• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fondasi keberadaan sistem informasi

Bab 2 Tinjauan Pustaka

2.4. Fondasi keberadaan sistem informasi

Terdapat faktor yang mempengaruhi organisasi. Faktor yang secara tidak langsung akan berkaitan dengan perencanaan sistem informasi untuk organisasi itu, yang diajukan sebagai faktor sekunder suksesi sistem informasi atau menjadi fondasi keberadaan sistem informasi. Namun demikian, dimensi pengukuran yang dipertimbangkan dalam hal ini berkaitan dengan faktor organisasi dan pendekatan perencanaan sistem, seperti yang diuraikan dalam bagian-bagian berikut.

2.4.1. Faktor organisasi

Salah satu faktor yang mempengaruhi suksesi sistem informasi adalah faktor organisasi, selain faktor sumber daya yang lain: penglibatan teknologi, tenaga ahli, dan sebagainya. Faktor organisasi ([FO]) melibatkan:

a. [FO1] Struktur pembuatan keputusan (decision-making structure). b. [FO2] Dukungan pengelolaan tingkat atas (top management support). c. [FO3] Penjajaran sasaran (goal alignment).

d. [FO4] Pengetahuan pengelola tentang teknologi informasi (managerial IT knowledge).

e. [FO5] Gaya pengelolaan (management style)

f. [FO6] Pengalokasian sumber daya (resources allocation). g. [FO7] Metode penganggaran (budgeting method).

2.4.1.1. Struktur pembuatan keputusan

Stuktur pembuatan keputusan (decision-making strukture) dinyatakan sebagai jenis pengendalian atau delegasi kewenangan pembuatan keputusan di seluruh organisasi dan luasnya partisipasi oleh anggota organisasi dalam pembuatan keputusan berkaitan dengan sistem informasi (Hage & Aiken, 1969). Studi yang ada mendapatkan pembuatan keputusan terdesentralisasi sebagai salah satu fasilitator kekuatan adopsi sistem informasi antar organisasi berbasis pelanggan (Grover, 1993) dan penggunaan teknologi informasi dalam organisasi yang besar dan kompleks (Boynton et al., 1994). Dengan kata lain, beberapa studi telah mengindikasikan bahwa rancangan

organisatoris terpusat menyebabkan keefektivan pengelolaan lebih baik (Brown & Bostrom, 1994).

2.4.1.2. Dukungan pengelolaan tingkat atas

Keterlibatan dan partisipasi eksekutif atau pengelola tingkat atas dari sesuatu organisasi dalam aktivitas sistem informasi merupakan konsep dukungan pengelolaan terhadap penggunaan sistem informasi (Jarvenpa & Ives, 1991). Berdasarkan peranan penting para pengelola bagi organisasinya, tidak mengherankan bahwa dukungan pengelola tingkat atas telah menjadi salah satu faktor organisatoris dibicarakan paling luas dalam beberapa studi tentang sistem informasi maupun penerapan teknologi informasi, di antaranya adalah

a. pengaruh teknologi informasi (Ang et al., 2001), b. adaptasi teknologi informasi (Grover, 1993), dan c. strategi penggunaan (King & Teo, 1996).

Studi lain misalnya berkaitan dengan Sistem Dukungan Keputusan (decision support system disingkat DSS) (Sanders & Courtney, 1985), sejauh mana kesuksesan mengadopsi teknologi (Cahill et al., 1991), tentang kesuksesan penerapan sistem informasi strategis (King & Teo, 1996), dan penggunaan teknologi yang secara khusus dinyatakan sebagai komputer-mikro (Igbaria et al., 1996).

2.4.1.3. Penjajaran sasaran

Penjajaran sasaran (goal alignment) melibatkan pentautan sasaran-sasaran bisnis dan sasaran-sasaran organisasi. Dalam hal ini, pencapaian terhadap sasaran organisatoris berkaitan erat dengan adanya hubungan perancanaan sistem informasi dan perencanaan organisatoris (Saunders & Jones, 1992). Akan tetapi, kecenderungan terhadap isu ini tertumpu kepada kepentingan praktisi dalam sektor publik dan pribadi (Tallon et al., 2000).

