• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Hubungan

BAB IV HASIL DAN INTERPRETASI DATA

A. Gambaran Umum Subjek Penelitian

3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Hubungan

Berdasarkan status hubungan, gambaran subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 4.3. berikut ini:

Tabel 4.3. Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Status Hubungan

Status Hubungan Jumlah (N) Persentase

Single 179 65.57%

Berpacaran 84 30.77%

Bertunangan 1 0.37%

Menikah 9 3.29%

Total 273 100%

Berdasarkan data pada tabel 4.3., dapat dilihat bahwa jumlah subjek penelitian yang berstatus single sebanyak 179 orang (65.57%), selanjutnya subjek yang berpacaran sebanyak 84 orang (30.77%), subjek yang bertunangan sebanyak 1 orang (0.37%), dan subjek yang telah menikah sebanyak 9 orang (3.29%). B. Hasil Penelitian

1. Hasil Analisis Tematik

Berdasarkan respon yang diberikan oleh seluruh subjek penelitian pada pertanyaan terbuka pertama mengenai peran keluarga dalam pemilihan pasangan, diperoleh sebanyak 234 responden menjawab memiliki peran dan sebanyak 39 responden menyatakan tidak ada peran keluarga dalam pemilihan pasangan. Berdasarkan analisa tematik, diperoleh tujuh tema respon yang diberikan oleh responden yang menjawab memiliki peran dengan total respon sebanyak 327 jawaban. Berikut jumlah respon berdasarkan tema yang muncul.

59

Tabel 4.4. Peran Keluarga dalam Pemilihan Pasangan dari Sudut Pandang Anak

Peran yang diberikan keluarga dalam memilih pasangan

anaknya

Jumlah (N) Persentase

Suku yang sama 122 37.3%

Nasihat dan memilah calon yang cocok

107 32.72%

Menjodohkan anaknya 41 12.54%

Memberi kebebasan pada anaknya 27 8.26%

Latar belakang keluarga pasangan anaknya

15 4.59%

Agama yang sama 14 4.28%

Jumlah sinamot yang diberikan 1 0.31%

Total 327 100%

Berdasarkan respon yang diberikan oleh seluruh subjek penelitian pada pertanyaan terbuka kedua mengenai pertimbangan seorang Batak Toba dalam memilih pasangan, ada sebanyak 262 responden yang memberikan jawaban dan sebanyak 11 orang responden tidak memberikan jawaban. Berdasarkan analisa tematik, diperoleh 11 tema respon yang diberikan oleh responden yang memberikan jawaban dengan total respon sebanyak 582 jawaban. Berikut jumlah respon berdasarkan tema yang muncul.

Tabel 4.5. Pertimbangan Seorang Batak Toba dalam Memilih Pasangan

Pertimbangan seorang Batak Toba dalam memilih pasangan

Jumlah (N) Persentase

Agama yang sama 175 30.07%

Karakter dan sifat 87 14.95% Pekerjaan, pendidikan dan

kemandirian

61 10.48%

Latar belakang keluarga 38 6.53%

Menerima apa adanya 29 4.98%

Menyayangi keluarga dan orang tuanya

24 4.12%

Pengetahuan mengenai adat Batak Toba

23 3.95%

Fisik dan usia 19 3.26%

Tidak mempermasalahkan suku 6 1.03%

Kemampuan reproduksi 1 0.18%

Total 582 100%

2. Hasil Uji Asumsi a. Uji Normalitas

Dalam penelitian ini, dilakukan uji normalitas untuk memastikan bahwa data yang diperoleh dari hasil penelitian ini benar-benar terdistribusi secara normal dalam populasi. Hasil uji normalitas menggunakan Normal P-P plots dalam SPSS 19.0 for windows. Pengujian ini menyatakan data berdistribusi normal apabila titik-titik nilai data terletak kurang lebih dalam satu garis lurus. Hasil uji normalitas dengan Normal P-P plots dapat dilihat dalam grafik dibawah ini:

61

Grafik 4.1. Uji Normalitas Variabel Identitas Etnik

Grafik 4.2. Uji Normalitas Variabel Pemilihan Pasangan Batak Toba

Berdasarkan grafik di atas, menunjukkan bahwa titik-titik nilai data untuk kedua variabel penelitian terletak kurang lebih dalam satu garis lurus. Hal ini menunjukkan bahwa data untuk variabel identitas etnik dan pemilihan pasangan Batak Toba berasal dari populasi yang terdistribusi normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua variabel penelitian ini yaitu identitas etnik dan pemilihan pasangan Batak Toba memiliki hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel 4.6. dibawah ini:

Tabel 4.6. Uji Linearitas Variabel Identitas Etnik dan Pemilihan Pasangan Batak Toba

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig. Pemilihan Between (Combined)

Pasangan * Groups Linearity Identitas Etnik Deviation From Linearity Within Groups Total 1839.977 1386.483 453.494 3961.657 5801.634 26 1 25 246 272 70.768 1386.483 18.140 16.104 4.394 84.094 1.126 .000 .000 .313

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai signifikansi linearitas adalah 0.000 untuk variabel identitas etnik dengan pemilihan pasangan Batak Toba. Pada tabel di atas juga menunjukkan bahwa nilai p < 0.05, maka dapat disimpulkan telah memenuhi asumsi linearitas.

3. Hasil Utama Penelitian

a. Hubungan Identitas Etnik dengan Pemilihan Pasangan Batak Toba Penelitian ini merupakan jenis penelitian korelasional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu identitas etnik dan pemilihan pasangan Batak Toba pada Suku Batak Toba kelahiran Jakarta. Oleh sebab itu, pengujian hubungan antara kedua variabel dalam penelitian ini menggunakan

63

metode analisis korelasi Pearson Product Moment dengan menggunakan bantuan program SPSS 19.0 for windows.

Tabel 4.7. Hasil Analisis Korelasi Pearson Product Moment Identitas

Etnik

Pemilihan Pasangan Identitas Etnik Pearson Correlation

Sig. (2-tailed) N 1 273 .489** .000 273 Pemilihan Pearson Correlation

Pasangan Sig. (2-tailed) N .489** .000 273 1 273 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa terdapat hubungan antara identitas etnik dengan pemilihan pasangan Batak Toba pada Suku Batak Toba kelahiran Jakarta, dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0.489; p = 0.000 dengan p < 0.05. Nilai positif yang dimiliki menunjukkan bahwa variabel identitas etnik dan pemilihan pasangan Batak Toba memiliki hubungan positif, yaitu semakin tinggi identitas etnik maka akan semakin tinggi keinginan untuk memiliki pasangan Batak Toba.

b. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Variabel Penelitian

i. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Identitas Etnik

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur identitas etnik dalam penelitian ini adalah Multigroup Ethnic Identity Measure (MEIM), perangkat tes yang telah baku hasil penelitian Jean S. Phinney sejak tahun 1992 dan di revisi pada tahun 1999. Setelah dilakukan uji reliabilitas, digunakan 11 aitem yang memenuhi persyaratan untuk kemudian dianalisis menjadi data penelitian dengan rentang 1-4 sehingga dihasilkan total skor minimum 11 dan total skor maksimum 44.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh total skor maksimum 44 dan skor minimum 20. Hasil perhitungan nilai rata-rata empirik dan nilai rata-rata hipotetik identitas etnik dapat dilihat pada tabel 4.8. berikut ini:

Tabel 4.8. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Identitas Etnik

Variabel Identitas Etnik

Nilai Hipotetik Empirik

Min 11 20

Maks 44 44

Mean 27.5 31,3

SD 5.5 5.092

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai rata-rata hipotetik identitas etnik sebesar 27.5 dengan standar deviasi 5.5, sedangkan nilai rata-rata empirik identitas etnik sebesar 31.3 dengan standar deviasi sebesar 5.092. Jika dilihat perbandingan antara rata-rata empirik dengan rata-rata hipotetik, maka diperoleh nilai rata-rata empirik lebih besar dibanding nilai rata-rata hipotetik dengan selisih sebesar 3.8.

