• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS DAYASAING KOMODITI HORTIKULTURA

ini menangkap sisi penawaran komoditi hortikultura dunia.

6. Jarak ekonomi ( ) merupakan pengukuran jarak antar ibukota (pusat ekonomi) antara negara eksportir dan negara j pada tahun ke-t. Jarak geografis digunakan sebagai proksi untuk biaya transportasi dan komunikasi, serta waktu pengiriman yang dibutuhkan oleh suatu negara dalam melakukan ekspor dan impor. Penghitungan jarak ekonomi adalah sebagai berikut:

Jarak = Jarak geogra is X GDP ⁄GDP

7. Nilai tukar riil ( _ ) merupakan nilai tukar riil mata uang negara eksportir (LCU) terhadap dolar Amerika pada tahun ke-t.

R_EXR = Nilai tukar nominal LCUUS $ x I ndeks har ga konsumen USA Indeks har ga konsumen negara ekspor tir

8. Tarif ( ) yaitu menyatakan ad valorem tariff terhadap komoditi hortikultura yang diterapkan oleh negara tujuan ekspor pada tahun ke-t dan dinyatakan dalam persen. Tarif ini bertindak sebagai hambatan perdagangan terhadap ekspor produk hortikultura Indonesia.

9. Sanitary and Phytosanitary ( ) merupakan jumlah SPS yang diterapkan di negara tujuan ekspor pada tahun t.

4 GAMBARAN UMUM DAN ANALISIS DAYASAING

KOMODITI HORTIKULTURA

Deskripsi Ekspor Komoditi Hortikultura

Pertanian merupakan salah satu jenis lapangan usaha yang menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) cukup besar bagi perekonomian suatu negara khususnya negara berkembang. Data Bank Dunia (WDI) menunjukkan bahwa total PDB nominal dunia dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, akan tetapi kontribusi PDB dari sektor pertanian terhadap PDB dunia antara tahun 2007 sampai dengan 2013 mengalami tingkatan stabil berada pada kisaran 3 persen. Berdasarkan penggolongan area kawasan, maka Afrika merupakan penyumbang kontribusi pertanian paling besar yaitu rata-rata selama tujuh tahun sebesar 15,6 persen. Sedangkan untuk kategori berdasarkan pendapatan maka negara dengan pendapatan rendah (low income) menyumbang kontribusi terbesar yaitu rata-rata pertahun sebesar 33,3 persen. Indonesia yang merupakan salah satu negara agraris, selama tahun 2007-2013 memiliki rata-rata kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nasional adalah sebesar 14,1 persen masih lebih tinggi dibandingkan dengan Thailand (11,9 persen) dan China (9,8 persen) namun lebih rendah jika dibandingkan dengan India (18,1 persen).

26

Tabel 3 Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB nominal tahun 2007-2013 (%)

Country Name 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

East Asia & Pacific 4,27 4,29 4,22 4,16 4,16 4,10 4,04

Euro area 1,74 1,66 1,52 1,64 1,68 1,72 1,75

Latin America & Caribbean 5,15 5,10 5,15 5,08 5,07 5,06 5,12

Sub-Saharan Africa 16,35 16,74 17,51 15,03 14,67 14,68 14,16 High income 1,48 1,48 1,40 1,48 1,56 1,53 1,58 Middle income 10,33 10,32 10,38 10,12 10,17 10,03 10,02 Low income 32,32 33,32 33,60 33,66 33,39 34,09 32,70 World 3,09 3,05 2,99 3,00 3,12 3,06 3,08 Sumber: FAO, 2015

Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang terdiri sayur- sayuran, buah-buahan, tanaman biofarmaka (tanaman obat), dan florikultura (tanaman hias) menjadi salah satu komoditi subjek perdagangan internasional. Karena tingkat konsumsinya yang tinggi, maka setiap negara berlomba-lomba untuk memproduksi komoditi hortikultura, baik untuk memenuhi kebutuhan/konsumsi domestik maupun untuk diperdagangkan di pasar internasional guna mendatangkan devisa bagi negara mereka. Pada Tabel 4 dapat dilihat sepuluh negara produsen enam komoditi hortikultura terbesar di pasar dunia. Pada Tabel 4 ini, China dan India merupakan produsen terbesar lima komoditi hortikultura dunia (kecuali nanas), yaitu kentang, kubis, pisang, nanas, jambu mangga manggis dan jahe. Untuk Indonesia, negara ini masih masuk dalam 10 (sepuluh) produsen hortikultura buah-buahan dan biofarmaka yaitu pisang, nanas, jambu mangga manggis, dan jahe.

