − 𝑇𝑖𝑛𝑓) 50
60 70 80
1.5 2 2.5
q' (W/m)
Kecepatan Udara (m/s) Baris Pekerja 1 Baris Pekerja 2 Baris Pekerja 3 Baris Pekerja 4
4.4 Perencanaan Sistem Pengkondisian Udara
Dalam perencanaan sistem pengkondisian udara, beberapa faktor yang dipertimbangkan adalah beban pedinginan dan kebutuhan udara suppl. Pada ruang unit produksi, pengkondisian udara yang dapat dipakai adalah ducted split Air conditioner. Unit yang terpasang mensirkulasikan udara yang ada di dalam ruangan dan pada sistem tidak terdapat return duct. Sistem pengkondisian udara yang terpasang dapat digambarkan sebagai berikut
1. Beban Kalor Aktivitas Pekerja
Untuk perhitungan sistem pengkondisian udara terhadapa manusia didapat melalui besarnya kalor yang dihasilkan dari sesorang pada suatu aktifitas tertentu. Berdasarkan ASHRAE Handbook : Fundamentals, 1997, besarnya kalor total yang dihasilkan untuk suatu aktivitas yang dilakukan oleh seorang pria dewasa. Untuk wanita dewasa dapat diambil 75% dari kalor yang dihasilkan pria dewasa. Sedangkan untuk kategori aktivitas pekerja pada ruang unit produksi, ditentukan pada kategor pekerjan industri ringan (bediri, berjalan, mengangkat barang ringan)
Jumlah Pekerja = 30 orang
Total Qpekerja = 200 Watt x 30 orang
= 6000 Watt
= 20370,37 BTU/jam 2. Aplikasi Psychrometric
Untuk mengetahui temperatur udara supply, dapat digunakan bagan psikrometri. Dari bagan tersebut dapat diketahui kondisi titik supply udara
Temperatur udara Outdoor Air : 34 oC Temperatur udara Supply Air : 15 oC Temperatur udara Room Air : 24 oC
Gambar 4.20 Plotting temperatur udara rancangan pada Psycrometric Chart
3. Perhitungan Debit Udara
Untuk mengetahui kecepatan udara aliran udara didalam saluran, perlu ditentukan ukuran saluran dan debit udara yang melalui saluran.
Untuk mengetahui kecepatan udara aliran udara didalam saluran, perlu ditentukan ukuran saluran dan debit udara yang melalui saluran.