• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ritel Modern di Kota Bogor

Tercatat pada tahun 2013 terdapat 24 unit Pusat Perbelanjaan Modern di Kota Bogor yaitu diantaranya Pangrango Plaza, Ekalokasari Plaza, Bogor Trade Mall, Botani Square, Pusat Grosir Bogor, ADA Swalayan, Plaza Jambu dua, Plaza Jembatan Merah, Shangrilla Plaza, Dewi Sartika, Plaza Bogor, dan Plaza Bogor indah dan lain-lain. Peningkatan jumlah ritel modern di Kota Bogor dalam kurun waktu delapan tahun terakhir sangat pesat. Tahun 2005 tercatat jumlah supermarket, department store, toserba, pusat perbelanjaan modern di Kota Bogor sejumlah 12 unit belum termasuk minimarket, namun pada tahun 2013 tercatat ritel modern belum termasuk minimarket di Kota Bogor yaitu sejumlah 24 unit. Artinya terdapat kenaikkan jumlah ritel modern sebesar 100 persen selama delapan tahun terakhir. Perkembangan pasar modern ini tentu memberikan dampak baik positif sampai negatif terhadap beberapa pihak, khususnya pedagang di pasar tradisional.

Tabel 3 Data Ritel Modern di Kota Bogor Berdasarkan Status Kepemilikan

No Nama Ritel Modern Status Milik

Pemda Swasta

1 Pusat Grosir Bogor (PGB) √

2 Dewi Sartika Plaza √

3 Yogya Dept. Store √

4 Plaza Jambu Dua √

5 Bogor Trade Mall (BTM) √

6 Ekalokasari Plaza √ 7 Bogor Plaza √ 8 Botani Square √ 9 Bogor Junctions √ 10 Giant √ 11 Giant √

12 Plaza Jembatan Merah √

13 Giant √

14 ADA Swalayan √

15 Matahari Dept. Store √

16 Mawar Swalayan √

17 Naga Swalayan √

18 Pakally Supermarket √

19 PT. Ngesti Jaya Abadi √

20 GRAND Swalayan √

21 PT. Jaradi Perkasa √

22 Lottemart √

23 Bogor Square √

24 Farmer Market √

15 Pasar Tradisional di Kota Bogor

Sejak tahun 2010 pemerintahan Kota Bogor memiliki satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang baru yaitu PD Pakuan Jaya sebagai unit pengelola khusus pasar tradisional di Kota Bogor. PD Pakuan Jaya memiliki wewenang dalam pengelolaan pasar tradisional sebanyak tujuh unit yaitu Pasar Baru Bogor, Pasar Kebon Kembang, Pasar Gunung Batu, Pasar Merdeka, Pasar Sukasari, Pasar Jambu Dua. Adapun Pasar Induk Kemang yang kepemilikan dan pengelolaannya masih dipegang oleh pihak swasta. Selama masa transisi dari tim pengelola pasar sebelumnya ke PD Pakuan Jaya terdapat beberapa perubahan aturan yang diberikan kepada pedagang, demi kemajuan pasar tradisional.

Tabel 4 Data Pasar Tradisional di Kota Bogor Berdasarkan Luas dan Jumlah Kios, Los, dan Pedagang

No Nama Pasar

Luas (m2) Jumlah

Tanah Bangunan Kios& Los(unit)

Pedagang (orang) 1 Pasar Kebon Kembang 9 665 15 650 2 135 1 117 2 Pasar Baru Bogor 14 687 29 436 1 970 1 260

3 Pasar Jambu Dua 6 124 5 242 720 232

4 Pasar Merdeka 5 985 12 795 583 384

5 Pasar Sukasari 5 450 4 702 233 58

6 PasarIndukKemang - - - -

7 Pasar Gunung Batu 2 495 615 203 140

8 Pasar Devris 400 160 - -

Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor, 2013

Profil Pasar Baru Bogor (Pasar Penelitian)

Pasar Baru Bogor mmerupakan salah satu pasar yang terbesar di Kota Bogor, Pasar Baru Bogor dibagi menjadi dua yaitu Pasar Tradisional yang dikelola oleh PD Pakuan Jaya dan Ritel Modern yang dikelola oleh Bina Citra, hampir semua jenis komoditi terdapat di Pasar Baru Bogor dengan kultur pedagang yang bervariatif (Tiong Hoa, Sunda, Padang dsb).

