• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN UMUM TENTANG MAJELIS AGAMA ISLAM

BAB II Gambaran umum tentang dakwah Islamiah yang mencakup

pengertian strategi, tahapan strategi, pengertian dan unsur-unsur dakwah, strategi dakwah dan pengertian majelis agama Islam.

BAB III Gambaran umum tentang Majelis Agama Islam Wilayah

Narathiwat, yang mencakup latar belakang sejarah berdiri dan perkembangannya, visi dan misi, manajemen lembaga Majelis Agama Islam Wilayah Narathiwat, struktur organisasinya Majelis Agama Islam wilayah Narathiwat.

BAB IV Dalam bab ini penulis akan mengalisis tentang strategi yang di terapkan oleh Majelis Agama Islam Wilayah Narathiwat dalam mengembangkan dakwah Islam di Patani Selatan Thailand, yang mencakupi dua aspek yaitu; aspek pendidikan dan pengajaran Islam, dua aspek sosial budaya keagamaan. Selanjutnya sebagai penutup bab ini akan menganalisis juga tentang faktor penghambatan dan pendukung dalam mengembangkan dakwah oleh lembaga Majelis Agama Islam Wilayah Narathiwat.

BAB V Sebagai bab terakhir merupakan penutup meliputi kesimpulan dan saran-saran.

 

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Strategi

Kamus bahasa Indonesia di sebutkan bahwa trategi adalah “rencana yang

cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus”.4

Pengertian strategi secara bahasa berasal dari kata yunani “strategeia

(stratus = militer dan ag = memimpin) yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang jenderal. Strategi juga bisa diartikan sebagai suatu rencana untuk pembagian dan penggunaan kekuatan militer dan material pada daerah tertentu

untuk mencapai tujuan tertentu.5

Sedangkan pengertian strategi secara istilah adalah cara-cara di mana suatu organisasi atau kegiatan akan berjalan kearah tujuan yang sudah di rencanakan terlebih dahulu, sebagaimana dikatakan oleh Onong Uchyana, bahwa strategi

merupakan suatu perencanaan (planning) dan manajemen (manajement) untuk

mencapai suatu tujuan. Strategi yang tidak hanya berfungsi sebagai petunjuk

       4

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:Gramedia, 2008), cet ke-1.edisi ke-4, h.1340

5

Ziauddin Sardar, Tantangan Dunia Islam Abad 21, terjemahan A,E. Priyono dan Ilyas Hasan, (Bandung:Mizan,1996), h.2

 

untuk arah saja melainkan harus mampu menunjukkan bagaimana tektik

operasionalnya.6

Menurut Syarief Usman, strategi adalah kebijaksanaan dalam menggerakkan dan membimbing seluruh potensi (kekuatan, daya dan

kemampuan) bangsa untuk mencapai kemakmuran dan kebahagian.7

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa strategi adalah rencana yang cermat mengenai arah tujuan oleh lembaga di suatu organisasi atau perusahaan. Atau dapat ditekankan lagi bahwa strategi adalah kiat, cara dan tektik operasional untuk mengarahkan sumberdaya yang dimiliki ogranisasi untuk mencapai tujuan organisasi tersebut. Dalam sebuah organisasi, strategi merupakan salah satu faktor penting agar organisasi dapat berjalan dengan lancar.

Berdasarkan karakteristik diatas dapat dirumuskan bahwa strategi mencerminkan kebijakan lembaga di suatu organisasi yang meliputi bagaimana cara bersaing terhadap siapa, kapan dan untuk apa bersaing dalam rangka mencapai tujuan organisasi baik itu jangka pendek maupun jangka panjang.

