BAB III METODE PENELITIAN
3.5. Gambaran Umum Sistem
3.5.1. Data Uji
Pengujian algoritma hybrid FCM-CSO yang diimplementasikan pada kasus segmentasi citra ini memerlukan suatu data uji untuk mengetahui hasil dan kinerja dari algoritma ini. Data uji yang dapat digunakan dalam kasus ini adalah berupa citra atau image, baik citra berwarna maupun citra grayscale. Data uji yang dipakai untuk menguji algoritma ini adalah beberapa jenis citra standar test
image.
Citra uji standar (standar test image) adalah sekumpulan file citra digital yang telah digunakan oleh para peneliti untuk menguji berbagai algoritma pengolahan citra ataupun algoritma kompresi citra yang dikembangkan. Dengan menggunakan citra uji standar yang sama, maka peneliti yang berbeda dapat membandingkan hasil dari sistem yang mereka buat, baik secara visual maupun secara kuantitatif. Citra-citra yang dipilih adalah citra yang mewakili alam atau citra khusus lainnya dimana citra tersebut diperlukan untuk teknik pengolahan citra dalam suatu kasus tertentu. Citra uji lainnya dipilih karena menghadirkan berbagai tantangan untuk algoritma seperti rekonstruksi citra, detail dan tekstur yang halus, transisi dan tepi tajam, serta wilayah yang seragam. Selain itu, pada pengujian tertentu juga sering ditambahkan noise untuk menambah variasi dalam citra uji.
Citra uji yang digunakan pada penelitian ini adalah Weizmann Segmentation Dataset yang diperoleh dari situs www.weizmann-usa.org yang disediakan oleh Weizmaan Institute of Science, dimana situs tersebut menyediakan berbagai macam citra uji yang khusus digunakan untuk proses
segmentasi citra (Alpert S., dkk. 2007). Berbagai macam citra uji dengan beragam variasi dan karakteristik tersebut dibungkus kedalam sebuah dataset yang dapat diunduh secara gratis. Dari sekian banyak citra uji yang tersedia, pada penelitian ini hanya digunakan lima buah citra uji yang sudah dipilih berdasarkan karakteristik warna yang bervariasi. Lima buah citra uji yang akan digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.3 dibawah ini.
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 3.3 Citra uji: (a) horses.png, (b) chain.png,
(c) carriage.png, (d) duck.png, (e) redberry.png. (Alpert S., dkk. 2007)
Masing-masing citra uji yang terdapat dalam Weizmann Segmentation Dataset ini memuat citra ground truth segmentation, yaitu hasil segmentasi citra yang diharapkan dari masing-masing citra uji. Citra ground truth ini dibuat secara manual sesuai dengan persepsi manusia. Berikut citra ground truth segmentation sesuai dengan citra uji yang akan digunakan diatas.
(a) (b) (c)
(d) (e)
Gambar 3.4 Citra ground truth segmentation : (a) gt-horses.png, (b) gt-chain.png, (c) gt-carriage.png, (d) gt-duck.png, (e) gt-redberry.png
3.5.2. Inputan Parameter 1) Jumlah Cluster
Jumlah cluster disini merupakan banyaknya cluster atau kelompok warna yang diinginkan pada citra hasil segmentasi. Algoritma FCM-CSO dan FCM standar diujikan menggunakan parameter jumlah cluster yang berbeda-beda untuk mengetahui jumlah cluster yang paling optimal dari setiap citra uji.
2) Metode Segmentasi
Parameter metode segmentasi yang digunakan pada sistem yang dikembangkan ini ada dua pilihan, yaitu dengan metode FCM standar atau dengan
metode FCM-CSO. Pengujian akan dilakukan dengan menggunakan masing-masing kedua metode ini.