Tabel 4 Negara produsen terbesar 6 (enam) komoditi hortikultura di pasar dunia tahun 2007-2013

No Kentang Kubis Pisang Nanas

Jambu, Mangga, Manggis

Jahe

1 China China India Costa Rica India India

2 India India China Brazil China China

3 Rusia Rusia Philippines Philippines Thailand Nepal

4 Ukraine Republic

of Korea Brazil Thailand Indonesia Indonesia 5 Amerika

Serikat Japan Ecuador Indonesia Mexico Nigeria

6 Jerman Ukraine Indonesia China Pakistan Thailand

7 Bangladesh Indonesia Guatemala India Brazil Bangladesh

8 France Amerika

Serikat Angola Nigeria Bangladesh Japan

9 Belanda Romania Tanzania Mexico Nigeria Cameroon

10 Polandia Angola Burundi Colombia Egypt Philippines

27

Neraca perdagangan pada komoditi hortikultura secara agregat dari tahun 2009 sampai dengan 2013 masih menunjukkan tren defisit neraca perdagangan negara maju yang relatif besar. Berdasarkan data UNComtrade, neraca perdagangan hortikultura negara berkembang bernilai positif dan untuk negara maju bernilai negatif. Artinya, nilai ekspor komoditi hortikultura di negara maju mempunyai nilai lebih kecil dibandingkan nilai impornya. Neraca perdagangan komoditi tersebut jika dilihat pada Gambar 7, dari tahun 2008 sampai dengan 2013, nilai surplus negara berkembang semakin membesar yaitu dari surplus US $ 303 ribu pada tahun 2009 menjadi surplus US $ 598 ribu pada tahun 2013. Tabel 5 Perkembangan neraca perdagangan hortikultura dunia tahun 2009-2014

(ribu US $)

Neraca Perdagangan Tahun

2009 2010 2011 2012 2013 2014

Negara Maju -601.976 -647.659 -824.410 -783.697 -547.554 -634.233 Negara Berkembang 303.373 483.992 601.533 592.695 575.081 598.372 Sumber: UN Comtrade, 2015 (diolah)

Berdasarkan pengelompokan berdasarkan kode HS, secara agregat komoditi hortikultura yang terdiri dari tanaman hias (HS 06), sayur-sayuran (HS 07), buah- buahan (HS 08) dan biofarmaka (HS 0910) mengalami kenaikan dalam hal nilai ekspornya. Komoditi hortikultura yang memiliki rata-rata nilai ekspor terbesar adalah buah-buahan yang mencapai US$ 55,24 juta pada periode 2005 – 2009, meningkat menjadi US$ 71,16 juta selama periode 2010 – 2014. Produk lainnya (tanaman hias, sayuran dan biofarmaka) memberikan kontribusi sebesar 53 persen terhadap ekspor hortikultura dunia pada periode 2009 – 2014.

