• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III : TROUBLESHOOTING SISTEM PENGAPIAN INTEGRATED IGNITION ASSEMBLY ( IIA ) TOYOTA COROLLA 1600 IGNITION ASSEMBLY ( IIA ) TOYOTA COROLLA 1600

KAJIAN TEORITIS

A. Fungsi Pengapian

Pengapian pada mesin berfungsi untuk membangkitkan bunga api yang dapat membakar campuran bahan bakar - udara di dalam silinder. Oleh k arena itu syarat - syarat berikut harus dipenuhi:

1. Bunga api yang kuat.

Pada saat campuran bahan bakar - udara dikompresikan di dalam silinder, sangat sulit bagi bunga api untuk melewati udara ( hal ini disebabkan karena udara mempunyai tahanan listrik dan efeknya ta hanan ini naik pada saat udara dikompresikan ). Dengan alasan ini, maka tegangan yang diberikan pada busi harus cukup tinggi untuk dapat membangkitkan bunga api yang kuat,di antara elektroda busi.

2 . Saat pengapian yang tepat.

Untuk memperoleh pembakaran campuran bahan bakar-udara yang paling efektif, harus dilengkapi beberapa peralatan tambahan yang dapat merubah saat pengapian sesuai dengan rpm dan beban mesin ( perubahan sudut poros engkol di mana masing - masing busi menyala ). Disebut pembakaran jika campuran udan udara dan bahan bakar terkena loncatan bunga api dari busi.

Pada saat bunga api melalui campuran udara - bahan bakar

6 6 7

dari elektroda, massa, busi, campuran udara - bahan bakar sepanjang loncatan api diaktifkan dan terjadi inti api (flamenucleus). Molekul -molekul campuran udara-bahan bakar di sekitar flame nucleus terjadi akibat kejutan yang ditimbulkan oleh loncatan api, kemudian molekul - molekul keluar dari pusat pembakaran.

3. Ketahanan yang cukup.

Apabila sistem pengapian tidak bekerja, maka mesin akan mati. Oleh karena itu sistem pengapian harus mempunyai ketahanan yang cukup untuk menahan getaran dan panas yang dibangkitkan oleh mesin, demikian juga tegangan tinggi yang dibangkitkan oleh sistem.

Sistem ini bekerja mendeteksi kondisi mesin ( putaran mesin, aliran udara masuk, temperatur mesin dan lain-lain ) berdasarkan sinyal dari setiap engine sensor. Selanjutnya menentukan saat pengapian yang optimum sesuai dengan kondisi mesin dengan mengirim sinyal pemutusan arus primer ke igniter yang mengontrol saat pengapian.

B. J e n i s P e n g a p i a n .

Adapun beberapa jenis sistem pengapian antara lain : 1 . Konvensional

2 . Semi Transistor 3 . Full Transistor

4 . Capasitor Discharge Ignition ( CDI ) 5 . Electronic Spark Advancer ( ESA ) 6 . Distributor Less Ignition ( DLI ) 7 . Intregated Ignition Assembly ( IIA )

Di bawah ini akan dijelaskan pengertian dari jenis pengapian tersebut. 1 . Konvensional

Sistem pengapian konvensional menggunakan breaker point untuk

memutus dan menghubungkan arus pada kumparan primer koil. Sistem ini

memerlukan perawatan berkala terutama pada breaker point yang

dikarenakan kontak antar logam disertai aliran arus listrik sehingga

menyebabkan breaker point cepat aus,namun sistem ini masih banyak

digunakan sampai saat ini.

2 . Semi Transistor

Sistem pengapian semi transistor menggunakan transistor untuk

memutus dan menghubungkan arus menuju kumparan primer koil,

sedangkan untuk menghidupkan transistor menggunakan breaker point.

Sistem ini relatif lebih bagus apabila dibandingkan dengan sistem

pengapian konvensional karena breaker point tidak menghubungkan arus

yang besar, sehingga relatif lebih tahan terhadap keausan.

3 . Full Transistor

Sistem pengapian full transistor dikembangkan untuk

menghapuskan perlunya biaya pemeliharaan berkala karena sistem

pengapian yang sebelumnya (sistem pengapian konvensional dan sistem

pengapian semi transistor). Sinyal generator dipasang untuk menggantikan

breaker point dan cam, sedangkan transistor digunakan untuk memutuskan

aliran arus primer koil dengan tidak mengadakan kontak logam dengan

logam.

4 . Capasitor Discharge Ignition ( CDI )

CDI bekerja dengan prinsip kerja yang berbeda dengan sistem

pengapian yang telah dijelaskan sebelumnya. Pengapian ini dikembangkan

untuk mesin yang mempunyai unjuk kerja yang tinggi. Perbedaan utama

dengan sistem pengapian elektronik adalah pada kapasitor penyimpan dan

cara kerja modul elektronik.

