• Tidak ada hasil yang ditemukan

Beberapa Fungsi Hukum Yang Berkaitan Dengan Kehadiran Fintech di Indonesia

BAB IV : Merupakan Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran terkait penelitian yang telah dibahas mulai

2.3 Beberapa Fungsi Hukum Yang Berkaitan Dengan Kehadiran Fintech di Indonesia

Begitu banyaknya teori hukum sepintas terlihat bahwa pernyataan tersebut saling bertentangan satu sama lain, namun pada dasarnya tidak demikian. Misalnya ada teori yang mengajarkan bahwa hukum harus stabil, tetapi tidak boleh diam atau kaku. Kedua teori tersebut benar adanya dan tidak bertentangan, karena demikianlah salah satu fase hakiki dari hukum, dimana di satu sisi hukum harus mengandung unsur kepastian dan prediktabilitas, sehingga harus stabil. Tetapi, di lain sisi hukum haruslah dinamis, sehingga selalu dapat mengikuti dinamika perkembangan kehidupan manusia.

38 C.S.T Kansil. 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. Hlm. 45.

Teori tentang fungsi hukum dalam masyarakat modern dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pertama dimana kemajuan masyarakat dalam berbagai bidang membutuhkan aturan hukum untuk mengaturnya. Sehingga sektor hukum turut terpengaruh oleh adanya perkembangan masyarakat tersebut.

Dan sisi kedua adalah dimana hukum yang baik dapat mengembangkan masyarakat atau mengarahkan perkembangan masyarakat. Bagaimanapun juga, fungsi hukum dalam masyarakat sangat beraneka ragam, tergantung kepada berbagai faktor yang terjadi dalam masyarakat.

Namun hal yang perlu diingat adalah terdapat perbedaan fungsi hukum dalam masyarakat maju dan masyarakat yang belum maju. Memang pada faktanya dalam setiap masyarakat hukum lebih berfungsi untuk menjamin keamanan dalam masyarakat dan menjamin struktur sosial yang diharapkan oleh masyarakat. Namun secara khusus, dalam masyarakat yang sudah maju, hukum menjadi lebih umum, abstrak dan lebih berjarak dengan konteksnya39.

Apabila ditinjau dari segi perubahan hukum, terdapat dua macam hukum dari suatu negara, yaitu hukum yang cenderung dapat diubah-ubah sesuai dengan keinginan dan perkembangan masyarakat, serta hukum yang cenderung konservatif atau ortodoks yang didominasi oleh visi politik para pemegang kekuasaan negara. Kita ketahui bersama bahwa terdapat beberapa komponen yang dapat menjadi alat kontrol sosial, yakni merupakan alat untuk mengontrol perilaku masyarakat yang salah satunya adalah Hukum. Jika

39 Nazaruddin Lathif. Teori Hukum Sebagai Sarana/Alat Untuk Memperbaharui Atau Merekayasa Masyarakat. 2017: Pakuan law Review Vol.3 No.1. Hlm. 73-74.

demikian, maka lembaga-lembaga hukum pun merupakan lembaga kontrol sosial.40

a. Hukum Sebagai Sarana Penggerak Pembangunan

Pandangan terhadap fungsi hukum ini dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja yang merupakan bentuk modifikasi terhadap pandangan Roscoe Pound yang mengatakan Law as a tool of social engineering (hukum sebagai alat pembentukan masyarakat)41. Roscoe Pound merupakan salah satu ahli hukum yang beraliran Sociological Jurisprudence yang lebih memfokuskan perhatiannya pada “Kenyataan Hukum” daripada kedudukan dan fungsi hukum dalam masyarakat. Pada dasarnya kenyataan hukum adalah kemauan publik yang bukan sekedar hukum dalam pengertian law in books saja. Sociological Jurisprudence menunjukkan kompromi yang cermat antara hukum tertulis sebagai kebutuhan masyarakat hukum demi terciptanya kepastian hukum (positivism law), serta keberadaan hukum dalam masyarakat (living law) sebagai wujud penghargaan terhadap pentingnya masyarakat dalam pembentukan hukum dan orientasi hukum. Menurut Pound, kontrol sosial diperlukan untuk menguatkan peradaban masyarakat, karena membantu mengendalikan perilaku antisosial yang bertentangan dengan kaidah-kaidah ketertiban sosial. Disinilah Hukum berperan sebagai mekanisme kontrol sosial yang merupakan fungsi utama dari negara, dan bekerja

40 Ibid. Hlm. 75-76

41 Donald Albert Rumokoy & Frans Maramis. Op. Cit. Hlm. 37.

melalui penerapan kekuasaan yang dilaksanakan secara sistematis dan teratur oleh agen yang ditunjuk untuk melakukan fungsi itu. Namun, disamping hukum, Pound menambahkan bahwa diperlukan dukungan dari beberapa hal lain yaitu institusi keluarga, pendidikan, moral, dan agama.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ajaran Roscoe Pound bergerak dalam 3 (tiga) lingkup/dimensi utama:

1. Bahwa hukum benar-benar berfungsi sebagai alat untuk mengatur dan mengelola masyarakat dengan

2. Diimbangi pemenuhan kebutuhan atau kepentingan-kepentingan masyarakat, serta 3. Adanya pengawasan guna memelihara dan

melanjutkan peradaban manusia.42

Lebih lanjut terhadap teori Roscoe Pound tersebut, Mochtar Kusumaatmadja memberikan penekanan pada undang-undang sebagai sarana pembentukan masyarakat, khususnya sarana pembangunan. Dalam prosesnya Mochtar Kusumaatmadja secara cemerlang mengubah pengertian hukum sebagai alat (tool) menjadi hukum sebagai sarana (instrument) untuk pembangunan masyarakat. Yang mendasari pokok-pokok pemikiran tersebut adalah bahwa ketertiban dan keteraturan dalam usaha pembangunan dan pembaharuan memang

42 Jurnal Nazaruddin Lathif. “Teori Hukum Sebagai Sarana/Alat Untuk Memperbaharui Atau Merekayasa Masyarakat”.

diinginkan, bahkan secara mutlak diperlukan, dan bahwa hukum dalam arti norma diharapkan dapat mengarahkan kegiatan manusia kearah yang dikehendaki oleh pembangunan dan pembaharuan tersebut. Maka daripada itu, diperlukan sarana berupa peraturan hukum yang berbentuk tidak tertulis yang sesuai dengan hukum yang hidup dalam masyarakat.

Tidak hanya itu, Mochtar pun berpendapat bahwa pengertian hukum sebagai “sarana” lebih luas cakupannya dari hukum sebagai “alat” karena :

a. Di Indonesia, peranan peraturan perundang-undangan dalam proses pembaharuan hukum lebih menonjol, misalnya jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang lebih mementingkan posisi yurisprudensi (khususnya putusan the Supreme Court) .

b. Konsep hukum sebagai “alat” akan mengakibatkan hasil yang tidak jauh berbeda dengan penerapan “legisme” sebagaimana pernah terjadi pada zaman Hindia Belanda, dan di Indonesia ada sikap yang menunjukkan kepekaan masyarakat untuk menolak penerapan konsep yang demikian.

c. Apabila “hukum” yang dimaksud juga termasuk hukum internasional, maka konsep hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat sudah diterapkan jauh sebelum konsep ini diterima secara resmi sebagai landasan kebijakan hukum nasional.

Secara detail Mochtar berpendapat bahwa

“Hukum merupakan suatu alat untuk memelihara ketertiban dalam masyarakat.

Mengingat fungsinya sifat hukum, pada dasarnya adalah konservatif, artinya hukum bersifat memelihara dan mempertahankan yang telah tercapai. Fungsi hukum diperlukan dalam setiap masyarakat, termasuk masyarakat yang sedang membangun, karena disini pun ada hasil-hasil yang harus dipelihara, dilindungi dan diamankan. Akan tetapi, masyarakat yang sedang membangun, yang dalam definisi kita berarti masyarakat yang sedang berubah cepat, hukum tidak cukup memiliki fungsi demikian saja. Ia juga harus dapat membantu proses perubahan masyarakat itu. Pandangan yang kolot tentang hukum yang menitikberatkan fungsi pemeliharaan ketertiban dalam arti statis, dan menekankan sifat konservatif dari hukum, menganggap bahwa hukum tidak dapat memainkan suatu peranan yang berarti dalam proses pembaharuan”.43

Ada 2 (dua) aspek yang melatarbelakangi munculnya teori hukum pembangunan ini, yaitu : Pertama, terdapat asumsi bahwa hukum tidak dapat berperan bahkan lebih lagi, menghambat perubahan dalam masyarakat. Kedua, perubahan alam pemikiran masyarakat Indonesia yang mengarah ke arah hukum

43 Mochtar Kusumaatmadja. 2002. Konsep-konsep Hukum Dalam Pembangunan (Kumpulan Karya Tulis). Penerbit Alumni. Bandung.

Hlm. 14.

modern. Lanjutnya bahwa tujuan hukum secara pokok bila dipersempit pada satu hal saja yaitu ketertiban yang dijadikan syarat pokok bagi terciptanya masyarakat yang teratur. Selain itu tujuan hukum adalah tercapainya keadilan yang berbeda-beda isi dan ukurannya, menurut masyarakat dan zamannya. Sedangkan dalam mencapai ketertiban diperlukan sebuah kepastian hukum dalam pergaulan manusia di masyarakat, karena kemustahilan manusia dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang diberikan Tuhan kepadanya secara optimal tanpa adanya kepastian hukum dan ketertiban44.

Di era masyarakat modern saat ini, Hukum memiliki ciri yang menonjol yaitu penggunaannya telah dilakukan secara sadar oleh masyarakatnya. Di sini hukum tidak hanya dipakai untuk mengukuhkan pola-pola kebiasaan dan tingkah laku yang terdapat dalam masyarakat, melainkan juga untuk mengarahkannya kepada tujuan-tujuan yang dikehendaki, menghapuskan kebiasaan yang dipandang tidak sesuai lagi, menciptakan pola-pola kelakuan baru, dan sebagainya.