Tahun 2005 – 2009 Tahun 2010 – 2014

Sumber: UN Comtrade, 2015 (diolah)

Gambar 10 Komposisi rata-rata nilai ekspor komoditi hortikultura dunia tahun 2005-2014

Perbandingan produksi dan perdagangan hortikultura dunia berdasarkan kawasan dapat dilihat pada Gambar 8. Selama periode tahun 2007-2013, rata-rata volume produksi terbesar dunia adalah kentang dengan Asia merupakan penyumbang terbesar yaitu rata-rata produksi per tahunnya adalah sebesar 160 juta ton. Untuk komoditi jambu mangga manggis dan jahe, kawasan Eropa bukan merupakan produsen, namun kawasan ini masih tetap dapat menjadi eksportir. Jika dilihat dari kontribusi

Tanam an Hias 13,93% Sayur- sayuran 38,85% Buah- buahan 46,09% Biofarma ka 1,12% Tanam an Hias 12,55% Sayur- sayuran 39,01% Buah- buahan 47,07% Biofarma ka 1,37%

28

volume ekspor terhadap volume produksi dunia, maka secara rata-rata kontribusi ekspor jahe merupakan yang terbesar yaitu 21,9 persen. Namun jika dilihat per kawasan, secara rata-rata kontribusi volume ekspor terhadap produksi terbesar adalah nanas di kawasan Eropa yaitu 17.198,9 persen (volume ekspor lebih besar dari volume produksinya). Hal ini menunjukkan bahwa ekspor pada kawasan ini sangat tergantung pada impornya (neraca perdagangan defisit).

Tabel 6 Rata-rata volume produksi, ekspor, dan impor 6 (enam) komoditi hortikultura dunia tahun 2007-2013 (ton)

Kawasan Afrika Amerika Asia Eropa Oceania Dunia

HS. 070190 Produksi 25.021.153 41.462.557 160.238.521 120.682.340 1.782.384 349.186.956 Ekspor 492.920 884.428 1.727.271 6.512.386 55.900 9.709.975 Impor 1.457.788 899.546 1.305.508 7.313.230 25.837 11.065.192 Share Ekspor thd Produksi (%) 1,97 2,13 1,08 5,40 3,14 2,78 HS. 070490 Produksi 3.369.206 2.282.859 50.366.184 11.482.491 121.702 67.622.442 Ekspor 6.041 353.390 612.283 647.180 1.673 1.654.196 Impor 8.366 418.664 839.424 802.875 936 2.071.925 Share Ekspor thd Produksi (%) 0,18 15,48 1,22 5,64 1,37 2,45 HS. 080300 Produksi 15.699.736 26.960.699 57.373.594 396.317 1.381.120 101.811.466 Ekspor 578.858 13.231.939 2.719.543 2.522.613 108 19.148.845 Impor 680.374 5.534.721 3.352.704 8.872.106 86.278 18.734.530 Share Ekspor thd Produksi (%) 3,69 49,08 4,74 636,51 0,01 18,81 HS. 080430 Produksi 3.523.081 7.850.179 10.276.842 3.209 153.820 21.807.130 Ekspor 93.147 2.005.755 339.773 551.890 98 2.991.854 Impor 6.158 928.556 346.767 1.404.270 7.957 2.698.673 Share Ekspor thd Produksi (%) 2,64 25,55 3,31 17.198,94 0,06 13,72 HS. 080450 Produksi 4.436.543 4.695.972 28.837.736 - 49.262 38.019.513 Ekspor 89.255 625.394 664.973 141.515 4.149 1.534.632 Impor 18.502 398.252 484.735 363.129 3.544 1.277.865 Share Ekspor thd Produksi (%) 2,01 13,32 2,31 - 8,42 4,04 HS. 091010 Produksi 235.753 6.979 1.615.286 - 2.636 1.860.654 Ekspor 27.474 7.856 550.487 14.550 936 408.384 Impor 13.125 38.653 246.645 45.139 1.559 341.391 Share Ekspor thd Produksi (%) 11,65 112,57 34,08 - 35,50 21,95

29

Perkembangan harga ekspor enam komoditi hortikultura tahum 2007 – 2014 menunjukkan fluktuasi yang cukup beragam (Gambar 11). Peningkatan cukup signifikan ditunjukkan oleh jahe dengan rata-rata pertumbuhannya sebesar 62 persen dan berada pada kisaran harga rata-rata sebesar US $ 892/ton. Demikian halnya jambu mangga dan manggis menunjukkan tren peningkatan. Sementara itu. beberapa komoditi seperti kentang, kubis, pisang, dan nanas mengindikasikan tingkatan stabil dalam periode yang sama.

