• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.1. Wilayah dan Penduduk Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat dalam perkembangan sejarah merupakan provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk berdasarkan UU No.11 Tahun 1950, tentang pembentukan Provinsi Jawa Barat. Selam lebih kurang 50 tahun sejak pembentukannya, wilayah Kabupaten/Kota di Jawa Barat baru bertambah 5 wilayah, yakni Kabupaten Subang (1968), Kota Tangerang (1993), Kota Bekasi (1996), Kota Cilegon dan Kota Depok (1999).

Dalam kurun waktu 1994-1999, secara kuantitatif jumlah Wilayah Pembantu Gubernur tetap 5 wilayah dengan terdiri dari : 20 kabupaten dan 5 kotamadya, dan tahun 1999 jumlah kotamadya bertambah menjadi 8 kotamadya. Kota administratif berkurang dari enam daerah menjadi empat, karena Kotip Depok pada tahun 1999 berubah status menjadi kota otonom.

Lahirnya UU No.23 Tahun 2000 tentang Provinsi Banten, maka Wilayah Administrasi Pembantu Gubernur Wilayah I Banten resmi ditetapkan menjadi Provinsi Banten dengan daerahnya meliputi : Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak dan Kabupaten/Kota Tangerang serta Kota Cilegon. Adanya perubahan itu, maka saat ini Provinsi Jawa Barat terdiri dari : 16 Kabupaten dan 9 Kotamadya, dengan membawahkan 584 Kecamatan, 5.201 Desa dan 609 Kelurahan.

Berdasarkan hasil Sensusnas tahun 1999 jumlah penduduk Jawa Barat setelah Banten terpisah berjumlah 34.555.622 jiwa. Pada tahun 2000 berdasarkan sensus penduduk meningkat menjadi 35.500.611 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 1.022 jiwa per Km2. Sedangkan laju pertumbuhan penduduk selama dasawarsa 1990-2000 mencapai angka 2,17 persen. Sedangkan pada tahun 2003, jumlah penduduk telah bertambah menjadi 38.0590540 jiwa dengan kepadatan penduduknya mencapai rata-rata 1.064 jiwa per kilometer persegi.

4.2. Keadaan Iklim dan Geografi Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5°50∋- 7°50∋ LS dan 104°48∋-104°48∋ BT dengan batas-batas wilayahnya sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa bagian barat dan DKI Jakarta di utara, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah, antara Samudra Indonesia di selatan dan Selat Sunda di barat. Dengan daratan dan pulau-pulau kecil (48 pulau di Samudera Indonesia , 4 pulau di Laut Jawa, 14 pulau di Teluk Banten dan 20 Pulau di Selat Sunda), luas wilayah Jawa Barat 44.354,61 Km2 atau 4.435.461 Ha.

Kondisi geografis yang strategis ini merupakan keuntungan bagi daerah Jawa Barat terutama dari segi komunikasi dan perhubungan. Kawasan utara merupakan daerah berdatar rendah, sedangkan kawasan selatan berbukit-bukit dengan sedikit pantai serta dataran tinggi bergunung-gunung ada di kawasan tengah. Dengan ditetapkannya Wilayah Banten menjadi Provinsi Banten, maka luas wilayah Jawa Barat saat ini menjadi 35.746,26 Km2.

Selain itu, Jawa Barat yang memiliki lahan yang subur yang berasal dari endapan vulkanis serta banyaknya aliran sungai menyebabkan sebagian besar dari

luas tanahnya digunakan untuk pertanian. Hal ini menyebabkan Provinsi Jawa Barat ditetapkan sebagai lumbung pangan nasional. Kondisi ini didukung pula oleh iklim tropis dengan curah hujan yang cukup tinggi yaitu rata-rata perbulan mencapai 189 mm.

Ciri utama daratan Jawa Barat adalah wilayah pegunungan curam di selatan dengan ketinggian lebih dari 1.500 m di atas permukaan laut, wilayah lereng bukit yang landai di tengah ketinggian 100 s/d 1.500 m dpl, wilayah dataran luas di utara ketinggian 0 s/d 10 m dpl, dan wilayah aliran sungai. Iklim di Jawa Barat adalah tropis, dengan suhu 9°C di Puncak Gunung Pangrango dan 34°C di Pantai Utara, curah hujan rata-rata 2.000 mm per tahun, namun dibeberapa daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun.

