• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Fokus dan Sub Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah, fokus penelitian ini berkaitan dengan upaya guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan budaya literasi siswa.

14 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi,(Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006) cet ke 2, h. 130.

2. Subfokus Penelitian

Subfokus penelitian ini berarti penentuan keluasan permasalahan dan batasan penelitian. Maka subfokus penelitian sebagai berikut:

a. Budaya literasi di SMP Negeri 110 Jakarta.

b. Upaya yang dilakukan oleh guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan budaya literasi siswa di SMP Negeri 110 Jakarta.

c. Faktor pendukung dan penghambat dalam meningkatkan budaya literasi di SMP Negeri 110 Jakarta

C. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus masalah diatas, maka rumusan masalah yang dapat peneliti ajukan sebagai berikut :

1. Bagaimana budaya literasi di SMP Negeri 110 Jakarta?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh guru pendidikan agama Islam dalam meningkatkan budaya literasi siswa di SMP Negeri 110 Jakarta?

3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat dalam meningkatkan budaya literasi di SMP Negeri 110 Jakarta?

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan bagi pengembang ilmu pengetahuan sebagai berikut:

1. Secara Teoritis

a. Dapat menambah pengetahuan tentang upaya guru dalam meningkatkan budaya literasi siswa.

b. Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan pijakan penelitian yang ada sangkut pautnya dengan penelitian ini.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi siswa, dapat menjadikan gemar literasi tidak hanya di sekolah namun juga menyebarkan ke masyarakat, tambah wawasan dan aplikasi wawasan dari budaya literasi dalam masyarakat.

b. Bagi guru, dapat meningkatkan peranannya sebagai kewajiban pendidik kepada siswa, mengingat betapa pentingnya beberapa peranan guru dalam aplikasi proses pembelajaran dan terobosan baru tantangan guru untuk menambah semangat siswa dalam budaya literasi.

c. Bagi sekolah, Kepala Sekolah dapat membantu adanya program budaya literasi untuk siswanya, disediakan beberapa referensi-referensi tentang pelajaran yang terkait untuk update jurnal, makalah, artikel, modul atupun buku penunjang lainnya yang mendukung.

E. Sistematika Penelitian

Sistematika penulisan dalam menyusun skripsi merupakan deskriptif tentang pembahasan penulisan secara menyeluruh ke dalam beberapa bab, dengan rincian sebagai berikut:

BAB I, berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, fokus dan subfokus, perumusan masalah, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II, berisi tinjauan pustaka yang mengulas beberapa teori tentang;

upaya guru pendidikan agama Islam dan budaya literasi, serta membahas beberapa penilitian terdahulu, dan kerangka berpikir.

BAB III, berisi tentang metode penelitian yang didalamnya mencakup pendekatan dan jenis penelitian, informan dan subjek penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, serta teknik pencermatan hasil penelitian (Triangulasi).

BAB IV, berisi gambaran umum tentang latar belakang penelitian, temuan penelitian, serta pembahasan temuan penelitia.

BAB V Penutup, yang didalamnya membahas kesimpulan dan saran.

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Konseptual Fokus dan Subfokus Penelitian 1. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam

a. Pengertian Upaya

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata upaya berarti usaha, ikhtiar (untuk mencapai suatu maksud, memecahkan persoalan, mencari jalan keluar, dsb).1

Dalam bidang pendidikan, upaya adalah suatu usaha untuk mendorong pembaruan pendidikan dan membangun manusia manusia seutuhnya, serta mewujudkan suatu masyarakat belajar, didalam suatu upaya mengantisipasi masa depan, terutama yang berhubungan dengan perubahan nilai dan sikap, serta pengembangan sarana pendidikan.2 Upaya atau suatu proses menemukan kelemahan atau penyakit apa yang dialami seseorang melalui pengujian dan studi yang seksama mengenai gejala-gejalanya dan memberikan alternative pemecahan penyakit yang dialami.3

Jadi upaya yaitu usaha atau suatu cara untuk menyampaikan maksud, akal dan ikhtiar. Upaya juga dapat dimaksudkan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan secara sistematis, terencana dan terarah untuk

1 Hasan, Alwi. Et.al, (ed), Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Jakarta: Balai Pustaka, 2007).

Ed. 3, Cet. Ke-4, h. 1270.