Lokasi Pasar Baru Bogor yaitu di Jalan Suryakencana No. 03 Bogor Kelurahan Babakan Pasar, Kecamatan Bogor Tengah. Luas tanah yaitu 14 687 m2 dengan batas tanah utara yaitu jalan otista, selatan jalan suryakencana, barat jalan roda, dan timur jalan pasar. Peizininan bangunan dari Pasar Baru Bogor yaitu seluas 21 536 m2 di mana lantai dasar seluas 4 536 m2, lantai I seluas 5 004 m2, dan lantai II seluas 4 580 m2.

Terkait IMB (Izin Mendirikan Bangunan), Pasar Baru Bogor memiliki perizinan bangunan dari tahun 1987, adapun tahun pembangunan yaitu pada tahun

16

1991. Pada Pasar Baru Bogor terdapat satu buah mesjid, empat buah toilet atau MCK, dan satu buah TPS (Tempat Pembuangan Sampah) sedangkan areal parkir berjumlah lima buah dengan kapasitas 200 unit. Pasar Baru Bogor beroperasi sehari – hari dari pukul 05.00 pagi sampai pukul 18.00 WIB.

Pasar Gunung Batu (Pasar Penelitian)

Pasar Gunung Batu merupakan salah satu pasar tradisional yang dikelola PD Pakuan Jaya. Pasar Gunung Batu terletak di Jalan Gunung Batu, Ciomas dengan luas tanah 2 495 m2 dan luas bangunan 615 m2. Terdapat 203 unit kios dan los yang ada pada Pasar Gunung Batu dengan total 140 pedagang yang aktif berdagang di pasar ini.

Pasar Gunung Batu dapat terbilang lengkap dari segi ketersediaan komoditi, namun lokasi Pasar Gunung Batu yang cenderung kecil mengakibatkan jumlah pedagang yang terdapat di dalam pasar hanya sedikit dibanding pasar lainnya di Kota Bogor. Adapun Pasar Gunung Batu berada di lokasi yang cenderung dikelilingi perumahan warga sehingga segmen pembeli Pasar Gunung Batu didominasi oleh rumah tangga. Kultur pedagang di Pasar Gunung Batu didominasi oleh Padang dan Sunda, terkecuali pada toko elektronik dan toko emas yang dipegang oleh kultur Tiong Hoa. Tabel 5 menunjukkan proporsi pedagang dengan berbagai komoditi yang menjadi responden pada penelitian ini. Adapun pada penelitian ini terdapat 14.6 persen pedagang yang menjual komoditi utama yaitu pakaian.

Tabel 5 Komoditi Utama yang Dijual dan Proporsi Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor (%)

Komoditi Proporsi Pedagang di Pasar

Tradisional Pakaian 14.60 Minyak 8.50 Bahan Minuman 8.50 Kacang – kacangan 8.50 Bumbu – bumbuan 7.30

Daging (sapi, kambing) 7.30

Buah - buahan 6.10

Telur & Susu 6.10

Kue dan bahan kue 4.90

Beras 3.70 Sayur – sayuran 2.40 Sepatu 2.40 Umbi – umbian 1.20 Ayam 1.20 Ikan 1.20 Tas 1.20 Total 100.00

