• Tidak ada hasil yang ditemukan

Konsep framing yang berasal dari ranah psikologi, berangkat dari cara pandang bahwa konstruksi realitas pasti bergantung pada bagaimana cara sang pemilik cerita menyampaikannya kepada khalayak. William A. Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai kemasan (package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan diberitakan. Dalam pandangan mereka, proses framing berkaitan dengan persoalan bagaimana sebuah realitas dikemas dan disajikan dalam presentasi media. Oleh karena itu, frame sering diidentifikasi sebagai cara bercerita (story line) yang menghadirkan konstruksi makna spesifik tentang objek wacana (Eriyanto, 2002:225)

Konsep ini menawarkan sebuah cara untuk mengungkap kekuatan teks komunikasi. Membuat frame adalah menyeleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas realitas dan membuatnya lebih menonjol di dalam suatu teks yang dikomunikasikan sedemikian rupa sehingga mempromosikan

sebuah definisi permasalahan yang khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral dan atau merekomendasikan penanganannya (Eriyanto, 2002:165). Perspektif wartawanlah yang akan menentukan fakta yang akan dipilih, ditonjolkan dan dibuang.

Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis untuk bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok, atau apa saja) dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut melalui proses konstruksi. Disini realitas sosial dimaknai dan dikonstruksi dengan makna tertentu. Peristiwa dipahami dengan bentukan tertentu. Hasilnya, pemberitaan media pada sisi tertentu atau wawancara dengan orang-orang tertentu. Semua elemen tersebut tidak hanya bagian dari teknis jurnalistik, tetapi menandakan bagaimana peristiwa dimaknai dan ditampilkan (Eriyanto, 2002:30).

Menurut Eriyanto di dalam bukunya Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, terdapat empat model analisis framing, yaitu : a. Murray Edelman, dalam bukunya “ Contestable Categories and

Public Opinion” ia mensejajarkan framing sebagai kategorisasi, artinya pemakaian perpektif tertentu dengan pemakaian kata-kata yang terttentu pula yang menandakan bagaimana fakta atau realitas dipaham, kategorisasi juga dapat diartikan sebgai penyederhanaan, realitas yang kompleks dan berdimensi banyak diphami dan ditekankan supaya dipahami dan hadir dalam benak khalayak

b. Robert Entman dalam metodenya framing dalam berita dilakukan dengan empat cara, yaitu: Problem Identification (Identifikasi masalah), causal Interpretation (identifikasi penyebab masalah), Moral Identification (evaluasi moral) dan Treatment Recommendation (saran penanggulangan masalah).

c. Zongdang Pan dan Gerald M. Kosicki (1993) dalam tulisan meraka yang berjudul “ Framing Analysis: An Approach to New Discourse” mengoperasionalkan empat dimensi structural teks berita sebagai perangkat framing, yaitu sintaksis, skrip, tematik, dan retoris.

d. William A. Gamson mendefinisikan framing dalam dua pendekatan yaitu pendekatan menghasilkan framing dalam level kultural, dan pendekatan psikologis yang menghasilkan framing dalam level individual. Framing dalam level kultural dimaknai sebagai batasan-batasan wacana serta elemen-elemen konstitutif yang tersebar dalam konstruksi wacana. Dalam hal ini, frame memberikan petunjuk elemen-elemen isu mana yang relevan untuk diwacanakan, problem-problem apa yang memerlukan tindakan-tindakan politis, solusi yang pantas diambil, serta pihak mana yang legitimate dalam wacana yang terbentuk.

Model William A. Gamson digunakan oleh penulis dalam menganalisa berita karena frame dipandang sebagai cara bercerita atau gagasan ide-ide yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan

konstruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana (Eriyanto, 2002:223)

Menurut William A. Gamson, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana prespektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau prespektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, dan hendak dibawa kemana berita tersebut, hal ini disebut sebagai kemasan (package). (Eriyanto, 2002:2240).

Kemasan (package) dibayangkan sebagai wadah atau struktur data yang mengorganisir sejumlah informasi yang menunjukan posisi atau kecenderungan politik, dan yang membantu komunikator untuk menjelaskan muatan-muatan di balik suatu osu atu peristiwa (Eriyanto, 2002:224).

Package ini dalam pandangan William A. Gamson dimaknai sebagai perangkat gagasan atau ide sentral ketika seseorang atau media memahami dan memaknai suatu isu. Ide sentral ini, akan didukung oleh perangkat wacana lain sehingga antara satu bagian wacana dengan lainya saling mendukung (Eriyanto, 2002:226).

