• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI KEGIATAN

B. Fokus Group Discussion

Hasil diskusi dalam membahas penilaian kinerja dalam rangka penyesuaian dengan penerapan PP 101 tentang Pengelolaan Limbah B3, banyak hal yang harus disepakati oleh semua unit kerja di lingkungan Ditjen PSLB3, agar muaranya menuju pada jumlah limbah yang dikelola. Mekanisme kerja antar Direktorat di lingkungan Ditjen PSLB3 harus segera dibentuk agar dapat saling bersinergi.

Sedangkan dari hasil FGD terkait pemanfaatan limbah spent bleaching earth (SBE), hingga saat ini masih banyak pelaku usaha refinery CPO yang melakukan open dumping limbah spent earth. Pemanfaatan limbah spent bleaching earth dari limbah hasil proses refinery CPO, dapat diarahkan untuk recovery bleaching earth agar dapat digunakan kembali ke dalam proses refinery. Perlu dikembangkan satu kebijakan yang dapat mengakomodir

43 | L a p o r a n K e g i a t a n P K P L B 3 2 0 1 5

pelaku usaha dalam memanfaatkan kembali spent earth dengan baik dan benar.

4.2 LIMBAH B3 DIKELOLA

Berdasarkan Undang-Undang 32 tahun 2009 dinyatakan bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan.Pengelolaan limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfataan, pengolahan dan/atau penimbunan (Pasal 1 angka 11 PP Nomor 101 tahun 2014).

Hasil capaian pelaksanaan kegiatan penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 dan limbah non B3, baru diperoleh data jumlah limbah B3 yang terkelola, sementara itu data jumlah penilaian kinerja limbah non B3 belum dilakukan karena masih belum tersedia pedoman dan SOP untuk pelaksanaannya, serta aturan pendukungnya belum selengkap aturan pengelolaan limbah B3.

Penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 yang dilakukan menggunakan metode pemantauan langsung, pemantauan tidak langsung dan melalui mekanisme PROPER. Ketiga metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan yang dapat dipertimbangkan untuk kegiatan penilaian kinerja selanjutnya.

Pemantauan tidak langsung dapat menyerap beberapa industri pada waktu relatif singkat dua atau tiga hari. Satu tim hanya terdiri dari 1 - 2 orang pemantau. Data yang didapat kurang akurat karena hanya menggunakan dokumen sebagai acuan dalam pengumpulan data, kelemahannya banyak industri yang tidak lengkap membawa bukti dalam bentuk dokumen atau foto, sebagai contoh pemantauan tidak langsung di Balikpapan, Bali, Makassar, Pekan Baru, dan Bandung, satu (1) tim dapat menangani 4 atau 6 industri dalam waktu paling lama tiga hari, tetapi kelemahannya ada beberapa industri

44 | L a p o r a n K e g i a t a n P K P L B 3 2 0 1 5

memberikan foto bukan keadaan sebenarnya (rekayasa) dan tidak membawa dokumen pendukung yang lengkap.

Tabel. 4.1 Perbandingan Pemantauan Langsung dan Pemantauan Tidak langsung

45 | L a p o r a n K e g i a t a n P K P L B 3 2 0 1 5

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pemantauan langsung membutuhkan 2 sampai 3 orang dalam satu tim. Industri yang di pantau paling banyak 2 industri, waktunya relatif lama 3–5 hari, namun data yang diperoleh akurat karena tim melakukan pemantauan ke lapangan atau lokasi kegiatan pengelolaan limbah suatu industri.

Berdasarkan tabel diatas efektivitas metode penilaian kinerja Pengelolaan Limbah B3 dapat dituangkan dalam diagram berikut:

Gambar 4.1 Efektivitas Metode Penilaian Kinerja Pengelolaan Limbah B3

Pengelolaan limbah B3 ditentukan oleh izin yang dimiliki pelaku usaha.

Efektivitas penerapan setiap izin dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Izin Pengumpulan

Beberapa izin telah mencantumkan lingkup limbah yang cukup banyak tetapi fasilitas pengumpulan tidak sesuai dengan kapasitasnya. Adanya potensi penyimpanan di fasilitas pengumpulan yang tidak sesuai.