17 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor

Pada Tabel 6 menjelaskan karakteristik pedagang di pasar tradisional Kota Bogor, di mana pada karakteristik usia tercatat bahwa rata-rata pedagang di pasar tradisional Kota Bogor berusia 42 tahun dengan usia terendah pedagang adalah 22 tahun dan tertinggi 64 tahun. Adapun rata-rata lama berdagang dari pedagang yaitu 17 tahun dengan lama berdagang terendah adalah sembilan tahun dan tertinggi selama 37 tahun, ini menandakan bahwa hampir seluruh pedagang menjadikan berdagang di pasar tradisional sebagai pekerjaan utamanya selama lebih dari 10 tahun terakhir. Tercatat juga bahwa rata-rata ukuran kios responden yaitu sekitar 8 m2 dengan masing-masing rata-rata memiliki satu unit kios. Karakteristik dilihat dari jumlah pembeli, per harinya rata-rata satu orang pedagang memiliki 27 orang pembeli, di mana segmen pembeli pada masing-masing pedagang berbeda.

Tabel 6 Karakteristik Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor

Variabel Mean Nilai

Minimum

Nilai

Maksimum Std.Dev

Umur (tahun) 42.10 22 64 9.40

Lama berdagang (tahun) 17.40 9 37 7.60

Ukuran kios (m2) 8.60 3 48 7.30

Jumlah kios (unit) 1.00 1 2 0.20

Jumlah pembeli (orang per hari) 27.90 5 60 13.50

Keterangan : * n= 70 Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 7 menunjukkan bagaimana segmen pembeli di pasar tradisional Kota Bogor. Tercatat bahwa segmen pembeli terbanyak yaitu berasal dari rumah tangga dengan presentase 53.4 persen dari keseluruhan responden. Segmen pembeli yang berasal dari warung sebesar 16.7 persen, pedagang keliling sebesar 16.5 persen dan hanya sebesar 14.7 persen segmen pembeli di pasar tradisional yang berasal dari restoran. Responden menyatakan bahwa keberadaan segmen rumah tangga sangat membantu pada keberlangsungan usaha mereka walau pembelian hanya dalam jumlah kecil namun frekuensinya sering dan cenderung menjadi pembeli langganan.

Tabel 7 Karakteristik Segmen Pembeli Utama Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor (%)

Variabel Jenis Mean Std.Dev

Segmen Pembeli Utama Rumah Tangga 53.40 30.20 Warung 16.70 23.40 Pedagang Keliling 16.50 22.60 Restoran 14.70 25.10 Keterangan:*n=70

18

Tabel 8 menunjukkan bahwa sebesar 68.6 persen pedagang di pasar tradisional Kota Bogor berjenis kelamin laki-laki sedangkan 31.4 persen sisanya merupakan perempuan. Adapun hampir setengah dari keseluruhan responden yaitu sebesar 52.9 persen pedagang merupakan lulusan dari SMA dan hanya 12.9 persen pedagang yang melanjutkan pendidikan hingga akademi atau universitas.

Karakteristik status tempat usaha pedagang terbagi menjadi dua yaitu milik sendiri dan sewa. Di mana pada penelitian ini sebesar 68 persen pedagang memiliki usahanya sendiri dan 32 persen lainnya memiliki usahanya sewa dari pihak lain. Adapun lebih dari setengah responden pada penelitian ini berasal dari pedagang yang memiliki kios di belakang yaitu sebesar 68.6 persen dan 31.4 persen sisanya merupakan pedagang yang memiliki kios di depan.

Tabel 8 Karakteristik Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor (%)

Variabel Jumlah Responden Persentase

Jenis Kelamin Laki-laki 48 68.60 Perempuan 22 31.40 Total 70 100.00 Pendidikan SMA 38 52.90 SD 12 18.60 SMP 11 15.70 Universitas/Akademi 9 12.90 Total 70 100.00

Status Tempat Usaha

Milik Sendiri 47 68.00 Sewa 23 32.00 Total 70 100.00 Letak Kios Belakang 48 68.60 Depan 22 31.40 Total 70 100.00 Keterangan : * n= 70 Sumber : Data Primer, 2014

