• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Bahan Impregnan

Dalam dokumen LAPORAN HASIL PENELITIAN (LHP) TAHUN 2015 (Halaman 27-34)

1. Karakteristik dan komponen kimia destilat

Karakteristik dan komponen kimia destilat murni dari limbah kayu (sebetan dan kulit) sengon serta campurannya dengan kak, disajikan dalam Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Karakteristik dan komponen kimia destilat murni

No Jenis analisis

Karakteristik

1. pH 3,32

2. Berat jenis 1,006

3. Warna Cokelat muda agak

kekuningan

Komponen kimia Konsentrasi (%)

1. Acetic acid (CAS) ethylic acid 46,47

2. 1,6 – Anhydro – beta – D – Glucopyranose (Levoglucosan)

8,26 3. Phenol, 4 – methoxy – (CAS) H2mme 5,59 4. 2 – Furancarboxaldehyde (CAS) Furfural 3,72 5. Butanoic acid, phenylester (CAS) phenyl

butirate

5,55 6. 2 – Furanmethanol (CAS) Furfuryl alkohol 3,27 7. 2 – Propanone, 1 – hydroxyl – (CAS) Aceton 2,97 8. Ethanone, 1 – (methylenecyclopropyl) 2,95 9. 2 – Butanol 1, 3 – methyl – (CAS) 3 – methyl

– 2 – butanol

2,63 10. 2 – Furancarboxaldehyde,5 – methyl – (CAS)

5 – methyl – 2 – furfural

2,56

26

Tabel 3. Karakteristik dan komponen kimia campuran destilat dengan kak 8% dan 12%

Karakteristik Kak 8% Kak 12%

1. pH 3,73 3,86

2. Berat jenis 1,030 1,040

3. Warna Agak hitam Agak

hitam

Komponen kimia Konsentrasi (%) Kak 8% Kak 12%

1. Phenol 3,00 2,23

2. 2-Cylopenten-1-one, 2 hidroxy-3 methyl- 2,05 2,18

3. Phenol, 2 – methyl- 2.12 2,22

4. Phenol, 2 – methoxy- 16,63 17,74

5. Phenol, 2 – methoxy – 4- methoxy 7,10 7,33

6. 1-2 – Benzenediol, 3 – methoxy 2,11 -

7. Phenol, 4 – ethyl – 2 – methoxy 3,72 3,85

8. Phenol, 2,6 – dimethoxy 9,23 14,73

9. Benzoic acid, 4 – hydroxyl -3 – methoxy 6,94 -

10. 5 – tert – Butyl pyrogallol 5,26 -

11. Oleic acid 14,37 6,55 12. Tricycle [ 20.8.0.0 (7,16)] triacontane, 1 (22), 7 (16) diepoxy 2,23 - 13. 4-methoxy-2methyl-1-(methythio) benzene - 6,08 14. Ethanone, 1-(2,6-dihydroxy-4-methoxyphenyl - 5,00 15. 9-octandecenolc acid - 2,74 16. Pydridine-3-carboxamide, oxime, N-(z-trifluoromethylphenyl) - 3,39

Pada Tabel 2 dan 3 tampak pH destilat murni dari sebetan dan kulit kayu sengon maupun campurannya dengan kak 8 dan 12% berada pada kisaran 3,32 sampai dengan 3,86, atau tergolong asam. Penambahan kak pada destilat (cuka kayu) hanya sedikit menaikkan pH larutan. Hal ini karena destilat mengandung senyawa asam-asam organik yang menyebabkan pH-nya menjadi rendah. Menurut Pujilestari (2007), pH destilat pada kisaran 1,5 - 3,7 dapat menghambat pertumbuhan mikroba pembusuk atau mikroba berspora. Warna destilat murni cokelat muda agak kekuningan, tapi setelah ditambahkan kak warna larutannya berubah menjadi hitam.

27

Meskipun demikian, kayu yang diimpregnasi dengan bahan impregnan tersebut tidak menjadi hitam.

Komposisi kimia destilat setelah ditambahkan kak tidak sama dengan komposisi kimia destilat murni. Asam asetat (acetic acid) yang terdapat pada destilat murni (Tabel 2) tidak terdapat pada campuran destilat dan kak (Tabel 3). Hal ini menunjukkan telah terjadi reaksi kimia di antara kedua bahan campuran tersebut, yang kemungkinan berpengaruh baik terhadap sifat kayu yang diimpregnasi, karena asam asetat bersifat korosif (Mirwandhono, 2003).

Destilat yang ditambahkan kak juga memiliki komposisi kimia yang lebih banyak daripada destilat murni, sehingga BJ-nya lebih tinggi. Pada campuran destilat dan kak 8%, konsentrasi fenol dan derivatnya 41,8%, sedangkan pada campuran destilat dan kak 12% naik menjadi 48,1% (Tabel 3). Semakin tinggi konsentrasi kak semakin tinggi BJ larutannya, dan semakin banyak senyawa fenol (phenol) dan derivatnya yang dihasilkan. Fenol adalah senyawa kimia yang bersifat racun dan bisa sebagai bahan inhibitor (Nurhayati

et al., 2009).