2 Umar Tirta Harja dan Lasvia, Pengantar pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h.

254.

3 Abin Syamsudin, Diagnosis Kesulitan belajar, (Jakarta: Rineka cipta, 2006), h. 307.

menjaga sesuatu agar tidak meluas dan memiliki daya guna yang sesuai dengan maksud, tujuan dan fungsi serta manfaat suatu hal tersebut dilaksanakan.

b. Guru Pendidikan Agama Islam

1) Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “guru” adalah orang yang pekerjaannya mengajar.4 Adapun menurut Vembrianto (1994) dalam kamus pendidikan, guru adalah pendidik professional di sekolah dengan tugas utama mengajar. 5

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1, berbunyi:

Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.6

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta siswa pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.7 Guru adalah orang dewasa yang karena jabatannya secara formal selalu mengusahakan terciptanya situasi

4 Abdullah, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Terbaru, (Jakarta: Pustaka Sandro Jaya), h.

148.

5 Mahmud dan Ija Suntana, Antropologi Pendidikan, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2012), h. 153.

6 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, (Bandung: Fokusindo Mandiri, 2012), h. 3.

7 Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenamedia Group, 2017), h. 139.

yang tepat mengajar sehingga memungkinkan terjadinya proses pengalaman belajar (Learning experiences) pada diri siswa, dengan mengerahkan segala sumber (Learning resources) dan menggunakan strategi belajar mengajar (Teaching-learning startegy) yang tepat (Appropriate).8

Sardiman mengemukakan bahwa guru adalah salah satu unsur terpenting dalam proses belajar mengajar, yang ikut berperan dalam usaha pembentukan sumber daya manusia yang potensial dalam bidang pembangunan.9

Sementara itu, menurut Mukti Ali, pengertian guru secara terbatas adalah sebagai suatu sosok individu yang berada di depan kelas, dan dalam arti luas adalah seseorang yang mempunyai tugas tanggung jawab untuk mendidik siswa dalam mengembangkan kepribadiannya. 10

Ahmad Tafsir mendefinisikan guru sebagai pendidik yang memegang mata pelajaran di sekolah. Pengertian ini lebih memfokuskan bahwa guru adalah pemegang bidang studi di sekolah atau madrasah.11

Setelah dijelaskan pengertian guru secara umum, maka selanjutnya akan dibahas pengertian guru Pendidikan Agama Islam (PAI). Secara umum pengertian guru Pendidikan Agama

8 Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan Perangkat Sistem Pengajaran Modul, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), h. 155.

9 Sardirman. A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), h. 125.

10 Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2009), h. 81.

11 Murip Yahya, Profesi Tenaga Kependidikan, (Bandung: CV Pustaka Setia. 2013), h. 2.

Islam adalah guru yang mengajarkan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.12

Dalam peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 55 tahun 2007 tentang pendidikan agama dan pendidikan keagamaan pasal 1, dijelaskan bahwa:

Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kapribadian, dan keterampilan siswa dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.13

Dalam bahasa Arab, guru Pendidikan Agama dikenal sebagai al mu’alim atau ustadz yang bertugas memberikan ilmu dalam majelis ta’lim (tempat belajar) dengan tujuan mencerdaskan dan membina akhlak siswa agar menjadi orang yang berkepribadian baik.14

Pengertian guru Pendidkan Agama Islam dalam Kapita selekta Pendidikann Agama Islam adalah yang menggunakan rujukan hasil konferensi Internasional tentang pengertian guru Pendidikan Agama Islam adalah sebagai marabbi, muallim dan muddaih.

Pengertian murabbi adalah Guru Agama Islam harus orang yang memiliki sifat rabbani, yaitu bijaksana, terpelajar

12 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:

Balai Pustaka, 1998), h. 228.