B. Tahapan-tahapan Strategi

Joel Ross dan Michael Kamy, sebagaimana yang dikutip oleh Fred R, David mengatakan bahwa sebuah organisasi tanpa adanya strategi itu bagaikan

       6

Onong Uchayana, Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek, (Bandung:PT. Remaja Rosda Karta, 1992), h.32

7

Syarif Usman, Strategi Pembangunan Indonesia dan Pembangunan dalam Islam, (Jakarta: Firma Jakarta), Cet ke-1, h.6

 

kapal tanpa kemudi, bergerak berputar dalam lingkaran. Organisasi yang

demikian seperti pengembara, tanpa tujuan tertentu.8

Dalam buku Fred R, David juga menjelas kan bahwa proses strategi meliputi tiga tahapan, yaitu; Perumusan strategi, Implementasi strategi, Evaluasi

strategi.9 Penjelasan masing-masing tahapan strategi sebagai berikut:

Satu, Perumusan strategi, Pada tahap ini mencakup kegiatan

mengembangkan visi dan misi organisasi, mengidentifikasi peluang dan ancaman eksternal organisasi, menentukan kekuatan dan kelemahan internal organisasi, menetapkan tujuan jangka panjang organisasi, membuat sejumlah strategi alternatif untuk organisasi, dan memilih strategi tertentu untuk digunakan.

Dua, Implementasi atau Pelaksanaan strategi, Tahap ini

mengharuskan perusahaan untuk menetapkan sasaran tahunan, membuat kebijakan, memotivasi karyawan, dan mengalokasikan sumber daya sehingga perumusan strategis dapat dilaksanakan. Pelaksanaan strategis mencakup pengembangan budaya yang mendukung strategi, penciptaan struktur organisasi yang efektif, pengarahan kembali usaha– usaha pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan dan pemanfaatan sistem informasi, serta menghubungkan kompensasi untuk karyawan dengan kinerja organisasi.

       8

Fred R, David, Manajemen Strategi Konsep, (Jakarta: Prenhallindo,2002), h.3 9

 

Tiga, Evaluasi strategi, Tahap ini adalah tahap akhir dari manajamen strategis tiga kegiatan pokok dalam evaluasi strategi adalah :

a. Mengkaji ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan perumusan strategi yang diterapkan.

b. Mengukur prestasi (membandingkan hasil yang di harapkan dengan kenyataan)

c. Melakukan tindakan-tindakan korektif untuk memastikan bahwa prestasi sesuai dengan rencana.

Evaluasi strategi di perlukan karena keberhasilan hari ini bukan merupakan jaminan keberhasilan di masa yang akan datang. Evaluasi juga sangat diperlukan untuk sebuah organisasi, lembaga maupun perusahaan dari semua sektor kegiatan dengan mempertanyakan pertanyaan dan asumsi manajerial.

C. Pengertian dan Unsur Dakwah

1. Pengertian dakwah

Para ahli yang menulis dan mendalami masalah dakwah telah banyak mengemukakan definisi tentang dakwah menurut susunan bahasa mereka masing-masing, namun masih dalam dan maksud yang tidak jauh berbeda, di antaranya:

a) Menurut Toto Tasmara mengemukakan bahwa: “Dakwah adalah

merupakan suatu proses penyampaian pesan-pesan (messege) berupa ajaran Islam yang disampaikan secara persuasive (hikmah). dengan

 

harapan agar komunikator dapat bersikap dan berbuat amal shaleh

sesuai dengan ajaran Islam tersebut”.10

b) Menurut Asmuni Syukir dapat di simpulkan dengan pengertian:

1. Dakwah adalah usaha atau proses yang di selenggarakan dengan

sadar dan terrencana.

2. Usaha yang dilakukan adalah mengajak umat manusia ke jalan

Allah.

3. Usaha tersebut dilakukan dalam rangka mencapai tujuan tersebut,

yakni hidup bahagia sejahtera di dunia ataupun di akhirat.11

c) Dr. Wardi Bachtiar, menjelaskan bahwa “Dakwah adalah sutu proses

upaya mengubah sesuatu situasi kepada situasi yang lain yang lebih baik sesuai ajaran Islam, atau proses mengajak manusia ke jalan Allah

yaitu al-Islam”.12

d) Isa Anshary, mengemukakan bahwa “Dakwah Islamiah artinya

menyampaikan seruan Islam, mengajak dan memanggil umat manusia agar menerima dan mempercaya keyakinan dan pandangan hidup Islam”.