ii. Nilai Empirik dan Nilai Hipotetik Pemilihan Pasangan Batak Toba

Peneliti menggunakan skala Pilihan Pasangan Batak Toba untuk melihat gambaran pemilihan pasangan Batak Toba. Setelah dilakukan uji reliabilitas digunakan 14 aitem yang memenuhi persyaratan untuk kemudian dianalisis menjadi data penelitian dengan rentang skor 1-4 sehingga dihasilkan total skor minimum 14 dan total skor maksimum 56.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh total skor maksimum empiric adalah 56 dan skor minimum empirik adalah 36. Hasil perhitungan nilai rata-rata

65

empiric dan nilai rata-rata hipotetik pemilihan pasangan Batak Toba dapat dilihat pada tabel 4.9. berikut ini:

Tabel 4.9. Perbandingan Mean Hipotetik dan Mean Empirik Pemilihan Pasangan Batak Toba

Variabel Pemilihan Pasangan Batak Toba Nilai Hipotetik Empirik

Min 14 36

Maks 56 56

Mean 35 45.68

SD 7 4.618

Berdasarkan tabel di atas, diperoleh nilai hipotetik pemilihan pasangan Batak Toba sebesar 35 dengan standar deviasi sebesar 7, sedangkan nilai rata-rata empirik pemilihan pasangan Batak Toba sebesar 45.68 dengan standar deviasi sebesar 4.618. Jika dilihat perbandingan antara rata-rata empirik dengan rata-rata hipotetik, maka diperoleh nilai rata empirik lebih besar dibanding nilai rata-rata hipotetik dengan selisih sebesar 10.68.

c. Kategorisasi Data Penelitian

i. Kategorisasi Variabel Identitas Etnik

Norma kategorisasi variabel identitas etnik yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.10. Norma Kategorisasi Identitas Etnik

Rentang Nilai Kategori

X < Median Menengah Bawah

Berdasarkan hasil perhitungan median terhadap data identitas etnik, didapatkan besar nilai median identitas etnik adalah 32. Kategorisasi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

Tabel 4.11. Kategorisasi Data Identitas Etnik

Rentang Nilai Kategori Jumlah Persentase

X < 32 Menengah Bawah 136 49.82%

X ≥ 32 Menengah Atas 137 50.18%

Total 273 100%

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 137 subjek penelitian memiliki identitas etnik pada kategori menengah atas, dan sebanyak 136 subjek penelitian pada kategori menengah bawah. Semakin tinggi skor identitas etnik subjek menunjukkan bahwa pemahaman mengenai etniknya semakin tinggi, dan sebaliknya semakin rendah skor identitas etnik seseorang maka semakin rendah pemahaman subjek mengenai etniknya.

ii. Kategorisasi Variabel Pemilihan Pasangan Batak Toba

Norma kategorisasi pemilihan pasangan Batak Toba yang digunakan adalah sebagai berikut:

Tabel 4.12. Norma Kategorisasi Pemilihan Pasangan

Rentang Nilai Kategori

X < Median Menengah Bawah

X ≥ Median Menengah Atas

Berdasarkan hasil perhitungan median terhadap data pemilihan pasangan Batak Toba, didapatkan besar nilai median pemilihan pasangan Batak Toba adalah 45. Kategorisasi yang diperoleh adalah sebagai berikut:

67

Tabel 4.13. Kategorisasi Data Pemilihan Pasangan Batak Toba

Rentang Nilai Kategori Jumlah Persentase

X < 45 Menengah Bawah 124 45.42%

X ≥ 45 Menengah Atas 149 54.58%

Total 273 100%

Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebanyak 149 subjek penelitian memiliki pemilihan pasangan Batak Toba pada kategori menengah atas, dan sebanyak 124 subjek penelitian pada kategori menengah bawah. Semakin tinggi skor pemilihan pasangan Batak Toba subjek menunjukkan bahwa semakin tinggi subjek tersebut menginginkan pasangan yang berasal dari Suku Batak Toba, dan sebaliknya semakin rendah skor yang dimiliki maka semakin rendah keinginan memiliki pasangan Suku Batak Toba.