Beberapa izin masih belum melampirkan gambar lay out bangunan fasilitas pengumpulan berikut titik koordinatnya. Ada potensi penyimpangan dalam penggunaan fasilitas bangunan dari izin yang ditetapkan.

pemantauan tidak langsung

46 | L a p o r a n K e g i a t a n P K P L B 3 2 0 1 5 2. Izin Pengolahan

- Insinerator

Berdasarkan hasilpenilaian kinerja PLB3 beberapa rumah sakit yang memilii izin pengolahan menggunakan insinerator, banyak diantaranya yang tidak memenuhi efesiensi pembakaran mencapai 99,99%

sebagaimana tertuang dalam izin. Potensi kesalahan adalah dari pemeliharaan alat, operator bekerja tidak sesuai SOP, lamanya waktu dan volume sampel yang kurang tepat pada saat pengambilan sampel CO dan CO2. Spesifikasi alat insinerator sangat berpengaruh terhadap pencapaian kesesuaian izin.

- Bioremediasi

Potensi ketidaksusuaian dengan izin adalah melebihi waktu yang telah ditetapkan dalam satu siklus pengolahan 8 bulan untuk memenuhi penurunan TPH sampai 1%. Proses pencampuran yang tidak sesuai dapat mempengaruhi perpanjangan waktu.

- Centralized Mud Treating Facility (CMTF)

Di dalam izin tidak tercantum periode pengangkatan padatan di dalam fit. Tidak ada ketentuan kapan harus melaporkan apabila melakukan perubahan fit baik bentuk, jumlah maupun penutupan fit. Dapat terjadi potensi penyimpangan oleh pelaku usaha terkait hal tersebut.

3. Izin Pemanfaatan

Saat ini pemanfaatan yang dilakukan untuk limbah yang jumlah timbulannya cukup signifikan adalah fly as bottom ash, akan tetapi teknologi pemanfaatan masih terbatas pada pembuatan batako, paving block dan beton.

Beberapa pelaku usaha jasa pemanfaatan limbah B3 telah memiliki izin, akan tetapi tidak beroperasi melakukan pemanfaatan dengan alasan tidak ekonomis. Tidak melakukan pelaporan per tiga bulanan. Dapat dipastikan bahwa limbah B3 dikumpulkan dan disimpan melebihi masa penyimpanan yang diizinkan.

47 | L a p o r a n K e g i a t a n P K P L B 3 2 0 1 5 4. Izin Penimbunan/Dumping

- Sand Management Facility

Menginjeksi LB3 ke dalam perut bumi dengan kedalaman tertentu.

Teknologi monitoring yang digunakan dapat diakses oleh pemerintah khususnya institusi penerbit izin, dengan penggunaan password.

Penggunaan teknologi tinggi tersebut memerlukan biaya ya ng mahal sehingga diutuhkan SDM yang handal, agar tidak terjadi penyimpangan dalam pelaksanaannya.

- Landfill

Kebutuhan lahan yang cukup luas dan penyiapan dokumen lingkungan yang cukup sulit, serta operasional pasca penutupan harus dilakukan dalam janngka waktu yang cukup panjang minimal 30 tahun untuk memastikan tidak terjadi kebocoran leached maupun emisi dari gas methane yang akan timbul. Masih sangat terbatas jumlah pelaku usaha yang berinvestasi untuk membuat landfill.

4.3 LIMBAH B3 YANG DIMANFAATKAN

Kegiatan pemanfaatan Limbah B3 adalah kegiatan penggunaan kembali, daur-ulang, dan/atau perolehan kembali yang bertujuan mengubah limbah B3 menjadi produk yang dapat digunakan sebagai subsitusi bahan baku, bahan penolong, dan/atau bahan bakar yang aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.

Beberapa contoh pemanfaatan limbah B3 yang telah diterapkan adalah limbah B3 sebagai pengganti (substitusi) bahan baku seperti pemanfaatan abu terbang (fly ash) sebagai material beton, material jalan, dan campuran pembuatan batako. Selain sebagai pengganti (substitusi) bahan baku, pemanfaatan oli bekas dan sludge oil sebagai substitusi bahan bakar telah diterapkan di beberapa industri.

