5.2 Analisis Univariat Variabel-variabel Penelitian
5.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan
Hasil penelitian mengenai hubungan antara menguras tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.14
Gambaran Menguras Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni
Tahun 2014 Menguras Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N % Tidak Ya 13 23 36,1 11,6 23 176 63,9 88,4 36 199 100 100 0,000
Berdasarkan tabel 5.14 diketahui bahwa responden yang tidak menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 13 dari 36 orang (36,1%). Sedangkan responden yang menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 23 dari 199 orang (11,6%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,000, artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang bermakna antara menguras tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun2014.
67
5.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Tempat Penampungan Air
Hasil penelitian mengenai hubungan antara menutup tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.15
Gambaran Menutup Tempat Penampungan Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni
Tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.15 diketahui bahwa responden yang tidak menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 34 dari 193 orang (17,6%). Sedangkan responden yang menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 2 dari 42 orang (4,8%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,063, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara menutup tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
Menutup Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N % Tidak Ya 34 2 17,6 4,8 159 40 82,4 95,2 193 42 100 100 0,063
68
5.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengubur Barang Bekas
Hasil penelitian mengenai hubungan antara mengubur barang bekas dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.16
Gambaran Mengubur Barang Bekas dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan
Mei-Juni Tahun 2014 Mengubur Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N % Tidak Ya 31 5 21,5 5,5 113 86 78,5 94,5 144 91 100 100 0,002
Berdasarkan tabel 5.16 diketahui bahwa responden yang tidak mengubur barang bekas dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 31 dari 144 orang (21,5%). Sedangkan responden yang mengubur barang bekas dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 5 dari 91 orang (5,5%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,002, artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang bermakna antara mengubur barang bekas dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
69
5.3.4 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan
Hasil penelitian mengenai hubungan antara mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.17
Gambaran Mengganti Air Vas Bunga dan Tempat Minum Hewan dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Mengganti Air Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N % Tidak Ya 6 30 46,2 13,5 7 192 53,8 86,5 13 222 100 100 0,007
Berdasarkan tabel 5.17 diketahui bahwa responden yang tidak mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 6 dari 13 orang (46,2%). Sedangkan responden yang mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 30 dari 222 orang (13,5%)
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,007, artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang
70
bermakna antara mengganti air vas bunga dan tempat minum hewan dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
5.3.5 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memperbaiki Saluran dan Talang Air
Hasil penelitian mengenai hubungan antara memperbaiki saluran dan talang air dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.18
Gambaran Memperbaiki Saluran dan Talang Air dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni
Tahun 2014 Memperbaiki
Saluran dan Talang Air
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N % Tidak Ya 5 31 71,4 13,6 2 197 28,6 86,4 7 228 100 100 0,001
Berdasarkan tabel 5.18 diketahui bahwa responden yang tidak memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar dan ditemukan larva Aedes aegypti 5 dari 7 orang (71,4%). Sedangkan responden yang memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar dan ditemukan larva Aedes aegypti 31 dari 228 orang (13,6%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,001, artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang bermakna antara memperbaiki saluran dan talang air dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
71
5.3.6 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon
Hasil penelitian mengenai hubungan antara menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.19
Gambaran Menutup Lubang-lubang Pada Potongan Bambu dan Pohon dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Menutup
Lubang- lubang
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N % Tidak Ya 14 22 18,2 13,9 63 136 81,8 86,1 77 158 100 100 0,511
Berdasarkan tabel 5.19 diketahui bahwa responden yang tidak menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 14 dari 77 orang (18,2%). Sedangkan responden yang menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan tanah dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 22 dari 158 orang (13,9%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,511, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang
72
bermakna antara menutup lubang-lubang pada potongan bambu dan pohon dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
5.3.7 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menabur Bubuk Abate
Hasil penelitian mengenai hubungan antara menabur bubuk abate dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.20
Gambaran Menabur Bubuk Abate dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Menabur
Bubuk Abate
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N % Tidak Ya 34 2 17,7 4,7 158 41 82,3 95,3 192 43 100 100 0,056
Berdasarkan tabel 5.20 diketahui bahwa responden yang tidak menabur bubuk abate dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 34 dari 192 orang (17,7%). Sedangkan responden yang menabur bubuk abate dan ditemukan larva Aedes aegypti 2 dari 43 orang (4,7%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,056, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara menabur bubuk abate dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
73
5.3.8 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memelihara Ikan Pemakan Jentik
Hasil penelitian mengenai hubungan antaramemelihara ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.21
Gambaran Memelihara Ikan Pemakan Jentik dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni
Tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.21 diketahui bahwa responden yang tidak memiliki ikan pemakan jentik dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 32 dari 205 orang (15,6%). Sedangkan responden yang memelihara ikan pemakan jentik dan ditemukan Aedes aegypti ada 4 dari 30 orang (13,3%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 1,000, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara memelihara ikan pemakan jentik dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
Memelihara Ikan
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N % Tidak Ya 32 4 15,6 13,3 173 26 84,4 86,7 205 30 100 100 1,000
74
5.3.9 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Memasang Kawat Kasa
Hasil penelitian mengenai hubungan antara memasang kawat kasa dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.22
Gambaran Memasang Kawat Kasa dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Memasang
Kawat Kasa
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N % Tidak Ya 6 30 30 14 14 185 70 86 20 215 100 100 0,095
Berdasarkan tabel 5.22 diketahui bahwa responden yang tidak memasang kawat kasa dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 6 dari 20 orang (30%). Sedangkan responden yang memasang kawat kasa dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 30 dari 215 responden (14%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,095, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara memasang kawat kasa dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
75
5.3.10 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian
Hasil penelitian mengenai hubungan antara menghindari kebiasaan menggantung pakaian dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.23
Gambaran Menghindari Kebiasaan Menggantung Pakaian dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas
Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014
Berdasarkan tabel 5.23 diketahui bahwa responden yang tidak menghindari kebiasaan menggantung pakaian dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 34 dari 209 orang (16,3%). Sedangkan responden yang menghindari kebiasaan menggantung pakaian dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 2 dari 26 orang (7,7%) .
