• Tidak ada hasil yang ditemukan

GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

Dalam dokumen REFERAT Gangguan Cemas (Halaman 36-47)

Definisi Gangguan Obsesif Kompulsif

Suatu obsesi adalah pikiran, perasaan, ide, atau sensasi yang menganggu (intrusif). Sedangkan kompulsi adalah pikiran atau perilaku yang disadari, dibakukan, dan rekuren, seperti menghitung, memeriksa, atau menghindari.

Obsesi meningkatkan kecemasan seseorang, sedangkan melakukan kompulsi menurunkan kecemasan seseorang. Tetapi, jika seseorang memaksa untuk melakukan suatu kompulsi, kecemasan adalah meningkat.

Seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif biasanya menyadari irasionalitas dari obsesi dan merasaka bahwa obsesi dan kompulsi sebagai ego-distonik. Gangguan obsesif-kompulsif dapat merupakan gangguan yang menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi dapat menghabiskan waktu dan dapat mengganggu secara bermakna pada rutinitas normal seseorang, fungsi pekerjaan, aktivitas sosial yang biasanya, atau hubungan dengan teman dan anggota keluarga.

Prevalensi gangguan obsesi kompulsif sebesar 2-2,4%. Sebagian besar gangguan dialami pada saat remaja atau dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi bisa terjadi pada masa kayak. Perbandingan laki-laki : perempuan berimbang, dan seringkali dilatar belakangi oleh ciri kepribadian anankastik yang menonjol.

Etiologi Gangguan Obsesif Kompulsif

Penyebab gangguan obsesi kompulsif bersifat multifactorial, yaitu interaksi antara factor biologik, genetik, factor psikososial.

Faktor Biologik Neurotransmitter

1. Sistem Serotonergik

Telah banyak pengujian obat yang mendukung hipotesis bahwa disregulasi dari obat-obat serotonergik lebih efektif dari obat yang mempengaruhi sistem neurotransmitter lain, tetapi patofisiologi jelas hubungan serotonin dapat mempengaruhi gangguan obsesif kompulsif masih belum jelas. Studi klinis yang telah meneliti konsentrasi metabolisme serotonin pada cairan serebrospinal dan afinitasnya dan jumlah platelet-binding sites dari tritiated imipramine (Trofranil), yang berhubungan dengan daerah perlekatan reuptake serotonin, dan telah dilaporkan temuan variabel pada pasien gangguan obsesi kompulsif.

2. Sistem noradrenergik

Pada masa sekarang ini, sudah berkurang bukti-bukti nyata yang menyatakan bahwa disfungsi pada sistem noradrenergik pada gangguan obsesi kompulsif. Laporan anekdotal menunjukkan kemajuan pada gejala obsesi kompulsif yang menggunakan clonidine oral, obat yang menurunkan jumlah pelepasan norephineprin dari ujung saraf presinaptik.

Berdasarkan sejumlah kejadian nyata, terdapat hubungan positif antara infeksi streptokokus dan gangguan obsesi kompulsif. Infeksi Streptokokus hemoliticus grup-a dapat menyebabkan demam rematik, dan berkisar antara 10-30% dari pasien tersebut berkembang menjadi Sydenham’s chorea dan menunjukkan gejala obsesi kompulsif.

