• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Kanker Payudara

2.2.1.Definisi Kanker Payudara

Istilah kanker merujuk ke semua tumor ganas yang sering digunakan masyarakat awam (trans. Japaries, 2013). Kanker adalah penyakit yang timbul akibat pertumbuhan tidak normal jaringan tubuh yang berubah menjadi sel kanker (Pusdatin Kemenkes RI, 2015). Kanker merupakan penyakit neoplastik dengan perjalanan alamiah yang bersifat fatal. Tidak seperti sel-sel tumor jinak, sel kanker menunjukan sifat invasi dan metastatis, serta sangat anaplastik. Istilah kanker kadang-kadang digunakan sebagai sinonim istilah karsionoma (Dorlan, 2012).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 796 tahun 2010, kanker payudara adalah keganasan dari sel kelenjar, saluran kelenjar, dan jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara. Suprianto (2010) berpendapat bahwa kanker payudara adalah pertumbuhan sel payudara yang tidak terkontrol lantaran perubahan abnormal dari gen yang bertanggung jawab atas pengaturan pertumbuhan sel.

Secara normal, sel payudara yang tua akan mati, lalu digantikan oleh sel baru yang lebih ampuh. Regenerasi sel seperti ini berguna mempertahankan fungsi payudara. Pada kasus kanker payudara, gen yang bertanggung jawab terhadap pengaturan pertumbuhan sel termutasi. Kondisi itulah yang disebut kanker payudara (Suprianto, 2010).

2.2.2.Epidemiologi Kanker Payudara

Berdasarkan riset dari Internasional Agency for Research on Cancer (IARC) pada tahun 2012, kanker payudara menjadi kanker nomer satu bagi wanita dan menyebabkan kematian wanita terbanyak dibandingkan kanker lain di dunia. Berikut ini adalah tabel incidence dan mortality kanker bagi wanita di dunia:

Tabel 2.2. Angka Kejadian dan Kematian Kanker pada Wanita di Dunia

Kanker Incidence Mortality

Jumlah (%) Jumlah (%) Payudara 1.671.149 25,1 521.907 14,7 Kolorektum 614.304 9,2 320.294 9,0 Paru 583100 8,8 491223 13,8 Serviks uteri 527624 7,9 265672 7,5 Lambung 320301 4,8 254103 7,2

Sumber Internasional Agency for Research on Ca ncer (IARC), 2012.

Di Indonesia kanker payudara adalah penyakit kanker dengan prevalensi tertinggi kedua. Berdasarkan data riset kesehatan dasar tahun

2013 angka kejadian kanker payudara adalah 0,5‰ atau sebanyak

61.682. Di bawah ini adalah prevalensi kejadian kanker payudara beberapa provinsi di Indonesia.

Tabel 2.3. Prevalensi Kanker Payudara di Indonesia

Provinsi ‰ Diagnosis Dokter Estimasi Jumlah Absolut

Sumatera Utara 0,4 2.682 Bengkulu 0,8 705 DKI Jakarta 0,8 3.946 Jawa Barat 0,3 6.701 Jawa Tengah 0,7 11.511 DI Yogyakarta 2,4 4.325 Jawa Timur 0,5 9.688 Sulawesi Selatan 0,7 2.975

Sumber Data Riset Kesehatan Dasar 2013, Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan RI dan Data Penduduk Sasaran, Pusdatin Kementerian Kesehatan RI, 2015.

2.2.3.Etiologi dan Faktor Risiko Kanker Payudara

Etiologi kanker payudara, belum dapat dijelaskan, tetapi banyak penelitian yang menunjukan adanya beberapa faktor yang berhubungan dengan peningkatan risiko atau kemungkinan untuk terjadinya kanker payudara. Faktor risiko yang utama berhubungan dengan keadaan hormonal dan genetik. Hal itu disebabkan beberapa faktor di bawah ini (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010):

1. Diet, faktor yang dapat memperberat seperti peningkatan berat badan yang bermakna pada saat pasca monopause, diet ala barat yang tinggi lemak (western style), dan minuman beralkohol.

