• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMIKIRAN TEOLOGI ISLAM MODERN DI INDIA

A. Hamzah Fansuri di Nusantara

2. Gagasan Pembaharuan KH. Ahmad dahlan 1 Tentang Kiblat

                                                           

7) Al-Islam wal-Nashraniyyah (Islam dan Nasrani/Kristen), karangan Muhammad Abduh

8) Izhar al-Haq (menampakkan kebenaran), karangan Rahman Allah Al-Hindi

9) Tafshil al-Nasyatain Tahshilnal-Sa’adatain (rincian dua kegiatan, perolehan dua (dunia, akherat, kesenangan))

10) Matan al-Hikam (Teks “Al Hikam”), karangan ‘Atha Allah Ahmad Dahlan meninggal pada tanggal 23 Februari 1923 di Kauman Yogyakarta, sesudag menderita sakit beberapa waktu lamanya. Hingga akhir hayatnya, semangat serta dinamikanyadalam membangun umat sangat berapi-api, sehingga ia melupakan kesehatannya sendiri.

2. Gagasan Pembaharuan KH. Ahmad dahlan 2.1 Tentang Kiblat

Ahmad Dahlan mengetahui benar bahwa banyak masjid di Jawa tidak berkiblat ke arah ka’bah yang ada di Makkah. Hal itu terbukti dengan masjid-masjid yang menghadapa kea rah barat; yang berarti bahwa mereka yang melakukan shalat di masjid itu berkoblat kea rah barat. Menurut perhitungan ilmu falaq yang sangat dikuasai oleh Ahmad Dahlan, masjid-masjid itu sebenarnya harus menghadap ke arah barat laut, sebab ka’bah jika dilihat dari Jawa berada di posisi barat laut. Menghadapi kenyataan ini Ahmad Dahlan beupaya mengingatkan umat Islam agar mereka menyadari kekeliruan mereka, sekaligus mengubah arah kiblat shalat dari arah barat seperti yang selama ini dilakukan menjadi kea rah barat laut, sesuai dengan perhitungan ilmu falaq. Untuk mewujudkan gagasan itu Ahmad Dahlan mulai mendiskusikan pandangannya tentang arah kiblat itu dalam forum pengajian orang tua yang dipimpin oleh Kyai Lurah H.M. Nur, seorang pemuka agama terkenal di Yogyakarta. Ahmad Dahlan menyadari sukarnya mengubah pandangan umat yang sudah begitu mendarah-daging; sebab itu ia melaksanakan perwujudan pemikirannya itu dengan cukup berhati-hati.

2.2 Tentang Hari Raya Idul Fitri

Hari Raya Idul Fitri di kalangan masyarakat Jawa telah menjadi acara tradisi yang disebut riyaya atau riyayan, ini

                                                              

dipandang sebagai upacara yang keramat. Di usat lesultanan upacara ini dilakukan dalam upacara yang disebut Grebek pasa, yaitu upacara yang dilaksanakan untuk menyatakan rasa syukur karena telah berhasil melaksanakan ibadah puasa selama bulan Ramadhan.

Ahmad Dahlan menilai penentuan Hari Raya Idul Fitri dengan sistem Aboge itu tidak dapat dipertanggungjawabkan dengan baik menurut kaidah keilmuan maupun dari segi ajaran Islam. Menurut pemikiran Dahlan dengan dasar perhitungan ilmu hisab hari raya akan jatuh tepat tanggal satu bulan Syawal, dengan munculnya bulan di arah barat. Dengan demikian tanpa memandang hari apapun, jika hari itu menurut perhitungan telah tiba tanggal satu Syawal, maka hari Raya Idul Fitri harus dirayakan.

Ahmad Dahlan dengan diantar oleh kanjeng Penghulu Khalil menemui Sultan untuk menyampaikan pemikiran tentang hari raya idul fitri. Sultan dapat mengerti pemikiran-pemikran Ahmad Dahlan, dan menerima dengan baik, sehingga untuk selanjutnya penetapan hari raya Idul Fitri dilaksanakan berdasarkan perhitungan hisab.

