BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.3. Gagal Jantung Kongestif
Gagal jantung kongestif adalah sindroma klinis kompleks yang merupakan hasil dari gangguan fungsional atau struktural jantung dimana terjadi gangguan pengisian ventrikel atau pemompaan darah (Figueroa, 2006).
Gangguan jantung ini dapat merupakan hasil langsung akibat disfungsi sistotik ventrikel kiri dan/atau disfungsi diastolik (Yturralde, 2005) ataupun dari bawaan yang menghasilkan sekumpulan gejala (dispnea dan lelah) dan tanda klinis (edema dan ronki paru) (Mann, 2008).
2.3.2. Etiologi
Tabel 2.3. Penyebab gagal jantung kiri Gangguan kontraktilitas
Infark miokardium
Transient myocardial ischemia
Beban volume: regurgitasi katup (mitral atau aorta) Kardiomiopati dilatasi
Peningkatan afterload (beban tekanan) Hipertensi sistemik
Obstruksi aliran: stenosis aorta Obstruksi pengisian ventrikel kiri Stenosis mitral
Konstriksi pericardial atau tamponade Gangguan relaksasi ventrikel
Hipertrofi ventrikel kiri Kardiomiopati hipertrofi Kardiomiopati restriktif
Sumber: Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed.
Pathophysiology of Heart Disease. 4th
Tabel 2.4. Penyebab gagal jantung kanan
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 234
Penyebab jantung Gagal jantung kiri Stenosis katup pulmonal Infark ventrikel kanan Penyakit parenkim paru
Penyakit paru obstruksi kronis Penyakit paru interstisial
Adult respiratory distress syndrome
Infeksi paru kronis atau bronkiektasis Penyakit vaskular paru
Emboli paru
Hipertensi pulmonal primer
Sumber: Shah, R.V., Fifer, M.A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed.
Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 235
2.3.3. Klasifikasi
Klasifikasi gagal jantung yang paling banyak digunakan adalah klasifikasi menurut New York Heart Association (NYHA). Klasifikasi NYHA berdasarkan simptom pasien yang didapat dari anamnesis dan bukan berdasarkan pengukuran objektif.
Klasifikasi NYHA juga dapat memprediksi mortalitas. Menurut satu studi, tafsiran mortalitas satu tahun pada pasien gagal jantung kelas II, III, dan IV NYHA berturut – turut adalah 7%, 15%, dan 28% (Gopal, 2009).
Tabel 2.5. Klasifikasi gagal jantung menurut New York Heart Association
Kelas Simptom
I Tidak ada pembatasan aktivitas fisik
II Pembatasan ringan pada aktivitas fisik, dispnea dan kelelahan pada aktivitas fisik sedang, seperti menaiki tangga dengan cepat
III Pembatasan pada aktivitas fisik, dispnea muncul pada aktivitas fisik minimal
IV Pembatasan berat pada aktivitas fisik, simptom muncul bahkan pada saat istirahat
Sumber: Shah, R.V., Fifer,M. A., 2007. Heart Failure. In: Lilly, L.S., ed.
Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 242
2.3.4. Patofisiologi
Gagal jantung kongestif tidak hanya mengindikasikan ketidakmampuan jantung untuk mempertahankan aliran oksigen yang adekuat, tetapi juga merupakan suatu respon sistemik untuk mengkompensasi ketidakmampuan itu.
Determinan dari curah jantung adalah kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup. Volume sekuncup ditentukan oleh preload (volume yang masuk ke ventrikel kiri), kontraktilitas, dan afterload (impedansi aliran dari ventrikel kiri). Variabel ini penting dalam memahami patofisiologi dari gagal jantung.
Preload biasanya dinyatakan sebagai volume akhir diastolik dari ventrikel kiri dan secara klinis dapat dinilai dengan mengukur tekanan atrium kanan. Kontraktilitas menggambarkan pemompaan oleh otot jantung dan biasanya dinyatakan sebagai fraksi ejeksi.