3.5.3. Segmentasi Citra Menggunakan Algoritma FCM-CSO
Setelah data berupa citra uji yang diperlukan terkumpul, maka dilanjutkan dengan tahap pengembangan model. Model Cat Swarm Optimization yang asal mulanya digunakan untuk menyelesaikan atau mencari nilai optimal, dikembangkan dengan cara menggabungkannya dengan algoritma clustering Fuzzy C-Means untuk melakukan segmentasi citra. Secara umum, model algoritma ini terdiri dari dua bagian utama, yaitu melakukan clustering dengan Fuzzy C-Means dan selanjutnya melakukan pencarian pusat cluster terbaik menggunakan algoritma Cat Swarm Optimization. Data yang akan diolah pada model algoritma ini adalah data nilai piksel yang terdapat pada citra uji dalam ruang warna RGB. Jadi, input dari model ini adalah berupa populasi data piksel citra, jumlah cluster (k), maksimum iterasi dan minimum toleransi, serta nilai seeking memory (SM) dan seeking range (SR) yang akan digunakan pada proses
Cat Swarm Optimization. Langkah-langkah dari segmentasi citra dengan
1) Pre-Processing : Statistical Region Merging dan Color Correction
Metode Statistical Region Merging (SRM) ini sejenis dengan teknik
region growing and merging. Pada region growing, region adalah kumpulan
piksel yang homogen dan secara iterasi merupakan hasil gabungan dari region yang lebih kecil. Statistical Region Merging mengikuti urutan tertentu dari pemilihan region.
Algoritma ini digunakan untuk mengevaluasi nilai-nilai dalam sebuah rentang regional dan dikelompokkan bersama berdasarkan kriteria merging sehingga menghasilkan list yang lebih kecil. Pada bidang pengolahan citra digital berfungsi mengelompokkan piksel-piksel yang bertetangga berdasarkan shades yang jatuh dalam sebuah threshold tertentu (Qualification Criteria). Diagram alir segmentasi metode SRM dapat dilihat pada Gambar 3.6. Parameter yang diperlukan dalam proses ini adalah Q yaitu kompleksitas segmentasi (Richard Nock, dkk., 2004).
Gambar 3.6 Diagram Alur SRM (Richard Nock, dkk., 2004) Mulai
I = Citra RGB
M(N, NO) = maxS∈U,V,WM:(N, NO) M:(N, NO) = |NS− NS′|
Hitung selisih antar piksel, sesuai dengan konektifitas 4-arah
Y0O= ZB7[B\;CB[:]8;^(Y0, M) Urutkan selisih dari nilai terkecil ke nilai terbesar 8 = 1, 8_[B:]8 = |Y0|, ^ = 256, = 32 b =(6|\|1") c(d) = ^ef2 |d|g ln j1 kdb l|U|k Menghitung nilai b(R) i <= iterasi /(d, dO) = m n o n p _Bq[, 8M ∀S∈ sd, t, uv |dSO − dS| ≤ xc"(d) + c"(dO) M:y][, Z_ℎ[B{8][ | Menghitung merging predicate
dS
}}}} adalah nilai rata-rata warna pada region R, color chanel a
P(R, R’) true? Merge R(p), R(p’) i++ i++ Selesai ya tidak ya tidak
2) Menghitung pusat dan keanggotaan cluster dengan Fuzzy C-Means Algoritma Fuzzy C-Means menempatkan piksel citra kedalam masing-masing cluster dengan menggunakan membership fuzzy. Misalkan = (D , D" , … , D~) menunjukkan citra dengan N buah piksel yang akan dipartisi kedalam c buah cluster. Algoritma ini merupakan optimasi iteratif yang meminimalisasi cost function, dimana cost function yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi objektif Xie Beni Index.
Cost function diminimalisasi jika piksel berada dekat dengan pusat
clusternya akan diberikan nilai keanggotaan cluster yang tinggi, sebaliknya nilai keanggotaan yang rendah diberikan jika piksel berada jauh dari pusat clusternya.