Sifat Persaingan dan Kinerja Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor Tabel 9 mencatat persaingan dan kinerja pasar tradisional di Kota Bogor dilihat dari pemasok, metode pembayaran, dan sumber modal usaha. Sebesar 52.9 persen pedagang memilih grosir atau makro sebagai pemasok utama produk yang mereka jual dengan alasan harga yang diberikan grosir jauh lebih murah dan barang yag tersedia beragam cenderung lengkap. Adapun hanya sebesar 2.9 persen pedagang yang memilih memproduksi sendiri atau mengambil produk orang lain untuk dijadikan pemasok barang yang mereka jual. Metode

19 pembayaran yang digunakan pedagang didominasi dengan metode pembayaran secara kontan yaitu sebesar 74.3 persen dan hanya sebesar 11.4 persen pedagang yang melakukan pembayaran dengan sistem konsinyasi, hal ini sesuai dengan penelitian Hadiwiyono (2011) yang menyatakan bahwa pedagang di pasar tradisional Kota Bogor mayoritas melakukan pembayaran dengan metode pembayaran kontan.

Pedagang di Pasar Tradisional Kota Bogor memiliki sumber modal yang relatif sama, di mana hampir seluruh pedagang memiliki modal usaha yang berasal dari modal sendiri. Sebesar 94.3 persen responden mengaku lebih memilih modal sendiri sebagai sumber modal usahanya selama ini. Hal tersebut disebabkan pedagang tidak ingin mengambil resiko dengan meminjam pada pihak lain, terutama lembaga keuangan seperti bank. Menurut pedagang, mereka lebih memilih mengeluarkan modal dari simpanan sendiri walaupun dalam jumlah kecil dibandingkan harus meminjam kepada pihak lain apalagi lembaga keuangan dengan menyisakan bunga yang membuat mereka tidak nyaman dalam berdagang. Terbukti hanya sebesar 1.4 persen dari keseluruhan responden yang meminjam modal pada bank.

Tabel 9 Pemasok, Metode Pembayaran, Sumber Modal Usaha Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor (%)

Variabel Jumlah Responden Presentase Pemasok Grosir/makro 36 52.90 Penyalur 20 28.60 Pasar induk 10 12.80

Produksi orang/rumah tangga lain 2 2.90

Produksi sendiri 2 2.90 Total 70 100.00 Metode pembayaran Kontan 52 74.30 Kredit 10 14.30 Konsinyasi 8 11.40 Total 70 100.00

Sumber Modal Usaha

Modal sendiri 66 94.30 Meminjam saudara 2 2.90 Meminjam teman 1 1.40 Bank swasta 1 1.40 Total 70 100.00 Keterangan : * n= 70 Sumber : Data Primer, 2014

20

Tabel 10 menunjukkan pesaing terberat pedagang pasar tradisional di Kota Bogor. Jawaban yang diambil hanya pedagang yang mengklaim memiliki pesaing terberat. Persaingan dengan ritel modern merupakan pesaing terberat bagi para pedagang di pasar tradisional Kota Bogor namun tidak termasuk minimarket dengan presentase sebesar 54.5 persen. Sebesar 36.4 persen lainnya menyatakan pesaing terberatnya yaitu persaingan dengan pedagang lain didalam pasar, sedangkan sisanya 9.1 persen persaingan dengan minimarket.