Studi Pencitraan Otak

Neuroimaging pada pasien dengan gangguan obsesi kompulsif telah menghasilkan data yang menunjukkan kelainan fungsi pada jalinan saraf antara korteks orbitofrontal, kaudatus, dan thalamus. Contoh studi pencitraan otak lainnya yaitu positron emission tomography (PET) telah menunjukkan aktivitas yang meningkat (metabolisme dan aliran darah) pada lobus frontal, basal ganglia (terutama pada kaudatus), dan cingulum pada pasien dengan gangguan obsesi kompulsif. Keterlibatan pada area tersebut pada patologi pasien dengan gangguan obsesi kompulsif. Tampak lebih berhubungan dengan jalur kortikostiatal daripada jalur amigdala yang lebih fokus pada penelitian gangguan cemas. Tatalaksana secara farmakologi dan kebiasaan dilaporkan dapat memperbaiki abnormalitas. Data dari studi fungsi kerja otak sesuai dengan data dari studi gambaran otak secara struktural. Studi computed tomographic (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) menemukan bahwa bagian kaudatus bilateral lebih kecil pada pasien dengan gangguan obsesi kompulsif. Kedua studi pencitraan otak tersebut juga menunjukkan hasil yang mendukung observasi prosedur neurologis yang melibatkan cingulum, kadang menunjukkan hasil efektif pada pengobatan gangguan obsesi kompulsif. Pernah dilaporkan pada studi MRI, terdapat peningkatan waktu relaksasi T1 pada korteks frontal, temuan tersebut sesuai dengan lokasi abnormalitas pada studi PET. Genetik

Terdapat studi yang mendukung hipotesis bahwa terdapat pengaruh genetik pada gangguan obsesi kompulsif. Terdapat bukti tiga sampai lima kali lebih besar kemungkinan mendapatkan gangguan obsesi kompulsif atau jenis lainnya pada angka kejadian. Studi juga menunjukkan hubungan gangguan obsesi kompulsif

pada pasien kembar lebih tinggi pada kembar monozigot daripada kembar dizigot. Studi lain juga menunjukkan peningkatan angka kejadian pada gangguan yang menyerupai obsesi kompulsif, gangguan tik, gangguan bentuk tubuh, hipokondriasis, gangguan makan, dan gangguan kebiasaan, seperti menggigit kuku. Data Biologis Lainnya

Studi elektrofisiologi, studi elektroensepalogram saat tidur, dan studi neuroendokrin telah memberkan data yang mengindikasi beberapa kesamaan antara gangguan depresif dan gangguan obsesi kompulsif. Insiden menunjukkan peningkatan pada abnormalitas EEG nonspesifik yang terdapat pada pasien gangguan obsesi kompulsif. Studi sleep EEG menunjukkan abnormalitas yang menyerupai gangguan depresif, seperti menurunnya rapid eye movement latency. Studi neuroendokrin juga telah menunjukkan analogi dengan gangguan depresif, seperti nonsupresi pada tes supresi dexametason pada satu pertiga pasien dan turunnya sekresi hormon pertumbuhan dengan infus klonidin.

Seperti telah disebutkan, studi telah menyarankan hubungan yang memungkinkan antara kasus gangguan obsesi kompulsif sebelunya dan beberapa tipe sindrom tik motorik. Sebagian besar studi keluarga dari probandus dengan gangguan obsesi kompulsif ditemukan peningkatan angka kejadian kelainan Tourette dan tik motorik yang kronis hanya disekitar kerabat yang juga mendapatkan kelainan tik. Hasil studi juga menunjukkan kotransmisi antara sindrom Tourette, gangguan obsesi kompulsif, dan tik motorik kronis pada keluarga.

Faktor Kebiasaan

Berdasarkan studi teori, obsesi adalah kondisi yang menstimulus. Hubungan antara stimulus netral menjadi berasosiasi dengan ketakutan atau anxietas melalui proses dari hasil pengkondisian yang berhubungan yang menyebabkan anxietas. Pada objek sebelumnya dan dikatakan bahwa stimuli yang sesuai dapat mencetuskan anxietas atau rasa tidak nyaman.

Kompulsi diartikan dalam arti lain. Ketika seseorang menemukan bahwa melakukan suatu tindakan dapat mengurangi anxietas yang berhubungan dengan pikiran yang obsesif, ia menjadikan kegiatan tersebut sebagai strategi untuk melakukan kegiatan kompulsi atau kebiasaan untuk mengendalikan anxietas. Secara bertahap, karena efek pengurangan anxietas, strategi tersebut menjadi menetap, menjadi suatu pola kebiasaan yang kompulsif. Mempelajari teori menunjukkan teori yang berguna untuk menjelaskan beberapa aspek dari gangguan obsesi kompulsif, sebagai contoh ide-ide yang mencetuskan anxietas tidaklah sepenuhnya menyebabkan ketakutan, dan tindakan yang dilakukan hanyalah berupa pola atau suatu kebiasaan.