Membership function menunjukkan probabilitas suatu piksel dapat dimiliki oleh
suatu cluster tertentu. Nilai probabilitas pada algoritma Fuzzy C-Means sangat tergantung pada jarak suatu piksel ke masing-masing pusat cluster pada domain fitur. Membership function dan pusat cluster diperbaharui dengan persamaan berikut : •0 = [€ (/ − ) " # )]#'' ∑‚ [∑ (/ − # •)"]#'' (3.1) Dan „ =∑ •~ 0#N0 0 ∑ •~ 0# 0 (3.2)
Dimulai dengan menghitung pusat cluster pada inisialisasi, Fuzzy C-Means akan menyempitkan atau konvergensi ruang solusi „ yang menunjukkan
local minimum. Konvergensi dapat dideteksi dengan membandingkan perubahan
yang terjadi pada membership function atau pusat cluster pada dua buah iterasi. Tahap-tahap yang dilakukan pada langkah ini dapat diuraikan detailnya sebagai berikut:
a) Menentukan inisialisasi nilai awal pada komponen-komponen Fuzzy C-Means, misalnya seperti berikut ini:
(1) Banyaknya cluster yang diinginkan --> c = 2 (2) Pangkat (pembobot) --> m = 2
(3) Maksimum Iterasi --> maxIter = 100 (4) Toleransi minimum --> e = 0,0000001 (5) Fungsi Objektif awal --> P0 = 0 (6) Iterasi awal --> iter = 1
b) Membangkitkan matriks partisi Uik dengan komponen i = banyaknya data; dan k = banyak cluster (pertama kali dibangkitkan secara bebas atau random, dengan kisaran nilai dari 0 sampai 1).
c) Setelah matriks partisi terbentuk, langkah selanjutnya adalah menghitung posisi pusat cluster dengan Persamaan (3.2).
d) Setelah diperoleh pusat-pusat cluster yang baru, tahap selanjutnya adalah menghitung fungsi objektif atau cost function dengan menerapkan Persamaan (3.5).
e) Tahap terakhir dari langkah ini adalah memperbaharui matriks partisi • dengan menggunakan Persamaan (3.1).
3) Menggabungkan Membership Function dengan Spatial Function
Salah satu karakteristik dari citra adalah bahwa piksel-piksel tetangga sangat berhubungan atau berkaitan. Dengan kata lain, piksel yang bertetanggaan memiliki nilai fitur yang hampir mirip, dan memiliki probabilitas yang besar mereka berada dalam cluster yang sama. Hubungan spasial ini sangat penting dalam clustering, tapi hal ini tidak diperhitungkan dalam algoritma Fuzzy C-Means standar. Untuk menggali informasi spasial, fungsi spasial (Keh-Shih Chuang dkk, 2006) dirumuskan sebagai berikut :
ℎ0 = q…
…∈~W(† )
(3.3)
Dimana ‡u(/0) adalah square window yang berpusat pada piksel /0 pada domain spasial. Misalnya window berukuran 5x5 akan digunakan dalam penelitian ini, maka perhitungan dan pengecekan dengan fungsi spasial ini akan dilakukan hanya pada piksel window itu saja. Sama seperti membership function, spatial
function ℎ0 ini merepresentasikan probabilitas piksel D dimiliki oleh cluster ke-i.
Spatial function dari suatu piksel terhadap suatu cluster bernilai besar jika
sebagian besar piksel-piksel tetangganya dimiliki oleh cluster yang sama. Spatial
function ini digabungkan dengan membership function menjadi persamaan sebagai
q0′ =∑ q0ˆq∗ ℎ0‰
0‚ ˆ ∗ ℎ0‚‰
‚ (3.4) Dimana p dan q adalah parameter yang mengontrol keperluan yang bersifat relatif dari fungsi tersebut. Dalam region yang homogen, spatial function tersebut dapat dengan mudah membatasi fungsi membership yang asli, dan hasil
clustering tidak akan berubah. Namun pada piksel yang mengandung noisy,
formula ini mengurangi bobot noisy pada cluster dengan memberikan label pada piksel-piksel tetangganya. Hasilnya, misclassified piksels dari region yang mengandung noisy dapat dengan mudah diperbaiki (Keh-Shih Chuang dkk, 2006).