Tabel 10 Pesaing Terberat Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor (%)

Variabel Jenis Presentase

Pesaing Terberat

Persaingan dengan ritel modern 54.50 Persaingan dengan pedagang lain 36.40 Persaingan dengan minimarket 9.10

Total 100.00

Keterangan : * n= 58, Jawaban hanya dari pedagang yang mengklaim memiliki pesaing. Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 11 mencatat data strategi pedagang dalam menghadapi persaingan untuk mempertahankan usahanya agar tetap maju. Strategi utama yang dipilih pedagang yaitu mengantar barang ke tempat tujuan pembeli dengan presentase sebesar 44.3 persen dari keseluruhan responden. Diikuti dengan strategi lainnya yang dominan yaitu memberikan diskon harga dengan presentase sebesar 27.1 persen, menjaga kebersihan kios dengan presentase 25.7 persen dan sisanya sebesar 2.9 persen yaitu strategi memberikan pembayaran yang dapat diangsur. Tabel 11 Strategi Utama Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor ( %)

Variabel Jenis Presentase

Strategi pedagang

Barang diantar ke tempat tujuan 44.30

Memberikan diskon harga 27.10

Kios selalu dijaga kebersihannya 25.70 Pembayaran dapat diangsur 2.90

Total 100.00

Keterangan : * n= 70 Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 12 menunjukkan penyebab utama penurunan usaha pedagang. Jawaban yang diperoleh dari pedagang yang mengklaim pernah mengalami penuruan omzet maupun keuntungan. Penyebab kelesuan yang terjadi pada pedagang di pasar tradisional yaitu harga produk yang semakin meningkat dengan presentase sebesar 21.4 persen. Penyebab lain yang memiliki peran sedikit pada penurunan omzet maupun keuntungan pedagang yaitu kondisi sosial dan politik, minimnya fasilitas di pasar tradisional, akses parkir bus wisata yang berubah, serta keberadaan Terminal Bubulak dengan masing-masing presentase sebesar 1.8 persen.

21 Tabel 12 Penyebab Kelesuan Usaha Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor

( %)

Variabel Utama Jenis Presentase

Penyebab kelesuan utama

Harga produk yang terus meningkat 21.40 Persaingan dengan pedagang lain 16.10 Lahan parkir yang sempit dan tidak tertata 14.30

Pasar modern 12.50

Kurangnya jumlah pembeli 8.90

Pembangunan yang sedang berlangsung 5.40

Trayek angkutan umum 5.40

Perekonomian secara global 5.40

Persaingan dengan minimarket 3.60

Kondisi sosial dan politik 1.80

Minimnya fasilitas pasar tradisional 1.80 Akses parkir bus wisata yang berubah 1.80

Keberadaan terminal bubulak 1.80

Total 100.00

Keterangan : *n = 58, Jawaban hanya dari pedagang yang mengklaim pernah mengalami penurunan omzet dan keuntungan.

Sumber : Data Primer, 2014

Tabel 13 menunjukkan kinerja pedagang pasar tradisional dilihat dari omzet dan keuntungan yang diperoleh sebelum dan setelah keberadaan ritel modern. Rata-rata omzet dan keuntungan pedagang di pasar tradisional sebelum keberadaan ritel modern lebih tinggi dibandingkan dengan setelah adanya ritel modern. Kinerja pedagang pada sebelum adanya ritel modern jauh lebih baik bila dilihat dari omzet dan keuntungan.

Tabel 13 Kinerja Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor dilihat dari Perubahan Omzet dan Keuntungan Sebelum dan Sesudah Keberadaan Ritel Modern Menggunakan Paired Samples T-Test

Variabel Mean Std.Dev. Significance

Omzet Sesudah 1.70 0.82 4.71*** Sebelum 2.03 0.72 Keuntungan Sesudah 1.43 0.60 5.86*** Sebelum 1.89 0.73

Keterangan: Berdasarkan paired samplest-test*** signifikan pada alpha 1 persen ,nilai perubahan omzet dan keuntungan nilai 1=rendah, 2=sedang, 3=tinggi.

22

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor

Tabel 14 menunjukkan bahwa berdasarkan uji regresi ordinal, variabel jumlah pembeli, tingkat pendidikan pedagang, jarak pasar tradisional ke ritel modern, diversifikasi produk, komoditi utama produk segar dan produk olahan memiliki hubungan yang signifikan.