V. ANALISIS PENGARUH KETIMPANGAN DISTRIBUSI PENDAPATAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI

JAWA BARAT

5.1. Hasil Estimasi Model Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat.

1. Uji Ekonometrika

Multikolinearitas merupakan suatu keadaaan dimana terjadinya satu atau dua variabel bebas yang berkorelasi sempurna atau mendekati sempurna dengan variabel bebas lainnya. Terjadinya multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat correlation matrix, jika korelasi antar variabel bebas dalam persamaan regresi kurang dari ⎪0.8⎮(rule of thumbs) maka disimpulkan bahwa dalam persamaan regresi tidak terjadi gejala multikolinearitas, dan sebaliknya jika coefficient matrix > dari ⎪0.8⎮ maka disimpulkan pada persamaan regresi terjadi gejala multikolinearitas. Namun menurut uji klein bahwa gejala multikolinearitas dimana coefficient matrix > rule of thumbs dapat diabaikan jika koefisien determinasi > dari koefisien matrixnya. Dari Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa ada coefisient matrix yang lebih besar dari rule of thumbs namun lebih kecil dari koefisien determinasi model sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa model tersebut tidak mengalami masalah multikolinearitas.

Tabel 5.1. Uji Multikolinearitas

LPP IDN ILN GE RG DOT DK

LPP 1.000.000 -0.336832 -0.090690 -0.120671 -0.341977 -0.088117 0.710395 IDN -0.336832 1.000.000 0.342083 -0.470677 0.715726 -0.614137 -0.524532 ILN -0.090690 0.342083 1.000.000 -0.267434 0.634973 -0.576193 -0.426931 GE -0.120671 -0.470677 -0.267434 1.000.000 -0.758221 0.846573 0.325542 RG -0.341977 0.715726 0.634973 -0.758221 1.000.000 -0.881134 -0.740804 DOT -0.088117 -0.614137 -0.576193 0.846573 -0.881134 1.000.000 0.527046 DK 0.710395 -0.524532 -0.426931 0.325542 -0.740804 0.527046 1.000.000 Sumber: Lampiran 4

Pengujian heteroskedastisitas ditujukan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi berganda terjadi ketidaksamaan varians residual dari suatu pengamatan ke pengamatan yang lain atau dapat juga dikatakan untuk menguji melihat apakah model regresi memenuhi asumsi bahwa model memiliki gangguan yang variannya sama (homoskedastisitas). Pengujian asumsi ini dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroskedasticity. Apabila hasil nilai probabilitas Obs* R-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan (α = 10%) maka disimpulkan bahwa model persamaan mempunyai variabel pengganggu yang variannya sama (homoskedastisitas).

Tabel 5.2. Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Lampiran 5

dari uji yang dilakukan dimana nilai dari probabilitas Obs* R-squared adalah sebesar 0.208743, maka disimpulkan bahwa model persamaan tidak memiliki masalah heteroskedastisitas.

Selanjutnya kriteria ekonomi yang perlu diuji adalah Autokorelasi merupakan pelanggaran asumsi klasik yang menyatakan bahwa dalam pengamatan-pengamatan yang berbeda terdapat korelasi antar error term. Pengujian autokorelasi dengan menggunakan perangkat E.views 4.1 dapat diketahui melalui serial correlation LM Test, dimana jika nilai probability obs* R-Squared pada model lebih besar dari taraf nyata (α = 10%) yang digunakan maka disimpulkan bahwa model persamaan tidak mengalami gejala autokorelasi, White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 1.812960 Probability 0.189389

dan sebaliknya jika probability obs* R-Squared lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (α = 10%) maka model mengalami gejala autokorelasi.

Tabel 5.3. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.783750 Probability 0.354261

Obs*R-squared 4.453095 Probability 0.145724

Sumber: Lampiran 6

Dari model Pengaruh ketimpangan distribusi pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat didapatkan bahwa nilai dari probability obs* R-Squared adalah sebesar 0.145724, lebih besar dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar sepuluh persen (α = 10%). Oleh karena itu model persamaan yang digunakan tidak mengalami gejala autokorelasi.