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,387, artinya pada tingkat kemaknaan 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna antara menghindari kebiasaan menggantung pakaian dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
Menghindari Kebiasaan Menggantung
Pakaian
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N % Tidak Ya 34 2 16,3 7,7 175 24 83,7 92,3 209 26 100 100 0,387
76
5.3.11 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi yang Memadai
Hasil penelitian mengenai hubungan antara mengupayakan pencahayaan ventilasi yang memadai dengan keberadaan larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat Tahun 2014 sebagai berikut:
Tabel 5.24
Gambaran Mengupayakan Pencahayaan dan Ventilasi yang Memadai dengan Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja
Puskesmas Ciputat Bulan Mei-Juni Tahun 2014 Mengupayakan
Pencahayaan dan Ventilasi yang
Memadai
Keberadaan Larva Aedes aegypti
Total Pvalue
Ada Tidak Ada
N % N % N % Tidak Ya 17 19 47,2 9,5 19 180 52,8 90,5 36 199 100 100 0,000
Berdasarkan tabel 5.24 diketahui bahwa responden yang tidak mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 17 dari 36 orang (47,2%). Sedangkan responden yang mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dan ditemukan larva Aedes aegypti ada 19 dari 199 orang (9,5%).
Dari hasil uji statistik diperoleh nilai P value sebesar 0,000, artinya pada tingkat kemaknaan 5% terdapat hubungan yang bermakna antara mengupayakan pencahayaan dan ventilasi yang memadai dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
77 BAB VI PEMBAHASAN
6.1Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan yaitu:
1. Observasi jentik yang dilakukan pada penelitian ini tidak menggunakan metode single larva methode yaitu mengambil satu jentik di setiap TPA yang ditemukan untuk diidentifikasi lebih lanjut, namun dalam penelitian ini hanya dilihat dari ada tidaknya jentik pada TPA saja. 2. Pada variabel pelaksanaan 3M Plus menghindari kebiasaan
menggantung pakaian dapat terjadi bias karena tergantung dari kejujuran responden dalam menjawab pertanyaan di kuesioner.
6.2Keberadaan Larva Aedes aegypti di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat
Keberadaan larva Aedes aegypti merupakan indikator dari potensi keterjangkitan masyarakat akan DBD. Jentik nyamuk ini dapat berkembang biak pada wadah-wadah di sekitar pemukiman (Hardayanti, W. et. al., 2011).
Larva nyamuk Aedes aegypti merupakan cikal bakal nyamuk dewasa yang dapat diamati di sarang-sarang nyamuk. Semakin banyak larva nyamuk ditemukan, semakin banyak nyamuk dewasa yang akan
78
berterbangan, dan semakin pula besar risiko penularan penyakit DBD yang terjadi.
Keberadaan kontainer air akan sangat berperan dalam kepadatan vektor nyamuk Aedes aegypti, karena semakin banyak kontainer air yang memadai, maka akan semakin banyak tempat perindukan dan akan semakin padat pula larva nyamuk Aedes aegypti di dalam kontainer air tersebut (Wati, 2009).
Keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan tempat penampungan air tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD (Fatimah, 2006). Soeroso (2000) mengatakan bahwa ada kemungkinan risiko terkena DBD pada lingkungan rumah yang ada jentiknya dengan yang tidak ada.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pada rumah responden di wilayah kerja Puskesmas yang ditemukan ada larva Aedes aegypti sebanyak 36 orang (15,3%) dan terdapat 199 orang (84,7%) yang tidak ditemukan adanya larva Aedes aegypti. Tempat penampungan air yang banyak ditemukan larva Aedes aegypti dalam penelitian ini adalah bak mandi (43,47%). Sebagaimana dalam penelitian Widagdo (2008) menyatakan ada hubungan bermakna PSN 3M Plus di bak mandi, ember dan gentong plastik dengan jumlah jentik di tempat penampungan air tersebut.
