• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II METODE PENELITIAN

A. Gambaran Umum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Pancasila adalah filosofi dasar negara Indonesia yang berasal dari dua kata sansekerta, ”panca” artinya lima, dan ”sila” artinya dasar. Pancasila terdiri atas lima dasar yang berhubungan dan tidak dapat dipisahkan, adalah :

1) Ketuhanan yang Maha Esa

2) Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab 3) Persatuan Indonesia

4) Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

5) Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Pancasila ini merupakan jiwa dari demokrasi. Demokrasi yang didasarkan atas lima dasar tersebut dinamakan Demokrasi Pancasila. Dasar negara ini, dinyatakan oleh Presiden Soekarno (Presiden Indonesia yang pertama) dalam Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

A.2. Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia

Secara filosofis Administrasi Negara Republik Indonesia dipengaruhi oleh filsafat Pancasila dan UUD 1945, sehingga segala aktifitas dari administrasi Negara mulai dari eselon tertinggi sampai dengan eselon terendah dipengaruhi oleh unsure-unsur Pancasila dan UUD 1945 itu sendiri. Setelah reformasi tahun

1999, Batang Tubuh UUD 1945 ini pun diamandemen sebanyak 4 (empat) kali, karena dinilai membutuhkan perubahan sesuai dengan tuntutan keadaan. Hal ini menandakan bahwa negara Indonesia masih berusaha mencari konsep UUD yang sesuai untuk diterapkan di negara ini. Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak mengubah pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan kesatuan atau selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem pemerintahan presidensiil.

Negara kesatuan menurut C.F.Strong adalah bentuk negara dimana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat. Dimana pemerintahan pusat memiliki wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak otonomi atau lebih dikenal dengan negara kesatuan dengan sistem desentralisasi, tetapi pada tahap akhir kekuasaan tertinggi tetap ditangan pemerintah pusat. Dengan demikian yang menjadi negara kesatuan adalah bahwa kedaulatannya terbagi tidak terbagi, atau dengan perkataan lain kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi. Beberapa kunci pokok dalam sistem pemerintahan Indonesia yaitu :

a. Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum

Negara Indonesia berdasarkan atas hukum bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka, oleh sebab itu segala kegiatan yang dilakukan oleh negara dilakukan berdasarkan hukum yang ada atau undang-undang yang berlaku.

b. Sistem Konstitusi

Pemerintah Indonesia berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme. Di Indonesia lembaga pemegang kekuasaan di bagi atas lembaga eksekutif yaitu Presiden, lembaga yudikatif yaitu Mahkamah Agung, lembaga legislatif yaitu DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Masing-masing lembaga tersebur tidak dipisahkan secara tegas kekuasaannya, dimana diantaranya masing-masing pemegang kekuasaan tetapi ada keterkaitan dan koordinasi.

1. Eksekutif

Presiden Republik Indonesia adalah kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan Republik Indonesia. Menurut Amandemen UUD 1945 Pasal 6A, presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat. Dengan adanya Perubahan (Amandemen) UUD 1945, Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR, dan kedudukan antara Presiden dan MPR adalah setara. Presiden dan Wakil Presiden menjabat selama 5 tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.

Wewenang, Kewajiban, dan Hak Presiden antara lain : a. Memegang kekauasaan pemerintahan menurut UUD

b. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

c. Mengajukan Rancangan Undang-undang kepada DPR. Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU

d. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang e. Menetapkan Peraturan Pemerintah

f. Mengangkat dan memberhentikan Menteri

g. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan persetujuan DPR

h. Membuat perjanjian internasional dengan persetujuan DPR i. Menyatakan keadaan bahaya

j. Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan DPR

k. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR

l. Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung

m. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR n. Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur

dengan UU

o. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD

p. Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui DPR

q. Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah Agung.

r. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR

2. Legislatif

Di Indonesia, kekuasaan legislatif terletak pada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yaitu lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, yang terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah.

Jumlah anggota MPR saat ini adalah 678 orang, terdiri atas 550 anggota DPR dan 128 anggota DPD. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun, dan berakhir pada saat anggota DPR yang baru mengucapkan sumpah/janji.

Tugas dan Wewenang MPR antara lain :

a. Mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar

b. Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum

c. Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden dalam masa jabatannya.

d. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.

e. Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya f. Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti

secara bersamaan dalam masa jabatannya

Amandemen UUD 1945 membawa implikasi terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang MPR. MPR yang dahulu berkedudukan sabagai lembaga tertinggi

negara, pemegang dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat, kini MPR berkedudukan sebagai lembaga negara yang setara dengan lembaga negara lainnya seperti DPR,DPD,BPK,MA,MK dan KY.

MPR juga tidak lagi memiliki kewenangan untuk menetapkan GBHN. Selain itu, MPR tidak lagi mengeluarkan Ketetapan MPR (TAP MPR), kecuali yang berkenaan dengan menetapkan Wapres menjadi Presiden, memilih Wapres apabila terjadi kekosongan Wapres, atau memilih Presiden dan wakil Presiden apabila Presiden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersama-sama. Hal ini berimplikasi pada materi dan status hukum Ketetapan MPRS/MPR yang telah dihasilkan sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2002. Saat ini Ketetapan MPR (TAP MPR) tidak lagi menjadi bagian dari hierarki Peraturan Perundangan-undangan.

Menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susduk MPR, DPR, DPD, dan DPRD, dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR berhak meminta pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan. Jika permintaan ini tidak dipatuhi, maka dapat dikenakan panggilan paksa. Jika panggilan paksa ini tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah, yang bersangkutan dapat disandera palaing lama 15 hari.

Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotaan komisi terkait erat dengasn latar

belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi.

Saat ini DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas dan pasangan kerja masing-masing yaitu sebagai berikut :

i. Komisi I membidangi Pertahanan, Luar Negeri, dan Informasi

ii. Komisi II membidangi Pemerintahan dalam Negeri, Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Agraria

iii. Komisi III Membidangi Hukum dan Perundang-undangan, Hak Asasi manusia dan Keamanan

iv. Komisi IV membidangi Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Kelautan, Perikanan dan Pangan

v. Komisi V membidangi Perhubungan, Telekomunikasi, Pekerjaan Umum, Perumahan Rakyat, Pembangunan Pedesaan dan Kawasan Tertinggal

vi. Komisi VI membidangi Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi, UKM (Usaha Kecil dan Menengah), dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara)

vii. Komisi VII membidangi Energi, Sumber Daya Mineral, Riset, dan Teknologi, dan Lingkungan Hidup

viii. Komisi VIII Membidangi Agama, Sosial dan Pemberdayaan Perempuan

ix. Komisi IX membidangi Kependudukan, Kesehatan, Tenaga Kerja dan Transmigrasi

x. Komisi X membidangi Pendidikan, Pemuda, Olahraga, Pariwisata, Kesenian dan Kebudayaan

xi. Komisi XI membidangi Keuangan, Perencanaan Pembangunan Nasional, Perbankan, Lembaga Keuangan bukan Bank

3. Yudikatif

Sebelum adanya Perubahan UUD, kekuasaan kehakiman atau fungsi Yudikatif (Judicial) hanya terdiri atas badan-badan pengadilan yang berpuncak pada Mahkamah Agung. Lembaga Mahkamah Agung tersebut, sesuai dengan prinsip ’independent of judiciary’ diakui bersifat mandiri dalam arti tidak boleh diintervensi atau dipengaruhi oleh cabang-cabang kekuasaan lainnya, terutama pemerintah. Prinsip kemerdekaan hakim ini selain diatur dalam Undang-undang pokok kekuasaan kehakiman, juga tercantum dalam penjelasan pasal 24 UUD 1945 yang menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman tidak boleh dipengaruhi oleh cabang-cabang kekuasaan lain. Namun setelah perubahan ketiga UUD 1945 disahkan, kekuasaan kehakiman negara kita mendapat tambahan satu jenis mahkamah lain yang berada di luar Mahkamah Agung. Lembaga baru tersebut mempunyai kedudukan yang setingkat atau sederajat dengan Mahkamah Agung. Sebutannya adalah Mahkamah Konstitusi (Constitutional Court) yang dewasa ini makin banyak negara yang membentuknya di luar kerangka Mahkamah Agung

(Supreme Court). Dapat dikatakan Indonesia merupakan negara ke-78 yang mengadopsi gagasan pembentukan Mahkamah Konstitusi yang berdiri sendiri ini, setelah Austria pada tahun 1920, Iltalia pada tahun 1947 dan Jerman pada tahun 1948.

Dalam perubahan ketiga Undang-Undang Dasar 1945, Mahkamah Konstitusi ditentukan memiliki lima kewenangan yaitu :

a. Melakukan pengujian atas konstitusionalitas Undang-undang

b. Mengambil putusan atau sengketa kewenangan antar lembaga negara yang ditentukan menurut UUD

c. Mengambil putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum ataupun mengalami perubahan sehingga secara hukum tidak memenuhi syarat sebagai Presiden atau Wakil Presiden menjadi terbukti dan karena itu dapat dijadikan alasan oleh MPR untuk memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden dari jabatannya.

d. Memutuskan perkara perselisihan mengenai hasil-hasil pemilihan umum e. Memutuskan perkara berkenaan dengan pembubaran partai politik.

Selain kedua badan kekuasaan kehakiman tersebut ada lagi satu lembaga baru yang kewenangannya ditentukan dalam UUD, yaitu Komisi Yudisial. Dewasa ini, banyak negara terutama negara-negara yang sudah maju mengembangkan lembaga Komisi Yidisial (Judicial commisions) semacam ini dalam lingkungan peradilan dan lembaga-lembaga penegak hukum lainnya maupun di lingkungan organ-organ pemerintahan pada umumnya. Meskipun lembaga baru ini tidak menjalankan kekuasaan kehakiman, tetapi keberadaannya diatur dalam UUD 1945 Bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman, karena itu keberadaannya tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan kehakiman. Dalam pasal 24B ditegaskan : (1) Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang

mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan mempunyai kewenangan lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keseluruhan martabat, serta perilaku hakim. (2) Anggota Komisi Yudisial harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela. (3) Anggota Komisi Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan DPR. (4) Susunan, kedudukan dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan Undang-undang. Dari ketentuan mengenai Komisi Yudisial ini dapat dipahami bahwa jabatan hakim dalam konsepsi UUD 1945 dewasa ini adalah jabatan kehormatan yang perlu dijaga dan ditegakkan kehormatannya oleh suatu lembaga yang juga bersifat mandiri yaitu Komisi Yudisial.

Dokumen terkait