Keunggulan :

a) Sistem CDI tidak tergantung waktu (sudut dwell), dan untuk

memastikan magnetic koil pengapian terpenuhi sepenuhnya.

b) Dapat bekerja pada frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan dengan

system konvensional..

Kelemahan :

a) Untuk banyak aplikasi, durasi bunga api terlalu singkat untuk

memperoleh pengapian yang dapat diandalkan.

5 . Electronic Spark Advancer ( ESA )

ESA adalah singkatan dari “Electronic Spark Advancer” Sistem yang menggunakan ECU mesin untuk menentukan waktu pengapian berdasarkan sinyal dari barbagai sensor. ECU mesin mengkalkulasi waktu

pengapian dari waktu optimal dalam memori sesuai kondisi mesin, dan mengirim sinyal ke igniter. Waktu pengapian optimal pada dasarnya ditentukan oleh putaran mesin dan massa intake udara (manifold pressure).

6 . Distributor Less Ignition ( DLI )

DLI disebut juga sebuah pengapian tanpa distributor. Sistem ini menggunakan sebuah Ignition koil untuk setiap dua buah busi. ECU ( Electronic Control Unit ) mendistribusikan arus primer ke setiap Ignition koil secara langsung dan menyebabkan busi meloncatkan bunga api. Sistem ini mempunyai keuntungan pada ignition koil dapat ditempatkan di dekat busi dan kabel tegangan tinggi dapat diperpendek, jadi dapat mengurangi suara berisik.

Dengan ditiadakannya distributor, maka kerugian internal discharge dan kebisingan dapat dihilangkan. Dengan adanya pengurangan komponen yang bergerak, maka kemungkinan ganggguan pada komponen - komponen akan menjadi lebih sedikit. Karena tidak ada pengaturan fisik terhadap saat pengapian, seperti jarak side electrode, maka saat pengapian akan diatur pada skala lebih besar. 7. Integrated Ignition Assembly ( IIA )

IIA adalah kepanjangan dari Intregated Ignition Assembly, perakitan pengapian terpadu yang menggabungkan igniter, koil, koil pick up di dalam distributor itu sendiri.

Keuntungan dari IIA adalah: - Kecil dan ringan.

- Tidak mengalami putus sambungan, jadi keandalannya tinggi. - Memiliki daya tahan yang tinggi terhadap air.

- Tidak mudah terpengaruh oleh kondisi sekitarnya.

Dengan sistem ini dapat diwujudkan pengaturan yang lebih teliti berdasarkan kondisi kerja mesin dan ini tidak dapat diperoleh pada sistem non I I A yang hanya dapat mengatur putaran mesin dan manifold vacum dengan menggunakan governor advancer yang terdapat di dalam sebuah distributor. Pembakaran campuran bahan bakar udara yang dikompresikan terjadi di dalam silinder.

Tutup distributor dibuat dari injection - molde depoxy resin yang memiliki daya tahan panas yang tinggi dengan kemampuan isolasi yang kuat. Pada tutup distributor terdapat carbon center contact piece yang berhubungan langsung dengan elektroda pusat dimana tutup ini terbuat dari alumunium ditempatkan pada sisi di sekeliling tutup distributor dan akan menerima arus tegangan tinggi dari elektroda pusat melalui rotor.

Komponen Sistem Pengapian IIA sebagai berikut : a. Baterai

Gambar 1. Baterai

Baterai adalah sebuah elemen kimia yang bekerja sedemikian rupa sehingga mampu menyimpan arus listrik. Dalam sistem ini baterai berfungsi sebagai penyuplai arus baik ke koil pengapian maupun ke igniter untuk mengaktifkan power transistor. Pemeriksaan kondisi baterai meliputi pemeriksaan tinggi elektrolit yaitu berada di antara tanda upper dan tanda lower.

Jika berada dibawah tanda tersebut isi dengan air suling sampai batas upper. Pemeriksaan lainnya adalah pemeriksaan tegangan dan arus baterai dengan menggunakan multitester. Spesifikasi baterai yang digunakan pada sistem pengapian IIA yaitu tegangan baterai 12 volt, kapasitas baterai minimal 40 Ah.

b. Distributor.

Gambar 2. Distributor

Distributor adalah komponen yang vital dalam sistem ini. Di dalam distributor sistem ini terdapat beberapa komponen dan yang membedakan sistem IIA ini adalah koil pengapian yang terletak di dalam distributor. Fungsi Distributor sendiri mendistribusikan arus tegangan tinggi ke busi pada tiap - tiap silinder dengan urutan pengapian sesuai Firing Order.

Komponen - komponen pada distributor adalah : 1) . Rotor koil.