       10

Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta:C.V Gaya Media Pratama1987), h.38 11

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya : Al-ikhlas, 1983), h.21

12

 

e) Menurut K.H.Irfan Hielmy, dakwah secara bahasa atau etimologi

berasal dari kata da’a, yad’u da’watan (ةﻮﻋد ﻮﻋﺪى ﺎﻋد) yang berarti

mengajak, menyeru, memanggil dan mengundang.13

Memanggil dan menyeru, seperti dalam firman Allah surat Yunus ayat:25

ﻢﻴﻘﺘ ﻡ طاﺮﺻﻰ إءﺎﺸیﻦﻡيﺪﻬیو مﻼﱠ ا رادﻰ إ ﻮﻋﺪیﻪﱠ او

Artinya:

Allah menyeru (manusia ke Darussalam (syurga) dan menunjuki orang yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus (Islam).

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpukan bahwa dakwah adalah berupa aktivitas manusia muslim yang bertanggung jawab untuk mengubah situasi yang buruk kepada situasi yang lebih baik. maupun di dalam bentuk keluarga, kelompak, masyarakat, organisasi dan juga kepada diri sendiri.

Dakwah merujuk kepada usaha-usaha mengajak, memujuk dan memandu seluruh manusia ke arah memahami dan menerima Islam sebagai agama yang lengkap dan mengandungi peraturan dalam setiap aspek kehidupan manusia baik secara individu atau bermasyarakat. Usaha-usaha dakwah merupakan suatu Usaha-usaha yang mulia, yang tinggi martabatnya di sisi Allah.

2. Hukum Dakwah

       13

 

Untuk menjadi kepastian dalam melakukan kegiatan dakwah, maka perlu suatu landasan hukum sebagai tempat berpijak. Hukum dakwah Islam tidak terlepas dari pada sumber Al-Qur’an dan Hadist. Itu secara garis besarnya,

Adapun ayat-ayat Al-Quran yang memerintahkan untuk berdakwah antaranya:

نإ ﻦ أﻲهﻲﺘﱠﺎ ﻢﻬ دﺎﺟوﺔﻨ اﺔﻈﻋﻮﻤ او ﺔﻤﻜ ﺎ ﻚ ر ﻴ ﻰ إ عدا

ﻦیﺪﺘﻬﻤ ﺎ ﻢ ﻋأﻮهوﻪ ﻴ ﻦﻋﱠ ﺿ ﻦﻤ ﻢ ﻋأﻮهﻚﱠر

Artinya

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” ( Q. S : Al-Nahlu ayat 125)

Dr. Abdurrahman Al Bagdadi menjelaskan bahwa “Hukum syara’ telah mewajibkan dakwah Islam pada setiap situasi dan kondisi. Kewajiban itu di pertanggungjawabkan atas orang yang ahli dalam hukum (Fiqh) maupun yang tidak ahli (awam), juga diwajibkan semua orang baik

perorangan, jamaah maupun pemimpin”.14

Pernyataan tersebut di atas, dapat di fahami dan diambil kesimpulan bahwa berdakwah adalah merupakan suatu kewajiban bagi

       14

Dr. Abdulrahman Albaghdadi, Dakwah Islam dan Masa Depan Umat, (Bangil Jatim: Al-Izah, 1997), h.95

 

setiap manusia yang mengaku dirinya muslim untuk sesuai dengan kemampuan masing-masing. Untuk itu wajib berdakwah pada tahap awal adalah berdakwah kepada ketauhidan kepada Allah dan Rassul-Nya. Karena dengan kemerdekaan tauhidlah manusia dapat berperan lebih aktif untuk beramal dengan amar ma’ruf dan nahi munkar.

Oleh karena dalam kehidupan manusia di alam dunia ini, ia perlu suatu hidayat atau petunjuk jalan untuk maju kedepan agar tidak menyeleweng dari landasannya. Dengan pengertian di atas, sebagai petunjuk kepada kita diantaranya hukum-hukum dakwah Islam ini dapat menjadi landasan yang cukup jelas, sebagai tempat rujukan dalam melaksanakan aktivitas dakwah Islam.