Tabel 14 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perubahan Omzet Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor Hasil ordinal logit-test

Variabel

Model Logit Koefisien Odds

ratio Significance

Ukuran kios (m2) 0.09 1.09 0.12

Lama Berdagang (tahun) 0.03 1.03 0.33

Jumlah Pembeli (orang) 0.04 1.04 0.08**

Pendidikan (tahun) 0.18 1.20 0.07**

Dummy Jarak (1= kurang dari satu km terhadap ritel modern dan 0= lebih dari satu km terhadap

ritel modern) 1.51 4.56 0.01**

Dummy Diversifikasi Produk (jenis) (1= lebih

dari satu jenis dan 0 = satu jenis) -2.69 0.06 0.00*** Dummy Komoditi Utama 1 (1= produk segar

dan 0 = lainnya) 1.87 6.52 0.03**

Dummy Komoditi Utama 2 (1= produk olahan

dan 0 = lainnya) 3.54 34.67 0.00***

R-Square = 50,04 persen

Keterangan: Berdasarkan Ordinal Regression*** signifikan pada alpha 1 persen ** signifikan pada

alpha 5 persen

Data pada Tabel 14 menunjukkan terdapat enam variabel yang signifikan, artinya terdapat hubungan nyata antara variabel karakteristik pedagang dan perubahan omzet. Variabel jumlah pembeli signifikan pada taraf nyata 5 persen dan memiliki koefisien positif. Oleh karena itu variabel jumlah pembeli berpengaruh nyata terhadap perubahan omzet. Nilai odds ratio menunjukkan sebesar 1.04 yang berarti semakin tinggi jumlah pembeli maka akan memiliki peluang meningkatkan omzet sebesar 4 persen.

Variabel pendidikan signifikan pada taraf nyata 5 persen dan memiliki koefisien positif. Oleh karena itu variabel pendidikan berpengaruh nyata terhadap perubahan omzet. Nilai odds ratio menunjukkan sebesar 1.20 berarti semakin tinggi tingkat pendidikan pedagang maka akan memiliki peluang meningkatkan omzet sebesar 20 persen. Semakin tinggi tingkat pendidikan pedagang artinya pedagang semakin mampu memiliki strategi yang tepat untuk usahanya, pedagang dengan tingkat pendidikan yang tinggi jauh lebih mampu membaca situasi pasar dan strategi apa yang tepat yang perlu dilakukan baik dari segi ekonomi,sosial, dan politik.

Variabel dummy jarak signifikan pada taraf nyata 5 persen dan memiliki nilai koefisien positif. Nilai odds ratio 4.56 yang berarti pasar tradisional yang

23 berjarak kurang dari satu kilometer terhadap ritel modern memiliki peluang meningkatkan omzet sebesar 356 persen dibanding pasar tradisional yang berjarak lebih dari satu kilometer terhadap ritel modern. Pesaing terberat pasar tradisional adalah ritel modern, pedagang menyadari akan hal itu maka pedagang melakukan strategi untuk menekan persaingan tersebut sehingga pasar tradisional terbukti mampu bersaing. Hal ini diperkuat berdasarkan hasil penyebab kelesuan usaha pedagang di pasar tradisional bahwa penyebab utamanya bukan ritel modern melainkan harga produk yang terus meningkat dan persaingan dengan pedagang lain didalam pasar.

Variabel dummy diversifikasi produk signifikan pada taraf nyata 1 persen dan memiliki nilai koefisien negatif. Artinya peluang pedagang yang tidak mendiversifikasikan produk mampu meningkatkan omzet. Nilai odds ratio menunjukkan 0.06 yang berarti semakin pedagang mendiversifikasikan produk maka pedagang memiliki peluang menurunnya omzet sebesar 94 persen. Penelitian ini membuktikan bahwa ternyata konsumen di pasar tradisional lebih memilih berbelanja pada pedagang yang menjual produk yang terfokuskan pada satu produk, diduga bahwa hal tersebut lebih memudahkan konsumen dan harga produk akan lebih murah.

