• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Pencurian Tenaga Listrik di Kota Bandar Lampung

Masalah tindak pidana pencurian tenaga listrik di Kota Bandar Lampung masih menjadi persoalan. Hal ini disebabkan karena penegak hukum pidana terhadap pencurian tenaga listrik belum dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku dan jumlah kasus pencurian tenaga listrik yang cukup tinggi.

Untuk tahun 2003 kasus pencurian tenaga listrik mencapai 2,11 % dan sampai tahun 2007 kasus pencurian tenaga listrik mencapai 0,43 %. Data dari PLN Sektor Wilayah Lampung menyatakan bahwa pada tahun 2003 telah terjadi 2.333 kasus pencurian tenaga listrik dari 110.500 pelanggan yang diperiksa dan sampai

tahun 2007 telah terjadi 319 kasus pencurian tenaga listrik dari 74.899 pelanggan yang diperiksa, dengan perincian sebagai berikut:

Tabel I. Golongan Pelanggan Pencurian Tenaga Listrik Tahun 2007 dan 2008.

Sumber: PLN Sektor Wilayah Lampung, 2008

Keterangan: Golongan A: Mempengaruhi pemakaian daya Golongan B: Mempengaruhi pemakaian kwh

Golongan C: Mempengaruhi pemakaian daya dan kwh

Golongan D: Pemakaian listrik dalam Waktu Beban Puncak (WBP) tanpa ijin atau melampaui ijin yang diberikan.

Dari data yang telah dikemukakan, untuk tahun 2003 ditemukan daya kepadatan sebanyak 4.633.064 VA dengan penetapan tagihan susulan sebesar Rp. 1.485.682.170 dan sampai tahun 2007 ditemukan daya kepadatan sebesar 275.678 VA dengan penetapan tagihan susulan sebesar Rp. 382.638.339,-

Pencurian tenaga listrik di Kota Bandar Lampung disebabkan antara lain karena masih lemahnya pengawasan PLN terhadap pemakaian tenaga listrik, kemudahan dalam hal mengubah peralatan listrik PLN termasuk meter pengukur dan penerapan sanksi terhadap pelaku tidak menjerakan. Faktor-faktor tersebut dilator belakangi oleh motivasi ekonomi, untuk menguntungkan diri sendiri dan merugikan pihak lain, khususnya PLN (Negara) dengan memakai tenaga listrik

Pelanggalaran/tahun 2003 2004 2005 2006 2007 Gol A 677 204 247 — 81 Gol B 536 305 142 187 165 Gol C 1.120 754 56 164 64 Gol D — 11 32 37 9 Jumlah 2.333 1.247 477 388 319

sebanyak-banyaknya tetapi ingin membayar rekeningnya dengan biaya yang rendah (Sunarto, 1995:20).

Dari hasil wawancara dengan responden petugas PLN Sektor Wilayah Lampung, Hendri AH, diketahui bahwa daerah yang cukup rawan akan pencuriaan tenaga listrik di Kota Bandar Lampung adalah di daerah Way Halim, Kaliawi dan Kampung Baru. Hal ini dapat dimengerti, mengingat jumlah penduduk yang cukup padat di daerah tersebut dengan tingkat ekonomi dan kesadaran hukum yang bermacam-macam.

Dari beberapa pelaku tindak pidana pencurian tenaga listrik terlihat bahwa para pelaku ada yang merupakan pelanggan dan ada yang bukan pelanggan. Mereka melakukan hal tersebut dengan:

1. Sendiri, yaitu tidak dibantu oleh orang lain cara atau keterangan tentang pemakaian listrik secara tidak sah. Tindakan yang sering dilakukan adalah mencantol dan merusak termis.

2. Bantuan orang lain

Adapun pelaku dari perbuatan itu adalah: a. Pelanggan

b. Bukan Pelanggan

c. Oknum PLN untuk kepentingan sendiri

d. Oknum PLN yang memberi bantuan untuk melaksanakan sambungan liar.

Bantuan tersebut berupa: - Bantuan tidak langsung, yaitu

Pemberian keterangan tentang cara melakukan sambungan liar - Bantuan langsung, yaitu:

Oknum PLN sendiri yang melakukan perbuatan sambungan liar. 3. Kealpaan

a. Dari pelanggan, ia tidak mengetahui bahwa rumah yang baru ditempati tidak membayar rekening listrik sehingga ia harus menanggung akibatnya

b. Dari petugas, terjadi karena kurangnya informasi tentang data pelanggan sehingga dapat menyiapkan dan menentukan target operasi kurang terarah, menyebabkan pelaksanaannya tidak maksimal.