Karena itu, dakwah wajib memberi kesadaran dan penyuluhan kepada masyarakat dari setiap lapisan sosial kemasyarakatan, dengan sedemikian rupanya manusia dapat meningkat untuk melaksanakan apa yang di wajibkan oleh Islam. Sebagaimana wajib untuk melakukan dakwah kepada masyarakat. Jika diperhatikan dengan teliti pendapat-pendapat para ulama tersebut di atas, akan peroleh suatu ketetapan hukum untuk menjadi landasan dalam melaksanakan kegiatan dakwah, dan hukum itu dapat mendorong manusia untuk mengerja sesuatu atau melarang untuk meninggalkannya.

 

Untuk berkomunikasi dakwah kepada khalayak ramai supaya berjalan dengan lancar dan sukses, maka senjata dalam menghadapi orang

ramai, sebagai komunikator atau da’i sangat penting dalam keterampilan

dalam berkomunikasi dakwah, seorang komunikator berhasil atau tidaknya tergantung pada kecakapan di bidang metodologinya.

Menurut Asmuni Syukir, mengatakan bahwa metodologi dakwah adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari cara-cara berdakwah untuk

mencapai tujuan yang efektif dan efisian.15

Menurut Wardi Baghtiar menjelaskan bahwa: Metodologi dakwah ialah cara-cara yang di pergunakan oleh da’i untuk mennyapaikan materi dakwah yaitu al-Islam atau serentetan kegiatan untuk mencapai tujuan

tertentu.16

Salah satu faktor yang menyebabkan sukses dan tidaknya usaha dakwah antara lain terletak pada metode yang di pakai dan sekaligus kemampuan menerapkan. Metode yang digunakan oleh Rasulillah antara lain adalah dengan cara mengirimkan surat-surat kepada penguasa-penguasa besar, contohnya beliau kirimkan surat seruan surat dakwah kepada Hiraqiu (Herachus) kaisar Rum yang berkuasa penuh di Damaskus

       15

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya : Al-ikhlas, 1983), h.100

16

 

pada masa itu.17 Metode dakwah menyangkut masalah bagaimana caranya

dakwah itu harus dilaksanakan. Tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan

dakwah yang telah dirumuskan akan efektif bilamana dilaksanakan dengan cara yang tepat.

Pernyataan tersebut di atas, dapat difahami bahwa metode dakwah merupakan suatu kemampuan manusia atau da’i untuk menyampaikan dakwah dengan keterampilan dan kebolehannya dalam menggunakan alat-alat kerja sesuai dengan kondisi masyarakat dan sasaran dakwah agar berlangsung dengan efektif dan efesian. Juru dakwah harus berwawasan luas dalam melihat sasaran yang akan dituju dan metode apakah yang akan dipergunakan. Untuk mendapat hasilnya dengan memuaskan atau tidak, itu tergantung pada metode dalam berdakwah.

Secara umum bentuk dakwah adalah sebagai berikut:

a) Metode Ceramah (retorika dakwah)

b) Metode Tanya jawab

c) Metode debat

d) Pendidikan dan pengajaran Agama

       17

Hamka, Prinsip dan Kebijaksanaan Dakwah Islam, (Jakarta : Pustaka Panjimas, 1990), h.35

 

e) Silaturrahmi18

4. Media Dakwah

Secara bahasa, istilah media merupakan jamak dari bahasa latin yaitu “median” yang berarti alat perantaran. Sedangkan secara istilah media berarti segala sesuatu yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan tertentu dengan demikian dapat dirumuskan bahwa media dakwah berarti segala sesuatu yang dapat di gunakan untuk mencapai tujuan dakwah yang

telah ditentukan.19

Secara garis besarnya media dakwah dapat digolongkan kepada:

a. Lisan, merupakan media yang paling mudah penggunaannya, yaitu

dengan mempergunakan lidah dan suara.

b. Tulisan, media ini berfungsi untuk menggantikan keberadaan da’i

dalam proses dakwah, tulisan dapat menjadi alat komunikasi antara da’i dan mad’u.

c. Lukisan atau gambar atau ilustari, media ini berfungsi sebagai penarik

lisan, merupakan media yang paling mudah penggunaannya, yaitu dengan perhatian dan minat mad’u dalam mempertegas pesan dakwah.