Faktor Psikososial Faktor Personalitas

Gangguan obsesi kompulsif dihubungkan dengan pikiran obsesif yang perduli pada detail, perfeksionalitas, dan personalitas lainnya. Sebagian besar orang dengan gangguan obsesi kompulsif tidak memiliki gejala kompulsif yang menyertai sebelumnya. Hanya sekitar lima belas sampai tiga puluh lima persen dari pasien dengan gangguan obsesi kompulsif yang terdapat gangguan obsesif yang berkembang.

Faktor Psikodinamik

Insight psikodinamik mungkin dapat membantu pada pemahaman masalah pada penatalaksanaan, kesulitan interpersonal, dan masalah pesonalitas yang sesuai dengan gangguan Axis I. Tidak sedikit pasien dengan gangguan obsesi kompulsif menolak berkooperatif dengan pengobatan secara efektif dengan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRIs) dan terapi kebiasaan. Bagaimanapun juga gejala dari gangguan obsesi kompulsif mungkin saja disertai secara biologis, gangguan psikodinamis mungkin menyertai. Pasien dapat menjadi sadar bahwa gejalanya dapat menetap.

Kontribusi lainnya untuk pengertian psikodinamis melibatkan dimensi interpersonal. Studi telah menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang saling mendukung pasien melalui partisipasi aktif dalam ritual atau modifikasi pada rutinitas sehari-hari. Akomodasi studi pada keluarga yang berhubungan dengan stress yang terjadi pada keluarga, penolakan kebiasaan yang dilakukan pasien, dan keadaan keluarga yang miskin. Seringkali anggota keluarga terlibat dalam usaha untuk mengurangi kecemasan atau mengontrol ekspresi kemarahan pasien. Pola ini atau hubungannya disesuaikan dengan pola penatalaksanaan yang akan dilakukan. Dengan melihat pada pola hubungan interpersonal dari perspektif psikodinamik, pasien dapat mempelajari bagaimana kelainan pasien dapat mempengaruhi orang lain.

Penelitian menyarankan bahwa gangguan obsesi kompulsif dapat meningkatkan angka stresor lingkungan, terutama pada mereka yang dalam proses kehamilan, kelahiran, atau proses tumbuh kembang pada anak-anak.

Gambaran Klinis Gangguan Obsesif Kompulsif

Obsesi dan kompulsi memiliki ciri tertentu secara umum:

• Suatu gagasan atau impuls yang memaksa dirinya secara bertubi-tubi dan terus menerus ke dalam kesadaran seseorang

• Perasaan ketakutan yang mencemaskan yang menyertai manifestasi sentral dan sering kali menyebabkan orang melakukan tindakan kegagalan melawan gagasan atau impuls awal

• Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien); yaitu ia dialami sebagai asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya sendiri sebagai makhluk psikologis.

• Pasien mengenali obsesi dan kompulsif merupakan sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal

untuk menahannya

Ada 4 pola gejala utama gangguan obsesi kompulsif yaitu :

1. Kontaminasi; pola yang paling sering terjadi yang diikuti oleh perilaku mencuci dan menghindari obyek yang dicurigai terkontaminasi 2. Sikap ragu-ragu yang patologik; obsesi tentang ragu-ragu yang ikuti dengan perilaku mengecek/memeriksa. Tema obsesi tentang situasi berbahaya atau kekerasan (seperti lupa mematikan kompor atau tidak mengunci rumah).

3. Pikiran yang intrusif; pola yang jarang, pikiran yang intrusif tidak disertai kompulsi, biasanya pikira berulang tentang seksual atau tindakan agresif.