Misalnya digunakan window 5x5 piksel untuk menghitung spatial
function pada citra contoh dibawah, maka untuk h1k (piksel ke-1) piksel tetangganya adalah sebagai berikut :
10 10 15 15 20 25 30 30 13 18 18 12 18 17 40 35 150 156 157 40 13 18 18 100 50 156 160 50 13 18 18 120 100 12 18 17 40 35 20 200 120 13 18 18 13 18 18 150 200 150 156 12 18 17 40 35 150 18 17 40 35 13 18 18
Gambar 3.7 Contoh spatial information 5x5 window pada citra sampel
Misalnya terdapat dua buah cluster, maka ℎ sama dengan jumlah semua nilai •0 dan ℎ " sama dengan jumlah semua nilai •0", dimana i merupakan
semua piksel tetangga yang dimiliki oleh piksel ke-1, fungsi spasial ini dapat dilihat pada Persamaan (3.3). Setelah semua piksel dihitung fungsi spasialnya, langkah selanjutnya adalah menghubungkan membership function dengan spatial
function sesuai dengan Persamaan (3.4) sehingga diperoleh matriks partisi yang
baru. Setelah diperoleh matriks partisi yang baru, tahapan terakhir dari Langkah No.2 ini adalah memetakan ulang masing-masing piksel kedalam clusternya.
4) Menghitung Nilai Fitness
Fitness function atau cost function yang digunakan pada model algoritma
ini adalah Xie-Beni Cluster Validity Index (Xie X.L. dan Beni G.A., 1991), yang mendefinisikan fungsinya sebagai berikut :
VŒ• = − ∑ ∑ u •X − V •
" %
‘
N ∗ fmin” ••V − V •"–g (3.5) Vi adalah pusat cluster ke-i dengan jumlah cluster adalah c. Xj merupakan nilai warna dari piksel ke-j dan N adalah jumlah total piksel yang dimiliki oleh citra. Konsep dari fungsi validasi cluster ini adalah clustering yang bagus adalah yang menghasilkan data sampel yang dipadatkan kedalam sebuah cluster dan sampel-sampel tersebut dipisahkan antara satu cluster dengan cluster yang lainnya. Kualitas clustering yang bagus diperoleh dengan meminimalkan nilai Vxb.
5) Inisialisasi Algoritma Cat Swarm Optimization
Pada model algoritma Cat Swarm Optimization, sebuah pusat cluster menunjukkan sebuah cats dan set solusinya adalah pusat cluster baru yang
diharapkan menghasilkan nilai fitness yang lebih optimal, dimana dalam kasus ini nilai fitness lebih kecil adalah yang lebih optimal.
a) Representasi Individu
Posisi cat i ditunjukkan oleh 0 yang mewakili solusi clustering ke–i. Ruang solusi clustering dibentuk dari angka-angka real yang mewakili koordinat dari pusat cluster. Panjang dari solusi adalah K x m, dimana K adalah jumlah cluster dan m adalah jumlah atribut dari objek. Elemen m yang pertama menunjukkan m buah dimensi dari pusat cluster pertama, elemen m berikutnya menunjukkan pusat cluster kedua, dan seterusnya. Contohnya :
a. Citra grayscale dengan m=1 dan K=3, individunya dapat berupa matriks angka {225 58 145} dimana mewakili koordinat tiga buah pusat cluster yaitu {(225) (58) (145)}.
b. Citra berwarna (RGB) dengan m=3 dan K=4, individunya dapat berupa {225 15 200 58 90 150 230 194 180 55 27 15} yang mewakili koordinat empat buah pusat cluster yaitu {(225 15 200) (58 90 150) (230 194 180) (55 27 15)}, dimana satu buah pusat cluster terdiri dari tiga angka yang mewakili nilai warna RGB.