       18

Asmuni Syukir, Dasar-dasar Strategi Dakwah Islam, (Surabaya : Al-ikhlas, 1983), h.104-106

19

 

d. Audio visual, media ini dapat merangsang indera penglihatan dan

pandangan mad’u.

e. Akhlak, yaitu langsung dimanifestasikan dalam tingkahlaku da’i.20

Sedangkan jika dilihat dari sifatnya, media dakwah dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu:

a. Metode tradisional, yaitu berbagai macam seni dan pertunjukan yang

secara tredisional dipentaskan di depan umum terutama sebagai hiburan yang memiliki sifat kominikatif seperti ludruk, wayang kulit dan drama.

b. Media modern, yaitu media yang dihasilkan dari teknologi antara lain

seperti televise, radio,pers dan lain-lain.21

D. Strategi Dakwah

Dari keaneka ragaman pendapat para ahli yang sebut tentang pengertian dakwah seperti yang telah memberi penjelasan di atas, meskipun terdapat kesamaan ataupun perbedaan-perbedaan namun bila dikaji dan disimpulkan bahwa dakwah adalah suatu usaha atau proses yang diselenggarakan dengan sadar dan terencana untuk mengajak manusia ke jalan Allah, memperbaiki situasi yang

       20

Hamzah Ya’kub, Publisistik Islam, Teknik Dakwah dan Leadership, (Bandung : C.V Diponegoro, 1986), h.13

21

Adi Sasono, et.Al., Solusi Islam Atas Problematika Umat (Ekonomi, Pendidikan dan Dakwah), (Gama Insane Press, 1988), Cet ke-1, h.154

 

lebih baik, usaha tersebut dilakukan dalam rangka tertentu, yakni hidup sejahtera di dunia dan di akhirat.

Berkaitan dengan strategi dakwah Islam, maka diperlukan pengenalan yang tepat dan akurat terhadap realitas hidup manusia yang secara aktual berlangsung dalam kehidupan dan mungkin realitas - realitas hidup antara satu masyarakat dengan masyarakat lain berbeda. Di sini, juru dakwah dituntut memahami situasi dan kondisi masyarakat yang terus mengalami perubahan , baik secara kultural maupun sosial keagamaan. Strategi dakwah semacam ini telah diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rasulullah Muhammad SAW dalam menghadapi situasi dan kondisi masyarakat Arab Saat itu. Strategi dakwah Rasulullah yang dimaksud antara lain menggalang kekuatan di kalangan keluarga dekat dan tokoh kunci yang sangat berpengaruh di masyarakat dengan jangkauan pemikiran yang sangat luas, melakukan hijrah ke Madinah untuk falt al-makkah

dengan damai tanpa kekerasan, dan lain sebagainya.22

Kemudian jika dikaitkan dengan era globalisasisaat ini, maka juru dakwah harus memahami perubahan transisional pada kekuatan magis dan retual ke arah ketergantungan pada sains dan kepercayaan serta transisi dari suatu masyarakat yang tertutup, sakral dan tunggal ke arah keterbukaan, plural dan sekuler. Jadi suatu strategi tidak bersifat universal. Ia sangat tergantung pada realitas hidup

       22

Rafi’udin dan Maulana Abdul Djaliel, Prinsip dan strategi dakwah, (Bandung:Pustaka setia 1997), h.78

 

yang sedang dihadapi. Karena itu, strategi harus bersifat terbuka terhadap segala

kemungkinan perubahan masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.23

Berkaitan dengan perubahan masyarakat yang berlangsung di era globalisasi, maka perlu dikembangkan dakwah Islam sebagai berikut;