C. Pembahasan

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa identitas etnik pada Suku Batak Toba kelahiran Jakarta memiliki hubungan dengan pemilihan pasangan Batak Toba. Hal tersebut berdasarkan nilai korelasi (r) sebesar 0.489; dengan p = 0.01. Nilai r yang positif menandakan bahwa arah hubungan identitas etnik dan pemilihan pasangan Batak Toba bernilai positif, yang berarti semakin tinggi identitas etnik yang dimiliki oleh individu maka akan semakin tinggi juga pemilihan pasangan Batak Toba.

David M. Buss (1985) mengemukakan bahwa seorang individu cenderung untuk memilih seseorang untuk dinikahi yang memiliki kemiripan dengan dirinya hampir di setiap variabel. Demikian juga halnya Suku Batak Toba yang berada di Jakarta, mereka akan cenderung untuk memilih pasangan yang memiliki

kesamaan. Salah satu kesamaan yang diinginkan adalah kesamaan latar belakang budaya yang dimiliki. Adat pernikahan merupakan salah satu budaya Batak Toba yang masih dipertahankan hingga saat ini. Proses pernikahan yang ada dalam adat, menuntut kedua keluarga untuk memiliki dalihan na tolu masing-masing. Dengan memiliki dalihan na tolu, maka mereka akan dapat mengetahui posisi masing-masing keluarga dalam adat nantinya. Dengan adanya hal seperti ini, akan membuat individu Batak Toba memiliki kecenderungan memiliki pasangan yang berasal dari Batak Toba untuk menghindari proses yang lebih berbelit-belit.

Adanya hubungan positif antara identitas etnik yang dimiliki oleh individu dengan kecenderungan untuk memilih pasangan yang juga Batak Toba berkaitan erat dengan falsafah yang ada dalam budaya Batak Toba.Dalam Batak Toba terdapat sebuah falsafah yang dapat dianggap sebagai harapan yang ingin dicapai oleh Batak Toba. Adapun falsafah yang dimaksud terdiri dari tiga prinsip hidup Batak Toba yaitu hagabeon, hasangapon, dan hamoraon (Simanjuntak, 2006). Agar dapat mencapai tiga harapan tersebut, tak jarang Batak Toba pergi merantau untuk memperoleh hamoraon (kesuksesan) yang mungkin didapatkan di perantauan. Kemampuan ekonomi yang baik terkadang dijadikan tolak ukur keberhasilan merantau seseorang, namun saat ini banyak yang menyarankan untuk tidak mendefenisikan hamoraon hanya sebatas kekayaan materi saja. Bagi setiap Batak Toba tentu ingin memperoleh hamoraon, hal ini bisa juga membuat generasi muda Batak Toba untuk memilih pasangan yang memiliki daya juang untuk meraih kesuksesan.

69

Prinsip berikutnya yang dipegang oleh Batak Toba adalah prinsip

hasangapon (kehormatan). Prinsip ini sangat cocok bagi kehidupan masyarakat

Batak Toba tidak lepas dalam kehidupan berkelompok. Prinsip hasangapon merupakan rasa bangga yang dimiliki seseorang karena disegani sehingga diberikan tempat istimewa dalam perkumpulan adat yang dilakukan oleh Batak Toba. Prinsip ini juga berkaitan dengan keinginan sesama Batak Toba untuk menjalin hubungan pernikahan. Dimana dengan adanya hubungan ini akan membuat kekerabatan dalam Batak Toba akan semakin erat, dan bagi hula-hula akan memperoleh kehormatan dari pihak mempelai pria.

