• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1.2. Aspek Kesejahteraan Masyarakat

2.1.2.1. Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi

Struktur perekonomian suatu wilayah dapat diketahui dari komposisi Produk Domestik Regional Bruto (atas dasar harga berlaku) setiap sektor/lapangan usaha. Dari komposisi PDRB sektoral dapat dilihat gambaran “peranan” dari setiap sektor ekonomi dalam pembentukan PDRB wilayah tersebut. Semakin besar peranan suatu sektor ekonomi terhadap pembentukan total PDRB, maka semakin besar pula Pengaruh sektor tersebut dalam perkembangan perekonomian wilayah tersebut.

Keberhasilan pembangunan antara lain dapat dilihat pada beberapa indikator utama ekonomi, antara lain pertumbuhan PDRB, laju inflasi, PDRB per kapita dan indeks gini serta rasio penduduk miskin.

Pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Products) suatu negara dan difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (Gross Domestic Regional Products) pada suatu provinsi, kabupaten atau kota.

Seiring perkembangan waktu, muncul alternatif definisi pembangunan ekonomi yang menitikberatkan pada peningkatan pendapatan perkapita (income perkapita). Definisi ini menekankan pada kemampuan suatu negara atau daerah untuk meningkatkan output yang dapat melebihi tingkat pertumbuhan penduduk.

Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam daerah tersebut (Blakely, 1989).

Pembangunan ekonomi pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan pembagian pendapatan masyarakat, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan

mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Dengan perkataan lain, arah pembangunan ekonomi adalah mengusahakan agar pendapatan masyarakat meningkat secara mantap dan dengan tingkat pemerataan yang sebaik mungkin.

Terkait dengan pentingnya pembangunan ekonomi, perencanaan pembangunan ekonomi yang matang dan tepat menjadi suatu hal mutlak yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah. Pelaksanaan otonomi daerah kabupaten/kota, telah memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk melakukan perencanaan, menentukan strategi dan membuat kebijaksanaan dalam rangka pelaksanaan pembangunan di daerahnya masing-masing.

Pada dasarnya ada dua permasalahan pokok dalam perencanaan ekonomi suatu daerah yaitu: (i) bagaimana mengusahakan agar pembangunan ekonomi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat secara mantap dan (ii) bagaimana agar pendapatan yang timbul tersebut dapat dibagi atau diterima masyarakat secara merata.

Salah satu alat yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan pembangunan ekonomi adalah melalui pengukuran pencapaian indikator makro ekonomi yang masing-masing indikatornya terdiri dari beberapa komponen. Komponen-komponen indikator makro tersebut diantaranya adalah : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE), PDRB perkapita dan tingkat inflasi.

a. Pertumbuhan PDRB

Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari besarnya nilai PDRB yang dihasilkan suatu daerah pada tahun tertentu dibandingkan dengan nilai PDRB tahun sebelumnya. Nilai PDRB yang digunakan merupakan pengaruh perubahan harga, sehingga perubahan yang diukur merupakan pertumbuhan ekonomi.

Pada tahun 2013 pertumbuhan ekonomi kabupaten Soppeng tercatat sebesar 7,57 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dimaknai bahwa nilai total barang dan jasa yang dihasilkan Kabupaten Soppeng pada tahun 2013 meningkat sebesar 7,57 persen dibanding tahun 2012, dengan catatan tidak ada faktor perubahan harga (menggunakan konstan tahun dasar 2000). Capaian pertumbuhan ekonomi tahun 2013 ini meningkat tipis sebesar 0,09 persen dibandingkan pertumbuhan ekonomi tahun sebelumnya yang berada pada anga 7,48 persen dan pada tahun 2014 meningkat menjadi 8,26 persen.

Perekonomian Kabupaten Soppeng selama lima tahun terakhir tumbuh positif dengan besaran yang cukup fluktuatif seperti terlihat pada grafik dibawah

ini. Fluktuasi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Soppeng ini dipengaruhi oleh peranan sektor pertanian yang memberikan kontribusi terbesar dalam PDRB Kabupaten Soppeng. Atau dapat dikatakan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Soppeng tergantung pada pertumbuhan sektor pertanian.

Grafik 2.1

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Soppeng Tahun 2012-2014 (dalam persen)

Sumber: BPS Kab.Soppeng Tahun 2015

Secara detail, pada tahun 2014 kontribusi sektor pertanian dalam pembentukan nilai total PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Soppeng sekitar 36,55 persen, ini lebih rendah dari tahun sebelumnya pada tahun 2013 sebesar 38,26 persen. Besarnya kontribusi pertanian ini erat kaitannya dengan peran sub sektor Tanaman Bahan Makanan dan subsektor Perkebunan.