2. Penyempurnaan sifat kayu

a. Pengeringan konvensional

Hasil penelitian menunjukkan kayu jabon umur 5 tahun yang dikeringkan secara konvensional menggunakan bagan suhu 40 – 60 o

C memiliki rasio penyusutan arah tangensial terhadap arah radial bervariasi antara 1,8% sampai dengan 2,8% (rata-rata 2,5%), kerapatan bervariasi antara 0,34 g/cm3 sampai dengan 0,40 g/cm3 (rata-rata 0,35 g/cm3), dan BJ bervariasi antara 0,28 – 0,34 (0,31). Menurut Bowyer et al. (2007), jika nilai T/R rasio suatu jenis kayu lebih besar dari 2 (T/R ≥ 2), maka diindikasikan kayu tersebut tidak stabil dimensinya.

28

Persyaratan BJ kayu untuk bahan mebel menurut SNI 01-0608-1989 berada pada kisaran 0,40 – 0,60. Kayu dengan BJ di bawah 0,40 tidak cukup kuat, dalam pengertian tidak mampu memikul beban secara terus menerus. Hasil penelitian Prianto (2001) pada 10 jenis kayu menunjukkan bahwa BJ memiliki hubungan erat terhadap kerapatan dengan koefisien korelasi 0,98-0,99 dan terhadap keteguhan tekan, kekerasan dan keteguhan patah dengan koefisien korelasi di atas 0,70. Dengan mengamati pola hubungan tersebut, Prianto (2001) berpendapat bahwa penggunaan BJ sebagai indikator kunci dalam menentukan sifat mekanis kayu sudah tepat.

Dari kedua indikator tersebut menunjukkan penyempurnaan sifat kayu jabon umur 5 tahun dengan pengeringan konvensional belum berhasil. Hal ini karena dari hasil penelitian Utami (2013), keseluruhan batang kayu jabon sampai umur 7 tahun masih berupa kayu muda (juvenile wood), belum terbentuk kayu dewasa (mature

wood). Kayu dengan kondisi yang demikian memiliki dimensi yang

tidak stabil setelah berbentuk produk, terutama produk mebel atau furnitur. Ketidakstabilan dimensi kayu tidak disukai untuk bahan mebel atau furnitur karena akan menyebabkan distorsi setelah menjadi produk, seperti renggang antar sambungan, delaminasi pada komponen yang direkat, pintu lemari sulit untuk dibuka dan ditutup, atau permukaan meja menjadi tidak datar dan tidak simetris. Oleh karena itu modifikasi terhadap kayu jabon umur 5 tahun untuk penyempurnaan sifatnya harus dilakukan agar kualitasnya setara dengan kualitas kayu jabon umur panen.

b. Modifikasi dengan bahan kimia

Data nilai ASE yang mengindikasikan kestabilan dimensi kayu jabon yang diimpregnasi dengan berbagai bahan impregnan disajikan pada Tabel 4 dan analisa keragamannya pada Lampiran 1, sedangkan data kerapatannya disajikan pada Tabel 5 dan analisa keragamannya pada Lampiran 2.

29

Tabel 4. Nilai ASE kayu jabon tertinggi sampai yang terendah setelah diimpregnasi dengan berbagai perlakuan

No Kode kombinasi perlakuan Nilai ASE (%) 1 a1b2c1d6 53,99 2 a1b2c1d5 53,20 3 a2b2c1d6 50,28 4 a2b2c1d5 49,57 5 a1b1c1d6 49,55 6 a1b1c1d5 48,71 7 a2b1c1d1 43,52 8 a2b1c2d5 34,81 9 a1b1c2d3 31,28 10 a2b1c2d6 30,76 11 a1b1c2d6 21,03 12 a1b1c2d6 18,13

Keterangan: a1 dan a2 = perendaman dengan campuran destilat dan kak 8% dan 12%; b1 dan b2= suhu larutan 60oC dan 80oC; c1 dan c2= arah dimensi tangensial dan radial; d1,…, d6= waktu perendaman 5, 10, 30, 60, 240, 1.440 menit

Tabel 5. Kerapatan rata-rata kayu jabon yang diimpregnasi dengan berbagai perlakuan No Konsentrasi kak (%) Suhu rendaman (oC) Kerapatan kering udara (g/cm3) 1. Kontrol 0,35 2. 8 60 0,42 3. 8 80 0,46 4. 12 60 0,40 5. 12 80 0,43

Keterangan: Data di atas, merupakan rata-rata dari 3 ulangan

Pada Tabel 4 tampak nilai ASE beragam menurut arah orientasi serat. Contoh uji radial cenderung memiliki nilai ASE lebih