Prinsip terakhir yang dipegang oleh Batak Toba adalah prinsip hagabeon (memiliki keturunan). Memiliki banyak anak laki-laki merupakan hal yang sangat diimpikan oleh orang Batak Toba, dengan begitu mereka dapat melanjutkan keberlangsungan marganya. Dengan adanya keturunan maka prinsip hamoraon dan hasangapon yang telah diperoleh akan semakin lengkap. Namun di era yang semakin berkembang ini, keinginan orang Batak Toba memiliki banyak anak sudah kurang relevan mengingat angka pertumbuhan penduduk dan biaya hidup yang semakin mahal. Sementara bagi generasi Batak Toba yang telah paham akan pentingnya mempertahankan budayanya, akan berusaha untuk memiliki keturunan yang dapat terus melanjutkan budaya Batak Toba.

Bagi Suku Batak Toba yang berada di Jakarta tentu masih memiliki hasrat untuk mencapai harapan yang dimiliki oleh Batak Toba pada umumnya.Orang Tua Batak Toba di Jakarta juga masih menerapkan atau menurunkan nilai budaya tersebut kepada anak-anaknya. Mereka memiliki harapan agar anaknya juga

memperoleh hagabeon dengan memiliki keturunan yang dapat menjaga keberlangsungan marganya. Generasi muda Batak Toba diharapkan memperoleh pendidikan yang setinggi-tingginya dan memiliki kehidupan yang lebih baik dari orang tuanya seperti pepatah Batak Toba, anakkon hi do hamoraon di au(anakku adalah harta kekayaanku). Sementara harapan hasangapon yang dimiliki oleh orang tua terhadap anaknya adalah agar anaknya suatu saat nanti tidak lupa untuk mengurus orang tuanya apabila sudah tua nanti.

Berdasarkan penelitian ini juga diperoleh bahwa identitas etnik yang dimiliki oleh Batak Toba kelahiran Jakarta yang menjadi subjek penelitian tergolong tinggi. Tinggi rendahnya pemahaman seseorang mengenai budayanya bisa dipengaruhi dekatnya hubungan antara anak dengan salah satu atau kedua orang tuanya. Selain itu, identitas budaya berupa marga yang melekat pada seseorang juga membuat orang akan merasa bagian dari budaya tersebut. Dengan memiliki marga maka keingintahuan seseorang akan etniknya bisa muncul, hal ini merupakan salah satu aspek yang dikemukakan oleh Phinney pada tahun 1992 yaitu exploration. Berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Phinney, dengan lebih memahami mengenai budayanya maka akan menguatkan kelekatan, kebanggaan dan perasaan senang yang dimiliki seseorang mengenai identitas etniknya sehingga memunculkan rasa memiliki (commitment) terhadap etnik Batak Toba.

Identitas etnik yang dimiliki oleh seseorang mengacu pada commitment dengan exploration, dimana individu mempertimbangkan sikap yang dimiliki oleh orang tua dan lingkungan sosialnya, dan telah mengembangkan pemahaman

71

sendiri mengenai etniknya (Phinney, 2004). Eksplorasi yang dilakukan oleh dewasa awal Batak Toba kelahiran Jakarta adalah proses memahami keanggotaannya dalam kelompok etniknya, dan juga mencoba mengetahui sejarah, budaya dan posisinya dalam adat Batak Toba.

Dengan memahami mengenai identitas etniknya, maka individu juga tentu memiliki hasrat untuk tetap mempertahankan keberlangsungan Batak Toba. Bagi laki-laki maupun wanita Batak Toba, memiliki pasangan yang berasal dari suku yang sama tentu akan membantu menaikkan harkat dan martabat keluarga serta keberlangsungan marganya. Apabila anaknya memiliki pasangan yang berasal dari Batak Toba, tentu merupakan kebanggaan tersendiri bagi orang tua namun bukan berarti orang tua tidak menyetujui apabila anaknya memilih pasangan dari suku yang lain. Alasan orang tua bangga terhadap pernikahan sesama Batak Toba adalah berdasarkan pengalaman sendiri yang tidak mengalami kendala dalam pelaksanaan adat Batak Toba. Sehingga identitas etnik yang dimiliki seseorang bisa menjadi penghubung atau penengah antara pemilihan pasangan yang dianjurkan oleh orang tua dengan yang seorang anak inginkan dalam memilih pasangan.