2.4.1.4. Pengetahuan pengelola tentang teknologi informasi

Pengetahuan pengelola tentang teknologi informasi (managerial information technology knowledge) merujuk kepada pengalaman dan pengetahuan pengelola

senior secara khusus dalam teknologi informasi, dengan melibatkan latar belakang para pengelola, pengalaman dan kesadarannya dalam aktivitas sewaktu bersama teknologi informasi ataupun sistem informasi. Artinya diperlukan potensi mengenali sebaik apa kemampuan para pengelola dalam rangka merencanakan secara strategis sistem informasi (Boynton et al., 1994). Hal ini didasarkan kepada hubungan erat antara latarbelakang dan keterlibatan dalam satu aktivitas (Jarvenpa & Ives, 1991). Oleh karena itu, pengetahuan teknologi informasi seorang pengelola menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesuksesan sistem informasi.

2.4.1.5. Gaya pengelolaan

Gaya pengelolaan (management style) berkaitan dengan cara mana pengelolaan cenderung untuk mempengaruhi, mengkoordinasikan, dan mengarahkan aktivitas orang sesuai dengan objektif kelompok itu (Aldag & Sterns, 1991). Dengan demikian, para pengelola yang berorientasi tenaga kerja akan mempertimbangkan hubungan antar personal dan berkonsentrasi kepada saling percaya, persahabatan, rasa hormat, dan kehangatan (Lu & Wang, 1977). Hubungan antar personal merupakan konsentrasi yang menuntut munculnya struktur sosial di dalam sistem informasi. Jadi, gaya pengelolaan berkaitan dengan kesuksesan sistem secara berbeda seperti digambarkan dalam tahap-tahap pertumbuhan sistem informasi pengelolaan (management information system disingkat MIS). Sebaliknya, para pengelola berorientasi tugas cenderung lebih fokus terhadap aspek pekerjaan dan hanya mempertimbangkan tugas pengorganisasian untuk pencapaian sasaran.

Komponen penting gaya pengelolaan adalah gaya kepemimpinan. Dalam hal ini, gaya kepemimpinan dan suksesi sistem informasi berkorelasi secara signifikan dan positif. Namun demikian, terdapat beberapa isu perlu digali berkaitan dengan gaya kepemimpinan dan pengelolaan, yaitu adanya hubungan antara gaya kepemimpinan dan pemenuhan hajat pemakai (Igbaria & Nachman, 1990).

2.4.1.6. Alokasi sumber daya

Sumber daya: uang, orang, dan waktu (Ein-Dor & Segev, 1978) diperlukan untuk menyempurnakan projek secara sukses. Sumber daya memandu ke arah komitmen berorganisasi yang lebih baik dan mengatasi rintangan berorganisasi (Tait & Vessey, 1988). Sumber daya yang cukup juga menyebabkan kesuksesan implementasi secara

organisasi dan suksesi implementasi projek. Selain itu, hubungan antara sumber daya dan implementasi projek teknologi informasi saat ini mempunyai kaitan yang berarti (Wixom & Watson, 2001). Dengan demikian, pengalokasian sumber daya akan berdampak terhadap suksesi sistem informasi.

2.4.1.7. Metode penganggaran

Peranan strategis teknologi informasi, memberi justifikasi modal untuk teknologi informasi dan karena hubungannya dengan kebutuhan suksesi sistem informasi. Sejak komputer hadir sebagai bagian dari teknologi informasi, organisasi telah mendapatkan potensi baru untuk bersaing melalui penerapan teknologi informasi (Burchett, 1988). Dengan demikian, penanaman modal tahunan untuk teknologi informasi mewakili sebagian perbelanjaan organissi, yang tujuannya adalah atas nama aspek biaya dan mutu (Ang et al., 2001). Jadi ketergantungan objektif organisasi, justifikasi penanaman modal didasarkan atas mutu dan biaya, dengan mana pengembangan berkonsentrasi terhadap mutu dan biaya anggaran.

2.4.2. Pendekatan analisis perencanaan

Perancangan sistem informasi menjadi bagian yang penting agar penggunaan teknologi informasi bermanfaat dalam organisasi, yang berarti bahwa suksesi sistem informasi diidentifikasi sebagai hal penting untuk meyakinkan keberlanjutan jalannya organisasi dan menjadi kunci bagi para pengelola sistem informasi (Grover & Segars, 2005). Kerangka kerja perancangan yang mempengaruhi suksesi sistem informasi sebagai berikut.

