• Tidak ada hasil yang ditemukan

F Fungsi F ungsi F ungsi F ungsi F ungsi Filsafat D ilsafat D ilsafat D ilsafat D ilsafat Dakwah akwah akwah akwah akwah

FILSAFAT DAKWAH DAN ILMU DAKWAH

B. F Fungsi F ungsi F ungsi F ungsi F ungsi Filsafat D ilsafat D ilsafat D ilsafat D ilsafat Dakwah akwah akwah akwah akwah

B. FB. F

B. FB. Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Fungsi Filsafat Dilsafat Dilsafat Dilsafat Dilsafat Dakwahakwahakwahakwahakwah

Sebelum periode renaisans, filsafat dipercaya sebagai sumber pengetahuan yang menyedot perhatian kaum intelektual saat itu. Renaisance, sebagai lembar awal zaman modern dicirikan dengan kebangkitan intelektual, khususnya terjadi di Italia antara abad ke-15 sampai 16. Renaisance merujuk kepada gerakan intelektual di Italia bercirikan: individualisme, bangkitnya filsafat klasik, dan penemuan dunia oleh manusia. Manusia tidak merasa rendah diri di hadapkan dengan rencana Tuhan serta ditempatkan dalam posisi sentral. Masa renaisans merupakan periode humanisme, yang berarti masa di mana manusia membangun dirinya sendiri sebagai makhluk yang bebas dari perbudakan teologi. Pada masa ini pula, terjadi periode terpisahnya ilmu dengan filsafat, di mana pengetauan lebih bertumpuh dari hasil

observasi dan eksprimentasi.14 Singkatnya, filsafat ditinggalkan

14Francis Bacon dalam hal ini melakukan kritik dengan menyatakan bahwa alam

semesta yang demikian rumit tidak cukup terjangkau oleh teori meditasi, speklulasi, dan teori-teori manusia yang tidak opresional. Francis Bacon dengan diilhami oleh gerakan renaisans dan perlawanan terhadap ilmuan beraliran Aristotelian serta logika Skolastik telah merancang suatu metode untuk memperoleh kebenaran. Dalam metode induksi, ia mengandalkan data dan klasifikasi untuk menemukan hakekat pengetahuan. Bacon berupaya untuk membebaskan kesalahan berpikir dalam struktur ilmu pengetahuan yang berlangsung pada masa sebelumnya. Lihat Francis Bacon, Novum Organum, Book I : 2, dalam Great Books of The Western World, vol. 30, 1986: 107.

karena dianggap gagal memberikan kontribusi riel. Kesimpulan-kesimpulan pengetahuan tentang objek pengetahuan tidak kembali kepada benda, melainkan kembali kepada pendapat-pendapat dan pikiran.

Dalam perkembangan berikutnya, filsafat dibutuhkan kembali oleh karena dalam setiap cabang ilmu pengetahuan tetap

diperlukan spekulasi dan teori-teori yang mendalam.15 Di

manakah kedudukan, apa tujuan, dan bagaimana arah pengembangan ilmu, merupakan contoh pertanyaan-pertanyaan yang tidak mudah dijawab tanpa melibatkan analisis dan daya kritis kerja pikiran. Di sini, filsafat berkedudukan sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha mencapai pengetahuan yang utuh, menjangkau kenyataan secara komprehensif. Melalui abstraksi dan analisanya yang kritis dan radikal, filsafat menawarkan dimensi ilmu pengetahuan yang abstrak dan universal. Melalui filsafat pula, diperoleh pengetahuan deduktif yang dijadikan sebagai tolak ukur, sekaligus pengetahuan induktif untuk menentukan apakah suatu keadaan sesuai atau tidak sesuai dengan konsep universal.