Pada saat menyebarkan kuesioner penelitian ini, peneliti juga membagikan kepada beberapa subjek yang merupakan sebuah komunitas pemuda gereja HKBP yang merupakan gereja Suku Batak Toba.Terdapat kurang lebih empat puluh orang subjek yang merupakan pemuda HKBP. Walaupun data subjek yang berasal dari gereja adat ini tidak dilampirkan terpisah dari subjek lainnya, namun berdasarkan hasil observasi peneliti menemukan hal yang menarik.Skor yang

dihasilkan oleh subjek pemuda HKBP menunjukkan identitas etnik Batak Toba yang tergolong tinggi. Tingginya identitas etnik ini erat kaitannya dengan kelompok sosial yaitu kumpulan pemuda gereja yang merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi identitas etnik seseorang.

Hasil berikutnya yang diperoleh dari penelitian ini, menunjukkan bahwa kecenderungan untuk memilih pasangan yang berasal dari Suku Batak Toba juga tergolong tinggi.Bagi Batak Toba dalam memilih pasangan hidup merupakan hal harusnya mempertimbangkan banyak hal. Salah satu hal yang perlu diingat bahwa dalam Batak Toba, pernikahan merupakan sebuah kegiatan adat yang sangat penting. Dimana melalui kegiatan adat tersebut, akan terjadi proses penyatuan dua keluarga yang sebelumnya tidak memiliki hubungan apapun menjadi saling berhubungan secara adat kedepannya. Bagi keluarga Batak Toba yang masih mempertahankan kegiatan adat Batak Toba, keberlangsungan adat merupakan hal yang sangat diinginkan. Untuk itu, di dalam keluarga Batak Toba tentu berusaha untuk memiliki pasangan dari anaknya yang juga berasal dari Batak Toba.

Menurut Townsend (1993) pemilihan pasangan terdiri atas tiga dimensi. Dimensi yang pertama adalah physical attractiveness, dimana dari dimensi ini ingin mengungkap bagaimana penampilan fisik seseorang dijadikan sebagai pertimbangan dalam memilih pasangan. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Joanna Scheib (2001) menemukan bahwa perempuan yang diminta untuk membayangkan suami idamannya memilih laki-laki tidaklah harus memiliki penampilan fisik yang menarik saja, namun memiliki karakter yang baik (andal, setia, baik, pengertian, dewasa dan sabar), sementara laki-laki lebih

73

memperhatikan penampilan fisik pasangannya ketimbang karakter yang dimiliki pasangannya.

Bagi Suku Batak Toba, tidak dapat dipungkiri bahwa penampilan fisik juga dapat dijadikan pertimbangan fisik dalam memilih pasangan namun terdapat juga pandangan mengenai reproduksi juga menjadi pertimbangan. Bagi masyarakat yang masih memegang nilai tradisional dalam kehidupannya, sangat signifikan berhubungan dengan tingginya kesuksesan reproduksi (Bugerhoff Mulder, 1987; Hill & Hurtado, 1996). Memiliki keturunan merupakan hal yang sangat diharapkan oleh Suku Batak Toba, dengan hal inilah maka eksistensi marga Batak Toba terus berlanjut.

Dimensi yang berikutnya adalah status attractiveness, dimana seseorang mengharapkan pasangannya dapat memahami dan menempatkan posisinya dalam budaya Batak Toba. Bagi Batak Toba, memilih pasangan berdasarkan pertimbangan praktis dan kesamaan latar belakang budaya diharapkan dapat meningkatkan kemungkinan pasangan tersebut melalui pernikahan yang lebih mulus. Hal ini dapat muncul karena adanya pengalaman yang telah dilalui oleh orang tua dan disalurkan kepada anak-anaknya untuk memilih pasangan bersuku sama. Dalam memilih pasangan hidup, laki-laki lebih menekankan penampilan fisik pasangannya ketimbang perempuan, dan perempuan akan lebih menekankan pada status sosial/ekonomi yang dimiliki pasangannya ketimbang laki-laki (Feingold, 1988).