Pertama, meletakkan paradigma tauhid dalam dakwah. Pada dasarnya dakwah merupakan usaha penyampaian risalah tauhid yang memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan yang universal (egaliter, keadilan dan kemerdekaan). Dakwah berusaha mengembangkan fitrah dan kehanifan manusia agar mampu memahami hakikat hidup yang berasal dari Allah dan akan kembali kepadaNya. Dengan mengembangkan potensi atau fitrah dan kedhaifan manusia, maka dakwah tidak lain merupakan suatu proses memanusiakan manusia dalam proses transformasi sosio-kultural yang membentuk ekosistem kehidupan. Karena itu, tauhid merupakan kekuatan paradigmatis dalam teologi dakwah yang akan memperkuat strategi dakwah.

Kedua, perubahan masyarakat berimplikasi pada perubahan paradigmatik pemahaman agama. Dakwah sebagai gerakan transformasi sosial sering dihadapkan pada kendala-kendala kemapanan keberagamaan seolah-olah sudah merupakan standar keagamaan yang final sebagaimana agama Allah. Pemahaman agama yang terlalu eksoteris dalam memahami gejela-gejela kehidupan dapat menghambat pemecahan masalah sosial yang dihadapi oleh para juru dakwah itu sendiri. Oleh karena itu, diperlukan pemikiran inovatif yang dapat mengubah

       23

Awaludin pimay, Paradigma Dakwah Humanis Strategi dan Metode Dakwah Prof. KH. Saifuddin Zuhri, (Semarang: RaSAIL 2005), h.53

 

kemapanan pemahaman agama dari pemahaman yang tertutup menuju pemahaman yang terbuka.

Ketiga, strategi yang imperatif dalam dakwah. Dakwah Islam beroientasi pada upaya amar ma’ruf dan nahi munkar. Dalam hal ini, dakwah tidak dipahami secara sempit sebagai kegiatan yang identik dengan pengajian umum atau memberi ceramah di atas podium, lebih dari itu esensi dakwah sebetulnya adalah

segala bentuk kegiatan yang mengandung unsur amar ma’ruf dan nahi munkar.24

Dapat disimpulkan bahwa strategi dakwah adalah suatu cara atau metode yang dipakai untuk mengaktualisasikan iman masyarakat sehingga mempengaruhi cara berpikir, merasa, bersikap bertindak dalam rangka mengusahakan terwujudnya ajaran Islam dalam semua segi kehidupan, yang bertujuan yaitu tercapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

E. Pengertian Majelis Agama Islam

Majelis Agama Islam merupakan sebuah badan swasta yang telah didirikan oleh sekumpulan Alim Ulama Patani yang tujuan utamanya adalah berkhidmat kepada umat Islam di Patani Selatan Thailand serta mengurus hal ehwal Agama Islam menurut syariat Islam.

Majelis Agama Islam dalam menghadapi segala tantangan pengaruh medernitas menjadikan fungsi, tangungjawab dan peranannya semakin luas dan berat. Salah satunya berusaha membimbing dan membina masyarakat Islam       

24

Awaludin, Paradigma Dakwah Humanis Strategi dan Metode Dakwah Prof. KH. Saifuddin Zuhri, h.52

 

Patani Selatan Thailand yang dituangkan kedalam suatu bentuk program pengembangan masyarakat Islam. Agar masyarakat Islam dapat menjalankan kewajiban dan tuntutan agama Islam secara leluasa di samping membela masyarakat Islam minoritas yang tertindas oleh kaum mayoritas terutama dalam masalah yang berkaitan dengan agam Islam. Karena Majelis Agama Islam merupakan jantung Masyarakat Islam Patani Selatan Thailand yang harus

berjuang demi kejayaan dan kesuksesan umat yang sudah lama tertindas.25

       25

Mr.Anan Nisoh, “Peranan MAjelis Agama Islam Wilayah Patani Dalam Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan Islam di Patani Selatan Thailand” (Tesis S2 Program Magister Studi Islam, Universitas Muhammadiyah Jakarta, 2013), h.1-2