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah error term terdistribusi secara normal dimana uji ini disebut uji Jarque Bera-Test, dimana jika nilai probability Jarque_Bera pada model lebih besar dari taraf nyata (α = 10%) yang digunakan maka disimpulkan bahwa model persamaan memiliki error term terdistribusi normal, dan sebaliknya jika probability Jarque_Bera lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (α = 10%) maka persamaan memiliki error term yang tidak terdistribusi normal.

Tabel 5.4 Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5 30000000 35000000 40000000 45000000 S e r ie s : R e s id u a ls S a m p le 1 9 9 2 2 0 0 4 O b s e r v a t io n s 1 3 Mean 39990362 Median 42091905 Maximum 47341441 Minimum 29367143 Std. Dev. 6828923. Skewness -0.473252 Kurtosis 1.674200 Jarque-Bera 1.326808 Probability 0.515095 sumber : Lampiran 7

Pada Tabel 5.4 terlihat bahwa nilai probabilitinya sebesar 0.515095 lebih besar dari α=10%, sehingga dapat dikatakan bahwa dalam model OLS persamaan tersebut tidak mempunyai masalah normalitas atau error term terdistribusi normal.

2. Hasil Estimasi Model

Hasil estimasi parameter model pengaruh ketimpangan distribusi pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat adalah ditunjukkan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5. Hasil Estimasi Parameter Model Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LPP -5.750721 1.123413 -5.118973 0.0144* ILN(-1) -0.864896 1.571486 -0.550368 0.6204 IDN(-1) 10.96609 2.324458 4.717697 0.0180* GE 0.600155 0.106510 5.634712 0.0111* RG 0.025111 0.010114 2.482669 0.0891* DOT 0.892442 0.201908 4.420031 0.0215* DK -0.103453 0.074907 -1.381080 0.0261* C -83.22204 20.02101 -4.156736 0.0253* R-squared 0.963138 Adjusted R-squared 0.877126 S.E. of regression 0.034562 Sum squared resid 0.003584 Log likelihood 28.55265 Durbin-Watson stat 2.444072

Mean dependent var 19.01364 S.D. dependent var 0.098599 Akaike info criterion 3.736845 Schwarz criterion 3.447466 F-statistic 11.19777 Prob(F-statistic) 0.036363

Keterangan : * nyata pada taraf 10%

Berdasarkan hasil pendugaan dari Tabel 5.5 diatas maka, model persamaan memiliki koefisien determinasi (R-Square) sebesar 0.9631 artinya bahwa variasi variabel endogennya (Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat) dapat dijelaskan secara linear oleh variabel bebasnya di dalam persamaan sebesar 96.31 persen, dan sisanya sebesar 3.69 persen dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar persamaan.

Dari hasil uji-F didapatkan bahwa variabel-variabel eksogen mampu menerangkan variabel endogen yang ditunjukkan oleh nilai P-value = 0.036363 yang lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan yaitu sebesar sepuluh persen (α = 10%). Nilai ini menandakan bahwa persamaan diatas telah mendukung keabsahan model.

Dari uji-t menunjukkan ada enam variabel eksogen yang berpengaruh nyata/signifikan terhadap variabel endogennya, pada taraf nyata sepuluh persen. Variabel-variabel tersebut adalah laju pertumbuhan penduduk, investasi dalam negeri periode sebelumnya, pengeluaran pemerintah, ketimpangan distribusi pendapatan, dummy otonomi daerah dan dummy krisis ekonomi, sedangkan variabel lainnya yakni investasi luar negeri periode sebelumnya tidak signifikan mempengaruhi variabel tak bebasnya (pertumbuhan ekonomi Jawa Barat) pada taraf nyata sepuluh persen (α = 10%).