13 Weinata Sairin, Himpunan Peraturan di Bidang Pendidikan, (Bandung: Yrama Widya, 2013), h. 199.

14 Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 44.

dalam bidang pengetahuan tentang rabb (Tuhan). Pengertian muallim adalah seseorang Guru Agama Islam harus alimun (Ilmuwan), yaitu menguasai ilmu teknologi, memiliki kretifitas, komitmen yang sangat tinggi dalam mengembangkan ilmu serta sikap hidup yang selalu menjujung tinggi nilai di dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pengertian ta’dib adalah itegrasi antara ilmu dengan amal.15

Menurut Ahmad D. Marimba bahwa pendidik Islam atau guru Pendidikan Agama Islam adalah orang yang bertanggung jawab mengarahkan dan membimbing anak didik berdasarkan hukum-hukum agama Islam.16

Berdasarkan penjelasan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa guru adalah tenaga pendidik yang memiliki keahlian khusus dalam bidang keguruan dan fasilitator dalam proses pembelajaran terhadap siswa, baik di kelas maupun di luar kelas.

Dan sebagai guru Pendidikan Agama Islam adalah seseorang yang mengajarkan mata pelajaran Pendidikan Agama Islam serta mampu mengarahkan, membimbing dan mendidik siswa agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah Swt.

2) Tujuan Pendidikan Agama Islam

Tujuan pendidikan Islam secara nasional dapat dirujuk kepada tujuan pendidikan yang terdapat dalam Undang-Undang

15 Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogjakarta: Pustaka, 1996), h. 11-12.

16 Ahmad D. Marimba, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1998), h. 98.

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, berbunyi:

Membentuk manusia yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, memiliki ilmu pengetahuan dan teknologi, keterampilan, sehat jasmani, dan rohani, memiliki rasa senior, serta bertanggung jawab bagi masyarakat, bangsa, dan negara.17

Muhammad Quthb berpendapat, bahwa tujuan pendidikan Islam adalah membina manusia secara pribadi dan kelompok sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah-Nya guna membangun dunia ini sesuai dengan konsep yang ditetapkan Allah.15

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis menyimpulkan tujuan Pendidikan Agama Islam yaitu untuk membentuk manusia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia melalui pemahaman ajaran-ajaran Islam yang telah ditetapkan oleh Allah Swt.

3) Persyaratan Guru Pendidikan Agama Islam

Dalam Undang-undang RI no 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen Bab IV pasal 8 yang berbunyi: “Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.16

17 Departemen Agama RI, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, 2003), h. 24.

15 Abbudin Nata, op.cit., h. 54.

16 Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005 & Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 11 Tahun 2011 “Tentang Guru dan Dosen”, (Bandung: Citra Umbara, 2011), h. 64.

Untuk melakukan Pendidikan Agama Islam yang berwawasan tinggi diperlukan standar atau syarat-syarat yang harus dimiliki guru Pendidikan Agama Islam, antara lain:

a) Guru hendaknya memelihara akhlak yang mulia dalam pergaulannya dengan orang banyak.

b) Hendaknya guru agama islam tidak berorientasi duniawi dengan menjadikan ilmunya sebagai alat untuk mencapai kedudukan, harta, prestise, atau kebanggan atas orang lain.

c) Hendaknya guru berzuhud, yaitu mengambil rezki dunia hana untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok diri keluarganya secara sederhana.

d) Hendaknya guru pedidikan agama islam memelihara kemulian ilmunya.

e) Guru pendidikan agama islam hendaknya selalu mengisi waktu-waktu luangnya dengan hal-hal yang bermanfaat.17

Menurut Desi Reminsa, ada beberapa syarat untuk menjadi guru ideal, antara lain memiliki kemampuan intelektual yang memadai, kemampuan memahami visi dan misi pendidikan, keahlian mentransfer ilmu pengetahuan atau metodologi pembelajaran, memahami konsep perkembangan anak atau psikologi perkembangan, kemampuan mengorganisasi dan mencari problem solving (pemecahan masalah), kreatif dan memiliki seni dalam mendidik. 18

17 Qowaid, dkk, Profesional Agama Islam di Sekolah Umum, (Jakarta: Departmen Agama RI.Badan Libang Agama dan diklat Keagamaan Puslitbang Pendidikan dan Keagamaan,2003), cet.1. h. 14-15.