2. Hormon dan faktor reproduksi

a. Menarche atau menstruasi pertama pada usia relatif muda (kurang dari 12 tahun)

b. Menopause atau mati haid pada usia relatif lebih tua (lebih dari 50 tahun)

c. Belum pernah melahirkan d. Infertilitas

e. Melahirkan anak pertama pada usia relatif lebih tua (lebih dari 35 tahun)

f. Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama g. Tidak menyusui

3. Radiasi pengion pada saat pertumbuhan payudara

4. Riwayat keluarga, telah diketahui gen berperan terjadinya kanker payudara yaitu BRCA1, BRCA2 dan juga pemeriksaan histopatologi faktor proliferasi p53 germaline mutation. Adanya riwayat menderita kanker pada keluarga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya penyakit:

a. Tiga atau lebih keluarga (saudara ibu/klien atau bibi) dari sisi keluarga yang sama terkena kanker payudara atau ovarium

b. Dua atau lebih keluarga dari sisi yang sama terkena kanker payudara atau ovarium usia di bawah 40 tahun

c. Adanya keluarga dari sisi yang sama terkena kanker payudara dan ovarium

d. Adanya riwayat kanker payudara bilateral pada keluarga.

Meskipun kanker payudara lebih umum terjadi pada wanita, tetapi 1.500 laki-laki terdiagnosa kanker payudara di USA tahun 2003. Faktor risiko terjadinya kanker payudara pada laki-laki (Elk & Morrow, 2003), adalah:

1. Usia lebih dari 65 tahun

2. Riwayat keluarga menderita kanker payudara 3. Mutasi gen BRCA2

4. Klinefelter’s syndrome (Laki-laki yang memiliki X kromosom berlebih)

5. Penderita penyakit hati, seperti sirosis

6. Terpapar radiasi dari tatalaksana kanker di daerah toraks 7. Mendapat terapi kanker prostat dengan estrogen-related drugs 8. Obesitas

2.2.4.Manifestasi Klinis Kanker Payudara

Sebagian besar bermanifestasi sebagai massa payudara yang tidak nyeri. Lokasi massa kebanyakan di kuadran lateral atas, umumnya lesi soliter, konsistensi agak keras, batas tidak tegas, permukaan tidak licin, mobilitas kurang (stadium lanjut dapat terfiksasi ke dinding toraks). Massa cenderung membesar bertahap, dalam beberapa bulan bertambah besar secara jelas (trans. Japaries, 2013).

Benjolan yang semakin lama semakin membesar dan melekat pada kulit, menimbulkan perubahan pada kulit payudara dan puting payudara. Itulah yang membuat puting payudara tertarik ke dalam (retraksi), serta berwarna merah mudah atau kecoklatan sampai menjadi oedema, sehingga terlihat seperti kulit jeruk, mengerut, atau timbul borok pada payudara. Semakin lama, borok membesar dan mendalam. Inilah yang akan menghancurkan seluruh payudara (Suprianto, 2010).

Terdapat juga gejala pengeluaran sekret papilar (umumnya sanguineus) dari puting payudara. Selain itu juga dapat ditemukan pembesaran kelenjar limfe regional. Lokasi yang sering dijumpai pembesara kelenjar limfe adalah aksilar ipsilateral, dengan perkembangan kanker kelenjar limfe supraklavikular juga dapat menyusul membesar (trans. Japaries, 2013).

2.2.5.Penegakan Diagnosa Kanker Payudara

Dalam penegakan diagnosa kanker payudara diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Anamnesis

Harus mencakup status haid, perkawinan, partus, laktasi, dan riwayat kelainan payudara sebelumnya, riwayat kanker pada keluarga, fungsi kelenjar tiroid, penyakit ginekologi, dan lainnya. Terkait riwayat penyakit sekarang terutama harus perhatikan waktu timbulnya massa, kecepatan pertumbuhan, dan hubungan dengan haid (trans. Japaries, 2013).