Hal inilah yang kemudian disebut sebagai pandangan modern tentang hukum yang menjurus kepada penggunaan hukum sebagai instrumen yaitu law as a social engineering45.

Dari sudut pandang teori ini, dasar hukum kehadiran Financial Technology di Indonesia yang secara implisit telah diatur dalam beberapa peraturan

44 Mochtar Kusumaatmadja. 1979. Fungsi dan Perkembangan Hukum dalam Pembangunan Nasional. Bina Cipta. Bandung. Hlm. 20.

45 Satjipto Rahardjo. 2006. Ilmu Hukum. Citra Aditya Bakti. Bandung.

Hlm. 206.

perundang-undangan, artinya Undang-undang tersebut dapat dipergunakan dalam beberapa kasus yang berkaitan dengan fintech. Namun, tidak mengatur mengenai fintech secara keseluruhan.

b. Hukum Melegitimasi Apa Yang Berlaku Dalam Masyarakat

Segala yang diatur dalam hukum sebetulnya merupakan manifestasi dari kehidupan masyarakat itu sendiri. Tugas hukum adalah menegaskan kembali, mengesahkan aturan-aturan yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Pada dasarnya hukum selalu tumbuh dan berkembang bersama-sama dengan masyarakat, sehingga segala keberlakuannya secara umum tidak bertentangan dengan kehidupan masyarakat itu sendiri46. Pandangan tentang fungsi hukum ini merupakan pandangan dari Friedrich Carl von Savigny (1779-1861), pelopor mazhab sejarah (historical jurisprudence) yang menjelaskan bahwa

“hukum tidak dibuat, tetapi ada dan tumbuh bersama-sama bangsa” (das Recht wird nicht gemacht, es ist und wird mit dem Volke). Menurut pandangan teori ini, diadakannya undang-undang, yaitu hukum yang ditetapkan pemerintah, terutama untuk memberikan pengesahan (legitimasi) terhadap hukum yang berlaku dalam masyarakat. Dengan demikian, undang-undang, sebagai hukum yang ditetapkan pemerintah, akan selalu

46 https://www.reyfelproject.com/post/fungsi-hukum . Diakses pada tanggal 21 Agustus 2022. Pukul 18.27 WIB.

berada di belakang atau tertinggal dari perkembangan masyarakat47.

Dalam pandangan Savigny, semua hukum pada awalnya berkembang dari adat dan kebiasaan, kemudian barulah oleh yurisprudensi. Apabila ditanyakan tentang subjek di mana dan untuk mana hukum ada, maka ditemukan orang-orang yang menjadi subjeknya.

Mereka bukanlah orang-orang istimewa dengan kewenangan-kewenangan yang khusus dalam soal hukum. Hukum yang ada tidaklah dibentuk. Namun, semangat orang-orang yang hidup dan bekerja sama-lah yang melahirkan hukum. Dalam kesadaran umum suatu masyarakat itulah berlaku dan ditemukan hukum, oleh karena itu haruslah disebut hukum rakyat. Hukum dengan begitu berkembang melalui kekuatan internal yang beroperasi secara diam-diam (internal silently-operating powers), bukan oleh kehendak sewenang-wenang dari pembentuk hukum48.

Jika kita menarik benang merah antara teori fungsi hukum untuk memberikan legitimasi (pengesahan) terhadap apa yang berlaku di masyarakat dengan keberadaan financial technology di Indonesia, maka kedua hal ini tentulah sangat berkaitan. Kehadiran fintech di Indonesia telah jauh ada terlebih dahulu

47 Donald Albert Rumokoy & Frans Maramis. Op. Cit. Hlm. 36.

48 M. Zulfa Aulia. Friedrich Carl von Savigny tentang Hukum: Hukum sebagai Manifestasi Jiwa Bangsa. Undang: Jurnal Hukum. Vol. 3, No. 1.

2020. Hlm. 210-211.

sebelum dibentuknya peraturan perundang-undangan mengenai fintech secara eksplisit. Tepatnya perkembangan fintech telah terjadi sejak tahun 2006, namun perusahaan fintech di Indonesia baru mendapat kepercayaan masyarakat pada tahun 2015 yakni ditandai dengan hadirnya Asosiasi Fintech Indonesia (AFI).

Setelah itu barulah pemerintah menetapkan peraturan perundang-undangan mengenai fintech yang tersebar dalam beberapa bentuk peraturan. Hal ini akan dibahas lebih lanjut dalam Bab selanjutnya pada penelitian ini.

[Halaman Ini Sengaja Dikosongkan]

BAB III

PENGATURAN HUKUM FINANCIAL TECHNOLOGY DI INDONESIA

3.1 Aspek Hukum Financial Technology (Fintech) dan

Dokumen terkait