Sumber: UN Comtrade, 2015 (diolah)

Gambar 11 Perkembangan harga 6 (enam) komoditi hortikultura dunia tahun 2007-2014

Identifikasi Dayasaing Komoditi Hortikultura

Produksi dan perdagangan komoditi pertanian memainkan peran ekonomi utama di banyak negara berkembang termasuk Indonesia. karena sebagian besar masyarakatnya bergantung pada sektor pertanian. Komoditi hortikultura yang bernilai tinggi telah diindikasikan sebagai sektor yang dapat memberikan peluang nyata untuk meningkatkan pendapatan pertanian dan mengurangi kemiskinan di negara-negara berkembang. Menurut Bank Dunia. komoditi yang bernilai tinggi memberikan kesempatan bagi petani di negara berkembang untuk bersaing dalam pangsa pasar ekspor yang menguntungkan ini.

Keunggulan komparatif merupakan salah satu faktor penentu dayasaing suatu komoditi di pasar tujuan ekspor. Analisis keunggulan komparatif digunakan karena nilai ekspor yang tinggi bukan merupakan suatu acuan utama apakah suatu komoditi memiliki performa yang baik di pasar tujuan. Untuk memperkuat argumen tingkat kinerja ekspor komoditi hortikultura. penelitian ini menggunakan analisis pendekatan nilai Revealed Comparative Advantage (RCA) dan nilai Export Product Dynamic (EPD) sebagai pengukur dayasaing ekspor komoditi hortikultura negara eksportir di pasar dunia.

Nilai EPD mengukur posisi pasar dari produk suatu negara untuk tujuan pasar tertentu. Ukuran ini mempunyai kemampuan untuk membandingkan kinerja ekspor diantara negara-negara di seluruh dunia. Selain itu dengan menggunakan EPD. dinamis

0 200 400 600 800 1.000 1.200 1.400 1.600 1.800 2.000 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 T o n / U S $

30

dan kompetitif atau tidaknya performa suatu produk dapat diketahui. Posisi pasar ideal bertujuan untuk memperoleh pangsa ekspor tertinggi sebagai Rising Star. ditandai dengan negara tersebut memperoleh pangsa pasar untuk produk-produk yang berkembang cepat. Lost Opportunity dihubungkan dengan penurunan pangsa pasar pada produk yang dinamis. Kondisi ini paling tidak diinginkan karena hal ini berarti kita kehilangan kesempatan pangsa ekspor untuk komoditi yang dinamis di pasar dunia. Kondisi Falling Star juga tidak diinginkan walaupun tidak seperti kondisi Lost Opportunity. karena pangsa pasarnya meningkat meskipun bukan pada produk yang dinamis di pasar dunia. Sementara itu. Retreat berarti produk tersebut tidak diinginkan lagi di pasar. Namun bisa diinginkan kembali jika pergerakannya jauh dari produk stagnan dan bergerak mendekati peningkatan pada produk dinamis. Komoditi hortikultura yang dianalisis dayasaingnya yaitu kentang, kubis, pisang, nanas, jambu mangga manggis, dan jahe.