18 Jamal Ma’mur Asmani, Tips Menjadi Guru Inspiratif, Kreatif, dan Inovatif, (Jogjakarta:

Diva Press, 2010), h. 20.

Sedangkan Soejono menyatakan beberapa syarat guru sebagai berikut:

a) Tentang umur, harus sudah dewasa;

b) Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani;

c) Tentang kemampun mengajar, Ia harus ahli;

d) Harus berkeasusilaan dan berdedikasi tinggi.19

Berdasarkan pemamaparan tersebut, penulis menyimpulkan sebagai guru Pendidikan Agama Islam harus memenuhi syarat yang telah ditentukan dengan harapan dapat membina siswa menjadi berakhlak mulia serta bertakwa kepada Allah Swt. Salah satu syarat yang harus dipenuhi yakni berupa umur dewasa, sehat jasmani dan rohani, mengetahui karakter siswa, serta menguasai materi pembelajaran dengan baik.

4) Kompetensi Guru

Kompetensi guru adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh guru atau dosen dalam melaksanakan tugas keprofesionalan. Kompetensi guru menurut Undang-undang RI No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dinyatakan bahwa kompetensi guru meliputi kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial.

19 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007), h. 80.

a) Kompetensi Pedagogik

Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran. Kemampuan mengelola pembelajaran siswa yang meliputi (1) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, (2) pemahaman terhadap siswa, (3) pengembangan kurikulum/silabus, (4) perancangan pembelajaran, (5) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (6) pemanfaatan teknologi pembelajaran, (7) evaluasi proses dan hasil belajar, dan (8) pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.20

b) Kompetensi Kepribadian

Kemampuan kepribadian yaitu kemampuan guru dalam mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.

kompetensi ini terdiri dari lima ranah, yaitu kepribadian yang mantap dan stabil, dewasa, arif, berwibawa dan berakhlak mulia.21

c) Kompetensi Sosial

Kompetensi sosial yaitu kemampuan guru untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan efisien dengan masyarakat. Sekurang-kurangnya meliputi (1) berkomunikasi lisan, tulisan, atau isyarat. (2) menggunakan

20 Jumanta Hamdayama, Metodologi Pengajaran, (Jakarta: Bumi Aksara, 2016), h. 3.

21 Sudarwan Danim, Profesionalisasi dan Etika Profesi Guru, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 2.

teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional, (3) bergaul secara efektif dengan siswa, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua atau wali siswa, (4) bergail secara santun kepada masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, dan (5) menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan dan semangat kebersamaan.22

d) Kompetensi Profesional

Kompetensi profesional yaitu kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu, teknologi atau seni.

Meliputi penguasaan (1) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang diampunya, dan (2) konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi atau seni yang relevan yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, atau kelompok mata pelajaran yang diampu.23

Berdasarkan pemaparan diatas, penulis menyimpulkan bahwa menjadi seorang guru harus memiliki empat kompetensi yang terdapat dalam Undang-Undang, sehingga seorang guru dapat menjalankan tugasnya dengan baik serta tercapai tujuan pendidikan yang diharapkan.

22 Jumanta Hamdayana, op. cit., h. 4.

23 Jumanta Hamdayana, Ibid.

5) Tugas Guru

Tugas seorang guru dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, di antaranya yaitu:

Pertama, tugas dalam bidang profesi. Guru merupakan

suatu profesi yang memerlukan keahlian khusus, jenis pekerjaan ini tidak dapat dilakukan oleh orang yang tidak memiliki kapabilitas di bidang pendidikan. Tugas guru sebagai profesi meliputi aspek mendidik yaitu meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan keterampilan kepada siswa, dan melatih.

Kedua, tugas kemanusiaan. Tugas guru dalam bidang

kemanusiaan adalah menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua dari siswa. Ia harus mampu menarik simpati sehingga dapat menjadi panutan para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikannya hendaknya dapat dijadikan motivasi bagi siswa dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak dapat menanamkan benih pengajarannya itu kepada para siswa.