2. Pemeriksaan Fisik

Tahapan dalam pemeriksaan payudara (Clinical Breast Examination) adalah sebagai berikut (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010): a. Persiapan: menjelaskan kepada pasien tindakan yang akan

dilakukan dan meminta pasien untuk membuka pakaian mulai pinggang ke atas.

b. Inspeksi: perhatikan bentuk, ukuran, puting, kerutan atau lekukan, ruam atau nyeri pada kulit. Lihat puting susu dan perhatikan bentuk dan ukuran serta arah jatuhnya puting (minta pasien membungkuk) tergantung seimbang atau tidak.

c. Palpasi: posisi pasien dalam keadaaan berbaring. 1). Melakukan pemeriksaan dengan menggunakan permukaan tiga jari tengah teknik spiral. Tekan jaringan payudara sampai keseluruh permukaan payudara. Perhatikan apakah terdapat benjolan atau nyeri. 2). Dengan ibu jari dan telunjuk tekan puting susu dengan lembut, lihat apakah keluar cairan (bening, keruh, atau berdarah). Cairan keruh normal jika setalah menyusui atau melahirkan 1 tahun terakhir. 3). Minta pasien dalam keadaan duduk dengan tangan pasien di bahu pemeriksa untuk memeriksa apakah terdapat pembesaran kelenjar limfe pada pangkal payudara.

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan (Manuaba, 2010), adalah:

a. Pemeriksaan Radio-Diagnostik/Oncologic Imaging 1) Diharuskan (recommended)

a) Mamografi dan USG mama (untuk keperluan diagnostik dan staging)

b) Foto toraks

c) USG abdomen (hati) 2) Optional (atas indikasi)

a) Bone scanning (diameter kanker payudara (KPD) > 5 cm, T4/ LABC, klinis dan stologi mencurigakan)

b) Bone survey, sama dengan diatas dan tidak tersedia fasilitas untuk bone scan.

c) CT-scan

d) MRI(penting untuk mengevaluasi “volume tumor”)

b. Pemeriksaan Biopsi Jarum Halus (Fine Needle Aspiration Biopsy/ FNAB/ FNA)

Dilakukan pada lesi/tumor payudara yang klinis dan radiologi/imaging dicurigai ganas. Di negara maju akurasi FNAB sangat baik sehingga dapat dijadikan standar diagnosis pasti KPD. Di Indonesia, akurasi FNAB sudah semakin baik (>90%) sehingga pada beberapa senter dapat direkomendasikan penggunaan FNAB.

c. Pemeriksaan Histopatologi (Gold Standard Diagnostic)

1) Stereotactic biopsy dengan bantuan USG atau mammogram pada lesi nonpalpabel

2) Core Neddle Biopsy (micro-specimen) 3) Vacum assisted biopsy (mammotome) 4) Biopsi insisional untuk tumor:

a) KPD operabel dengan diameter >3cm, sebelum operasi definitif

b) Inoperabel: diagnosis, faktor prediktor dan prognostik 5) Biopsi eksisional

6) Spesimen mastektomi disertai pemeriksaan KGB regional 7) Pemeriksaan Imunohistokimia (IHC) terhadap ER, PR,

Her-2/Neu (recommended), Cathepsin-D, VEGF, BCL-2, P53, dan sebagainya (optional/research)

d. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah guna kepentingan pengobatan dan informasi kemungkinan adanya metastasis. Berikut jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan: 1) Pemeriksaan enzim transaminase: untuk memperkirakan

adanya metastasis pada liver.

2) Pemeriksaan alkali fosfatase dan kalsium: untuk memprediksi adanya metastasis pada tulang.

3) Pemeriksaan kadar kalsium darah rutin dikerjakan terutama pada kanker payudara stadium lanjut dan merupakan keadaan kedaruratan onkologis yang memerlukan pengobatan segera. 4) Pemeriksaan penanda tumor seperti CA-15-13 dan CEA

(dalam kombinasi) lebih penting gunanya untuk menentukan rekurensi dari kanker payudara, dan belum merupakan penanda diagnosis ataupun skrining.