79
Berdasarkan data surveilans DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat tahun 2011-2013 nilai ABJ masih dibawah dari 95%, sementara berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi larva Aedes aegypti dalam penelitian ini nilai ABJ yang didapatkan sebesar 84,68%. Maka dari itu, angka kejadian DBD di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat masih terbilang tinggi.
Dari hasil tersebut dimungkinkan bahwa responden belum secara maksimal dalam memutus rantai perkembangbiakan nyamuk dengan cara membasmi jentik-jentik nyamuk dengan melakukan 3M plus sehingga tidak sampai menjadi nyamuk dewasa. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan kesadaran masyarakat dalam melaksanakan 3M plus secara berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan untuk memutus siklus hidup nyamuk Aedes aegypti dan menekan angka kejadian DBD, dan perlu diadakannya pemeriksaan intensif jentik secara berkala yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Ciputat serta kader-kader posyandu ataupun juru pemantau jentik. Karena program pemeriksaan jentik yang telah ditetapkan Puskesmas Ciputat dalam pelaksanaannya masih belum sesuai, yaitu tidak satu bulan sekali.
6.3Analisis Bivariat
6.3.1 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menguras Tempat Penampungan Air
Menguras Tempat Penampungan Air merupakan salah satu cara pencegahan penyakit DBD. Menguras bak mandi, ember, dan
80
lain-lain perlu dilakukan secara teratur seminggu sekali dengan menyikat dan menggunakan sabun dalam pengurasannya agar nyamuk tidak dapat berkembang biak di tempat tersebut (Depkes RI, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden menguras tempat penampungan air.
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara menguras tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dari hasil penelitian diperoleh 13 dari 36 orang (36,1%) yang tidak menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 23 dari 199 responden (11,6%) yang menguras tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti. Hal ini bisa jadi disebabkan karena secara umum nyamuk meletakkan telurnya pada dinding tempat penampungan air, oleh karena itu pada waktu pengurasan atau pembersihan tempat penampungan air dianjurkan menggosok atau menyikat dinding- dindingnya (Sutaryo, 2005).
Walaupun sebagian masyarakat di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat telah melaksanakan pengurasan seminggu sekali, namun tetap saja masih ada larva Aedes aegypti yang ditemukan di TPA tersebut. Pelaksanaan pengurasannya masih belum baik seperti hanya membuang air yang berada di TPA yang dianggap sudah
81
kotor kemudian langsung mengganti air TPA tersebut tanpa dilakukan dengan menyikat TPA, sehingga menyebabkan adanya larva Aedes aegypti yang ditemukan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Dewi, dkk (2013) didapatkan bahwa ada hubungan antara menguras TPA dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Syarief (2008) di Wilayah Puskesmas Tarakan Kota Makassar yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara menguras TPA dalam rumah dengan keberadaan larva Aedes aegypti
Dalam penelitian ini larva Aedes aegypti yang paling banyak ditemukan pada TPA adalah di bak mandi. Sebagaimana dinyatakan oleh Fatimah (2006) bahwa salah satu tempat penampungan air dalam rumah yang sering dijumpai adalah bak mandi. Menguras TPA minimal sekali dalam seminggu dapat mengurangi tempat berkembang biaknya larva Aedes aegypti. Karena dalam siklus hidup nyamuk diketahui bahwa larva Aedes aegypti dapat berkembang biak selama 6-8 hari (Herms, 2006, dalam Sulina, 2012). Oleh karena itu, pelaksanaan menguras TPA seminggu sekali berpengaruh dalam kemungkinan terjadinya DBD. Penelitian Novita (2011) menyimpulkan bahwa ada hubungan antara keberadaan larva Aedes aegypti di TPA dengan
82
kejadian DBD, sedangkan menurut Silvia (2007) menyebutkan bahwa menguras TPA berpengaruh terhadap kejadian DBD.
TPA terdiri dari TPA di dalam rumah dan TPA di luar rumah. TPA dalam rumah yaitu ember, gentong, tempayan, dan bak mandi. Sedangkan tempat penampungan air luar rumah yaitu vas bunga, kolam ikan, dan lain-lain (Bustan, 2007).
Selain itu, keberadaan tempat penampungan air di dalam maupun luar rumah sangat berpengaruh terhadap ada tidaknya larva Aedes aegypti, bahkan TPA tersebut bisa menjadi tempat perkembangbiakan menjadi nyamuk dewasa sehingga dapat menjadi vektor DBD (Fatimah, 2006).