Dayasaing Kentang

Kentang merupakan sumber karbohidrat sebagian besar negara di dunia khususnya di negara maju. Rata-rata total produksi kentang dunia tahun 2007-2013 sebesar 349 juta ton per tahun, di mana penyumbang produksi terbesar dunia adalah kawasan Asia sebesar 160 juta ton atau sebesar 45,89 persen dari total produksi dunia. Namun jika dilihat dari share ekspor terhadap produksi, maka kawasan Eropa merupakan kawasan dengan rata-rata share ekspor terbesar yaitu 67,07 persen ekspor dunia atau rata-rata share ekspor terhadap produksi selama tujuh tahun sebesar 5,4 persen (tertinggi di pasar dunia). Berdasarkan hasil perhitungan nilai RCA 124 negara eksportir kentang (HS. 070190) di pasar dunia tahun 2004-2013, maka terdapat 41 negara yang memiliki dayasaing yang kuat (nilai RCA > 1) dan 83 negara yang memiliki dayasaing yang lemah. Dari 41 negara dengan dayasaing kuat, 26 negara merupakan negara berkembang dan 15 negara merupakan negara maju. Hasil perhitungan kombinasi RCA dan EPD menunjukkan 13 negara mempunyai dayasaing ekspor kentang yang kuat dan berada pada posisi falling stars di pasar dunia, terdiri dari 8 negara berkembang dan 5 negara maju; 28 negara mempunyai dayasaing ekspor yang kuat dan berada pada posisi retreat, terdiri dari 10 negara maju dan 18 negara berkembang; 34 negara mempunyai dayasaing ekspor kentang yang lemah dan berada pada posisi falling stars, terdiri dari 5 negara maju dan 29 negara berkembang; serta 49 negara mempunyai dayasaing ekspor yang lemah dan berada pada posisi retreat, terdiri dari 15 negara maju dan 34 negara berkembang.

Selama periode 2004 – 2013, Indonesia merupakan negara eksportir kentang dengan daya saing ekspor kentang lemah (nilai rata-rata RCA 0,121) dan berada pada posisi falling stars, hal ini berarti ekspor kentang Indonesia mengalami peningkatan di pasar dunia dengan permintaan kentang dunia yang stagnan atau menurun. Sedangkan dalam persaingannya dengan sesama negara berkembang, dayasaing ekspor kentang Indonesia menghasilkan nilai yang lebih tinggi (nilai rata-rata RCA 0,256). Untuk perhitungan EPD, ekspor kubis Indonesia masih tetap berada pada posisi falling stars. Namun jika dibandingkan dengan empat negara eksportir kentang di kawasan ASEAN seperti Vietnam, Malaysia, Singapura dan Thailand maka dayasaing ekspor kentang Indonesia masih lebih tinggi dibandingkan keempat negara tersebut dengan nilai rata- rata RCA ekspor kentang secara berturut-turut sebesar 0,04; 0,056; 0,096; dan 0,014. Selama periode 2004 – 2013, di kawasan ASEAN hanya negara Laos yang memiliki dayasaing ekspor kentang kuat yaitu nilai rata-rata RCA nya sebesar 2,056.

31

Tabel 7 Hasil perhitungan rata-rata nilai RCA dan EPD kentang dunia tahun 2004-2013

Daya Saing dan Posisi Pasar

Kentang

Dunia % Antar Negara

Berkembang %

Jumlah Negara Eksportir 124 89

RCA Kuat 41 33,06 27 30,34 Lemah 83 66,94 62 69,66 EPD Falling Stars 47 37,90 37 41,57 Retreat 77 62,10 52 58,43

RCA & EPD

Kuat Falling Stars 13 10,48 8 8,99

Kuat Retreat 28 22,58 19 21,35

Lemah Falling Stars 34 27,42 29 32,58

Lemah Retreat 49 39,52 33 37,08

Berdasarkan hasil perhitungan RCA dan EPD ekspor komoditi kentang dalam persaingan antar sesama negara berkembang, terdapat 27 negara dengan dayasaing ekspor yang kuat (8 negara posisi falling stars dan 19 negara posisi retreat) serta 62 negara berkembang dengan dayasaing ekspor kentang yang lemah (29 negara posisi falling stars dan 33 negara posisi retreat).