Sektor lain yang cukup besar peranannya terhadap perekonomian di Kabupaten Soppeng pada tahun 2014 masing-masing adalah sektor jasa-jasa sebesar 21,96 persen, diikuti sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14,63 persen. Sedangkan penyumbang terkecil terhadap total PDRB Kabupaten Soppeng tahun 2014 adalah sektor pertambangan dan penggalian sebesar 0,51 persen, sebagaimana dapat dilihat pada table berikut ini :

7.48

7.57

8.26

2012 2013 2014

Tabel 2.6

Distribusi PDRB atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Soppeng Tahun 2010-2014

Lapangan Usaha 2010 2011 2012 2013* 2014**

(1) (3) (4) (5) (6) (6)

1. Pertanian 42,46 41,25 39,45 38,26 36,55

2. Petambangan dan Penggalian 0,50 0,53 0,52 0,51 0,51

3. Industri Pengolahan 6,26 6,32 6,23 6,24 6,68

4. Listrik, Gas dan Air 0,86 0,84 0,88 0,87 0,98

5. Bangunan 5,69 5,95 5,70 5,68 5,99

6. Perdagangan, Hotel dan Restoran 11,52 12,14 13,38 14,14 14,63

7. Angk. Pergudangan, Komunikasi 4,43 4,57 4,99 5,10 5,45 Lemb. Keuangan, Jasa

Perusahaan

5,52 5,93 6,20 6,55 7,26

Jasa-Jasa 22,76 22,48 22,65 22,65 21,96

PDRB 100 100 100 100 100

*Angka sementara

**Angka sangat sementara

Sumber: BPS Kabupaten Soppeng Tahun 2015

b. PDRB Perkapita

Peningkatan pendapatan masyarakat merupakan salah satu sasaran pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan, baik sebagai pendukung maupun yang langsung dirasakan oleh masyarakat sebagai peningkatan kesejahteraan. Salah satu indikator pengukuran tingkat kesejahteraan penduduk suatu wilayah adalah PDRB per kapita. Besaran PDRB per kapita memberikan gambaran rata-rata pendapatan yang dihasilkan oleh setiap penduduk selama satu tahun disuatu wilayah.

PDRB Perkapita Kabupaten Soppeng dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan kenaikan yang cukup menggembirakan. PDRB Perkapita Kabupaten Soppeng atas dasar harga berlaku pada tahun 2013 telah mencapai 18,87 juta rupiah.

Angka PDRB perkapita tahun 2013 mengalami perkembangan sebesar 15,14 persen dari nilai PDRB perkapita tahun 2012 yang tercatat sebesar 16,39 juta rupiah.

Tabel 2.7

PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 Kabupaten Soppeng 2010-2014

Tahun PDRB perkapita (juta Rupiah) Harga berlaku Harga Konstan

(1) (2) (3) 2010 12,15 5,38 2011 14,28 5,80 2012* 16,39 6,22 2013* 18,87 6,68 2014** 22,13 7,23

* Angka sementara (sumber BPS Kab.Soppeng Tahun 2014)

Beralihnya struktur lapangan usaha sebagian masyarakat Kabupaten Soppeng dari sektor Pertanian ke beberapa sektor ekonomi lainnya dapat dilihat dari besarnya peranan masing-masing sektor ini terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Soppeng. Sumbangan terbesar masih didominasi oleh sektor Pertanian sebesar 36,55 persen, kemudian diikuti oleh sektor Jasa-Jasa 21,96 persen, sedangkan sumbangan sektor Perdagangan, hotel dan restoran sebesar 14,63 persen. Sektor berikutnya yang kontribusinya relatif cukup besar adalah sektor Industri pengolahan dengan andil sebesar 6,68 persen, sektor Keuangan, Jasa Perusahaan dengan andil sebesar 7,26 persen dan sektor Bangunan dengan andil sebesar 5,99 persen.