2.4.2.1. Faktor suksesi kritis

Faktor kesuksesan kritis (critical success factor) merupakan teknik yang tidak ekslusif, yang fokus terhadap penjajaran strategi organisasi dengan strategi sistem informasi. Faktor suksesi kritis hanya berkaitan dengan sedikit area di sebarang bisnis organisasi, yaitu untuk meyakinkan bahwa kinerja persaingan organisasi adalah sukses (Rockard, 1979). Faktor ini digunakan untuk memahami informasi apa yang diperlukan oleh pengelola tingkat atas dalam melaksanakan tugasnya di dalam organisasi. Akan tetapi, teknik ini diperluas dan digunakan dalam konteks perencanaan strategis bagi sistem informasi dengan ketentuan bahwa objektif harus

jelas, bagaimana menentukan ukuran pendelegasian (kendali) dan aktivitas operasional. Pengidentifikasian keperluan ini dapat dilakukan dengan bertingkat-tingkat menurut satuan di dalam organisasi, seperti satuan administrasi bisnis, dan satuan fungsi pada tingkat manajerial.

Teknik analisis proses berkonsentrasi atas penganalisisan proses-proses yang berlangsung di dalam organisasi. Proses merupakan basis untuk dukungan sistem informasi. Teknik ini dipandang sebagai metodologi untuk berkonsentrasi atas pemahaman proses urusan yang wujud dalam rangka mendukung tujuan sesuatu urusan atau administrasinya (atau determine existing enterprise requirements) dan mengembangkan keperluan-keperluan informasi organisatoris didasarkan suatu pengidentifikasian (atau determine future / potential requirements). Metodologi didasarkan atas analisis proses yang hadir bersama pengidentifikasian, pengevaluasian, dan meningkatkan keefektivan proses inti yang dapat mendukungan objektif organisasi dan kemungkinan peningkatan perubahan yang dapat memprakarsai. Akan tetapi, asumsi yang mendasari teknik ini adalah bahwa telah ada sehimpunan proses organisasi yang dapat diterima dalam organisasi itu. Teknik ini menekankan pemilihan proses kunci guna memperbaikinya (support multiple level analysis). Karena itu, teknik ini berguna untuk mengkontribusikan tahap kedua untuk mana proses ada, proses yang telah dipahami seperti untuk mengevaluasi adanya situasi terkini. Juga berguna dalam tahap ketiga dan keempat dari perencanan dengan mana identifikasi kunci dan proses baru diselenggarakan untuk mempertingkatkannya.

2.4.2.2. Teknik analisis proses

Teknik analisis proses (process analysis technique) berkonsentrasi terhadap penganalisisan proses-proses yang berlangsung di dalam organisasi. Proses merupakan basis untuk dukungan sistem informasi. Teknik ini dipandang sebagai metodologi untuk berkonsentrasi terhadap pemahaman proses urusan yang wujud dalam rangka mendukung tujuan sesuatu urusan atau administrasinya, dan mengembangkan keperluan-keperluan informasi organisatoris yang didasarkan kepada pengidentifikasian. Metodologi ini didasarkan atas analisis proses yang hadir bersama pengidentifikasian, pengevaluasian, dan meningkatkan keefektivan proses inti yang dapat mendukungan objektif organisasi dan kemungkinan peningkatan perubahan yang dapat memprakarsainya (Ward & Peppard, 2002). Akan tetapi, asumsi yang

mendasari teknik ini adalah adanya sehimpunan proses organisasi yang dapat diterima dalam organisasi itu. Teknik menekankan pemilihan proses kunci guna memperbaikinya. Dengan demikian, teknik ini berguna untuk membangun kontribusi tahap kedua dengan mana proses telah dipahami sebagai pengevaluasi situasi terkini. Juga berguna dalam tahap ketiga dan keempat dari perencanaan dengan mana identifikasi kunci dan proses baru dapat diselenggarakan untuk meningkatkannya. Dengan demikian, teknik ini memiliki fitur mendukung analisis multi tingkat (support multiple level analysis).