Dari hasil estimasi berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat berpengaruh negatif yang signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan koefisien sebesar -5.75 Artinya, jika laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat meningkat sebesar satu persen maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat akan turun sebesar sebesar 5.75 persen, dan sebaliknya, jika laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat turun sebesar satu persen maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat akan naik sebesar sebesar 5.75 persen, asumsi cateris paribus. Temuan ini sesuai dengan hipotesis dimana dengan peningkatan jumlah penduduk akan memperkecil pendapatan perkapita, dengan tanpa dibarengngi dengan SDM yang berdaya saing peningkatan laju

pertumbuhan penduduk akan membawa masalah baru yakni masalah ketenagakerjaan. Pertumbuhan penduduk tidak diimbangi dengan tersedianya lapangan pekerjaan yang memadai akan meningkatkan pengangguran yang menjadi penghambat pembangunan.

Investasi luar negeri periode sebelumnya berpengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Modal dalam negeri yang tidak mencukupi dalam mencapai target pembangunan sehingga keberadan aliran dana dari luar negeri ke Jawa Barat sangat diharapkan keberadaannya dimana dalam hal ini adalah dalam bentuk investasi. Namun dari temuan ini bahwa aliran dana tersebut tidak signifikan dan tidak sesuai dengan teori ekonomi yang ada dimana investasi sebagai modal pembangunan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat disebabkan oleh investasi luar negeri yang kerapkali dibarengngi mesin-mesin yang tidak efektif untuk diterapkan dan sumber daya yang kurang memadai dalam menyerap aliran teknologi dari luar negeri. Fenomena ini juga dapat disebabkan oleh investasi luar negeri yang ditujukan pada sektor yang kurang efisien (non riil).

Investasi dalam negeri periode sebelumnya berpengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan koefisien sebesar 10.97. Artinya adalah jika investasi dalam negeri periode sebelumnya meningkat sebesar satu persen maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat naik sebesar 10.97 persen, dan sebaliknya jika investasi dalam negeri periode sebelumnya menurun sebesar satu persen maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat turun sebesar 10.97 persen. Temuan ini sesuai dengan teori ekonomi bahwa investasi

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Investasi merupakan salah satu variabel yang meningkatkan output yang mana hal ini ditunjukkan oleh pendekatan pengeluaran dimana output sebagai jumlah dari konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, dan net eksport. Peningkatan investasi dengan asumsi cateris paribus akan meningktakan output. Peningkatan output ini menunjukkan peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Pengeluaran pemerintah Jawa Barat berpengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan koefisien sebesar 0.60. Artinya adalah jika pengeluaran pemerintah Jawa Barat meningkat sebesar satu persen maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat naik sebesar 0.60 persen, dan sebaliknya jika pengeluaran pemerintah Jawa Barat menurun sebesar satu persen maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat turun sebesar 0.60 persen. Pengeluaran pemerintah yang ditujukan pada pengeluaran produktif yakni pengeluaran yang ditujukan pada pengeluaran yang memberikan keuntungan ekonomi seperti pembangunan dan atau perbaikan infrastruktur akan meningkatkan produktifitas dan mendorong investor untuk menanamkan modalnya. Peningkatan investasi sebagai modal pembangunan pada akhirnya akan meningkatkan output/ pertumbuhan ekonomi.

Ketimpangan distribusi pendapatan penduduk Jawa Barat berpengaruh positif yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan koefisien sebesar 0.02. Artinya adalah jika ketimpangan distribusi pendapatan penduduk Jawa Barat meningkat sebesar satu persen maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat naik sebesar 0.02 persen, dan sebaliknya jika ketimpangan

distribusi pendapatan penduduk Jawa Barat menurun sebesar satu persen maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat turun sebesar 0.02 persen, asumsi cateris paribus. Temuan ini menunjukkan adanya trade-off antara pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan di Jawa Barat. Hal ini sesuai dengan teori Kuznets dan Kaldor yang menyatakan bahwa ketidakmerataan distribusi pendapatan merupakan kondisi yang diperlukan bagi tercapainya peningkatan ekonomi. Ini berarti bahwa semakin tidak meratanya distribusi pendapatan suatu negara, semakin tinggi pula laju pertumbuhan ekonominya karena orang-orang kaya memiliki rasio tabungan yang lebih tinggi dari pada orang-orang miskin sehingga akan meningkatkan aggregate saving rate yang diikuti oleh peningkatan investasi sebagai modal pembangunan yang akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Kebijakan otonomi daerah berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa barat, artinya adalah setelah diterapkannya otonomi daerah maka akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Temuan empiris ini sesuai dengan tujuan otonomi daerah itu sendiri yakni perwujudan otonomi daerah yang nyata, dinamis, serasi dan bertanggung jawab. Pada hakekatnya penerapan prinsip ini ditujukan untuk mengurangi ketergantungan pada pusat bagi pelaksanaan pembangunan daerah. Otonomi Daerah menurut UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, tiap daerah diberi kebebasan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan otonomi daerah kebijakan yang sentralis

