• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Pola Asuh Dengan Status Gizi

Menurut Engle et al (1997), pola asuh adalah kemampuan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian dan dukungan dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial dari anak yang sedang tumbuh dalam anggota keluarga lainnya. Pola asuh dimanifestasikan dalam 3 hal yaitu (1) pemberian makanan pada anak, (2) praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan (3) perawatan anak dalam keadaan sakit meliputi praktek kesehatan di rumah dan pola pencarian pelayanan kesehatan (Sunarti, 1989).

Menurut Depkes RI (2000), pola asuh anak adalah kemampuan seseorang untuk mengambil keputusan yang berdampak luas pada kehidupan seluruh anggota keluarga yang menjadi dasar penyediaan pengasuhan yang tepat dan bermutu pada anak termasuk pengasuhan makanan bergizi.

Makanan bergizi sangat penting diberikan kepada balita karena untuk pertumbuhan dan perkembangan. Tujuan pemberian makanan pada balita untuk mencukupkan kebutuhan nutrien dan memelihara kesehatan, cepat memulihkan kondisi tubuh, menjaga pertumbuhan dan perkembangan fisik dan phiskomotor (Widjaja, 2005)

Susunan makanan bergizi untuk tumbuh kembang anak dengan baik adalah susunan makanan seimbang, yang terdiri atas tiga golongan bahan makanan yaitu, bahan makan yang bersumber zat pembangun (daging, susu, telur), sumber zat pengatur (sayur-sayuran dan buah-buahan), sumber tenaga (beras, kentang, ubi, singkong) (Suharjo, 2003).

Persentase pola asuh menurut praktek pemberian makan dengan katagori baik adalah (59,8%), berarti bahwa praktek pemberian makan di daerah terkena stunami sudah memenuhi gizi 4 Sehat 5 Sempurna.

Pola pemberian makan pada anak balita di daerah terkena tsunami, sudah memenuhi gizi 4 sehat 5 sempurna yaitu lauk pauk seperti ikan segar dan sayur-sayuran dan mengkonsumsi buah-buahan, yang sering dikonsumsikan pisang dan pepaya karena mudah didapat dan harganya murah. Makanan yang bergizi seperti ikan segar, karena sebagian masyarakat di daerah terkena tsunami pekerjaan mereka melaut jadi ikan segar mudah didapatkan. Mengkonsumsi makanan yang berprotein tinggi tidak hanya berasal dari hewani, banyak juga bahan makanan harganya terjangkau dan mengandung protein tinggi seperti tahu dan tempe dan lain-lain. Di sinilah ibu harus mempunyai kreatif untuk mengolah makanan yang bernilai tinggi protein dari harga yang relatif murah.

Kunci keberhasilan seorang ibu menanamkan kebiasaan makan anak yang baik sangat tergantung kepada pengetahuan dan keterampilan ibu akan cara dan faedah menyusun makanan yang memenuhi syarat zat gizi.

Pola pemberian makan balita di daerah terkena tsunami bagi ibu yang bekerja sebagai petani atau buruh, sebelum berangkat bekerja ibu mempersiapkan makanan dan memberikan makanan terlebih dahulu pada anak balitanya. Bagi anak yang dititipkan pada pengasuh, ibu membekali anak makan siang yang dititipkan pada penjaga. Bagi ibu yang bekerja di ladang yang tak jauh dari rumah responden, anak dibawa ke tempat kerja.

Bentuk makanan anak berupa makanan orang dewasa dengan jadwal pemberian makan 3 kali sehari, ibu menyiapkan sendiri makanan, anak kebanyakan diberikan sayur-sayuran karena mudah didapat sedangkan tempe tidak terlalu mahal harganya.

Pemberian makanan balita bertujuan untuk mendapat zat gizi yang diperlukan tubuh untuk pertumbuhan dan pengaturan faal tubuh. Zat gizi berperan memelihara dan memulihkan kesehatan serta untuk melaksanakan kegiatan sehari-hari, dalam pengaturan makanan yang tepat dan benar merupakan kunci pemecahan masalah (Suharjo, 2003).

Persentase pola asuh pemberian makan balita dengan katagori tidak baik sebesar (40,2%). Yang berarti bahwa praktek pemberian makan belum dapat memenuhi gizi 4 sehat 5 sempurna karena di daerah terkena tsunami daya beli masyarakat rendah seperti membeli makanan pokok dan kebutuhan lainya dalam rumah tangga berkurang.

Pola pemberian makan pada anak balita di daerah terkena stunami belum memenuhi zat gizi tinggi untuk pertumbuhan anak balita, dilihat dari jenis dan jumlah makanan belum memenuhi gizi 4 sehat 5 sempurna. Hal ini, dikarenakan ibu yang bekerja sebagai petani atau buruh ibu tidak menyediakan makanan terlebih dahulu pada balitanya atau menyiapkan makanan tidak memenuhi standar gizi yang sempurna disamping itu ibu yang bekerja diluar sangat terbatas kasih sayang karena ibu berangkat kerja (kebun, sawah) pagi hari pulang sore tanpa menyiapkan makanan atau makanan seadanya yang ditinggalkan untuk anak balitanya.

Pemberian makanan bentuk bantuan dari pemerintah, LSM dan pihak lain, komposisi makanan yang diberikan rendah kalori dan protein tidak sesuai dan sering dijumpai makanan yang hampir kadarluarsa.