Akan tetapi, teknik ini tidak menyertakan sebarang mekanisme pemutusan untuk situasi organisasi yang tidak menjelaskan proses pemutusan, atau terdapat sehimpunan proses baku yang akan dapat menerima semua pemeran di dalam organisasi. Bersama alasan itu, kurangnya mekanisme teknik ini menjadi unsur pemandu terbaik untuk melengkapi pemaknaan (termasuk pemaknaan semantik) untuk memilih sehimpunan proses organisasi baku yang akan dapat diterima oleh pemeran di dalam organisasi. Jadi, teknik ini melangkapi penentuan keperluan organisasi saat ini (determine existing enterprise requirements).

Teknik analisis proses tidak menyertakan pautan untuk menentukan keperluan informasi lebih lanjut untuk mendukung proses identifikasi. Lagi pula, teknik ini masih memberikan harapan terbesar sebab telah mengidentifikasi salah satu dari unsur paling berguna dari organisasi yang merupakan proses dengan mana keperluan informasi dapat diturunkan. Lagi pula, kondisi ini menjadi dasar yang baik untuk proses urusan merancang kembali inisiatif berkaitan dengan itu. Dengan demikian, teknik ini hanya dapat menentukan keperluan masa depan atau berpotensi (determine future / potential requirements) sebagai fitur berdasarkan fitur sebelumnya.

2.4.2.3. Analisi SWOT

SWOT merupakan akronim untuk strengths, weaknesses, opportunities, dan threats. Salah satu teknik yang berguna untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi dan menguji kesempatan dan ancaman berpotensi. Penggunaan SWOT membantu untuk fokus terhadap area dengan mana organisasi kuat dan mempunyai kesempatan terbesar. Teknik memberikan cara tercepat untuk memodelkan situasi dengan menanyakan sehimpunan pertanyaan penting seperti: Apakah urusan utama

organisasi? Apakah ada kekuatannya organisasi? Apakah ada alternatifnya? Apa kelemahan organisasi?

Teknik ini sama seperti teknik yang lain, misalnya PLEETS (Robson, 1994), yang muncul secara konvensional tetapi mempunyai modal untuk memungkinkan pertimbangan secara hakiki diberikan terhadap faktor-faktor yang perlu dan berpengaruh terhadap organisasi. Penilaian kesempatan dan ancaman akan jelas mengkontribusikan pemahaman lingkungan internal dan eksternal organisasi. Secara simultan, ini juga memudahkan proses pengidentifikasian strategi yang berpotensi untuk diimplementasikan untuk masa depan organisasi. Pada satu sisi, teknik ini sederhana dan cukup memberikan arah yang dapat digunakan oleh para analis kapan saja tanpa memperhatikan ukuran dan struktur organisasi. Pada sisi lain, teknik ini cukup naïf digunakan sendiri tanpa pemahaman komprehensif dan layak mengenai sumber informasi dan konteks dengan mana masukan informasi diambil. Oleh karena itu, teknik ini secara sejajar mampu menghasilkan penentuan keperluan organisasi saat ini (determine existing enterprise requirements) dan penentuan keperluan masa depan atau yang berpotensi (determine future / potential requirements).

Teknik ini juga secara khusus sebagai cara untuk mengidentifikasi sumber informasi yang layak, yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah diidentifikasi. Akan tetapi, kurangnya mekanisme untuk memberikan struktur terhadap situasi organisasi (sebagaimana tidak adanya sumber informasi terstruktur tentang suksesi sistem informasi yang berkaitan dengan situasi organisasi itu) menyebabkan tidak terdapat cara yang mungkin digambarkan untuk menyertakan ruang lingkup atau panduan, dan tidak terdapat luaran baku yang dapat diekstrak dan disajikan sebagai hasil penggunaan teknik ini.