Ketiga, tugas dalam bidang kemasyarakatan. Masyarakat

menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkunganya, karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa guru

berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju kepada pembentukan manusia seutuhnya.24

Sebagaimana telah dijelaskan oleh Moh. Uzer Usman bahwa tugas guru ada tiga, yaitu dalam bidang profesi, bidang kemanusiaan, dan bidang kemasyarakatan. Ketiga hal tersebut harus dilaksanakan secara bersama-sama, agar mampu memberikan kebaikan kepada semua orang, bukan hanya mengajar di kelas namun dapat menjadi pribadi yang baik dan menjadi contoh di masyarakat.

Hal itu diperkuat dengan pendapat al-Ghozali yang mengemukakan bahwa tugas pendidik yang utama adalah menyempurnakan, membersihkan, mensucikan, serta membawakan hati nurani untuk taqorub kepada Allah.25 Bahwasannya tugas guru PAI tidak hanya sekadar untuk memberikan ilmu dengan metode dan strategi yang baik namun dengan membentuk diri siswa agar menjadi pribadi yang matang dalam beragama dan berkemasyarakatan.

Sedangkan secara khusus tugas pendidik di lembaga pendidikan ada tiga yaitu:

a) Perencana, mempersiapkan bahan, metode dan fasilitas, pengajaran serta mental untuk mengajar;

24 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), h. 7.

25 Muhammad Faturrohman dan Sulistyorini, Meretas Pendidikan Berkualitas Dalam Pendidikan Islam (menggagas Pendidik atau Guru yang ideal dan Berkualitas dalam Pendidikan Islam. (Yogyakarta: Teras, 2012), h. 38.

b) Pelaksana, pemimpin dalam proses pembelajaran;

c) Penilaian, mengumpulkan data, mengklasifikasi, menganalisis dan menilai keberhasilan proses belajar mengajar.26

Disebutkan secara jelas bahwa dari awal perencana sampai pengevaluasi menjadi tugas yang harus dilakukan setiap individu guru. Karena jelas bahwa guru yang merencanakan dan guru yang memberikan dan guru yang menilai adalah semua tugas dari guru.

Termasuk mengajar di sini disisipkan pada pelaksana karena guru melakukan proses pengajaran.

Dapat disimpulkan bahwa guru memiliki posisi yang strategis dalam dunia pendidikan maka perlunya potensi guru untuk mengembangkan potensi siswanya dalam meraih tujuan pembelajaran yang dicapai.Tanpa adanya guru maka siswa bukan apa-apa. Karena setiap proses pembelajaran diperlukan guru untuk mengarahkan membimbing untuk didapatkan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai. Tentu tugas guru ini sangat diperlukan demi suksesnya siswa menuju tujuan pembelajaran.

2. Budaya Literasi a. Budaya

1) Pengertian Budaya

Budaya secara harfiah berasal dari bahasa latin yaitu colere yang artinya mengerjakan tanah, mengelola, memelihara

26 Muhammad Faturrohman dan dan Sulistyorini. Ibid., h. 40.

ladang. Budaya juga diambil dari bahasa Sansekerta yaitu budhayah, bentuk jamak dari budhi (budi atau akal) dimaknai

sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat.

Secara formal budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna hirarki, agama, waktu, peranan, hubungan ruang, konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok.27

Beberapa konsep ahli berikut tentang budaya sebagai berikut:

a) E. B. Tylor, budaya adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keilmuan, hukum, adat istiadat dan kemampuan yang lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat;

b) R. Linton, kebudayaan dapat dipandang sebagai konfigurasi tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku yang dipelajari, di mana unsur pembentukannya didukung dan diteruskan oleh anggota masyarakat lainnya;

27 Deddy Mulyana dan Jalaluddin Rakhmat, Komunikasi Antar Budaya (Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya), (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 18.

c) Koentjaraningrat, mengartikan bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, milik diri manusia dengan belajar;

d) Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta manusia;

e) Herkovits, kebudayaan adalah bagian dari lingkungan hidup yang dicipitakan oleh manusia.28