48 | L a p o r a n K e g i a t a n P K P L B 3 2 0 1 5

Berdasarkan hasil penilaian kinerja pengelolaan limbah B3 periode tahun 2014 - 2015 terdapat 505,630.34 ton (0.40% ) limbah B3 yang dimanfaatkan dari 125,540,827.76 ton jumlah limbah B3 yang dihasilkan oleh 269 perusahaan yang dipantau baik secara langsung, tidak langsung, maupun melalui metode PROPER.

Gambar 4.2. Limbah B3 Dimanfaatkan Periode Tahun 2014-2015

Berdasarkan perbandingan tersebut, persentase pemanfaatan limbah B3 masih sedikit dilakukan baik oleh industri penghasil maupun jasa pemanfaat limbah B3. Hal ini disebabkan karena:

1. Sosialisasi bentuk-bentuk pemanfaatan limbah B3 masih belum banyak diketahui oleh industri-industri penghasil limbah B3;

2. Panduan teknis bentuk-bentuk pemanfaatan limbah B3 masih belum lengkap diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 02 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Limbah B3 berisi persyaratan dan ketentuan teknis pemanfaatan limbah B3 khusus untuk industri semen dan jasa pengumpul limbah B3 sebagai platform sebelum limbah B3 diserahkan ke industri

49 | L a p o r a n K e g i a t a n P K P L B 3 2 0 1 5

semen untuk dimanfaatkan, sedangkan panduan teknis untuk bentuk-bentuk pemanfaatan limbah B3 lainnya seperti: pemanfaatan abu terbang (fly ash) sebagai material beton, material jalan, dan sebagai pembenah tanah masih belum tersedia.

3. Industri yang melakukan pemanfaatan limbah B3 secara termal seperti:

pemanfaatan sludge IPAL sebagai substitusi bahan bakar di boiler, pemanfaatan oil sludge sebagai bahan bakar di industri kapur, dan pemanfaatan limbah B3 di kiln semen belum dilengkapi dengan parameter dan baku mutu emisi yang spesifik untuk kegiatan tersebut.

Selama ini parameter dan baku mutu masih menggunakan ketentuan sebagaimana Keputuan Kepala Bapedal Nomor: KepKaBapedal Nomor 03 Tahun 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah B3 sehingga terdapat beberapa parameter yang tidak dapat dicapai dalam pemenuhan baku mutunya.

4. Industri yang melakukan pemanfaatan abu batubara sebagai substitusi bahan baku dalam pembuatan batako belum dilakukan secara maksimal.

Beberapa hasil penilaian kinerja terhadap industri-industri ini, pemanfaatan limbah B3 hanya mencapai maksimal 10% dari jumlah limbah B3 yang dihasilkan sehingga masih terdapat potensi pembuangan abu batubara secara langsung ke lingkungan. Hal ini disebabkan karena pembuatan batako dari limbah dibatasi hanya untuk keperluan internal perusahaan saja sebagaimana tertuang dalam izin.

Hasil dari kegiatan Bimbingan teknis Pemanfaatan Limbah B3 di Surabaya tanggal 25-26 November 2015, sebagaimana informasi dari Badan Penelitian dan Pengembangan Jalan, Kementerian Pekerjaan Umum bahwa limbah B3 berupa fly ash yang merupakan limbah batu bara dapat digunakan sebagai pengganti semen dalam beton atau sebagai aditif diperkerasan, limbah tailing dari kegiatan tambang juga dapat dima nfaatkan sebagai pengembangan teknologi perkerasan jalan, limbah sludge oil dari industri pengolahan sawit, limbah slag dari industri baja serta limbah dari industri pulp dapat juga digunakan sebagai pengembangan teknologi perkerasan jalan. Selain itu

50 | L a p o r a n K e g i a t a n P K P L B 3 2 0 1 5

pemanfaatan limbah karet dan plastik dapat digunakan sebagai pengembangan teknologi perkerasan aspal dan beton.

Hasil dari kegiatan pemanfaatan limbah B3 yang telah dilaksanakan baik oleh penghasil limbah B3 maupun jasa pemanfaat selama ini dapat digunakan sebagai bahan dalam penyusunan pedoman teknis pemanfaatan limbah B3, selain mengacu pada Standar Nasional Indonesia yang telah diterbitkan oleh Badan Akreditasi Nasional antara lain SNI 03-0691-1998 untuk bata beton (paving block), sehingga pelaku kegiatan dapat mengacu pedoman yang disusun dalam memanfaatkan limbah B3 tersebut.