Afterload adalah tahanan yang harus dilawan oleh jantung untuk memompa darah keluar, biasanya dinilai dengan mengukur tekanan arteri rata – rata. Gangguan jantung pada gagal jantung kongestif dapat dievaluasi dari variabel – variabel di atas. Jika curah jantung menurun, kecepatan denyut jantung atau volume sekuncup harus berubah untuk mempertahankan perfusi normal. Jika volume sekuncup tidak bisa dipertahankan, maka kecepatan denyut jantung harus meningkat untuk mempertahankan curah jantung (Figueroa, 2006).
Gambar 2.4. Determinan dari curah jantung
Sumber: Figueroa, M.S., Peters, J.I., 2006. Congestive Heart Failure: Diagnosis, Pathophysiology, Therapy, and Implications for Respiratory Care, University of Texas Health Science Center.
Akan tetapi, patofisiologi dari gagal jantung kongestif tidak hanya mencakup abnormalitas struktural jantung, tetapi juga mencakup respon kardiovaskular terhadap perfusi yang menurun dengan cara pengaktivasian dari sistem neurohumoral (Jessup, 2003). Sistem renin-angiotensin akan teraktivasi
untuk meningkatkan preload dengan cara menstimulasi retensi garam dan air, meningkatkan vasokonstriksi, dan memperbesar kontraksi jantung.
Pada awalnya, respon ini mencukupi kebutuhan, namun aktivasi berkepanjangan akan mengakibatkan kehilangan miosit dan perubahan pada miosit dan matriks ekstraselular yang masih ada. Miokardium yang tertekan akan mengalami perubahan bentuk dan dilatasi sebagai respon dari hal tersebut. Proses ini juga merusak fungsi paru, ginjal, otot, pembuluh darah, dan beberapa organ lainnya.
Perubahan bentuk jantung sebagai dekompensasi juga menyebabkan beberapa komplikasi, seperti regurgitasi mitral akibat peregangan dari anulus katup dan aritmia jantung akibat perubahan bentuk atrium. Pasien dengan peningkatan tekanan diastolik akhir akan mengalami edema paru dan dispnea (Figueroa, 2006).
2.3.5. Gejala Klinis
Gagal jantung kiri akibat kelemahan ventrikel, meningkatnya tekanan vena pulmonalis dan paru menyebabkan pasien menjadi sesak nafas dan ortopnea. Gagal jantung kanan terjadi jika kelainannya menyebabkan kelemahan ventrikel kanan, seperti pada hipertensi pulmonal primer/ sekunder, tromboembli paru kronik sehingga terjadi kongesti vena sistemik yang menyebabkan peningkatan edema perifer, hepatomegali, dan distensi vena jugularis (Panggabean, 2006).
Pada gagal jantung tahap akhir dapat ditemukan pola pernafasan hiperpnea dan apnea yang disebut sebagai pernafasan Cheyne-Stokes. Beberapa faktor yang menyebabkan pernafasan ini adalah hiperventilasi akibat kongesti paru dan hipoksia. Hiperventilasi menyebabkan kadar CO2 arteri menjadi rendah dan memicu apnea sentral (Gopal, 2009).
2.3.6. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiografi, foto toraks, ekokardiografi-Doppler, dan kateterisasi. Kriteria
Framingham dapat digunakan untuk diagnosis gagal kongestif (Panggabean, 2006).
Tabel 2.6. Kriteria Framingham untuk diagnosis gagal jantung kongestif Kriteria Mayor
Paroksismal nokturnal dispnea Distensi vena leher
Ronki paru Kardiomegali Edema paru akut Gallop S3
Peningkatan tekanan vena jugularis ( > 16 cmH2
Refleks hepatojugular
O) Kriteria Minor
Edema ekstremitas Batuk malam hari Dyspnea d’ effort
Hepatomegali Efusi Pleura
Penurunan kapasitas vital sepertiga dari normal Takikardia ( > 120 kali/menit)
Mayor atau Minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari pengobatan
Sumber: Braunwald, E., 2005. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper, D.L et al., eds. Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th ed. USA: McGraw- Hill, 1371
Diagnosis gagal jantung kongestif ditegakkan bila minimal ada 1 kriteria mayor dan 2 kriteria minor (Braunwald, 2005).