Dayasaing Kubis

Kubis merupakan salah satu sayuran yang potensial untuk dikembangkan dalam perdagangan internasional. Rata-rata ekspor kubis dunia sebesar 1,65 juta ton per tahun atau hanya sekitar 2,45 persen dari rata-rata total produksi kubis dunia. Selama tahun 2004-2013, terdapat 93 eksportir negara berkembang dan 34 eksportir negara maju di pasar dunia. Berdasarkan hasil perhitungan RCA, terdapat 33 negara berdaya saing ekspor kubis kuat (5 negara maju dan 28 negara berkembang) serta 94 negara berdaya saing lemah (29 negara maju dan 65 negara berkembang). Hasil perhitungan EPD menunjukkan bahwa pangsa pasar komoditi kubis dunia berada pada pertumbuhan yang tidak dinamis. Berdasarkan hasil perhitungan RCA dan EPD, terdapat lima negara maju yang memiliki nilai rata-rata RCA lebih dari satu (RCA > 1) di pasar dunia dengan satu negara maju yaitu Spanyol pada posisi falling stars dan empat negara maju berada pada posisi retreat yaitu Lhituania, Belanda, Polandia, dan Portugal. Sedangkan dari 93 eksportir negara berkembang, terdapat 28 negara berkembang yang memiliki nilai rata- rata RCA lebih dari satu di pasar dunia terdiri dari 11 negara berkembang pada posisi falling stars dan 17 negara berkembang berada pada posisi retreat. Untuk perhitungan RCA dan EPD kubis dengan posisi dayasaing yang lemah (RCA < 1), terdiri dari 29 negara maju dengan 10 negara maju berada pada posisi falling stars dan 19 negara maju berada pada posisi retreat, serta 65 negara berkembang dengan 30 negara berkembang berada pada posisi falling stars dan 35 negara berkembang berada pada posisi retreat.

Untuk kinerja ekspor komoditi kubis dalam persaingan antar sesama negara berkembang, terdapat 44 negara dengan dayasaing ekspor yang kuat (19 negara posisi falling stars dan 25 negara posisi retreat) serta 49 negara berkembang dengan dayasaing ekspor kubis yang lemah (22 negara posisi falling stars dan 27 negara posisi retreat).

32

Tabel 8 Hasil perhitungan rata-rata nilai RCA dan EPD kubis dunia tahun 2004-2013

Daya Saing dan Posisi Pasar

Kubis

Dunia % Antar Negara

Berkembang %

Jumlah Negara Eksportir 127 93

RCA Kuat 33 25,98 44 47,31 Lemah 94 74,02 49 52,69 EPD Falling Stars 52 40,94 41 44,09 Retreat 75 59,06 52 55,91

RCA & EPD

Kuat Falling Stars 12 9,45 19 20,43

Kuat Retreat 21 16,54 25 26,88

Lemah Falling Stars 40 31,50 22 23,66

Lemah Retreat 54 42,52 27 29,03

Kinerja ekspor kubis Indonesia pada periode 2004 – 2013 menunjukkan hasil yang kurang bagus, dayasaing ekspor kubis lemah dan berada pada posisi falling stars di pasar dunia baik dalam persaingan antar negara maju dan negara berkembang (nilai rata-rata RCA 0,157) serta dalam persaingan antar negara berkembang (nilai rata-rata RCA 0,775). Namun jika dilihat perbandingan selama lima tahunan, maka dalam persaingan antar negara berkembang nilai rata-rata RCA ekspor kubis Indonesia mengalami penurunan yaitu dengan nilai rata-rata RCA periode 2004 – 2008 sebesar 1,203 menjadi sebesar 0,348 pada periode 2009 – 2013. Selama periode 2004 – 2013, di kawasan ASEAN hanya negara Laos yang memiliki dayasaing ekspor kubis kuat yaitu nilai rata-rata RCA nya sebesar 6,627. Namun ekspor kubis negara Laos berada pada posisi retreat, artinya ekspor kubis Laos mengalami penurunan atau mulai ditinggalkan di saat permintaan komoditi kubis dunia stagnan/menurun.