Dalam pendapat Berry, Poortinga, Segall dan Desan menyatakan budaya adalah produk dari kognisi yang muncul dalam berbagai bentuk seperti norma, keyakinan, pendapat, nilai dan sebagainya. Dengan adanya budaya nilai-nilai yang ada dalam tatanan budaya tersebut bisa menjadi kepercayaan atau semacam hal yang harus dipatuhi, dituruti karena sudah menjadi keyakinan.29

Budaya atau kultur adalah hasil penciptaan, perasaan dan prakarsa manusia berupa karya yang bersifat fisik maupun bersifat non fisik.30 Ini menandakan budaya tidak muncul secara tiba-tiba namun semua dikonsep dan disepakati. Ketika deal maka kesepakatan bersama itu dijunjung baik dilakukan secara pribadi maupun dilakukan secara bersama-sama.

Makna tersebut mirip pengertian kultur menurut Sir E. B.

Tylor (1832-1917) yang dalam bukunya Primitive Culture bahwa kultur dalah keseluruhan hal yang kompleks termasuk pengatahun, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat dan kemampun serta kebiasaan yang lain yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat. 31

28 M. Elly Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2008), h. 27-28.

29 Sarlito W Sarmono, PsikologiLintasBudaya, (Jakarta: PT. Raja Grafido Persada, 2014), h. 23.

30 Andrik Purwasita, Komunikasi Multikultural, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2003), h. 95.

31 Andrik Purwasita, Ibid., h. 96.

Berdasarkan penjelasan diatas, penulis menyimpulkan bahwa budaya adalah suatu tatanan perilaku yang dibentuk berupa nilai-nilai, kepercayaan, norma serta kebiasaan yang dijalankan oleh masyarakat tersebut.

2) Unsur-unsur Budaya

Budaya memiliki ruang lingkup yang begitu luas dapat dikatakan kompleks. Karena budaya berkaitan dengan seluruh aspek kehidupan manusia. Baik kebutuhan pokok maupun kebutuhan sekunder. Dan juga kebutuhan yang mungkin menggunkan alat-alat yang gunanya untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah sehari-hari.

Untuk lebih mudah untuk mengatasi masalah yang ada dalam kebudayaan dalam kemasyarkatan, Melville J. Herskovits membagi kebudayaan menjadi 4 unsur yaitu:

a) Keluarga;

b) Alat-alat teknologi;

c) Sistem ekonomi;

d) Kekuatan politik32

Sedangkan Koentjoronigrat menyepakati beberapa ahli antropologi seperti C. Kluckhon dalam bukunya Universal Catagories of Cultures (1953), ada tujuh unsur-unsur kebudayan

yakni: Bahasa, Sistem Pengetahuan, Organisasi Sosial, Sistem

32 Andrik Purwasita, op. cit., h. 97-98.

Peralatan Hidup dan Teknologi, Sistem Mata Pencaharian Hidup, Sistem Religi, dan Kesenian.33

Budaya yang ada bukan berarti memiliki masa aktif selamanya tidak namun budaya jug bisa lenyap dan juga bisa hancur. Hal ini bisa terjadi karena adanya inovasi baru atau penemuan baru yang menyebabkan hilangnya budaya lama. Dan yang sering kurang mendapat perhatian adalah hilangnya unsur kebudayaan yang kelihatannya berguna namun tidak ada gantinya.34 Selain itu juga, Heischman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya penyebab dari perubahan.35 Hal

Budaya yang ada bukan berarti memiliki masa aktif selamanya tidak namun budaya jug bisa lenyap dan juga bisa hancur. Hal ini bisa terjadi karena adanya inovasi baru atau penemuan baru yang menyebabkan hilangnya budaya lama. Dan yang sering kurang mendapat perhatian adalah hilangnya unsur kebudayaan yang kelihatannya berguna namun tidak ada gantinya.34 Selain itu juga, Heischman mengatakan bahwa kebosanan manusia sebenarnya penyebab dari perubahan.35 Hal

Dokumen terkait