Untuk inisialisasi algoritma CSO yang digunakan pada penelitian ini, pusat-pusat cluster yang dijadikan individu 0 adalah pusat-pusat cluster yang
dihasilkan pada operasi Fuzzy C-Means sebelumnya. b) Inisialisasi
Pada tahap inisialisasi algoritma CSO standar, cats secara acak ditentukan apakah menjadi seeking mode atau tracing mode. Oleh karena itu,
secara acak ditentukan /G buah cat menjadi seeking mode dan /H buah cat menjadi
tracing mode, dimana /G dan /H menyatakan jumlah cat apakah berada pada
seeking mode atau tracing mode, dengan d#— merupakan mixture ratio yang digunakan untuk mengatur jumlah cat pada mode yang berbeda. Hal ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
˜//H = ™d#—∗ /š
G = / − /H | (3.6)
Namun pada metode yang dikembangkan ini variabel mixture ratio d#— yang disebutkan diatas dihilangkan. Artinya tidak terdapat rasio jumlah cat mana yang menjadi seeking mode dan mana yang menjadi tracing mode. Setiap cat pada metode yang diusulkan ini akan melewati tahap seeking mode dan dilanjutkan dengan tahap tracing mode. Jumlah cat yang digunakan pada usulan penelitian ini adalah satu buah cat. Artinya terdapat satu buah solusi deretan pusat cluster yang nantinya akan dioptimalkan baik dengan seeking mode dilanjutkan dengan tracing
mode.
6) Memperbaharui pusat cluster dengan proses Seeking Mode
Mode ini digunakan untuk memodelkan cat dalam keadaan berisitrahat tetapi dalam kondisi siaga, melihat-lihat lingkungan sekitarnya untuk mencari tempat untuk bergerak. Cat dalam algoritma Cat Swarm Optimization pada permasalahan ini adalah pusat-pusat cluster, tepatnya pusat-pusat cluster yang dihasilkan dari operasi Fuzzy C Means pada langkah sebelumnya. Tahapan
seeking mode ini ditujukan untuk melihat-lihat atau mencari titik-titik di area
yang lebih optimal. Dalam seeking mode ada 4 faktor yang dijabarkan sebagai berikut :
a) Seeking memory (SM) : SM digunakan menentukan besarnya memori
pencarian pusat-pusat cluster, yang menyatakan berapa jumlah salinan dari pusat-pusat cluster tersebut, dinyatakan dengan nilai ‡3›. Dengan kata lain, ‡3› ini merupakan banyaknya posisi tetangga dari sebuah pusat cluster.
b) Self Position Flag (SPF) : SPF mengindikasikan apakah posisi pusat
cluster saat ini merupakan salah satu dari posisi tetangganya atau bukan. Jika œ3†2 = 1, maka posisi pusat cluster saat ini akan dilihat juga sebagai posisi tetangga (neighbouring position), dan sebaliknya œ3†2 = 0 menyatakan posisi pusat cluster saat ini tidak dianggap menjadi posisi tetangga. Variabel SPC ini bernilai boolean [0,1].
c) Changed Dimension (CD) : CD digunakan untuk menentukan jumlah
dimensi yang dapat dimutasi atau dirubah, dinotasikan dengan ‡•ž. Nilai
CD diasumsikan bernilai 100% pada metode yang dikembangkan ini.
Jadi, semua cat akan mengalami perubahan atau mutasi.
d) Seeking Range (SR) : SR merupakan rasio mutasi dari dimensi yang akan
dimutasi, dinotasikan dengan /3U, yang nilainya berada pada rentang 0 sampai dengan 1.
Setelah mendefinisikan keempat faktor diatas, langkah-langkah seeking
Langkah 1 : Membuat j buah salinan dari posisi masing-masing pusat cluster i, dimana > = ‡3›. Jika œ3†2 = 1 maka > = ‡3›− 1 dan posisi cat saat ini dianggap juga sebagai posisi tetangganya.
Langkah 2 : Untuk semua posisi tetangganya DŸO, dimana y = 1,2, … , ‡3›, dimensi yang dimutasi adalah DŸO = (1 ± /3U) ∗ D0 , dimana D0 menunjukkan dimensi yang akan dimutasi, k=1,2,..., ‡•ž. Nilai saat ini secara acak ditambahkan atau dikurangkan dengan SR persen, kemudian digunakan untuk menggantikan nilai yang lama.
Langkah 3 : Hitung nilai fitness (FS) untuk semua titik salinan atau kandidat pusat cluster pada posisi tetangga, dimana FS saat ini adalah XB Index. Nilai fitness ini dihitung menggunakan Persamaan (3.5).
Langkah 4 : Jika semua nilai fitness tidak benar-benar sama, hitung probabilitas terpilih masing-masing titik kandidat dengan menggunakan Persamaan (3.7), sebaliknya set probabilitas terpilih untuk semua titik sama dengan 1.