Berfungsi mendistribusikan arus listrik tegangan tinggi yang dihasilkan koil pengapian ke masing-masing silinder sesuai dengan Firyng Order ( urutan penyalaan api ).

2) . Signal generator

Perbedaan utama pada sistem pengapian transistor dengan system pengapian konvensional adalah pada signal generator dan igniter yang menggantikan breaker point dan cam. Signal generator adalah semacam generator arus bolak balik yang berfungsi untuk menghidupkan power transistor di dalam igniter untuk memutuskan arus primer pada koil pengapian pada saat pengapian yang tepat.

Signal generator terdiri dari magnet permanen yang memberi garis gaya magnet kepada pick up koil yang berfungsi untuk membangkitkan arus AC dan signal rotor yang menginduksi tegangan AC di dalam pick up koil sesuai dengan saat pengapian.

Signal rotor mempunyai jumlah gigi sebanyak jumlah silinder. Pemeriksaan pada signal generator meliputi pemeriksaan celah udara dan pemeriksaan tahanan pick up koil. Tahanan pick up koil 185 - 275 pada G+ dan G-,370-550 pada N+ dan N-, celah udara 0,2 - 0,4 mm.

3) . Igniter.

Gambar 4. Igniter dan terminalnya.

Igniter memutuskan aliran utama melalui sinyal pengapian dari ECU sementara waktu dan membangkitkan loncatan bunga api pada busi. Juga bila salah pengukuran pada waktu timbul pengapian sebuah sinyal konfirmasi pengapian ( IGT sinyal ) dikirim ke ECU. Igniter juga dilengkapi Dwell kontrol yang berfungsi sebagai pengatur lamanya arus yang masuk ke kumparan primer pada koil pengapian. Igniter juga dilengkapi dengan sirkuit pembatas arus yaitu untuk membatasi arus

+B -koil Tacho IGT IGF

maksimum pada kumparan primer yang disebut Current limiting circuit.

4) . Sentrifugal advancer.

Berfungsi untuk memajukan saat pengapian sesuai putaran mesin,yaitu saat putaran mesin naik maka sentrifugal akan menggeser base plate untuk memajukan saat pengapian.

5) . Vacuum advancer.

Berfungsi untuk memajukan saat pengapian sesuai beban mesin, yaitu saat kevakuman di dalam karburator naik, maka tekanan di dalam diafragma bertambah dan menekan spring serta controler rod sehingga akan menggeser base plate untuk memajukan saat pengapian.

-

Gambar 5. Koil dan terminalnya.

Berfungsi untuk menaikan tegangan baterai dari 12 volt menjadi ± 12 kV agar mampu menjadi percikan bunga api pada elektroda busi. Pemeriksaan pada koil pengapian meliputi pemeriksaan tahanan kumparan primer dan tahanan kumparan sekunder.

Spesifikasi koil pengapian tahanan kumparan primer 1,1 - 1,75 dan tahanan kumparan sekunder 9 - 15,7 k .

7) . Kondensor.

Gambar 6. Kondensor B+

Output tegangan tinggi

Kondensor berfungsi untuk menyimpan sementara arus listrik kumparan primer pada saat terjadi self induction pada pemutusan arus primer. Pemutusan arus primer secara tiba-tiba menyebabkan efek self induction sehingga tegangan primer naik, untuk itulah digunakan kondensor untuk menyimpan sementara arus yang muncul tersebut dan melepaskannya saat arus primer terhubung kembali. Spesifikasi kapasitas kondensor sistem pengapian IIA adalah 0,5 F.

c . Kabel Tegangan Tinggi.

Gambar 7. Kabel Tegangan Tinggi

Kabel tegangan tinggi berfungsi untuk menyalurkan arus listrik tegangan tinggi dari distributor ke busi. Pemeriksaan pada kabel tegangan tinggi meliputi pemeriksaan cap terhadap keretakan dan pemeriksaan tahanan kabel tegangan tinggi. Tahanan kabel tegangan tinggi yaitu 15 - 25 k .

d . Busi.

Gambar 8. Busi

Busi berfungsi sebagai penghasil loncatan bunga api dari tegangan tinggi yang dihasilkan oleh koil pengapian. Pemeriksaan pada busi meliputi pemeriksaan keausan pada elektroda busi, standart ukuran celah busi 0,8 - 1,1mm. Spesifikasi Busi yang digunakan yaitu NGK : BKR5EY11 dan Nippon Denso : K16R-U11

e. ECU

ECU (Engine / Electronic Control Unit) merupakan “otak” dari sebuah mesin, dan sebenarnya bisa buat mesin apa aja, misalkan mesin cuci atau kulkas. Pada sebuah kendaraan ECU ini bertugas me-manage mesin secara keseluruhan, baik itu mengatur pasokan bahan bakar dan udara kemudian pengapian dan lain - lain. Fungsi ECU adalah :

1. Menentukan lama penyemprotan bahan bakar. 2. Mengontrol saat pengapian yang tepat.

4. Mempertahankan tenaga tetap besar pada RPM rendah, agar tidak terjadi detonasi.

5. Untuk mobil matic, ECU ikut mengontrol kecepatan.

6. Dan masih banyak lagi fungsinya. Semakin maju teknologi yang dilengkapkan pada mobil, maka fungsi ECU semakin besar. Merubah dan memanipulasi ECU entah untuk mengiritkan maupun menaikan poser mesin beresiko merusak ECU.