2.4.2.4. Analisis normatif

Teknik analisis normatif (normative analysis) fokus atas sehimpunan kelas dasar sistem objek yang ditemukan ada dalam banyak situasi organisasi (Davis, 1982). Himpunan dasar kelas ini dirasakan sebagai norm (bobot) dan harus digunakan sebagai himpunan keperluan resep atau normatif. Setiap analisis dari situasi ini akan menjahit atau menyesuaikan sehimpunan keperluan normatif yang sesuai dengan keperluan situasi teranalisis yang dihasilkan di dalam keperluan lebih spesifik yang telah diturunkan. Dalam hal ini, teknik ini mampu menentukan keperluan organisasi

saat ini (determine existing enterprise requirements). Banyak metode yang ada telah diutilisasi teknik ini dengan melibatkan beragam unsur untuk menjadi himpunan normatif dari unsur penggerak dalam menghasilkan keperluan-keperluan yang lebih spesifik. Salah satu darinya adalah metode analisis informasi bisnis dan teknik integrasi (Business Information Analysis and Integration Technique, disingkat BIAIT), yang fokus atas unsur tentang ‘order’ sebagai konsep dan menyertakan sehimpunann pertanyaan untuk memperoleh keperluan berdasarkan kepada konsep itu.

Manfaat yang jelas dari teknik ini adalah ketentuan struktur untuk proses penentuan keperluan informasi dan panduan terhadap para analis dalam menyelenggarakan tugasnya. Karena itu, struktur dan panduan demikian begitu diperlukan dalam situasi organisasi yang kompleks dalam hal mana terdapat banyak pengguna yang dapat menyertakan beragam versi atau ulasan keperluan, yaitu kemampuan mengalamati kompleksitas organisasi (address complex enterprise situation). Akan tetapi, sumber penggerak himpunan turunan atau kelas-kelas dasar sistem objek menjadi himpunan normatif pendekatan yang kritis. Sumber berpotensi dari himpunan turunan objek untuk jenis tertentu situasi organisasi boleh diturunkan dari pengujian banyak situasi keadaan dan menurunkan similaritas di antaranya. Sumber potensi yang lain adalah untuk menurunkan himpunan turunan keperluan-keperluan dari teori organisatoris tertentu atau model yang dipercaya boleh menyertakan manfaat yang jelas terhadap keseluruhan situasi. Dengan kata lain, melalui teknik ini penentuan masa depan atau keperluan berpotensi (determine future / potential requirement) dapat dilakukan.

Dalam tahap perencanaan, teknik ini bermanfaat digunakan untuk mendukung tahap pertama, kedua, dan ketiga. Jika telah tersedia pembakuan tertentu atau model keperluan, tahap penaksiran dan tahap konsepsi strategis dapat dengan mudah diselenggarakan, sebab pembakuan dapat secara mendasar memandu untuk menghadirkan keperluan organisasi. Teknik analisis normatif dipandang baik dengan mekanisme tertentu untuk mendukung pemodelan dan perwakilan keperluan-keperluan organisasi dan menghubungkannya dengan keperluan-keperluan-keperluan-keperluan informasi yang sesuai. Secara umum, teknik ini mendukung analisis banyak tingkat (support multiple level analysis).

2.4.2.5. Analisis pemaknaan sasaran

Teknik ini atau ends-means analysis didasarkan atas teori sistem (have sound theoretical basis), yang menekankan pengidentifikasian para pengelola organisasi handal yang dapat menspesifikasikan keperluan-keperluan informasi, luaran-luaran dan ukuran efisiensi dan ukuran efektivitas proses organisasi kunci. Tujuan utamanya adalah untuk mengidentifikasi keperluan organisasi informasi baik yang ada (determine existing enterprise requirements) atau masa akan datang (dermine future / potential requirements. Secara sederhana, teknik ini memerlukan bahwa organisasi mengenali sasaran (tujuan akhir) dari setiap urusan dan kemudian menyatakan masukannya dan proses. Masukan dan proses mewakili pemaknaan teknik. Tahap yang dilibatkan dalam teknik ini adalah sebagai berikut:

a. Spesifikasi sasaran b. Spesifikasi pemaknaan

c. Spesifikasi pengukuran efisiensi d. Spesifikasi pengukuran keefektivan

Organisasi perlu juga mendefinisikan ukuran efisiensi bagi dirinya sendiri, yang merupakan utilisasi sumber daya seperti dibandingkan dengan luaran yang dihasilkan, atau menyatakan ukuran efektivitas yang merupakan kelayakan luaran untuk mendukung proses berikutnya di dalam keseluruhan proses organisasi. Teknik ini secara mendasar fokus terhadap sasaran atau objektif yang disepakati di dalam organisasi. Ini menjadi kemampuan melekat untuk meningkatkan, merevisi atau mendefinisikan kembali proses organisasi atau administrasi guna mencapai objektif organisasi. Untuk tahap perencanaan, teknik ini dapat memberi kontribusi kepada tahap kedua, ketiga dan keempat. Jadi teknik ini dibekali dengan kemampuan melakukan dukungan terhadap banyak tingkat analisis (support multiple level analysis). Akan tetapi, teknik ini mengasumsikan terdapat objektif bisnis terdefinisi dengan baik atau para pengguna organisasi juga terdefinisi dengan baik yang dapat menyediakan sumber-sumber masukan yang handal terhadap teknik. Karena itu, teknik ini kurang mekanisme untuk memberikan struktur terhadap situasi organisasi dan tidak terdapat mekanisme untuk menspesifikasikan model dan mewakili keperluan-keperluan yang diturunkan dari analisis. Ini tidaklah secara langsung

memungkinkan untuk menurunkan keperluan informasi untuk organisasi, yaitu determine existing enterprise requirements dan determine future / potential requirements.

2.4.2.6. Analisis strategis bisnis

Pendekatan analisis ini memungkinkan organisasi untuk menurunkan hakikat organisasi berdasarkan atas strategis bisnis (business strategy analysis). Secara dasar, teknik ini berkaitan erat dengan himpunan bisnis organisasi seperti missi, objektif, strategi dan kendala-kendala yang ada. Asumsi dasar berkaitan dengan betapa pentingnya keefektivan sehingga perencanaan perlu untuk berganti atau mentransformasikan himpunan bisnis organisasi menjadi himpunan strategi sistem informasi (Robson, 1994). Langkah-langkah yang diperlukan untuk melakukan transformasi melibatkan pengidentifikasian pemangku kepentingan (stakeholder), pengidentifikasian grup-grup yang berpengaruh di dalam organisasi, pengidentifikasian sasaran-sasaran dan pengidentifikasian tujuan sebaik strateginya untuk mencapai sasaran-sasaran yang diidentifikasi. Teknik ini fokus terhadap kesempatan yang dimanifestasikan dalam strategi bisnis yang memandu kepada strategi sistem informasi atau suksesi sistem informasi. Teknik dengan keistimewaannya ini fokus terhadap penjajaran strategi bisnis dengan strategi sistem informasi. Fokus yang menyebabkan teknik ini dipandang sempit dan secara utama berkonsentrasi atas himpunan bisnis organisasi yang boleh memerankan keperluan-keperluan riil dari keseluruhan organisasi atau hanya mencerminkan pemahaman orang di dalam organisasi. Namun, beberapa metodologi dipandang baik, salah satunya adalah Business System Planning and Information Engineering menyebabkan himpunan bisnis organisasi menjadi sumber keperluan informasi.

Analisis strategi bisnis dapat digunakan untuk mengidentifikasi proses berpotensi atau yang diinginkan dan didukung oleh teknologi. Pada satu sisi, himpunan strategis bisnis melengkapkan sumber keperluan informasi yang kaya, sumber bersifat bias karena himpunan bisnis organisasi yang diturunkan berasal dari hanya para pemakai terpilih tertentu. Teknik demikian akan lebih layak untuk situasi berstruktur dengan para pemakai teridentifikasi, tetapi tidak secara spesifik melayani situasi yang melibatkan banyak pemain yang mengakibatkan pengguna tidak tentu tanggungjawab dan keperluannya dengan pasti. Teknik ini menawarkan analisis

banyak tingkat dari beragam grup-grup organisasi di dalam organisasi tetapi integrasi dari analisis atau pemahaman secara keseluruhan berpotensi bagi organisasi, tetapi hal ini tidak dibicarakan atau tidak dinyatakan dengan baik. Teknik ini juga kurang mekanisme untuk menyajikan dan memodelkan keperluan-keperluan organisasi yang ditentukan dari analisis yang telah diselenggarakan. Dengan kata lain, teknik ini kurang menentukan keperluan yang ada (determine existing enterprise requirements), tetapi lebih kepada penentuan kebutuhan masa depan atau berpotensi (determine future / potential requirements).