2.2.6.Klasifikasi Stadium Kanker Payudara

Berdasarkan stadiumnya, kanker payudara dibagi menjadi beberapa stadium, adapun pembagian stadium Portmann yang disesuaikan dengan aplikasi klinis (eds Ramli, Umbas, & Panigoro, 2002), yaitu: 1. Stadium I : Tumor terbatas dalam payudara, bebas dari jaringan

jaringan yang dibawahnya (otot). Besar tumor 1-2 cm. Kelenjar getah bening regional belum teraba. 2. Stadium II : Sesuai dengan stadium I, hanya besar tumor 2,5-5

cm dan sudah ada satu atau beberapa kelenjar getah bening (KGB) aksila yang masih bebas dengan diameter kurang dari 2 cm.

3. Stadium III A : Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm) tapi masih bebas di jaringan sekitarnya, kelenjar getah bening aksila masih bebas satu sama lain.

4. Stadium III B : Tumor sudah meluas dalam payudara (5-10 cm), fiksasi pada kulit atau dinding dada, kulit merah dan ada oedema (lebih dari 1/3 permukaan kulit payudara), ulserasi dan atau nodul satelit, kelenjar getah bening aksila melekat satu sama lain atau terdapat jaringan sekitarnya. Diameter lebih dari 2,5 cm, belum ada metastasis jauh.

5. Stadium IV : Tumor seperti pada yang lain (stadium I, II, dan III). Tetapi sudah disertai dengan kelenjar getah bening aksila supra-klavikula dan metastasis jauh lainnya.

2.2.7.Penatalaksanaan Kanker Payudara

Ada beberapa cara pengobatan kanker payudara yang penerapannya banyak tergantung kepada stadium klinik penyakit (eds Ramli, Umbas & Panigoro, 2002). Terapi yang dapat diberikan adalah sebagai berikut:

1. Terapi Bedah

Pembedahan yang dilakukan bersifat kuratif (menyembuhkan) maupun paliatif (menghilangkan gejala-gejala penyakit) (eds Ramli, Umbas & Panigoro, 2002). Pola operasi yang sering digunakan (trans. Japaries, 2013), adalah:

a. Mastektomi radikal: lingkup reseksi mencakup kulit berjarak minimal 3 cm dari tumor, seluruh kelenjar payudara, m. Pektoralis mayor, m. Pektoralis minor, jaringan limfatik dan lemak subskapular, aksilar secara kontinu enblok direseksi.

b. Mastektomi radikal modifikasi: lingkup reseksi sama dengan radikal, tapi mempertahankan m. Pektoralis mayor dan minor (model Auchincloss) atau mempertahankan m. pektoralis mayor, mereseksi m. pektoralis minor (model Patey).

c. Mastektomi total: hanya membuang seluruh kelenjar payudara tanpa membersihkan kelenjar limfe.

d. Mastektomi segmental plus diseksi kelenjar limfe sekitar: secara umum disebut dengan operasi konservasi mammae (BCT). Bertujuan mereseksi sebagian jaringan kelenjar payudara normal di tepi tumor, di bawah mikroskop tak ada invasi tumor di tempat irisan.

e. Mastektomi segmental plus biopsi kelenjar limfe sentinel: metode reseksi sama dengan diatas. Kelenjar limfe sentilen adalah terminal pertama metastasis limfogen dari karsinoma mammae, saat operasi dilakukan insisi kecil di aksila dan secara tepat mengangkat kelenjar limfe sentinel, biopsi, bila patologik negatif operasi dihentikan, bila positif dilakukan diseksi kelenjar limfe aksilar.

2. Radioterapi

Radioterapi memiliki 3 tujuan utama (trans. Japaries, 2013), yaitu: a. Radioterapi murni kuratif: untuk pasien dengan kontraindikasi

atau menolak operasi b. Radioterapi adjuvan

c. Radioterapi paliatif: untuk terapi paliatif kasus stadium lanjut dengan rekurensi, metastasis.

3. Kemoterapi

Kemoterapi/sitostatika merupakan pengobatan suportif (penunjang) (eds Ramli, Umbas, & Panigoro, 2002).

4. Terapi hormonal

Terapi hormonal merupakan pengobatan suportif dan berupa tindakan ablasi (melenyapkan) atau aditif (penambahan) (eds Ramli, Umbas, & Panigoro, 2002).