Sebuah mesin ECU atau pengendali mesin dapat menentukan kualitas bahan bakar untuk disuntikan kepada mesin yang berdasarkan pada sejumlah parameter. Dan ECU (Engine Control Unit) akan menyuntikkan lebih banyak bahan bakar yang sesuai dengan jumlah udara yang lewat ke dalam mesin.

Sebagian besar sistem mesin memiliki pengendali yang berpusat pada ECU. RPM mesin dapat dipantau oleh sensor dimana posisi mesin pengendali memiliki fungsi utama sebagai : pengukuran waktu pada mesin untuk pengisian bahan bakar, petunjuk / penanda peristiwa , dan pengaturan katup jantung pada mesin.

Sebuah ECU ( Engine Control Unit ) dapat menyesuaikan waktu yang tepat untuk sebuah pergerakan mesin ( istilah ini disebut mesin waktu ) yang bermanfaat untuk memberikan penghematan ekonomis yang lebih baik bagi pemiliknya. Jika ECU / pengendali mesin mendeteksi ketukan dimana suatu kondisi berpotensi untuk merusak mesin, maka hal ini terjadi sebagai bentuk dari hasil waktu

pengapian yang terlalu dini dikompersi.

Dalam sebuah mesin, ECU dapat mengontrol waktu pada siklus mesin dalam keadaan terbuka. Dan, biasanya katup terbuka lebih cepat saat kecepatan yang lebih tinggi daripada kecepatan yang lebih rendah. Hal ini dapat mengoptimalkan aliran udara ke dalam silinder. C . Cara Kerja Sistem IIA

Dalam sistem IIA ini ada beberapa komponen yang mendukung terjadinya penyalaan api. Komponen tersebut di antaranya baterai, fuse, switch pengapian, kondensor, ignition koil, igniter, signal rotor, pick up koil, cap rotor, ECU, check konektor, kabel tegangan tinggi, busi, massa.

Jadi semua komponen tersebut harus dalam kondisi normal agar terjadi penyalaan bunga api sesuai firyng order ( saat pengapian ). Pada Toyota terdapat 2 tipe yaitu AT dan AE namun pada prinsipnya hampir sama, yang membedakan yaitu ukuran Main FL nya untuk tipe AE 3,0 W dan untuk tipe AT 2,0 W.

Gambar 9.Sistem pengapian II A Toyota Corolla. (Toyota, Pedoman Reparasi Mesin 4AFE, 1992, API - 4 ) 1. Mesin Mati (kontak off)

Arus dari baterai hanya berhenti pada Switch pengapian karena belum terhubung dengan IG2 dan tidak akan mengalir pada Ignition Koil sehingga tidak akan terjadi induksi kumparan primer.

Gambar 10. Skema pada saat mesin mati ( kontak off ). 2. Mesin mati ( kontak on)

Arus dari baterai melewati IG2 kemudian menuju ignition koil dan igniter, tetapi arus berhenti di igniter karena belum mendapat sinyal IGT.

Gambar 11. Skema pada saat mesin mati ( kontak on ). 3. Mesin hidup

Arus dari baterai melewati IG2 kemudian menuju ignition koil,dan igniter. Arus dari ignition koil menuju igniter, tetapi arus berhenti di igniter karena belum mendapat sinyal IGT. Ketika mesin berputar karena motor stater berputar, maka pick up koil menghasilkan arus pada NE (+) dan NE (-) yang diteruskan ke ECU. Arus ini sebagai pemberi sinyal ke ECU bahwa mesin berputar.

Kemudian ECU akan mengeluarkan arus pada terminal IGT sebagai perintah ke Igniter untuk meneruskan arus dari koil menuju Ground sehingga terjadi percikan bunga api.

Gambar 12. Skema pada saat mesin menyala.

Arus balik dari koil setelah memercikan bunga api diterima igniter dan akan diteruskan sebagai sinyal IGF ke ECU yang menandakan telah terjadi percikan bunga api pada busi.

BAB III

TROUBLESHOOTING SISTEM PENGAPIAN

Dokumen terkait