Ada dua perangkat bagaimana ide sentral ini diterjemahkan dalam teks berita. Pertama, framing device (perangkat framing). Perangkat ini berhubungan dan berkaitan langsung dengan ide sentral atau bingkai yang ditekankan dalam teks berita. Perangkat framing ini ditandai dengan

pemakaian kata, kalimat, grafik atau gambar, dan metafora (Eriyanto, 2002:226). Penjelasan perangkat framing, sebagai berikut:

Methapors atau metafora, adalah perumpamaan atau pengandaian. Dengan merujuk pengertian sederhana, metafora dipahami sebagai cara memindah makna dengan merealisasikan dua fakta melalui analogi, atau memakai kiasan dengan menggunakan kata-kata seperti , ibarat, bak, umpama, laksana. Metafora tertentu dipakai oleh wartawan secara strategis sebagai basis berfikir, alsan pembenaran atas pendapat atau gagasan tertentu kepada khalayak akan menjadi lebih tertarik dengan isi berita (Junaedi,2008:21). Metafora termasuk ke dalam kelompok gaya bahasa kiasan. Kiasan menunjuk pada perbandingan atau pengandaian dua hal secara langsung dalam bentuk frasa atau klausa singkat dan sederhana. (Sumadiria, 2006:43).

Catchphrases adalah frase dalam berita yang memiliki daya tarik bagi pembaca, kontras, menonjol, dalam suatu wacana. Ini biasanya berupa jargon atau slogan. Jargon atau slogan yang disampaikan didalam frase ini adalah jargon atau slogan yang benar-benar menonjol dan menarik perhatian khalayak (Junaedi, 2008:21).

Exemplar yang berarti isi berita yang berusaha mengaitkan bingkai dengan contoh, uraian (bisa teori, perbandingan) yang memperjelas bingkai. Dengan kata lain unsur atau bagian yang memberikan conoh atau uraian yang berkaitan dan mendukung bingkai berita yang disampaikan.

Dimana tujuan dari penerapan contoh atau uraian ini adalah memperjelas bingkai dari berita yang disampaikan (Junaedi, 2008:21).

Depiction yang berarti penggambaran atau pelukisan suatu isu pemberitaan yang bersifat konotatif. Konotatif adalah pemaknaan kata yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu, atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar yang umum. (Sumadiria, 2006:28).

Depiction ini pada umumnya berupa kosakata, leksikon untuk melabeli sesuatu. Leksikon merupakan elemen yang menandakan bagaimana sesorang memilih kata dari berbagai kemungkinan kata yang tersedia. Pilihan kata-kata yang dipakai menunjukan sikap atau ideologi tertentu. Peristiwa yang sama dapat digambarkan dengan pilihan kata-kata yang berbeda-beda (Junaedi, 2008:22).

Visual image berarti gambar, grafik, citra yang mendukung bingkai secara keseluruhan. Bisa berupa foto, kartun, ataupun grafik yang menekankan dan mendukung pesan yang ingin disampaikan (Eriyanto,2002,225).

Visual image merupakan elemen yang digunakan untuk menekankan atau menonjolkan sebuah isu melalui pemakaian foto, gambar, kartun, diagram, grafis, tabel, dan sejenisnya. Misalnya perhatian atau penolakan, dibesarkan atau dikecilkan, ditebalkan atau dimiringkan, serta pemakaian warna. Visual images biasanya menjadi daya tarik bagi pembaca untuk membaca berita tersebut (Junaedi,2008:22).

Kedua, reasoning devices (perangkat penalaran). Sebuah gagasan tidak hanya berisi kata atau kalimat, gagasan itu juga selalu ditandai oleh dasar pembenar tertentu, alasan tertentu, dan sebagainya. Dasar pembenar dan penalaran tersebut bukan hanya meneguhkan suatu gagasan atau pandangan, melainkan lebih jauh membuat pendapat atau gagasan tampak benar, absah, dan demikian adanya (Eriyanto, 2002:227). Lebih lanjut perangkat penalaran dijelaskan sebagai berikut:

Roots adalah analisis kausal atau sebab akibat. Unsur ini berfungsi agar pesan yang disampaikan terlihat wajar, normal, beralasan. Suatu peristiwa tidak mungkin ada tanpa sebab atau latar belakang yang mendasarinya, antara satu kalimat dengan kalimat yang lain saling mendukung, satu bagian menjelaskan bagian yang lain dan satu bagian menjadi sebab akibat dari bagian yang lain dan sebagainya (Junaedi, 2008:22). Appeals to Principle adalah premis dasar dan klaim-klaim moral. Hal ini terkait dengan klaim-klaim moral yang ditunjukan denhgan mengangkat fakta-fakta yang ada sebelumnya. Hal ini berfungsi untuk menguatkan pesan yang disampaikan agar terlihat beralasan dan memilki dasar yang kuat. Selain itu appeals to principle juga digunakan untuk memperkuat sebuah gagasan agar tampak benar dan dapat diterima oleh khalayak (Junaedi, 2008:22).

Consequences adalah etika atau konsekuensi yang di dapat dari bingkai. Dengan kata lain Consequences disini adalah konsekuensi atau pengaruh akhir yang muncul yang disebabkan oleh unsur-unsur yang ada

dalam bingkai media. Jadi dapat dikatakan bahwa Consequences adalah akibat atau konsekuensi akhir yang muncul sebagai hasil dari semua unsur di dalam bingkai (Juneadi, 2008:22).

G.METODE PENELITIAN

Dokumen terkait