3. Penolakan terhadap bid’ah dan khurofat

Umat Islam di masa kehidupan Ahmad Dahlan banyak sekali digerogoti oleh pengaruh bid’ah dan khurafat. Bid’ah adalah suatu pekerjaan atau perkataan yang diada-adakan sesudah masa Rasulullah saw., tetapi pekerjaan atau perkataan itu tidak pernah dilaksanakan oleh para sahabat dan dan tidak ada dasarnya dalam Al-Qur’an maupun Hadist.23 Khurafat adalah ‘tahayul’ hal-hal yang tidak masuk akal atau perkara-perkara yang sulit dipercaya kebenarannya, yang saling bertentangan satu sama lain dan tidak terdapat dalam ajaran Islam, misalnya: upacara menanam kepala kerbau, sedekah di laut,dll.24

Bentuk-bentuk bid’ah dan khurafat yang dikenal pada waktu itu adalah:

23 Ibid hlm 41

24 Asnawi, 1555dalam istilah Islam, persatuan, Yogyakarta, 1987.

                                                              

- Selamatan pada waktu ada yang meninggal: mbedah bumi atau ngesur tanah (setelah jenasah dimakamkan pada malam harinya terus diadakan selamatan).

- Selamatan pada waktu seorang ibu mengandung 7 bulan.

- Selamatan pada waktu kelahiran. - Upacara tahlil dan talqin.

- Kepercayaan terhadap jimat.

Dilingkungan keraton benda-benda pusaka dianggap mempunyai kekuatan tertentu, sebab itu dianggap sebagai jimat. Sedang di pedesaan benda-benda yang sederhana dianggap mempunyai kekuatan ghaib sehingga dikatakan jimat.

Ahmad Dahlan berupaya memurnikan ajaran Islam dari pengaruh bid’ah dan khurafat sebagaimana yang disebutkan di atas. Islam mempunyai Al-Qur’an dan Hadist sebagai dasar dan tolok ukur dalam upaya pemurnian Agama.25

4. Pendidikan Agama Islam

Gagasan Ahmad Dahlan penting dicatat adalah memasukkan pendidikan Agama Islam kedalam sekolah yang dikelola oleh pemerintah. Ia sendiri pernah menjadi pengajar Agm Islam di Kweek school Jetis Yogyakarta sekitar tahun 1910. Walaupun pelajaran itu masih bersifat ekstra-kurikuler dan dilaksakan pada hari Sabtu sore dan Minggu pagi namun peristiwa itu merupakan peristiwa yang pertama, agama Islam yang diajarkan di sekolah.

Gagasannya yang ia rintis ini membuahkan kerinduan baru yaitu adanya keinginan untuk mendirikan sekolah yang terorganisir dengan teratur, sebagai alternative dari bentuk pesantren yang sudah dikenal selama ini. Hasil lulusan dari sekolah semacam itu diharapkan memiliki sikap hidup yang kukuh secara agama, namun juga ahli dan pandai di bidang keahlian tertentu.

25 M.T.Arifin>op.cit., hlm 109, Yusron Asrofie,op.cit., hlm. 43.

                                                              

Ide Dahlan di realisir sekitar tahun 1911 ia membuka sekolah agama di Kauman dengan metode barat, yaitu menggunakan kersi, meja serta kelas26, walaupun pengguna metode ini bukan yang pertama kali.

5. Bidang sosial-kemasyarakatan

Ahmad Dahlan sangat memberikan perhatiannya dalam hal pelaksanaan amal secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Di antara ayat-ayat Al-Qur’an yang sangat membekas dihatinya adalah surat 107:1-7:

“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama? Itulah orang-orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin…”27

Sebagai ilustrasi betapa Ahmad Dahlan sangat terkesan dengan ayat ini adalah ketika ia berulang kali mengajarkan tafsir ayat-ayat ini kepada muridnya. Salah seorang muridnya bernama Sujak bertanya mengapa tafsir ayat itu terus-menerus diajarkan padahal mereka sudah sangat hafal. Ahmad Dahlan meminta agar ayat itu tidak hanya dihafalkan tapi juga diamalkan, lalu ia memerintahkan berkeliling mencari orang miskin dan agar memberikan kepada mereka sabun mandi, pakaian bersih, makanan dan minuman bahkan tinggal di rumah murid-muridnya. 28