• Tidak ada hasil yang ditemukan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.1 Gambaran umum kapal penangkap tuna di PPSNZJ

Berdasarkan Buku Statistik Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta Tahun 2010, armada kapal perikanan yang masuk di Pelabuhan Perikanan Samudera Nizam Zachman Jakarta (PPSNZJ) berjumlah 3.276. Angka ini mengalami penurunan sebesar 7% dari tahun sebelumnya karena faktor kenaikan biaya produksi yang tidak seimbang dengan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh menurut survey dari pihak UPT PPSNZJ. Jenis alat tangkap yang mendominasi di pelabuhan tersebut adalah alat tangkap tuna longline yaitu berjumlah 792 unit atau 24% dari jumlah kapal keseluruhan yang masuk di pelabuhan tersebut. Ditinjau dari GT (Gross Tonnage)-nya, kapal yang mengoperasikan alat tangkap tuna longline tersebut memiliki ukuran GT yang bervariasi yaitu antara 26 – 594 GT. Jumlah kapal penangkap tuna yang masuk pada tahun 2010 didominasi kapal yang berukuran 21 – 30 GT sebanyak 33%, 101 – 200 GT sebanyak 31%, 51 – 100 GT sebanyak 23% dan 31 – 50 GT sebanyak 7%. Objek penelitian ini adalah kapal tuna longline ukuran 50 – 70 GT.

Alat tangkap tuna longline sendiri terdiri dari main line yang terangkai dengan pelampung, radio buoy dan branch line yang merupakan tali cabang dari main line. Branch line terangkai dengan hook yang dilengkapi dengan kail, umpan dan kili-kili. Jumlah hook dapat mencapai ± 2.000 mata kail dengan panjang branch line mencapai ±50 meter dan total panjang rawai dapat mencapai ± 200 kilometer bergantung pada ukuran kapal. Pada saat pengoperasian alat tangkap tuna longline dilengkapi dengan radio buoy yang berfungsi untuk mendeteksi keberadaaan rangkaian alat tangkap tuna longline.

Dalam rangka meningkatkan produktivitas dan efektivitas, idealnya kegiatan operasi penangkapan tuna memerlukan alat bantu seperti line hauler, line thrower, belt conveyor, branch line ace, line arranger, hoist, radio buoy, side roller, radio direction finder, sekiyama stretcher, light buoy, takal atau block, search light dan ganco. Namun, beberapa kapal penangkap tuna yang di PPNZJ ini tidak menggunakan alat bantu yang disebutkan di atas. Kapal ini hanya memiliki line

hauler atau penarik tali utama, side roller, light buoy, takal ganco, radio buoy dan radio direction finder saja.

Pengoperasian alat tangkap yang bersifat pasif ini terdiri atas 3 tahap, yaitu, setting, drifting dan hauling. Setting merupakan kegiatan penurunan pelampung tanda, tali pelampung dan tali utama kemudian tali cabang dan mata pancing yang diberi umpan, begitu seterusnya sampai rangkaian habis. Drifting merupakan perendaman rangkaian tuna longline dengan membiarkannya hanyut selama 4 – 5 jam. Hauling dilakukan dengan menaikkan pelampung tanda, tali pelampung kemudian pancing sampai semua rangkaian habis terangkat ke atas dek. Kegiatan tersebut dilakukan 1 kali dalam sehari oleh ABK kapal yang umumnya berjumlah 14 – 20 orang. Keseluruhan trip penangkapan dapat berlangsung antara 2 – 8 bulan, tergantung ukuran kapalnya.

Alat tangkap seperti alat tangkap tuna longline ini tergolong pasif, yaitu dengan menunggu umpan dimakan oleh mangsanya. Oleh karena itu sebaiknya digunakanlah umpan yang tergolong atraktif yang memiliki sisik ikan yang mengkilat dan tulang punggung yang kuat. Umpan yang biasa digunakan bukan umpan buatan melainkan umpan sungguhan, antara lain: ikan lemuru (Sardinella sp.), ikan layang (Decapterus sp.), ikan kembung (Rastreliger sp.) atau ikan bandeng (Chanos chanos).