Dayasaing Pisang

Jumah negara eksportir pisang adalah 127 negara terbagi menjadi 93 negara berkembang dan 34 negara maju. Pisang merupakan buah-buahan yang potensial bagi perdagangan di dunia khusunya di kawasan Amerika. Selama tahun 2007-2013, rata- rata volume ekspor pisang terbesar di dunia adalah berada di kawasan Amerika yaitu sekitar 13,231 juta ton per tahun dengan share ekspor terhadap produksi sebesar 49,08 persen per tahun. Jika dilihat dari hasil perhitungan RCA ekspor komoditi pisang antar negara di pasar dunia, maka hanya sekitar 20,5 persen yang mempunyai nilai rata-rata RCA lebih dari satu atau sekitar 26 negara, yaitu 22 negara berkembang dan 4 negara maju. Sedangkan dalam persaingan antar sesama negara berkembang, terdapat 44 negara berkembang yang memiliki nilai rata-rata RCA lebih dari satu dan sisanya 49 negara mempunyai sayasaing ekspor pisang yang lemah. Berdasrkan perhitungan EPD, terdapat 69 negara (54,3 persen) yang mempunyai posisi rising stars dan 58 negara berada pada posisi lost opportunity dalam persaingan antar negara di pasar dunia. Sedangkan dalam persaingan antar sesame negara berkembang di pasar dunia, terdapat 41 negara berkembang berada pada posisi rising stars dan 52 negara berada pada posisi lost opportunity. Untuk kombinasi perhitungan RCA dan EPD, maka hanya ada sekitar 15 persen atau 19 negara eksportir di dunia yang mepunyai dayasaing kuat dan berada

33

pada posisi rising stars, di mana 89 persen merupakan negara berkembang atau sebanyak 17 negara berkembang dan hanya dua negara maju. Sedangkan dalam persaingan antar sesama negara berkembang, terdapat 19 negara berkembang dengan posisi rising stars dan mempunyai dayasaing yang kuat.

Tabel 9 Hasil perhitungan rata-rata nilai RCA dan EPD pisang dunia tahun 2004-2013

Daya Saing dan Posisi Pasar

Pisang

Dunia % Antar Negara

Berkembang %

Jumlah Negara Eksportir 127 93

RCA Kuat 26 20,47 44 47,31 Lemah 101 79,53 49 52,69 EPD Rising Stars 69 54,33 41 44,09 Lost Opportunity 58 45,67 52 55,91

RCA & EPD

Kuat Rising Stars 19 14,96 19 20,43

Kuat Lost Opportunity 8 6,30 25 26,88

Lemah Rising Stars 50 39,37 22 23,66

Lemah Lost Opportunity 50 39,37 27 29,03

Selama periode 2004 – 2013, ekspor pisang Indonesia mempunyai dayasaing lemah dan berada pada posisi lost opportunity di pasar dunia baik dalam persaingan antar negara maju dan negara berkembang (nilai rata-rata RCA 0,015) serta dalam persaingan antar sesama negara berkembang (nilai rata-rata RCA 0,054). Hal ini berarti dalam kondisi dayasaing komoditi pisang Indonesia yang lemah, ekspor pisang Indonesia mengalami penurunan/mulai ditinggalkan pada saat permintaan dunia mengalami peningkatan (pasar dunia dinamis). Selama periode 2004 – 2013, Indonesia harus bersaing dengan 6 negara eksportir pisang di kawasan ASEAN, 4 negara mempunyai dayasaing ekspor pisang lemah dan posisinya rising stars yaitu Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam serta 2 negara mempunyai dayasaing ekspor pisang kuat dan posisinya lost opportunity yaitu Laos dan Philipina.

Dayasaing Nanas

Nanas merupakan komoditi ekspor hortikultura unggulan di negara berkembang. Sepuluh negara produsen nanas terbesar dunia merupakan negara berkembang, lima negara di kawasan Asia (Philippines, Thailand, Indonesia, China, dan India) dan empat negara di kawasan Amerika (Costa Rica, Brazil, Mexico, dan Colombia) serta satu negara yaitu Nigeria berada di kawasan Afrika. Berdasarkan hasil perhitungan nilai RCA 108 negara eksportir nanas di pasar dunia untuk komoditi nanas (HS. 080430) tahun 2004-2013, maka terdapat 21 negara yang memiliki dayasaing yang kuat (nilai RCA > 1) dan 87 negara yang memiliki dayasaing yang lemah. Dari 21 negara dengan dayasaing kuat, 17 negara merupakan negara berkembang dan 4 negara merupakan negara maju. Hasil perhitungan kombinasi RCA dan EPD menunjukkan 13 negara mempunyai dayasaing ekspor nanas yang kuat dan berada pada posisi rising stars di pasar dunia, terdiri dari 12 negara berkembang dan hanya satu negara maju; 8 negara mempunyai dayasaing ekspor yang kuat dan berada pada posisi lost opportunity, terdiri