Puskesmas Ciputat sudah mempunyai program penyuluhan kesehatan tentang menguras TPA. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya belum maksimal dilakukan. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh pihak Puskesmas Ciputat kepada masyarakat dalam hal penanggulangan penyakit DBD dengan pengendalian di tempat-tempat berkembang biaknya jentik Aedes aegypti melalui PSN-3M plus terutama dalam hal ini yaitu menguras TPA.
6.3.2 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan Kegiatan Menutup Tempat Penampungan Air
Menutup rapat tempat penampungan air memegang peranan penting dalam PSN DBD yaitu seperti menutup rapat ember,
83
tempayan, baskom, bak mandi, dan lain-lain (Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak menutup tempat penampungan air. Berdasarkan hasil uji statistik pada peneilitian ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara menutup tempat penampungan air dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 34 dari 193 responden (17,6%) yang tidak menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 2 dari 42 responden (4,8%) yang menutup tempat penampungan air dan ditemukan larva Aedes aegypti. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Benvie (2005) di wilayah Puskesmas Maricayya Selatan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara menutup rapat TPA dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Akan tetapi, hal ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Lintang, dkk (2010) di Kota Semarang yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara menutup TPA dengan keberadaan larva Aedes aegypti.
Menurut WHO (2005), tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti adalah air bersih yang tergenang. Responden di Wilayah Kerja Puskesmas Ciputat lebih suka menampung air sebanyak mungkin untuk keperluan sehari-hari di TPA seperti: ember dan bak mandi. Sehingga nyamuk Aedes aegypti lebih suka
84
menetaskan telurnya di TPA tersebut hingga menjadi larva Aedes aegypti. Sehingga menutup rapat TPA sangat berperan penting dapat mengurangi jumlah larva Aedes aegypti yang ada di dalam TPA bahkan tidak ada larva Aedes aegypti di TPA dalam rumah karena adanya tutup TPA tersebut.
Pentingnya ketersediaan tutup pada TPA sangat mutlak diperlukan untuk menekan jumlah nyamuk yang hinggap pada tempat penampungan air, dimana kontainer tersebut menjadi media berkembang biaknya nyamuk Aedes aegypti. Apabila semua masyarakat telah menyadari pentingnya penutup TPA, diharapkan keberadaan nyamuk dapat diberantas, namun berdasarkan wawancara dengan masyarakat di wilayah kerja Puskesmasa Ciputat kondisi ini tampaknya belum dilaksanakan secara maksimal. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya dalam memutus rantai penularan penyakit DBD dengan melalui pengendalian tempat-tempat yang dapat berpotensi nyamuk berkembang biak yaitu dengan melakukan penutupan pada TPA. 6.3.3 Gambaran Keberadaan Larva Aedes aegypti Berdasarkan
Kegiatan Mengubur Barang Bekas
Mengubur barang bekas merupakan praktik PSN DBD dengan cara mengubur barang-barang bekas yang berpotensi menampung air dan terdapat larva Aedes aegypti serta tidak dimanfaatkan lagi, seperti kaleng bekas, botol bekas, ban bekas,
85
dan lain-lain (Depkes, 2005). Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.5 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak mengubur barang-barang bekas.
Berdasarkan hasil uji statistik pada penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara mengubur barang-barang bekas dengan keberadaan larva Aedes aegypti. Dimana dalam penelitian diperoleh hasil 31 dari 144 responden (21,5%) yang tidak mengubur barang bekas dan ditemukan larva Aedes aegypti. Sedangkan, 5 dari 91 responden (5,5%) yang mengubur barang bekas dan ditemukan larva Aedes aegypti. Kemungkinan hal ini disebabkan masih ada masyarakat yang tidak mengubur barang bekas dikarenakan mereka masih menyimpan barang bekas di lingkungan rumah dengan alasan akan dipergunakan kembali dan tidak ada lahan kosong untuk membuang maupun membakarnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Wati (2009) menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan praktik mengubur barang-barang bekas di desa endemis dan desa non endemis penyakit DBD. Hal ini disebabkan karena faktor perbedaan karakteristik individu dan lingkungan masyarakat di masing-masing lokasi penelitian dan lahan kosong yang menunjang.
86
Namun, penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan oleh Anggara (2005) di wilayah Kerja Puskesmas Dahlia Kota Makassar yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara mengubur barang-barang bekas dengan keberadaan larva Aedes aegypti, disebabkan karena padatnya penduduk di wilayah tersebut. Demikian juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yudhastuti, dkk (2005) di Surabaya.
Ban, botol, plastik, dan barang-barang lain yang dapat menampung air merupakan sarana yang memungkinkan untuk tempat perkembangbiakan nyamuk. Semakin banyak barang bekas