Ukuran kapal menentukan jumlah hari dilakukannya trip penangkapan. Satu trip penangkapan berkisar selama 2 – 8 bulan dengan 1 – 6 bulan efektif operasi. Waktu yang diperlukan untuk perjalanan dan pencarian fishing ground masing-masing adalah ± 3 hari. Tiap harinya dilakukan trip sebanyak 1 kali setiap harinya dengan rata-rata setting, drifting dan hauling masing-masing dilakukan selama 6 jam. Trip dilakukan setiap hari kecuali pada hari jumat. Musim puncak terjadi pada bulan September – Desember, musim sedang pada bulan Mei – Agustus dan musim paceklik pada bulan Januari – April.

Daerah penangkapan tuna bergantung pada penyebaran ikan tuna. Penyebaran ikan tuna di Indonesia berada di laut lepas sampai ke perairan samudera seperti di timur Samudera Hindia (barat Pulau Sumatera dan selatan Pulau Jawa), perairan Sulawesi, perairan Flores, dan utara Papua. Penentuan daerah penangkapan ikan dilakukan dengan cara lama yaitu dengan

mengandalkan pengalaman yang ada ataupun langsung menuju ke lokasi yang sudah dipasang rumpon. Kapal sudah dilengkapi dengan sistem autopilot untuk mencapai daerah penangkapan. Kapten kapal hanya perlu memasukkan koordinat atau lokasi penangkapan ikan dan kapal akan bergerak dengan sendirinya menuju posisi tersebut. Teknologi dalam penentuan daerah penangkapan ikan saat ini masih kalah dengan kapal-kapal asing yang telah menggunakan fish finder dengan jangkauan radar yang luas.

Hasil tangkapan dari kapal penangkap ikan yang didaratkan di PPSNZJ adalah madidihang, tuna mata besar, albakora, ikan pedang, cakalang dan gindara. Sebagian besar hasil tangkapan tersebut diekspor ke Jepang, Cina, Singapura, Taiwan dan Korea. Hasil produksi ikan di PPSNZ menurut jenis alat tangkap tuna longline pada bulan Januari – Maret 2011 disampaikan pada Lampiran 1.

Mutu hasil tangkapan sangat menentukan nilai jual ikan khusus untuk ikan ekspor. Oleh karena itu, penanganan hasil tangkapan yang benar menjadi faktor penentunya. Penanganan hasil tangkapan dilakukan di atas kapal sesaat setelah ikan tertangkap. Berdasarkan hasil wawancara dengan kapten KM Satelit, penanganan hasil tangkapan tuna kapal tuna longline di PPSNZJ sudah memenuhi standar penanganan mutu ikan ekspor yang diingikan oleh para eksportir.

Tuna yang tertangkap harus segera dibunuh untuk mengurangi tingkat stres pada tuna. Hal ini dilakukan dengan cara merusak syaraf pusat. Pembunuhan ikan melibatkan 2 orang ABK atau yang khusus menangani masalah penanganan ikan. Pembunuhan dilakukan dengan menahan dan memegang kepala ikan dan badan ikan. Paku pembunuh ditancapkan ke kepala ikan dengan sasaran sepanjang pusat syaraf otak di belakang mata sedalam 5 – 10 cm dan paku diputar-putar untuk merusak otak ikan tersebut sehingga ikan lebih cepat mati kemudian didinginkan sehingga kesegaran dapat dipertahankan. Insang, isi perut dan kotoran dibuang. Pembersihan dilakukan dengan mengguyur ikan dan menyikatnya dengan sikat. Lendir yang menempel di kulit juga harus dibersihkan mengunakan sikat yang lebih lunak yang digosokkan dengan gerakan satu arah dari kepala ke ekor untuk meminimalisir terlepasnya sisik ikan. Setelah ikan bersih, ikan tersebut dimasukkan ke dalam palka.

Dokumen terkait