Menurut WHO (2000), untuk mencegah KEP yang dapat menghambat pertumbuhan anak perlu diupayakan pencegahanya dengan melihat faktor penyebab terdekat yaitu cara pemberian makan dan konsumsi makanan dan perawatan anak.

Pendapat Weterlow (1992), tindakan mengabaikan perawatan atau pengasuhan anak mempunyai dampak menurunya nafsu makan. Hal ini mungkin berkaitan dengan phiskologi anak yang tidak mendapat perhatian dalam aspek pemberian makanan dari pengasuhannya. Sehingga akibat kurang nafsu makan akan menyebabkan kurang gizi dan jika berlangsung lama akan menyebabkan KEP berat.

Persentase pola asuh praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan dalam katagori baik (54,9%). Yang berarti bahwa praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan di daerah terkena sudah memenuhi target yang diharapkan.

Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan ditemukan sebagian lingkungan tempat tinggal responden umumnya dalam keadaan bersih, bangunan rumah responden sebagian di tempati rumah bantuan tsunami mempunyai lantai, ventilasi, jamban, membakar sampah, sedangkan lingkungan dalam rumah responden penampungan air masak, menutup tempat penampungan air. Sedangkan praktek kebersihan responden mengkomsumsi air bersih, menutup makanan yang dipersiapkan, anak mandi 2 kali sehari, mencuci tangan sebelum makan, memakai alas kaki, mencuci sayuran sebelum dipotong.

Persentase praktek kebersihan dan sanitasi lingkungan yang tidak baik sebesar (45,1%), dikarenakan akibat gelombang stunami sehingga rusaknya lingkungan mengakibatkan terjangkit berbagai jenis penyakit infeksi sehingga anak balita mudah terserang penyakit sehingga mempengaruhi status gizi.

Keadaan lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai penyakit seperti diare, cacingan, infeksi saluran pernapasan dan pencernaan. Apabila anak menderita penyakit saluran pencernaan penyerapan zat-zat gizi akan terganggu menyebabkan terjadinya kekurangan gizi, seseorang kekurangan gizi akan mudah terserang penyakit, dan pertumbuhan anak terganggu.

Mewabahnya berbagai penyakit menular akhir-akhir ini seperti demam berdarah, malaria, polio, dan sebagainya secara hampir bersamaan dimana-mana, menggambarkan salah satunya adalah buruknya kesehatan lingkungan yang ada di daerah atau desa-desa.

Selajutnya pada praktek kebersihan yang tidak baik, hal ini praktek kebersihan dalam keluarga perlu diupayakan dan dibiasakan sehingga terbebas dari penyakit, oleh karena itu ibu mempraktekkan dan mengembangkan sifat-sifat hidup sehat seperti mandi 2 kali sehari, cuci tangan sebelum makan dan sesudah makan, menyikat gigi sebelum tidur, membuang sampah pada tempatnya, sesudah BAB cuci tangan memakai sabun.

Sulistijani (2001), mengatakan bahwa lingkungan yang sehat perlu diupayakan dan dibiasakan, tetapi tidak dilakukan sekaligus harus bertahap dan terus menerus, lingkungan sehat terkait dengan keadaan bersih, rapi dan teratur.

Kesehatan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, selanjutnya kesehatan lingkungan erat kaitanya dengan sosial ekonomi penduduk , oleh karena itu untuk mengelola kualitas lingkungan ataupun kesehatan masyarakat perlu kerja sama gotong royong supaya lingkungan tetap bersih dan sehat (Soemirat, 2004)

Persentase pola asuh perawatan anak dalam keadaan sakit, berada dalam katagori baik sebesar (48,7%). Bedasarkan hasil pengamatan di lapangan ditemukan bahwa ibu membawa anak kepelayanan kesehatan (rumah sakit, puskesmas, polindes, pustu), dan mendampingi anak selama sakit. Kebanyakan anak dalam 1 bulan terakhir (demam, flu, diare, gatal-gatal) dan jika anak sakit langsung membawa anak berobat ke sarana pelayanan kesehatan yang dikunjungi ibu adalah praktek bidan/puskesmas pembantu yang ada dilingkungan tersebut dan sebagian ibu tidak menyediakan obat ringan di rumah, jika tidak, ibu mengobati sendiri dengan obat yang dibeli di warung. Sebagian anak dipantangkan makanan selama sakit.

Persentase pola asuh perawatan anak dalam keadaan sakit tidak baik sebesar (51,3%), hal ini, tindakan perawatan ibu yang kurang baik pada anak balita akan memperberat status gizi dan akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak, pertumbuhan yang baik terhindarnya seseorang anak dari penyakit kronis dan serius. Curahan kasih sayang dan perawatan yang baik oleh ibu pada anak balitanya mempengaruhi pertumbuhan anak secara sempurna.

Menurut Syarif, (1997) mengatakan bahwa perawatan anak dengan unsur gizi merupakan sangat penting dalam pembentukan Sumber Daya Manusia (SDM).

Kesehatan anak harus mendapat perhatian dari para orang tua, yaitu dengan cara segera membawa anaknya yang sakit ketempat pelayanan kesehatan yang terdekat (Soetjingsih, 1995). Masa balita sangat rentan terhadap penyakit seperti flu, bronkhitis, atau penyakit infeksi lainnya. Jika anak sering menderita sakit dapat menghambat atau mengganggu proses tumbuh kembangnya.

5.2 Hubungan Pola Asuh Pemberian Makan dengan Status Gizi Balita di Wilayah

Dokumen terkait