Adapun sumbangan tiga sektor lainnya masih kurang dari 5 persen, dengan penyumbang terkecil adalah sektor Pertambangan dan penggalian yaitu hanya sebesar 0,51 persen, sebagaimana gambar berikut ini :

Grafik 2.2

Distribusi Persetase PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Soppeng Tahun 2014

Sumber: BPS-Kabupaten Soppeng dalam Angka tahun 2013

Tabel 2.8

PDRB Per Sektor Kabupaten Soppeng Tahun 2014

Sumber: BPS Kabupaten Soppeng Tahun 2014

PERTANIAN, 36.55 PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN, 0.51 INDUSTRI PENGOLAHAN, 6.68 LISTRIK, GAS

DAN AIR BERSIH, 0.98 BANGUNAN, 5.99 PERDAGANGAN, HOTEL DAN RESTORAN, 14.63 ANGKUTAN DAN KOMUNIKASI, 5.45 KEUANGAN PERSEWAAN DAN JASA KOMUNIKASI, 7.26 JASA-JASA, 21.96

No. SEKTOR Harga

Berlaku

Harga Konstan

1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan

1.628.008,32 617.190,73

2. Pertambangan dan Penggalian 21.894,21 8.916,34

3. Industri Pengolahan 265.338,01 117.407,90

4. Listrik, Gas, dan Air Bersih 37.107,05 13.460,81

5. Bangunan 241.589,40 104.197,79

6. Perdagangan, Hotel, dan Restoran 601.595,78 202.339,47

7. Angkutan dan Komunikasi 216.934,95 99.163,13

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa

Perusahaan

278.877,79 104.659,24

9. Jasa-Jasa 963.642,25 240.351,09

c. Laju Pertumbuhahan Ekonomi

Salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi suatu daerah adalah pertumbuhan ekonomi. Indikator ini mengukur tingkat pertumbuhan output dalam suatu perekonomian, dan memberikan indikasi keberhasilan aktivitas perekonomian yang terjadi pada suatu periode di suatu daerah tertentu.

Pada tahun 2014 pertumbuhan ekonomi kabupaten Soppeng tercatat sebesar 8,26 persen meningkat dibandingkan pada tahun 2013 sebesar 7,57 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dimaknai bahwa nilai total barang dan jasa yang dihasilkan Kabupaten Soppeng pada tahun 2014 meningkat sebesar 8,26 persen dibanding tahun 2013, dengan catatan tidak ada faktor perubahan harga (menggunakan konstan tahun dasar 2000).

Meskipun Pertumbuhan ekonomi meningkat tipis dari tahun 2012 yang mencapai 7,48 persen, angka pertumbuhan ekonomi Kabupaten Soppeng tahun 2011 sebesar 7,95 persen tetap memberikan indikasi positif bagi peningkatan kinerja perekonomian di kabupaten Soppeng.

Perekonomian Kabupaten Soppeng selama lima tahun terakhir tumbuh positif dengan besaran yang cukup fluktuatif seperti terlihat pada grafik dibawah ini. Fluktuasi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Soppeng ini dipengaruhi oleh peranan sektor pertanian yang memerikan kontribusi terbesar dalam PDRB Kabupaten Soppeng. Atau dapat dikatakan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Soppeng tergantung pada pertumbuhan sektor pertanian.

Grafik 2.3

Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Soppeng dan Sulawesi Selatan Tahun 2009-2013

Sumber: BPS Kabupaten Soppeng

6.81 4.45 7.95 7.48 7.57 6.23 8.19 7.61 8.37 7.61 2009 2010 2011 2012 2013 Soppeng Sulsel

Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Soppeng tahun 2008 berada pada angka 7,76 persen, kemudian bergerak ke level 6,81 persen pada tahun 2009 dan mencapai titik terendah pada tahun 2010 dengan pertumbuhan ekonomi 4,45 persen. Tahun 2011 ekonomi tumbuh lebih cepat hingga 7,95 persen namun pada tahun 2012 hanya mencapai titik 7,48 persen sedangkan pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi 7,57 persen.

Secara rata-rata, selama periode 2008 hingga 2013 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Soppeng berkisar pada angka 6,85 persen. Hal ini berarti angka pertumbuhan ekonomi sebesar 8,26 persen pada tahun 2014 masih berada diatas angka rata-rata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Soppeng 2010-2014, seperti pada tabel 2.9 berikut. Dengan demikian kinerja perekonomian Kabupaten Soppeng tahun 2014 dapat dikatakan berhasil bila dibandingkan dengan rata-rata kinerja perekonomian lima tahun terahir.