Selain itu, perlu dihitung secara spesifik jumlah limbah B3 yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif terkait dengan kontribusi penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK), sehingga dapat diketahui jumlah limbah B3 yang dapat berkontribusi dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sebagaimana telah dituangkan dalam Rencana Strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2015-2019 dengan pencapaian target pemanfaatan limbah B3 sebesar 1,014,000 (Satu Juta Empat Belas Ribu) ton sebagai bahan bakar alternatif yang setara dengan penurunan emisi GRK sebesar 121,000 (Seratus Dua Puluh Satu Ribu) ton karbon dioksida ekivalen per tahun) ton CO2e/tahun.

Selain itu pemanfaatan limbah B3 harus mengac u pada prinsip penggunaan kembali, daur-ulang, dan/atau perolehan kembali sehingga bentuk pemanfaatan limbah B3 seperti pemanfaatan kemasan bekas B3 sebagai pot tanaman dan pemanfaatan oli bekas sebagai pelumas rantai diharapkan tidak lagi diterbitkan izinnya.

51 | L a p o r a n K e g i a t a n P K P L B 3 2 0 1 5

4.4 BASIS DATA

Hasil evaluasi kegiatan pengembangan sistem database yang telah dilakukan pada tahun 2015 yaitu:

1. Masih perlunya dilakukan penyesuaian terhadap antara jenis usaha/kegiatan yang ada dengan jenis limbah B3 yang dihasilkan sesuai dengan PP 101 tahun 2014

2. Masih ada beberapa hal yang belum ditambahkan dalam sistem data yang telah dibangun, seperti karakteristik limbah B3, format template (logbook, neraca, berita acara dan pelaporan), serta sistem pengingat (reminder) apabila perusahaan belum melakukan pelaporan dan sistem pengingat (reminder) data limbah yang dikelola tidak sesuai dengan izin yang dimiliki.

3. Sistem database pengelolaan limbah B3 yang telah dibangun ini belum dilengkapi dengan:

 sistem data berbasis GIS (citra landsat, kontur lahan, daerah rawan kegempaan dll), sistem pengecekan (tracking) alur limbah B3 dari mulai penghasil sampai dengan pengelola akhir berbasiskan data spasial (GIS)

 sistem analisis untuk limbah B3 yang dilakukan pemanfaatan oleh setiap industri sebagai subtitusi bahan baku (alternative material) dan subtitusi bahan bakar (alternative fuel)

 sistem analisis pengelolaan limbah B3 yang terintegrasi dengan data perizinan dan data pemulihan lahan terkontaminasi

 sistem live detection dengan menggunakan GPS geodetic terhadap limbah B3 yang dilakukan pengangkutan limbah B3 oleh pihak pengangkut baik darat dan laut sehingga dapat melihat setiap unit pengangkut limbah B3 jalur yang dilalui, serta tonase limbah B3 yang diangkut untuk memastikan ada tidaknya pihak pengangkut yang tidak sesuai dengan jalur/ atau wilayah kerja sesuai dengan izin atau adanya limbah B3 yang kebuang di tengah jalan sebelum sampai ke pihak pengelola akhir

52 | L a p o r a n K e g i a t a n P K P L B 3 2 0 1 5

4.5 BIMTEK DAN SUPERVISI

Bimbingan teknis pengelolaan limbah bahan berbaha ya dan beracun adalah kegiatan yang betujuan untuk memberikan pemahaman dan sosialisasi kepada perusahaan penghasil, pemanfaat, pengolah, pengumpul dan pengangkut limbah B3 agar lebih taat dan tertib terhadap peraturan.Kegiatan bimbingan teknis diselenggarakan dalam 3 (tiga) jenis kegiatan pengelolaan limbah B3, yaitu Bimbingan Teknis Pelaporan Pengelolaan Limbah B3, Bimbingan Teknis Sosialisasi Pengelolaan Limbah B3 dan Bimbingan Teknis Pemanfaatan Limbah B3.

Dokumen terkait