34

dari 3 negara maju dan 5 negara berkembang; 42 negara mempunyai dayasaing ekspor nanas yang lemah dan berada pada posisi rising stars, terdiri dari 12 negara maju dan 30 negara berkembang; serta 45 negara mempunyai dayasaing ekspor yang lemah dan berada pada posisi lost opportunity terdiri dari 17 negara maju dan 28 negara berkembang.

Sementara itu, hasil perhitungan EPD di persaingan antar sesama negara berkembang di pasar dunia menunjukkan hasil yang berbeda dengan persaingan antar negara di pasar dunia. Dalam persaingan antar negara (baik negara maju maupun negara berkembang) di pasar dunia, komoditi nanas berada pada posisi pasar yang dinamis. Sedangkan dalam persaingan antar sesama negara berkembang di pasar dunia, komoditi pisang berada pada posisi pasar yang tidak dinamis (stagnan). Berdasarkan hasil perhitungan RCA dan EPD dalam persaingan antar sesama negara berkembang, terdapat 30 negara berkembang dengan dayasaing ekspor nanas yang kuat (22 negara posisi falling stars dan 8 negara posisi retreat) serta 63 negara berkembang dengan dayasaing ekspor nanas yang lemah (21 negara posisi falling stars dan 42 negara posisi retreat). Tabel 10 Hasil perhitungan rata-rata nilai RCA dan EPD nanas dunia tahun 2004-2013

Daya Saing dan Posisi Pasar

Nanas

Dunia % Antar Negara

Berkembang %

Jumlah Negara Eksportir 108 93

RCA

Kuat 21 19,44 30 32,26

Lemah 87 80,56 63 67,74

EPD

Rising Stars 43 39,81 Falling Stars 41 44,09

Lost Opportunity 65 60,19 Retreat 52 55,91

RCA & EPD

Kuat Rising Stars 13 12,04 Kuat Falling Stars 22 23,66

Kuat Lost Opportunity 8 7,41 Kuat Retreat 8 8,60

Lemah Rising Stars 42 38,89 Lemah Falling Stars 21 22,58

Lemah Lost Opportunity 45 41,67 Lemah Retreat 42 45,16

Untuk Indonesia, selama sepuluh tahun ekspor nanas Indonesia mempunyai dayasaing yang lemah baik dalam persaingan antar negara maju dengan negara berkembang maupun dalam persaingan antar sesama negara berkembang. Berdasarkan perhitungan RCA dan EPD, dayasaing ekspor nanas Indonesia mempunyai nilai rata- rata RCA sebesar 0,015 dan berada pada posisi rising stars dalam persaingan antar negara baik negara maju maupun negara berkembang di pasar dunia. Sedangkan dalam persaingan antar sesama negara berkembang, nilai rata-rata RCA Indonesia adalah sebesar 0,073 dan berada pada posisi falling stars di pasar dunia.

Dayasaing Jambu Mangga Manggis

Produksi jambu mangga manggis terbesar dunia terdapat di kawasan Asia yaitu sebesar 28,84 juta ton per tahun atau sekitar 75,9 persen dari total produksi dunia. Namun jika dilihat dari share ekspor terhadap produksi, maka kawasan Amerika merupakan kawasan dengan share ekspor terhadap produksi tertinggi yaitu sebesar

35

13,32 persen per tahun sedangkan di kawasan Asia hanya 2,31 persen per tahun. Berdasarkan hasil perhitungan kombinasi RCA dan EPD, dari 34 negara yang

Dokumen terkait