• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Religi/Kepercayaan

BAB III ORIGAMI DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT JEPANG

3.3 Fungsi Religi/Kepercayaan

Suatu kepercayaan membuat suatu masyarakat yang menganutnya memiliki perilaku tertentu untuk menangani dan mengatasi masalah-masalah penting yang terdapat di dalam kehidupannya, yang tidak dapat dipecahkan dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diketahuinya.

Di Jepang, dapat ditemukan anak-anak hingga orang dewasa melakukan kebudayaan origami dengan beraneka ragam bentuk/model. Tetapi yang merupakan dasar bentuk yang paling mudah dilipat dan yang terkenal dalam origami adalah model burung bangau (tsuru). Sampai saat ini, masyarakat Jepang memiliki suatu kepercayaan tersendiri pada origami burung bangau.

Masyarakat Jepang merasa dan mempercayai bahwa orang yang dapat melipat model burung bangau sampai berjumlah beribu-ribu akan dihargai pengharapannya. Oleh karena itu, terdapat banyak ungkapan-ungkapan yang beraneka ragam makna artinya tentang burung bangau, terutama pada origami bentuk lipatan burung bangau ini.

Menurut Bill Bryson dalam Wijaya (2010:4), orang Jepang memandang burung bangau sebagai simbol kemakmuran dan panjang umur karena dikhayalkan beribu-ribu tahun yang lalu oleh leluhurnya. Makna burung bangau yang lain juga mengartikan bahwa burung bangau dapat dijadikan sebagai teman sahabat yang tidak akan terlupakan yang dapat membawakan kesetiaan dalam kehidupan.

Burung bangau juga diperlihatkan sebagai binatang yang mempunyai nilai khusus yang dapat menyembuhkan penyakit juga dianugerahi banyak maknanya antara lain untuk mencapai kemakmuran dan panjang umur. Ditambah lagi, burung bangau dipercayai oleh

masyarakat Jepang sebagai burung keagungan dan kemuliaan yang mengartikan bahwa berteman dengan burung bangau dalam kehidupan akan sangat setia untuk pendampingnya. Burung bangau selalu mengembalikan kebajikan yang diterima olehnya. Kebudayaan Jepang selama 1000 tahun ini telah menghargai burung bangau sebagai simbol kehormatan dan kesetiaan.

Bentuk burung bangau dipilih sebagai subjek kebudayaan Jepang yang sangat berharga. Ada bermacam macam versi bahwa burung bangau mempunyai arti dapat membawakan kehormatan, kesetiaan yang abadi, bahkan ada yang mengartikan bahwa pasangan pengantin akan selalu abadi tanpa berpisah. Simbol burung bangau ini banyak digunakan orang Jepang sebagai bahan lambang dan merupakan tema pada seni kerja yang terkenal. Oleh karena burung bangau disebut sebagai burung keagungan atau burung kemuliaan, dimana dapat dijadikan teman dalam kehidupan dan akan sangat setia pada pendamping hidupnya, menurut Meghan Krane dalam Wijaya (2010:4-5).

Burung bangau ini sifatnya kuat, manis, cantik, dan mempunyai suara yang istimewa, oleh sebab itu orang Jepang sangat menghargai arti pentingnya burung bangau ini. Waktu demi waktu, bagi masyarakat Jepang, simbol burung bangau ini juga perlahan- lahan berkembang pesat sebagai subjek favorit dari origami.

Menurut Wijaya (2010:32-33) model burung bangau ini, memiliki berbagai macam kepercayaan yang terkandung di dalamnya bagi masyarakat Jepang. Origami burung bangau yang telah dilakukan sejak 300 tahun yang lalu yang tradisinya melipat hanya dengan kertas putih, itu dipercayakan oleh masyarakat Jepang bahwa si pelipat akan dipenuhi permohonannya karena mereka telah menghabiskan banyak waktu dan kemampuan untuk mengkreasinya dengan susah.

melambangkan dapat menyembuhkan penderitaan atau memenangkan tantangan sehingga orang-orang berbondong-bondong untuk melipat hingga 1000 buah burung bangau bahkan lebih untuk menyusunnya menjadi sebuah bentuk seni karya objek baru yang cantik dan unik. Hasilnya dapat dibingkai untuk perayaan perkawinan, perayaan ulang tahun (Yakudoshi) atau perayaan peristiwa khusus lainnya dengan mengharapkan kebahagiaan, kemujuran dan kesetiaan, dalam Wijaya (2010:5-6).