Dimensi terakhir yang dikemukakan oleh Townsend adalah kesediaan mendukung pasangan (willingness to support).Dengan pemahaman yang ada

mengenai adat pernikahan dalam Batak Toba, tentunya mendorong seseorang untuk melaksanakan pernikahan sesuai adat yang berlaku. Melalui pelaksanaan adat pernikahan, diharapkan menjadi sarana pengenalan terhadap keluarga besar pasangannya masing-masing. Sebab pernikahan yang terjadi dalam Suku Batak Toba juga berarti telah menyatukan dua buah keluarga ke dalam suatu hubungan yang saling membutuhkan dalam kegiatan adat kedepannya.

Dengan mengetahui mengenai adat yang berlaku dalam Batak Toba dan memahami perannya sebagai generasi muda Batak Toba, membuat mereka memiliki peran untuk menjaga keberlangsungan budaya maupun silsilah keluarganya. Selain memperoleh pemahaman mengenai budaya Batak Toba melalui orang tua, generasi muda juga memperoleh pemahaman mengenai budaya Batak Toba dari kelompok sosial Batak Toba yang ada di Jakarta. Hal ini membuat Suku Batak Toba di Jakarta berdasarkan hasil data yang diperoleh, menunjukkan bahwa sebanyak 50.18% subjek memiliki identitas etnik menengah ke atas dan sebanyak 49.82% subjek memiliki identitas etnik menengah ke bawah. Dengan identitas etnik yang dimiliki oleh subjek Suku Batak Toba kelahiran Jakarta, memiliki hubungan dengan kecenderungan memilih pasangan yang berasal dari Suku Batak Toba, yaitu sebanyak 54.58% memiliki kecenderungan menengah ke atas untuk memilih pasangan Suku Batak Toba dan sebanyak 45.42% memiliki kecenderungan menengah ke bawah untuk memilih pasangan Suku Batak Toba.

Dalam penelitian ini juga terdapat metode pengumpulan data secara kualitatif. Data kualitatif yang diperoleh melalui pertanyaan terbuka yang

75

diberikan bersamaan dengan kuesioner penelitian ini.Untuk pertanyaan terbuka ini, responden diberikan kebebasan untuk memberikan responnya. Pada pertanyaan terbuka pertama yang diberikan kepada seluruh responden mengenai peran keluarga dalam pemilihan pasangan anaknya, seluruhnya memberikan jawaban. Sebanyak 234 responden memberikan jawaban bahwa ada peran keluarga dalam menentukan pasangan anaknya, sementara sebanyak 39 responden menyatakan tidak ada peran keluarga dalam hal tersebut. Dari 234 responden yang memberikan jawaban ada peran keluarga dalam menentukan pasangan, terdapat tujuh tema jawaban yang diberikan dengan total respon sebanyak 327 jawaban.

Saran untuk memiliki pasangan yang berasal dari Suku Batak Toba muncul sebanyak 122 (37.3%), kemudian diikuti dengan memberikan nasihat dalam memilih calon pasangan yang cocok bagi anaknya sebanyak 107 (32.72%). Diurutan ketiga adalah saran untuk menjodohkan anaknya dengan paribannya sebanyak 41 (12.54%), dan sebanyak 27 (8.26%) diberikan kebebasan oleh orang tua untuk memilih pasangannya. Berikutnya sebanyak 15 (4.59%) disarankan untuk melihat latar belakang keluarga calon pasangannya, kemudian sebanyak 14 (4.28)% disarankan untuk memilih pasangan yang satu agama dan diurutan

Dokumen terkait