30

rendah daripada contoh uji tangensial. Hal ini menunjukkan impregnasi bahan impregnan ke dalam struktur kayu jabon tidak efektif pada arah radial kayu. Faktor tersebut mungkin berhubungan dengan kesulitan bahan impregnan untuk menembus struktur kayu pada dimensi radial jika dilakukan tanpa menggunakan tekanan, karena pada penelitian sebelumnya perlakuan impregnasi kayu jabon menggunakan vakum tekan menghasilkan nilai ASE pada dimensi radial lebih tinggi daripada dimensi tangensial (Basri et al., 2014). Pada Tabel 4 juga tampak keragaman nilai ASE menurut waktu rendaman contoh uji dalam air. Secara umum terjadi kenaikan nilai ASE dengan pertambahan waktu rendaman dari menit ke 240 (4 jam) ke menit 1.440 (24 jam). Namun pada penelitian ini, perlakuan impregnasi secara rendaman yang paling efektif adalah pada formula campuran destilat dan kak 8% dengan suhu larutan 80 o

C karena menunjukkan nilai ASE di atas 50%, sedangkan yang terendah pada formula campuran destilat dengan kak 12% pada suhu larutan 60oC (Tabel 4). Hal ini juga didukung dengan hasil uji statistik (Lampiran 1). Jika dibandingkan dengan hasil penelitian sebelumnya (Basri dan Balfas, 2014; Basri et al., 2014) yang mendapatkan nilai ASE di atas 80%, maka nilai ASE yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah. Hal ini mungkin karena pada perlakuan sebelumnya impregnasi bahan impregnan ke dalam kayu dilakukan secara tekanan, sehingga bahan impregnan yang masuk ke dalam struktur kayu menjadi lebih banyak.

Pada Tabel 5, dan didukung dengan hasil uji statistik (Lampiran 2) tampak faktor perlakuan suhu larutan dan konsentrasi kak juga berpengaruh terhadap kenaikan kerapatan kayu jabon. Perubahan konsentrasi bahan kak dari 8% menjadi 12% pada berbagai suhu larutan, atau perubahan suhu larutan dari 60 oC ke suhu 80 oC pada berbagai konsentrasi juga berpengaruh terhadap kerapatan kayu jabon secara signifikan, yang mana nilai kerapatan

31

tertinggi diperoleh pada formula impregnan campuran destilat dan kak 8%.

Sebagaimana diuraikan di atas, kestabilan dimensi dan kerapatan kayu jabon yang diimpregnasi dengan formula campuran destilat dan kak lebih tinggi dibandingkan dengan hanya menggunakan destilat murni. Namun dari dua konsentrasi kak, nilai kestabilan dimensi dan kerapatan tertinggi diperoleh pada formula impregnan dengan penggunaan kak 8%. Naiknya kerapatan kayu jabon pada penggunaan formula kak 8%, juga menaikkan derajat kristalinitas kayu dari 22,9o ke 19,12o (Tabel 6). Ini menunjukkan penetrasi larutan impregnan secara rendaman ke dalam struktur kayu bergantung pada kekentalan larutan, sebagaimana ditunjukkan dari viskositas (kekentalan) formula campuran destilat dengan kak 12% (0,072 poise) lebih tinggi dibanding formula campuran destilat dengan kak 8% (0,042 poise). Semakin tinggi viskositas suatu larutan, semakin lemah pergerakan dari larutan tersebut, sehingga lebih sulit menyerap ke dalam pori-pori kayu, kecuali mungkin dengan proses tekanan.

Tabel 6. Kristalinitas rata-rata kayu jabon yang diimpregnasi dengan berbagai perlakuan No Konsentrasi kak (%) Suhu rendaman (oC) Derajat kristalinitas (o) 1. 8 80 22,9 2. 12 80 19,2

Keterangan: Data di atas, merupakan rata-rata dari 3 ulangan

Kak atau gum dikenal sebagai lem mini, biasa digunakan untuk membuat gelasan/pelapis beling tumbuk pada benang layangan, juga untuk membuat lem cair (Anonim, 2015). Bahan ini dibuat dari kolagen (suatu protein kulit binatang, tulang-tulang dan daging penyambung tulang) serta larut dalam air panas (Rio, 2014).

32

Pada waktu pendinginan bahan ini membeku, sehingga dapat menghasilkan daya rekat/ikatan yang cukup kuat, dan bertambah kuat pada proses pengeringan selanjutnya. Penggunaan kak pada formula impregnan di atas berfungsi sebagai pengikat, sehingga kayu yang sudah diimpregnasi diharapkan tidak mengembang dan menyusut kembali pada berbagai kondisi lingkungan.

Dalam dokumen LAPORAN HASIL PENELITIAN (LHP) TAHUN 2015 (Halaman 27-34)

Dokumen terkait