Origami dengan model burung bangau ini juga menjadi simbol perdamaian karena diilhami dari legenda Jepang tersebut serta kisah seorang gadis Jepang bernama Sadako Sasaki (1943-1955). Sadako adalah salah satu korban bom atom Hiroshima yang terjadi pada tanggal 6 Agustus 1945. Pada saat ledakan, Sadako berumur 2 tahun dan sedang berada di rumahnya, sekitar 1 mil dari titik kejadian. Pada saat umur 11 tahun, dia jatuh sakit dan didiagnosa terkena penyakit leukemia akibat radiasi dari serangan bom atom di Hiroshima 6 Agustus 1945. Dia dirawat di rumah sakit pada tangal 21 Februari 1955

(http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://traditionscustoms.c om/lifestyle/senbazuru).

Sadako mempercayai legenda burung bangau yang pernah didengarnya dari teman baiknya bahwa tradisi melipat 1000 buah burung bangau dapat dikabulkan keinginannya. Oleh karena itu, selama sakit dia berusaha untuk melipat kertas dalam bentuk burung bangau sebanyak 1000 buah. Usahanya ini sengaja dibuat demi dua misi yang ingin dicapainya, yaitu untuk kesembuhan dirinya dan terwujudnya perdamaian dunia. Pada saat meninggal (25 Oktober 1955), Sadako telah melipat 644 burung bangau dan teman- teman sekolahnya membantu melipatkan sisanya. Dia dimakamkan bersama 1000 buah burung bangau dengan jumlah penuh.

Meskipun Sadako gagal melipat seribu burung bangau, tetap saja usahanya tersebut menarik simpati banyak orang. Lalu teman-temannya membentuk klub dan

mencari dana untuk membuat sebuah monumen perdamaian dunia. Monumen itu berbentuk Sadako yang sedang memegang origami burung bangau di tangannya dan telah berdiri di Taman Perdamaian Hiroshima sejak tahun 1958. Orang-orang dari seluruh penjuru dunia selalu mengirimkan dan meletakkan origami burung bangau pada monumen itu sebagai simbol perdamaian pada setiap tanggal 6 Agustus yang juga dijadikan sebagai hari perdamaian dunia, menurut Purnomo (2007:125-126). Monumen ini tidak hanya didedikasikan untuk Sadako, tetapi juga untuk semua anak-anak yang meninggal akibat bom atom.

Selain itu, kepercayaan pada model origami burung bangau menurut Wijaya (2010:7-8) ada pada tradisi Tsuru wa Sennen (bangau beribu), yaitu sebuah tradisi Jepang dimana sepasang tunangan melipat burung bangau sebanyak 1000 buah bersama-sama sebelum mereka menikah maka akan hidup bahagia. Tradisi ini sangat dipercaya oleh masyarakat Jepang. Tugas ini meyakinkan bahwa pasangan ini dapat bekerja lebih lama bersama-sama tanpa kesusahan dan dapat mendatangkan penderitaan atau kesengsaraan bersama-sama.

Setelah pasangan ini menyelesaikan melipat 1000 buah burung bangau ini mereka membentuk sebuah objek baru (Rokoan). Rokoan adalah gaya lipat dimana beberapa lipatan burung bangau dihubungkan bersama-sama membentuk sebuah rangkaian. Menurut orang Jepang rangkaian ini diartikan bahwa pasangan pengantin tersebut akan tetap hidup kekal.

Hal ini terjadi berawal dari kepercayaan mereka bahwa waktu dan usaha mereka yang termakan untuk melipat 1000 buah burung bangau ini memerlukan kesabaran dan kepercayaan sepenuhnya untuk membentuk keluarga yang harmonis. Buah hasil kerjanya dapat disaksikan pada hari pernikahan. Model origami burung bangau juga telah

mentradisi terus menerus sebagai hadiah kepada teman baik dan kepada pasangan cinta yang tidak pernah pudar.

Di Jepang sering juga ditemukan beribu-ribu burung bangau yang dibuat dalam seuntai benang dan sering ditempati di tempat-tempat tertentu seperti di kuil-kuil dan wihara sebagai permohonan dan permintaan. Seuntai burung bangau ini dibuat pada waktu adanya kesedihan, kehilangan atau juga kepada orang yang sebagai lambang permohonan untuk mendapatkan kesembuhan dari penyakit yang diderita. Akan tetapi, ada pula yang membuat seuntai burung bangau ini dengan tujuan agar diberi kemenangan dalam perlombaan.

Biasanya, yang membuat seuntai origami burung bangau tersebut adalah para pendukung suatu tim pada suatu cabang olahraga. Mereka membuatnya dan kemudian menggantungnya di pagar yang berada di pinggir lapangan dekat tempat duduk penonton pada saat pertandingan dengan harapan tim yang mereka dukung akan menang.

Dokumen terkait