Tabel 2.9

Perbandingan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Soppeng Tahun 2010-2014

Tahun PDRB Perkapita (Rupiah)

Harga Konstan

Jumlah (jutaan Rp) Pertumbuhan (%)

(1) (2) (3) 2010 1 207 984,42 4,45 2011 1 304 050,64 7,95 2012 1 401 588,87 7,48 2013* 1 507,686,50 7,57 2014** 1,632,212,52 8,26

Tabel 2.10

PDRB Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku dan Harga Konstan 2000 Kabupaten Soppeng 2010-2014

Tahun PDRB Perkapita (Rupiah) Pertumbuhan (%) Harga

berlaku Harga Konstan

(1) (2) (5) 2010 12 189 646 4,36 2011 14 195 790 6,88 2012 16 315 876 7,42 2013*) 18 868,099 7,57 2014**) 22,138,903 8,26

Sumber : PDRB Kabupaten Soppeng 2013

Dapat dilihat bahwa selama periode tahun 2009–2013 PDRB Perkapita Penduduk Kabupaten Soppeng terus mengalami peningkatan. PDRB per kapita Kabupaten Soppeng atas dasar harga berlaku tahun 2012 mencapai Rp 16.315.876. Sementara itu pada tahun 2013 sebesar Rp.18.868.099 Dari angka tersebut dapat diketahui bahwa terjadi kenaikan pendapatan perkapita Kabupaten Soppeng hingga pada tahun 2013.

Meskipun kenaikan pendapatan perkapita tahun 2013 ini tampak kurang signifikan dibanding tahun-tahun sebelumnya, namun pada kenyataannya kenaikan ini telah mampu menunjukkan adanya peningkatan harga barang dan jasa terutama yang dikonsumsi oleh publik pada tahun 2013. Baik secara langsung maupun tak langsung kenaikan harga barang-barang dan jasa tersebut pasti dirasakan masyarakat sehingga mengakibatkan perlunya kemampuan yang lebih terutama dari sisi ekonomi untuk tetap memenuhi kebutuhan hidup.

Nilai PDRB perkapita Kabupaten Soppeng secara riil yang digambarkan dengan PDRB per kapita atas dasar harga konstan 2000 mencatatkan kenaikan sebesar 7,57 persen untuk tahun 2013 dengan besaran mencapai Rp 18.868.099.

d. Laju Inflasi

Dalam konteks ilmu ekonomi makro, inflasi adalah proses meningkatnya harga dari sekelompok barang dan jasa secara terus menerus yang berkaitan dengan mekanisme pasar. Inflasi diukur sebagai persentase perubahan Indeks Harga Konsumen (indeks yang mengukur harga rata-rata dari barang tertentu), deflector Produk Domestik Bruto (menunjukkan

besarnya perubahan harga dari semua barang baru, atau indeks-indeks lain dalam tingkat harga keseluruhan. Inflasi dapat disebabkan antara lain konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau spekulasi, serta akibat adanya ketidaklancaran suplai dan distribusi barang. Jika besarannya tidak terkendali, inflasi akan mempengaruhi kondisi perekenomian masyarakat.

Perkembangan laju inflasi Indonesia selama beberapa tahun terakhir sangat dipengaruhi oleh volatilitas harga komoditas energi dan bahan pangan dipasar inter nasional. Volatilitas harga komoditas tersebut di pasar internasional muncul karena adanya gangguan produksi di negara-negara produsen sebagai dampak anomali iklim, bencana alam, dan konflik geopolitik. Adanya gangguan produksi tersebut mendorong peningkatan tekanan output gap di pasar internasional yang pada akhirnya berdampak pada timbulnya gejolak harga komoditas sejenis di pasar dalam negeri.

Stabilitas pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari tantangan berat tingginya laju inflasi. Inflasi adalah suatu keadaan di mana harga barang-barang secara umum mengalami kenaikan dan berlangsung dalam kurun waktu tertentu secara terus-menerus.

Harga barang yang ada mengalami kenaikan nilai dari waktu-waktu sebelumnya dan berlaku di setiap wilayah. Akibatnya, terjadi proses menurunnya nilai mata uang secara kontinyu. Hingga tahun 2013, laju inflasi mengalami fluktuasi.

Fluktuatifnya laju inflasi selain disebabkan oleh penyebab-penyebab regional juga dipengaruhi oleh perekonomian nasional antara lain seperti adanya perubahan standar harga terhadap barang atau jasa yang penetapan harganya dilakukan oleh pemerintah, tidak lancarnya distribusi barang, peringatan hari-hari besar keagamaan dan tahun ajaran baru, dimana pada periode-periode tersebut terdapat kenaikan harga barang yang disebabkan oleh keterbatasan jumlah barang yang dibutuhkan masyarakat sehingga sesuai dengan hukum ekonomi maka kenaikan permintaan akan diikuti dengan kenaikan harga barang.