digantikan dengan kebijakan yang desentralis tetapi dalam pengawasan pemerintah pusat, sehingga dalam hal ini suatu daerah dapat menentukan arah pertumbuhan ekonominya yang sesuai dengan potensi yang dimiliki.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Artinya adalah krisis ekonomi menurunkan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Hal ini diakibatkan ketidakstabilan makroekonomi dan politik pada masa krisis berdampak pada terhambatnya pembangunan ekonomi Jawa Barat. Ketidakstabilan makroekonomi maupun politik ini akan meningkatkan resiko dan penilaian pasar yang semakin sulit dan melesukan investasi sebagai modal pembangunan. Kepercayaan investor baik dalam maupun luar negeri semakin rendah sehingga mengalihkan atau bahkan mencabut modalnya sehingga akan mengurangi produksi (Agregat Supply) dan meningkatkan harga, asumsi cateris paribus. Meningkatnya harga akan mengurangi daya beli masyarakat yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6. 1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai Analisis Pengaruh ketimpangan distribusi pendapatan terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa barat dapat ditarik beberapa kesimpulan yakni :

1. Faktor tingkat ketimpangan distribusi pendapatan penduduk Jawa Barat mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan koefisien positif. Hal ini menandakan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan yang diukur dengan rasio Gini berjalan searah dengan laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Semakin tinggi tingkat ketimpangan pendapatan, maka pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Barat akan semakin meningkat pula.

2. Pengaruh variabel lain yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Jawa Barat diantaranya; pertama, faktor laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat ternyata memiliki pengaruh yang negatif yang signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi, yang berarti juga laju pertumbuhan penduduk meningkat maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat akan semakin menurun. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Thomas Robert Maltus; kedua, faktor pengeluaran pemerintah Jawa Barat memiliki pengaruh yang positif terhadap laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat. Hal ini menunjukan pengaruh pengeluaran pemerintah yang signifikan dalam percepatan pertumbuhan ekonomi, yang artinya kebijakan alokasi

pengeluaran pemerintah tepat sasaran; ketiga, investasi dalam negeri periode sebelumnya berpengaruh positif yang signifikan terhadap laju pertumbuhan ekonomi, yang berarti juga jika investasi dalam negeri periode sebelumnya meningkat maka laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat akan semakin meningkat.

6. 2. Saran

Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah:

1. Dari temuan empiris yang didapatkan dalam penelitian ini bahwa adanya trade off antara pertumbuhan ekonomi Jawa Barat dengan ketimpangan distribusi pendapatan maka pemerintah diharapkan mampu memfokuskan sasaran kebijakan yang tepat yakni memacu pertumbuhan dengan memperhatikan distribusi pendapatan. Hal ini dapat dilakukan dengan memperluas akses modal dan kesempatan kerja (mendorong meningkatnya sektor riil yang berorientasi masyarakat menengah kebawah seperti UMKM) yang dibarengi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia seperti memberikan pelatihan-pelatihan kepada masyarakat.

2. Pemerintah Jawa Barat diharapkan dapat menekan laju pertumbuhan penduduk dengan menggalakan program KB kembali.

3. Meningkatkan pengeluaran pemerintah pada pengeluaran produktif seperti pembangunan kawasan usaha yang strategis guna meningkatkan jumlah investasi sebagai modal pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, L. 1999. Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Asfaroni, A.2003. “Modal Manusia, Penanaman Modal Asing dan Pertumbuhan Ekonomi”. Mini Economica, 33: 33-45.

Badan Pusat Statistik.1992-2004. Indikator Sosial Ekonomi Masyarakat Jawa Barat. Badan Pusat Statistik, Bandung.