 

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG MAJELIS AGAMA ISLAM

WILAYAH NARATHIWAT

A. Sejarah Berdiri

Sebelum perang dunia ke-II, para alim ulama di Patani Selatan Thailand (Patani, Yala, Narathiwat, Senggora) merasa bertanggung jawab atas perkara-perkara yang berlaku dan timbul bermacam-macam perselisihan umat Islam, sedang waktu itu belum wujud suatu lembaga untuk menyelesaikan masalah yang timbulnya, khusus dalam Ahwal Syakhsiyah karena tidak ada orang yang bertanggung jawab seperti mufti, dengan itu para alim ulama Patani bermusyawarah dan dapat mengambil keputusan, bahwa mereka mesti mengadakan tempat penyelesaian hal ahwal Agama, yang mana sekarang ini di

kenal dengan nama Majelis Agama Islam.26

Dengan demikian para alim ulama Patani dengan sebulat suara bersetuju menumbuhkan tempat penyelesaian urusan agama Islam dan sekaligus berfungsi sebagai Qadi Syar’i mengurus dan mengawal orang-orang Islam di Patani Selatan Thailand.

Badan ini bertanggungjawab langsung diatas umat yang bermasalah khususnya masalah-masalah yang ada hubungan dengan agama Islam. Oleh

       26

Badan Urusan Khidmat Masyarakat, Latar Belakang Majelis Agama Islam Wilayah Narathiwat, (Press:Pusaka Menara,2000), h.2

 

karena itu pada tanggal yang tidak dicatatkan, pihak alim ulama telah mengadakan musyawarah dan menghasilkan keputusan yang positif bagi mengadakan sebuah badan untuk berkhidmat kepada umat masyarakat Melayu Patani dalam hal ahwal agama Islam dan sekaligus berfungsi sebagai pejabat Qadi Syar’i dalam

pengaturan dan mengawal kepentingan umat Islam.27

Pada tahun 1940, terbentuklah Majelis Agama Islam (MAI) dan dilantik Almarhum Tuan Guru Haji Sulong bin Haji Abdulqadir Tokmina salah seorang ulama besar yang terkemuka pada waktu itu menjadi ketua Majelis Agama Islam

Sebagai Qadi Syar’I Dharuri.28

Pada tahun 1944 semua para alim ulama dan guru-guru pondok pesantren yang diketua oleh Haji Sulong mengadakan perjumpaan membentuk kerja sama antara ulama dengan pemimpin setempat untuk mempertahankan marwah orang Islam dari tindakan mengsiamkan orang Melayu.

Setelah itu Majelis Agama Islam (MAI) di ganti nama jadi Majelis Agama Islam Wilayah Patani (MAIP).Yang mana pada waktu itu para alim ulama Patani merasa bertanggung jawab atas perkara yang berlaku di Selatan Thailand (Patani, Yala, Narathiwat, Senggora), oleh karena tidak ada sesuatu badan pun yang bertanggung jawab berkenaan dengan urusan hal ahwal Agama Islam seperti wali

       27

Badan Urusan Khidmat Masyarakat, Latar Belakang Majelis Agama Islam Wilayah Narathiwat, …., h.2

28

Tuan Guru Haji Sulong atau Muhammad Sulong dilahirkan pada tahun 1895 M. di kampung Anak Ru, Patani (sebuah kampung dalam kawasan Bandar Patani sekarang), wafatnya pada 13 Agustus 1954, beliau dibunuh kemudian dibuang ke dalam laut Sanggura (Sungkla sekarang) di pulau tikus. Lihat : Ahmad Fathi Al-Fathoni, Ulama Besar Dari Fathoni, (Malaysia: UKM, 2001), Cet.ke-1, h.140

 

amri atau Qadi. Maka dengan itu para alim ulama Patani bersepakat untuk membangun lembaga Majelis Agama Islam di setiap Wilayah di Selatan Thailand (Patani, Yala, Narathiwat, Senggora) yaitu Majelis Agama Islam Wilayah

Dokumen terkait