/0 = |YY¡0− YY¡#S¢|
YY¡#S¢− YY¡#0£ 789:;: 0 < 8 < > (3.7) Langkah 5 : Secara acak pilih salah satu posisi tetangga atau posisi kandidat dari pusat cluster untuk dijadikan tempat bergerak selanjutnya dengan menggunakan metode seleksi roullete
wheel, dimana posisi kandidat yang terpilih tersebut
merupakan calon pusat cluster yang baru.
Langkah 6 : Perbaharui nilai fitness dan pusat cluster. Setelah posisi pusat cluster dipindahkan, hitung kembali nilai fitness dari posisi pusat cluster terbaru yang diperoleh dari operasi seeking
mode ini. Nilai fitness yang diperoleh dari seeking mode ini
kemudian dibandingkan dengan nilai fitness sebelumnya, yaitu yang diperoleh dari operasi Fuzzy C-Means, dengan ketentuan sebagai berikut:
a) Jika œYGFF 0£¥ #¦@F < œYGFEFŸ§#£¨S maka pusat cluster yang dihasilkan dari seeking mode digunakan sebagai pusat cluster yang baru.
b) Sebaliknya jika œYGFF 0£¥ #¦@F ≥ œYGFEFŸ§#£¨S maka tetap gunakan pusat cluster sebelumnya, yaitu yang diperoleh dari operasi Fuzzy C-Means.
7) Memperbaharui pusat cluster dengan proses Tracing Mode
Mode ini digunakan untuk memodelkan cat dalam mengejar suatu target, sekali cat berada dalam tracing mode maka ia akan terus bergerak sesuai dengan kecepatannya (velocity) pada setiap dimensi. Tracing mode ini ditujukan untuk menggeser titik pusat cluster sehingga diharapkan dapat berada pada posisi yang lebih baik dengan menghasilkan fitness value yang lebih kecil. Langkah-langkah
Langkah 1 : Untuk pusat cluster 0, kecepatannya 0 diperbaharui dengan persamaan:
0 = 0 + B ∗ C ∗ +DE − D0 , (3.8) Dimana > = 1,2, … , (« ∗ 9), DE merupakan elemen ke-j dari individu terbaik DE dan D0 merupakan elemen ke-j dari individu D0. Selanjutnya C merupakan sebuah konstanta untuk memperluas kecepatan dari cat dalam bergerak dalam ruang solusi, dan B adalah nilai random dalam rentang 0 dan 1. Pada penelitian ini nilai C yang digunakan adalah 2. Langkah 2 : Perbaharui posisi cat 0 dengan persamaan:
D0 = D0 + „0 (3.9) Langkah 3 : Setelah posisi cat diperbaharui dengan menggunakan tracing
mode, selanjutnya adalah kembali menghitung nilai SSE.
Sama seperti Langkah No. 5 (Seeking Mode) diatas, nilai
fitness yang diperoleh dari tracing mode ini kemudian
dibandingkan dengan nilai fitness sebelumnya, jika œYH—S 0£¥ #¦@F < œYGFEFŸ§#£¨S maka pusat cluster yang dihasilkan dari tracing mode ini digunakan sebagai pusat cluster yang baru. Sebaliknya jika œYH—S 0£¥ #¦@F ≥ œYGFEFŸ§#£¨S maka tetap gunakan pusat cluster sebelumnya.
8) Ulangi dari Langkah No. 2 selama stopping criteria belum terpenuhi
Stopping criteria yang digunakan pada metode ini dibagi menjadi dua,
yaitu menggunakan maksimum iterasi dan minimum toleransi. Nilai maksimum iterasi yang digunakan adalah 100 iterasi, artinya ketika segmentasi citra sudah mencapai 100 iterasi maka prosesnya akan dihentikan. Stopping criteria yang kedua adalah batas minimum toleransi. Nilai toleransi adalah selisih antara nilai
fitness pada satu iterasi dengan iterasi sebelumnya. Batas minimum toleransi yang
digunakan pada penelitian ini adalah 0.0000001. Jika nilai toleransi lebih kecil dari batas minimumnya maka proses segmentasi citra akan berhenti. Jika stopping
criteria ini sudah tercapai maka akan dilanjutkan ke Langkah No.9, sebaliknya
jika belum terpenuhi maka proses akan diulangi dari Langkah No.2 dan masuk ke iterasi selanjutnya (i++).