Pelanggaran yang paling ditemui di PLN Sektor Wilayah Lampung Periode Januari 2003 Sampai Desember 2007 adalah pelanggaran golongan B dan C dengan mudus operandi sebagai berikut:

1. Pelanggaran oleh pelanggan, seperti pelanggaran alat pengukur arus dan pembatas serta pelanggaran penggunaan alat pengukur arus dan pembatas, yang dapat dilakukan dengan:

a. Membuka tutup terminal KWH meter, kemudian membypass KWH meter, membuka klem tegangan, membalik fasa, menyambung langsung tanpa melalui APP atau memasukkan film ke dalam KWH.

b. Merubah setelan KWH meter, merubah register, mengganti roda gigi, membalik fasa untuk KWH meter 3 fasa.

c. Dengan menghubung singkat pembatas, menyetel atau mengganti pembatas dengan maksud memperbesar daya tersambung.

d. Merusak body alat pembatas.

e. Melepas klem tegangan pada terminal meter/kawat nol pada terminal blok OK.

f. Mempengaruhi bekerjanya/putaran KWH meter.

g. Menghambat putaran KWH meter dengan cara mengganjal piringan atau as piringan KWH.

h. As piringan diatur maksimum dan roda cacing direnggangkan. i. Memutus aliran listrik untuk time switch, merusak saklar

kontraktor time switch, merubah posisi pembagian atau membalik waktu.

2. Pelanggaran oleh bukan pelanggan, seperti:

a. Penyambung Langsung Jaringan Tegangan Rendah (JTR), penyambungan langsung Jaringan Tegangan Menengah (JTM), penyambungan langsung Jaringan Tegangan Tinggi (JTT).

b. Penyambungan langsung Saluran Masuk Pelayanan (SMP).

Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pelanggan maupun bukan pelanggan mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Hasil dari perbuatan yang dilakukan oleh pelanggan, dapat dibagi dalam dua hal (Sunarto, 1995:18), yaitu:

1. Penggunaan Watt listrik secara melebihi kapasitas yang diijinkan berdasarkan kontrak perjanjian dimana kelebihan atas kapasitas tersebut

tidak termonitor didalam meteran sehingga pembayaran rekening tidaklah termasuk penggunaan watt yang kelebihan tersebut.

2. Pelanggan yang tidak melebihi kapasitas watt yang diijinkan sesuai kontrak perjanjian tetapi memperkecil penggunaan watt yang sesungguhnya dimanipulasi dengan hanya membayar jumlah watt yang ada pada meteran.

Sedangkan hasil yang diharapkan dari perbuatan yang dilakukan oleh bukan pelanggan adalah menikmati penggunaan atau pemakaian tenaga listrik secara Cuma-Cuma, tanpa membayar.

Dari data yang dikemukakan, diketahui adanya penurunan jumlah kasus pencurian tenaga listrik yang terjadi di Kota Bandar Lampung, yaitu pada tahun 2003 sebesar 2,11 % turun menjadi 0,43 % pada tahun 2007. Hl ini disebabkan karena upaya penanggulangan pencurian tenaga listrik yang dilakukan oleh PLN Sektor Wilayah Lampung.

Tahun 2003 pihak PLN haya menerapkan Operasi Penertiban Aliran Listrik (OPAL) atau yang sekarang disebut Penertiban Pemakaian Tenaga Listrik (P2TL), yaitu kegiatan yang berupaya mencari dan mengidentifikasi pencurian tenaga listrik yang terjadi melalui pemeriksaan langsung, yang dilakukan terhadap instalasi listrik pelanggan maupun bukan pelanggan.

Kegiata OPAL atau P2TL dilaksanakan berdasarkan pemantauan yang telah dilakukan terhadap rekening pelanggan yang bersangkutan atau berdasarkan informasi yang diterima dari masyarakat, petugas pencatat meter atau sumber informasi lainnya.

Pelaksanaan OPAL atau P2TL, dilengkapi dengan sarana hukum maupun administrasi yang lengkap yang berupa peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksana. Namun demikian, sering terjadi persinggungan antara pihak PLN yang sedang melaksanakan OPAL atau P2TL dengan masyarakat pelanggan maupun bukan pelanggan yang diperiksa, karena kebanyakan masyarakat merasa terganggu dengan pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan PLN terhadap instalasi listrik mereka sehingga timbul ancaman-ancaman kekerasan terhadap petugas PLN.

Melihat dari sikap masyarakat yang tidak mendukung pelaksanaan OPAL atau P2TL, maka untuk yahun 2007 pihak PLN berusaha menerapkan OPAL atau P2TL yang diikuti dengan Loss Reduction Programme (LRP), yaitu Pembinaan Pelanggan Pergardu yang bertujuan memperkecil peluang terjadinya pencurian tenaga listrik dan menghilangkan niat pelaku. Dalam hal ini diharapkan ada dukungan dari warga masyarakat terhadap langkah-langkah yang diambil oleh PLN, karena LRP bertujuan memantapkan pengetahuan hukum masyarakat, sehingga ada persesuaian antara program PLN dengan nilai-nilai yang dianut oleh warga masyarakat tersebut.

Kegiatan Loss Reduction Programme dilakukan dengan cara mengadakan pendekatan social masyarakat melalui penerangan, penyuluhan dan pembinaan yang dilakukan berulang kali, sehingga menimbulkan suatu penghargaan tertentu terhadap hukum. Kegiatan ini dalam politik kriminal disebut sebagai sarana non penal yaitu usaha penanggulangan kejahatan melalui upaya preventif, yang merupakan upaya pencegahan, dilakukan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam hal

ini pihak PLN berusaha memberikan pengertian terhadap masyarakat akan bahaya kerugian yang diderita dari pencurian tenaga listrik. Ternyata upaya ini efektif untuk dilaksanakan dalam menekan jumlah pencurian tenaga listrik yang terjadi.

C. Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pencuriaan Tenaga Listrik di Kota

Dokumen terkait