Variabel dummy komoditi utama pada produk segar signifikan pada taraf nyata 5 persen dengan nilai koefisien positif. Hal ini menunjukkan bahwa variabel komoditi utama pada produk segar berpengaruh nyata terhadap perubahan omzet. Nilai odds ratio menunjukkan 6.52 yang berarti pedagang yang menjual komoditi utama produk segar memiliki peluang lebih besar dalam meningkatkan omzet sebesar 552 persen dibanding pedagang komoditi sandang.

Variabel dummy komoditi utama pada produk olahan signifikan pada taraf nyata 1 persen dengan nilai koefisien positif. Hal ini menunjukkan bahwa variabel komoditi utama pada produk olahan berpengaruh nyata terhadap perubahan omzet. Nilai odds ratio menunjukkan 34.67 yang berarti pedagang yang menjual komoditi utama produk olahan memiliki peluang lebih besar dalam meningkatkan omzet sebesar 3 367 persen dibanding pedagang komoditi sandang.

Hasil olahan model logit ordinal pada penelitian ini memiliki nilai R-square 50.04 persen artinya varibel dependen memiliki hubungan dengan variabel independen dan mampu dijelaskan dalam model sebesar 50.04 persen sedangkan sisanya dijelaskan diluar model.

Pengaruh Jarak Ritel Modern dan Pasar Tradisional terhadap Omzet Pedagang Pasar Tradisional di Kota Bogor

Berdasarkan hasil uji ordinal logit regression bahwa peluang pasar tradisional yang berjarak kurang dari satu kilometer dari ritel modern memiliki peluang lebih besar untuk meningkatkan omzet dibandingkan yang berjarak lebih dari satu kilometer dari ritel modern. Hal ini menunjukkan bahwa di Kota Bogor, ritel modern bukan penyebab utama dari adanya kelesuan usaha pedagang di pasar tradisional selama kurun waktu delapan tahun terakhir. Jika dilihat dari pesaing terberat pasar tradisional di Kota Bogor adalah ritel modern, hal ini yang kemudian menyebabkan pedagang di pasar tradisional melakukan berbagai strategi agar dapat bersaing dengan ritel modern. Terbukti berbagai strategi yang dilakukan pedagang mampu menekan persaingan antara kedua ritel dan

24

ditemukan bahwa penyebab utama kelesuan usaha pedagang adalah harga produk yang terus meningkat secara global. Relevan dengan penelitian Suryadarma, et al (2007) yang menunjukkan bahwa ritel modern bukanlah penyebab utama dari kelesuan pedagang di pasar tradisional, melainkan ada faktor lain yang lebih berpengaruh secara signifikan.

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan omzet dan keuntungan pedagang pasar tradisional di Kota Bogor. Hal ini mengindikasi melemahnya perekonomian sebagian besar masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang selama ini menggantungkan hidupnya pada pasar tradisional. Semakin menurunnya perekonomian rakyat kecil maka akan semakin membentuk ketimpangan pendapatan yang lebih besar yang berimplikasi pada ketidakstabilan perekonomian secara global. Penyebab kelesuan usaha pedagang pasar tradisional di Kota Bogor yaitu adalah harga produk yang semakin meningkat secara global, sehingga kestabilan harga produk menjadi perhatian utama pemerintah agar pedagang pasar tradisional mampu bersaing dan menjaga eksistensinya sebagai penggerak ekonomi rakyat serta fokus pemerintah lainnya yaitu sebagai pengatur alokasi peran para stakeholder dan penyusun regulasi yang tepat terkait ritel. Saat ini regulasi terkait jarak ritel modern dan pasar tradisional sudah ada, namun pelaksanaannya masih belum optimal. Agar ritel modern dan pasar tradisional tumbuh dan berkembang secara seimbang, peran pemerintah dalam pengawasan dan pelaksanaan regulasi zonasi ritel harus lebih dioptimalkan.

Dokumen terkait