5. Imunoterapi

Imunoterapi sebagai tindakan untuk meningkatkan daya tahan tubuh (eds Ramli, Umbas & Panigoro, 2002).

6. Simtomatik

Terapi berupa perawatan/penanggulangan keluhan-keluhan dari penderita kanker payudara yang sudah lanjut (eds Ramli, Umbas & Panigoro, 2002).

7. Terapi biologis

Overekspresi onkogen berperan penting dalam timbul dan berkembangnya tumor, antibodi monoklonal yang dihasilkan melalui teknik transgenetik dapat menghambat perkembangan tumor. Herseptin berefek terapi nyata terhadap karsinoma mammae dengan overekspresi gen cerbB-2 (HER-2). Herseptin adalah suatu antibodi monoklonal hasil teknologi transgenik yang berefek anti protein HER-2 secara langsung (trans. Japaries, 2013).

2.2.8.Prognosis Kanker Payudara

Berdasarkan data yang didapatkan dari PERABOI (Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia) pada tahun 2003, didapatkan data prognosis daya tahan hidup penderita kanker payudara (survival rate) per stadium (Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010), adalah sebagai berikut:

1. Stadium 0 : 10-years survival ratenya 98% (nonpalpable breast cancer yang terdeteksi oleh mammografi/USG)

2. Stadium I : 5-years survival ratenya 85% 3. Stadium II : 5-years survival ratenya 60-70% 4. Stadium III : 5-years survival ratenya 30-50% 5. Stadium IV : 5-years survival ratenya 15%

2.2.9.Pencegahan Kanker Payudara

Pencegahan terhadap kanker dapat disebut juga prevensi kanker. Prevensi kanker ialah suatu usaha untuk mencegah timbulnya kanker atau kerusakan yang lebih lanjut yang ditimbulkan oleh kanker itu sendiri. Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah kanker (Sukardja, 2002), yaitu:

1. Prevensi primer: Menghentikan atau mengubah kebiasaan hidup yang memperbesar risiko mendapat kanker, lindungi diri atau hindari kontak dengan karsinogen, obati tumor jinak, dan lesi-prakanker, serta jaga diri terhadap kanker dengan melakukan skrining atau menghindari faktor risiko.

2. Prevensi sekunder: usaha untuk mencegah timbulnya kerusakan lebih lanjut karena kanker itu dengan deteksi dini dan diagnosis kanker serta pengobatan dengan segera.

3. Prevensi tertier: usaha untuk mencegah timbulnya komplikasi kanker.

Beradasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI no. 796 tahun 2010, pencegahan kanker payudara meliputi tiga tingkat pencegahan yaitu primer, sekunder, dan tersier yang dapat dilihat pada digambar dibawah ini.

Gambar 2.5. Diagram Alur Untuk Diagnosis Dini Kanker Payudara Sumber Keputusan Menteri Kesehatan RI, 2010.

Diagnosis dini merupakan salah satu bentuk pencegahan untuk berlanjutnya stadium kanker payudara. Hal ini dapat dilakukan dengan berbagai jenis pemeriksaan payudara (Bustan, 2007), yaitu:

1. SADARI (Pemeriksaan Payudara Sendiri) atau BSE (Breast Self Examination)

2. SARANIS (Pemeriksaan Payudara Klinis) oleh dokter 3. Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH)

4. Mamografi: sejenis pemeriksaan radiologi untuk payudara 5. Breast imaging, seperti ultrasound atau MRI scanning.

Untuk mendapatkan secara dini adanya kelainan payudara perlu pemeriksaan yang tepat, baik waktu maupun teknik pemeriksaannya. Sebagai pedoman dapat dipakai berikut ini (Bustan, 2007):

2. Umur 20-40 tahun: SARANIS tiap 3 tahun dan mamografi awal (usia 35-40 tahun)

3. Umur 40-50 tahun: mamografi tiap 1-2 tahun, SARANIS tiap tahun (tentang riwayat kesehatan dan anjuran dokter)

4. Usia lebih dari 50 tahun: mamografi tahunan dan SARANIS tahunan.

2.3.Deteksi Dini Kanker Payudara dengan SADARI

Dokumen terkait