Bank Indonesia. 1997-2005. Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI). [www.bi.go.id].

Bank Indonesia. 1997-2005. Laporan Tahunan Bank Indonesia. Bank Indonesia, Jakarta.

Boediono. 1992. Teori Pertumbuhan Ekonomi. BPFE. Yogyakarta. Dumairy. 1996. Perekonomian Indonesia. Erlangga, Jakarta.

Elgar, E. 2001. Open-Economics for Developing Countries. Cheltenham, UK. Northampton, MA, USA.

Gujarati, D. 1997. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah]. Erlangga,Jakarta.

Hendra. 2004. Peranan Sektor Pertanian Dalam Mengurangi Ketimpangan Pendapatan Antar Daerah di Provinsi Lampung.[Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Jhingan, M. L. 2004. Ekonomi Pembagunan dan Perencanaan. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kaho, J. 1997. Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Kuznet, S. 1995. Quantitative Aspec of the Economic Growth of Nation : I. Economic Development and Cultiral Change,Vol. V.

Lumbanraja, G.T. 2006. Analisis Pengaruh Foreign Direct Investment (FDI) Terhadap Nilai Tukar Rupiah. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Mydrall, G. 1957. Economic Theory and Underdeveloped Region. Methuen London.

Supriyantoro, G. 2005. Analisis Ketimpangan Pendapatan Antar Kabupaten-Kota di Provinsi Jawa Tengah. [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Sukirno, S. 1985. Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijaksanaan. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Bima Grafika, Jakarta.

Tarigan, R. 2004. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara. Jakarta. Tambunan, T. H. 2001. Tranformasi Ekonomi Indonesia (Teori dan Penemuan

Empiris). Salemba Empat, Jakarta.

Todaro, M. P. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Erlangga, Jakarta. World Bank. 2002. National Socio Economic Survey, Module Consumption.

Lampiran I : Data Penelitian

Sumber: BPS, Bank Indonesia

Keterangan

PDRB/kapita : Pendapatan Perkapita Jawa Barat (dalam rupiah)

IDN : Investasi Dalam Negeri di Jawa Barat (dalam Rp.Millyar) ILN : Investasi Luar Negeri di Jawa Barat (dalam juta $USD) PDRB : Produk Domestik Bruto Jawa Barat

RG : Rasio Gini

GE : Pengeluaran Pemerintah Jawa Barat (dalam Jt Rupiah) PP : Jumlah Penduduk Jawa Jawa Barat

Dot : Dummy Otonomy Daerah DK : Dummy Krisis Ekonomi

Periode PDRB/Kap IDN ILN PDRB RG GE PP Dot DK

1992 1237645 142543 2546 46298829 0,312 894714 33584213 0 0 1993 1543733 11588 2494 54675361 0,301 1035306 34941063 0 0 1994 1604362 15863 4466 62400245 0,305 1195374 35252423 0 0 1995 1718502 19338 12445 76198179 0,299 1507228 35494829 0 0 1996 1769080 19213 7762 89405209 0,292 1622267 37285131 0 0 1997 1428230 37429 7966 101100563 0,289 1604888 39206787 0 1 1998 1413173 8117 5504 142763786 0,279 660000 40896320 0 1 1999 1558058 18342 1499 159349580 0,263 917771 42428584 0 1 2000 1600442 9742 3138 174649549 0,241 1159104 43553000 0 1 2001 1630771 7025 2780 193176425 0,235 2222994 36075355 1 1 2002 1667439 5587 1054 214302257 0,201 2368343 36914883 1 1 2003 1680012 5567 1294 270695000 0,189 3309049 37980422 1 1 2004 1654232 7556 2672 305305606 0,194 3514628 38611000 1 1

Lampiran 2: Data Yang Digunakan Dalam Model

Data : diolah

Keterangan

LKAP : Logaritma pendapatan perkapita

LPP : Logaritma jumlah penduduk Jawa Barat RG : Rasio Gini

ILN_PDRB : Proposi investasi luar negeri terhadap PDRB IDN_PDRB : Proposi investasi dalam negeri terhadap PDRB G_PDRB : Proposi pengeluaran pemerintah terhadap PDRB Dot : Dummy otonomi daerah