9) Ekstraksi citra hasil segmentasi sesuai dengan keanggotaan clusternya Setelah proses FCM-CSO selesai, maka diperoleh nilai fitness dan pusat-pusat cluster terbaik dari semua iterasi. Selanjutnya nilai dari masing-masing pusat cluster dipetakan pada semua data piksel yang menjadi anggotanya, sehingga semua piksel berubah nilai warnanya sesuai dengan keanggotaan clusternya masing-masing.
Output dari model ini adalah berupa citra yang sudah tersegmentasi,
dengan jumlah cluster yang dapat ditentukan oleh user. Citra hasil segmentasi ini kemudian dapat dikomparasi dengan citra hasil segmentasi menggunakan algoritma Fuzzy C-Means standar.
3.5.4. Tahap Pengujian dan Evaluasi Hasil
Tahap ini merupakan tahap evaluasi dari model yang dikembangkan, dimana model akan diuji untuk mengetahui apakah telah mampu memberikan hasil clustering yang lebih bagus dan optimal. Pengujian model yang dikembangkan ini menggunakan beberapa jenis citra uji yang dipaparkan pada sub bab sebelumnya. Beberapa citra uji tersebut akan diproses menggunakan model FCM-CSO dan menggunakan sebuah model lagi sebagai pembanding yaitu algoritma FCM standar. Model yang dikembangkan ini akan dikomparasi dengan algoritma FCM standar menggunakan dua buah pendekatan sebagai berikut:
1) Pengukuran terhadap waktu eksekusi dan nilai cluster validity index Perbandingan unjuk kerja sistem yang dikembangkan ini dilakukan dengan mengukur nilai cluster validity index dan rata-rata waktu eksekusi untuk setiap citra yang diuji. Pengukuran nilai cluster validity index bertujuan untuk menilai kualitas hasil clustering suatu algoritma. Pengukuran rata-rata waktu eksekusi bertujuan untuk mengetahui seberapa cepat algoritma yang dikembangkan dapat menyelesaikan segmentasi citra.
Untuk menilai kualitas partisi yang dihasilkan oleh suatu algoritma
clustering, perlu digunakan suatu fungsi yang disebut dengan cluster validity index dimana fungsi ini melakukan evaluasi terhadap hasil akhir dari sebuah clustering. Fungsi cluster validity index yang akan digunakan pada penelitian ini
2) Pengukuran hasil dengan menggunakan kuesioner
Perbandingan secara human perception dilakukan dengan menggunakan kuesioner, dimana dalam kuesioner tersebut ditampilkan citra output hasil segmentasi menggunakan model FCM-CSO dan dengan menggunakan algoritma FCM standar. Responden dari kuesioner ini adalah mahasiswa, dosen, atau pakar yang memahami tentang pengolahan citra digital, khususnya segmentasi citra.
Perbandingan dilakukan oleh responden secara visualisasi dan diberi nilai dengan menggunakan skala Likert. Menurut Sugiyono (2006), Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, persepsi dan pendapat seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala Likert , maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan.
Skala Likert yang digunakan pada kuesioner ini terdiri dari empat penilaian, yaitu Sangat Setuju (bobot = 4), Setuju (bobot = 3), Tidak Setuju (bobot = 2), dan Sangat Tidak Setuju (bobot = 1). Skor tertinggi untuk seluruh item adalah jumlah sampel dikalikan 4 (Sangat Setuju). Sedangkan skor terendah adalah jumlah sample dikalikan 1 (Sangat Tidak Setuju). Tingkat persetujuan sebesar §#ŸS- G ¦—
G ¦— HF—H0£¥¥0∗ 100%. Dari hasil perhitungan yang diperoleh maka dapat disimpulkan tentang persepsi responden terhadap perbandingan hasil segmentasi