2.4.2.7. Lima model kekuatan Porter

Lima kekuatan wujud dalam dunia dinamis yang terus berubah dengan mana organisasi dan sistem informasi juga ada. Model ini telah digunakan secara luas dalam perencanaan strategi bisnis sebaik perencanaan sistem informasi. Fokusnya dikenali dengan

a. Persaingan antara pesaing b. Ancaman dari pendatang baru c. Ancaman produk dan jasa pengganti d. Kekuatan pembeli

e. Kekuatan penyedia

Beberapa faktor yang memberikan kontribusi dikenali dengan setiap kekuatan untuk mencirikannya. Model ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesempatan sistem informasi atau kesempatan bisnis yang dapat membantu mempengaruhi kekuatan secara berarti. Contohnya, dengan melibatkan pengidentifikasian kesempatan sistem informasi dekat dengan ancaman yang berasal dari pendatang baru atau untuk mengubah kemampuan tawar-menawar pembeli berpotensi.

Lima model kekuatan Porter (Porter, 1980) merupakan model generik yang berguna untuk memudahkan organisasi agar mampu menaksir situasi saat ini, kesempatan dan ancaman dari lingkungannya. Model yang dapat membantu organisasi untuk mengidentifikasi aplikasi sistem informasi berpotensi hingga dapat membantunya dalam mengimplementasikan strategis bisnis. Dengan kata lain, model kekuatan Porter adalah teknik yang dapat menentukan keberadaan kebutuhan saat ini

(determine existing enterprise requirements). Namun begitu, perencanaan untuk sistem informasi memerlukan organisasi untuk tidak hanya fokus terhadap keperluan internal tetapi juga mengalamati semua kekuatan berpengaruh dalam lingkungan agar organisasi tetap dapat bersaing. Akan tetapi, lima model kekuatan Porter sangat generik dan tidak menyertakan garis pandu terinci untuk pengidentifikasian, mewakili, dan menspesifikasian kebutuhan lebih lanjut bagi organisasi (determine future / potential requirements). Teknik yang berfungsi sebagai salah satu alat dalam kerangka kerja perbandingan.

2.4.2.8. Analisis rantai nilai

Analisis rantai nilai (value chain analysis) adalah salah satu teknik yang berkonsentrasi untuk mencari kesempatan yang dapat dieksploitasi atau didukung oleh teknologi informasi, yaitu teknik yang dapat dikategorikan sebagai kerangka kerja untuk mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan. Suatu pendekatan yang hampir sama seperti faktor lima Porter (Porter’s five factor) dan perencanaan analisis pertalian (linkage analysis planning) (Primozic et al., 1991). Secara konsep, rantai nilai dapat dinyatakan sebagai berikut (Porter, 1980): Rantai nilai merujuk kepada himpunan barisan aktivitas yang terdiri dari aktivitas primer dan sekunder. Aktivitas primer adalah semua yang memberikan kontribusi untuk memungkinkan produk atau layanan menjadi satu langkah lebih terlindungi dari pengguna sedangkan aktivitas sekunder adalah semua yang mendukung aktivitas primer. Dengan memodelkan aktivitas dalam rantai nilai dan menganalisis pautan antara mereka, organisasi mempunyai perubahan itu untuk mengidentifikasi kesempatan sistem informasi untuk meningkatkan aktivitas. Kesempatan untuk meningkatkan aktivitas primer sebagai kesempatan untuk meningkatkan efisiensi organisasi. Konsep ini dapat diubah menjadi konsep sistem nilai. Sistem nilai berbasis industri yang dapat dirumuskan dengan memodelkan semua bisnis dalam keseluruhan industri, yaitu penentuan kebutuhan yang ada (determining existing enterprise requirements). Dengan cara ini, suatu organisasi memungkinkan untuk mengidentifikasi kesempatan dan potensi sistem informasi dan kepentingan sistem informasi dalam menghubungkan penyedia, pengguna dan pesaing dalam konteks lebih luas.

Dokumen terkait