Dk : Dummy krisis

Obs LKAP LPP RG ILN_PDRB IDN_PDRB G_PDRB Dot DK

1992 14.02872 17.32957 0,312 11,3391 30,7870 1,9325 0 0 1993 14.24971 17.36917 0,301 9,6247 21,1942 1,8936 0 0 1994 14.28824 17.37804 0,305 15,7455 25,4214 1,9157 0 0 1995 14.35696 17.38490 0,299 37,6952 25,3786 1,9780 0 0 1996 14.38597 17.43411 0,292 20,6888 21,4898 1,8145 0 0 1997 14.17195 17.48436 0,289 36,6387 37,0216 1,5874 0 1 1998 14.16135 17.52655 0,279 30,9389 5,6856 0,4623 0 1 1999 14.25895 17.56333 0,263 6,6649 11,5105 0,5759 0 1 2000 14.28579 17.58949 0,241 17,2397 5,5780 0,6637 0 1 2001 14.30456 17.40112 0,235 14,9666 3,6366 1,1508 1 1 2002 14.32680 17.42413 0,201 4,3969 2,6071 1,1051 1 1 2003 14.33431 17.45258 0,189 4,0465 2,0566 1,2224 1 1 2004 14.31885 17.46905 0,194 8,1305 2,4749 1,1512 1 1

Lampiran 3: Hasil Estimasi Persamaan Pengaruh Ketimpangan Distribusi Pendapatanterhadap Pertumbuhan Ekonomi Jawa Barat

Lampiran 4. Uji Multikolinearitas Dependent Variable: LPDBR

Method: Least Squares Date: 06/06/06 Time: 00:31 Sample(adjusted): 1992 2004

Included observations: 13 after adjusting endpoints

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LPP -5.750721 1.123413 -5.118973 0.0144 ILN(-1) -0.864896 1.571486 -0.550368 0.6204 IDN(-1) 10.96609 2.324458 4.717697 0.0180 GE 0.600155 0.106510 5.634712 0.0111 RG 0.025111 0.010114 2.482669 0.0891 DOT 0.892442 0.201908 4.420031 0.0215 DK -0.103453 0.074907 -1.381080 0.0261 C -83.22204 20.02101 -4.156736 0.0253

R-squared 0.963138 Mean dependent var 19.01364

Adjusted R-squared 0.877126 S.D. dependent var 0.098599

S.E. of regression 0.034562 Akaike info criterion -3.736845

Sum squared resid 0.003584 Schwarz criterion -3.447466

Log likelihood 28.55265 F-statistic 11.19777

Durbin-Watson stat 2.444072 Prob(F-statistic) 0.036363

LPP IDN ILN GE RG DOT DK

LPP 1.000.000 -0.336832 -0.090690 -0.120671 -0.341977 -0.088117 0.710395 IDN -0.336832 1.000.000 0.342083 -0.470677 0.715726 -0.614137 -0.524532 ILN -0.090690 0.342083 1.000.000 -0.267434 0.634973 -0.576193 -0.426931 GE -0.120671 -0.470677 -0.267434 1.000.000 -0.758221 0.846573 0.325542 RG -0.341977 0.715726 0.634973 -0.758221 1.000.000 -0.881134 -0.740804 DOT -0.088117 -0.614137 -0.576193 0.846573 -0.881134 1.000.000 0.527046 DK 0.710395 -0.524532 -0.426931 0.325542 -0.740804 0.527046 1.000.000

Lampiran 5. Uji Heteroskedastisitas

Lampiran 6. Uji Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 1.783750 Probability 0.354261

Obs*R-squared 4.453095 Probability 0.145724

Lampiran 7. Uji Normalitas

0 1 2 3 4 5 30000000 35000000 40000000 45000000 Series: Residuals Sample 1992 2004 Observations 13 Mean 39990362 Median 42091905 Maximum 47341441 Minimum 29367143 Std. Dev. 6828923. Skewness -0.473252 Kurtosis 1.674200 Jarque-Bera 1.326808 Probability 0.515095 White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 1.812960 Probability 0.189389

Dokumen terkait