Dari penjelasan di atas, posisi filsafat sangatlah penting dalam kedudukannya sebagai dasar dan kerangka pikir pengembangan pengetahuan dakwah, baik dakwah sebagai kegiatan agama atau sebagai disiplin ilmu pengetahuan. Hasan Bisri dalam hal ini mengatakan bahwa filsafat dakwah yang diartikannya sebagai pemikiran rasional sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, dan

15Brentano pernah mengatakan bahwa krisis filsafat disebabkan sukses yang

dicapai oleh ilmu yang berakibat pada filsafat. Ilmu-ilmu alam telah membuktikan dirinya bahwa pengetahuan memberikan kekuasaan, sebaliknya filsafat, memperlihatkan dirinya benar-benar tidak memberikan manfaat secara praktis. Untuk bisa bangkit kembali filsafat harus mengambil metode ilmu-ilmu alam. Lihat dalam A. Khozin Affandi, Filsafat Ilmu dan Beberapa Ajaran Pokok Fenomenologi (Surabaya: tp, 1997), 64.

sejauh-jauhnya tentang dakwah, dapat digunakan untuk mencari jawaban dari pertanyaan tentang: mengapa manusia membutuhkan agama, mengapa agama perlu disebarluaskan dalam kehidupan manusia, apakah tujuan akhir dakwah, bagaimana etika dakwah, bagaimana hakekat manusia sebagai subjek dakwah, bagaimana manusia sebagai objek dakwah, bagaimanakah merasionalkan metode, media serta teknik-teknik dakwah. Di samping itu, masih ada pertanyaan-pertanyaan dalam kaitannya dengan masalah dakwah yang dapat diperoleh melalui

jawaban-jawaban filsafat.16

Jawaban asbtrak tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan dakwah, berarti ada upaya mengambil jarak dengan pengetahuan dakwah yang bersifat teknis. Upaya ini menjadi bagian yang berfungsi memahami masalah dakwah secara utuh. Di sini filsafat dakwah berfungsi sebagai metode pengetahuan yang berorientasi dalam mengkaji dan mendalami prinsip-prinsip

atau hal-hal pokok tentang permasalahan dakwah.17 Orientasi ini

secara tidak langsung diharapkan membuahkan makna hadirnya pengetahuan alternatif. Kemanfatan yang dapat diambil dari orientasi pengetahuan alternatif ini ialah lahirnya keterbukaan ilmuan dalam pengembangan pengetahuan dakwah. Dari sini, upaya mengkaji pengetahuan dakwah tidak sebatas kepada kegiatan dakwah yang bersifat teknis dan operasional. Lebih dari itu, pengetahuan dakwah diharapkan lahir dari kajian yang bersifat spekulatif dan kritis. Tujuan mendapatkan pengetahuan

16Hasan Bisri, Filsafat Dakwah (Surabaya: Dakwah Digital Press, 2016), 20.

17Para pakar berbeda pendapat dalam menentukan mana yang disebut hal-hal

prinsip atau pokok tentang permasalahan dakwah. Ilyas Islamil dan Prio Hotman berpendapat bahwa hal-hal pokok itu meliputi lima macam, yaitu: Islam, paradigma dakwah, da’i, mad’u, dan aliran pemikiran dalam dakwah. Lihat A.Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah: Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), 6.

itu tidak dapat diperoleh tanpa menghadirkan proses berpikir yang radikal dan komprehensif.

Di atas segala pembahasan itu, fungsi filsafat dakwah secara lebih khusus dapat dilihat dari contoh rumusan berikut: Pertama, memahami sistem dakwah. Dengan memahami analisis filsafat, berarti akan semakin menambah pemahaman tentang sistem dakwah yang berkait dengan perkembangan berbagai unsur yang ada di dalamnya. Kedua, menganalisis konsep dakwah. Ada banyak istilah dalam bidang dakwah yang memerlukan definisi ulang. Dalam hal ini, dibutuhkan analisis yang dilakukan oleh para pakar dalam merumuskan kembali istilah-istilah dimaksud. Ketiga, mengkritik asumsi pengetahuan dakwah. Filsafat dakwah khususnya dalam bahasan tentang epsitimologi dakwah dapat digunakan mengkritik asumsi pengetahuan yang sudah tidak relevan dengan perkembangan ilmu dakwah. Keempat, membimbing prinsip dakwah. Rumusan tentang prinsip-prinsip dakwah perlu terus menerus dilahirkan dari berbagai sumber pengetahuan. Kelima, menentukan kompetensi dan etika dalam berdakwah. Aktifitas dakwah memerlukan kaidah prinsipil demi menjaga keberlangsungannya.

Garis besar

Dokumen terkait