4. Simetri; obsesi yang tema kebutuhan untuk simetri, ketepatan sehingga bertindak lamban, misalnya makan memerlukan waktu berjam-jam, atau mencukur kumis dan janggut.

Pedoman Diagnostik Gangguan Obsesif dan Kompulsif Menurut International Classification of Diseasaes X (ICD-10)

Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesional dan tindakan kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua minggu berturut-turut, dan merupakan sumber distres dan gangguan aktivitas. Gejala-gejala obsesional harus memiliki ciri-ciri berikut :

a) Harus dikenal/disadari sebagai pikiran atau impuls dari diri individu sendiri; b) Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang masih tidak berhasil dilawan,

meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh penderita;

c) Pikiran untuk melaksanakan tindakan tersebut di atas bukan merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan (sekadar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas tidak dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas);

tidak menyenangkan. Termasuk :

• Neurosis anankastik • Neurosis obsesional

• Neurosis obsesif-kompulsif

Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV ( DSM-IV-TR)

Kriteria Diagnosis berdasarkan DSM-IV TR A. Salah satu obsesi atau kompulsi :

Obsesi seperti yang didefinisikan oleh (1),(2),(3), dan (4) :

1. Pikiran, impuls, atau layangan yang berulang dan menetap yang dialami, pada suatu saat selama gangguan, dirasakan mengganggu dan tidak sesuai, dan menyebabkan kecemasan dan penderitaan yang jelas.

2. Pikiran, impuls, atau bayangan tidak hanya kekhawatiran berlebihan tentang masalah kehidupan yang nyata.

3. Orang berusaha untuk mengabaikan atau menekan pikiran, Impuls, atau bayangan tersebut untuk menetralkannya dengan pikiran atau tindakan lain 4. Orang menyadari bahwa pikiran, impuls, atau bayangan obsesional adalah

hasil dari pikirannya sendiri (tidak disebabkan dari luar seperti penyisipan pikiran)

Kompulsi seperti yang didefinisikan oleh (1) dan (2) :

1. Perilaku berulang (misalnya, mencuci tangan, mengurutkan, memeriksa) atau tindakan mental (misalnya, berdoa, menghitung, mengulangi kata-kata dalam hati) yang dirasakannya mendorong untuk melakukan sebagai respon terhadap suatu obsesi, atau menurut dengan aturan yang harus dipatuhi secara kaku.

2. Perilaku atau tindakan mental ditujukan untuk mencegah atau mengurangi penderitaan atau mencegah suatu kejadian atau situasi yang menakutkan; akan tetapi, perilaku atau tindakan mental tersebut tidak dihubungkan dengan cara yang realistik dengan apa yang mereka maksudkan untuk menetralkan atau mencegah, atau secara jelas berlebihan.

B. Pada suatu waktu selama perjalanan gangguan, orang menyadari bahwa obsesi atau kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan. Catatan : hal ini tidak berlaku untuk anak-anak.

C. Obsesi atau kompulsi menyebabkan penderitaaan yang jelas, menghabiskan waktu (lebih dari 1 jam sehari), atau secara bermakna mengganggu rutinitas normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau kegiatan atau hubungan sosial biasanya.

D. Jika terdapat gangguan Aksis I lainnya, Isi obsesi atau kompulsi tidak terbatas padanya (misalnya, preokupasi dengan makanan yang terdapat pada Gangguan Makan; mencabut rambut yang terdapat pada Trikotilomania; perhatian pada penampilan yang terdapat pada Gangguan Dismorfik Tubuh; preokupasi dengan zat yang terdapat pada suatu Gangguan Penggunaan Zat; preokupasi dengan menderita suatu penyakit serius yang terdapat pada Hipokondriasis; preokupasi dengan dorongan atau fantasi seksual yang terdapat pada Parafilia; atau perenungan bersalah yang terdapat pada Gangguan Depresi Mayor.

E. Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari zat (misal, penyalahgunaan zat, pengobatan) atau suatu kondisi medis umum

Sebutkan Jika :

Dengan tilikan buruk : jika, selama sebagian besar waktu episode terakhir, orang tidak menyadari bahwa obsesi dan kompulsi adalah berlebihan atau tidak beralasan.

Kondisi Medis

Gangguan neurologis utama yang dipertimbangkan di dalam diagnosis banding adalah gangguan Tourette, gangguan tik lainnya, epilepsi lobus temporalis. Kondisi Psikiatrik

Pertimbangan utama di dalam diagnosis bading gangguan obsesif-kompulsif adalah skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif-kompulsif, fobia, dan gagguan depresif Penatalaksaan Gangguan Obsesif Kompulsif

Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif kompulsif adalah faktor biologik, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian farmakoterapi dan terapi perilaku.

Obat-obatan yang umum digunakan pada gangguan obsesif-kompulsif berupa SSRI sebagai terapi lini pertama contohnya fluoxetine, fluvoxamine, paroxetine, sertraline, dan citalopram; antidepresan trisiklik seperti clomipramine yang terbukti paling efektif dibandingkan dengan obat-obatan trisiklik lainnya. Obat-obatan tersebut memiliki efek samping, SSRI memiliki efek samping berupa rasa mual, gangguan tidur, nyeri kepala, dan rasa gelisah yang sifatnya transient sehingga tidak terlalu mengganggu. Untuk pengobatan dengan clomipramine perlu diperhatikan pemberian dosis awal, karena memiliki efek samping gangguan sistem gastrointestinal, hipotensi ortostatik, dan efek antikolinergi serta sedasi berat. Bila terapi dengan SSRI dan clomipramine tidak efektif, dapat diberikan beberapa obat lain seperti valproat, litihium, atau carbamazepine. Venlafaxine, pindolol, dan obat-obatan MAOI (phenelzine) juga dapat digunakan sebagai tambahan.

Terapi perilaku pada seseorang dengan gangguan obsesif-kompulsif dapat berupa exposure and response prevention dimana pasien dipanjankan dengan stimulusnya namun diingatkan dan diawasi untuk menahan perasaan kompulsifnya. Desensitisasi, thought stopping, dan thought flooding, merupakan terapi yang dapat digunakan pada pasien dengan gangguan obsesif kompulsif. Untuk keberhasilan dari terapi perilaku, sebaiknya terapi ini digabungkan dengan obat-obatan, psikoterapi, dan yang terutama memerlukan tingkat komitmen pasien yang tinggi.

Dalam proses terapi, diperlukan dukungan dari keluarga yang cukup sehingga pasien dapat mempertahankan tingkat komitmennya terhadap terapi yang dijalaninya. Dalam kondisi tertentu, terapi kelompok juga dapat membantu seorang pasien dalam terapinya.

Pada kasus-kasus yang ekstrim, dapat dipertimbangkan terapi elektro-konvulsi dan bedah psikis. Yang umumnya digunakan terkait dengan kasus gangguan obsesif-kompulsif adalah cingulotomy yang sukses pada 25-30 % pasien. Selain itu juga terdapat capsulotomy.Teknik bedah nonablasi dimana menanamkan elektrode-elektrode pada nukleus-nukleus ganglia basal. Terapi-terapi ini dilakukan dengan bantuan MRI. Komplikasi dari terapi bedah tersebut umumnya adalah kejang, yang dapat diterapi dengan fenitoin.

Perjalanan Penyakit/Prognosis Gangguan Obsesif Kompulsif

Lebih dari 50% pasien dengan gangguan obsesif kompulsif gejala awalnya muncul mendadak. Permulaan gangguan terjadi setelah adanya peristiwa yang menimbulkan stres, seperti kehamilan, masalah seksual, kematian keluarga. Seringkali pasien merahasiakan gejala sehingga terlambat datang berobat. Perjalanan penyakit bervariasi, sering berlangsung panjang, beberapa pasien mengalami perjalanan penyakit yang berfluktuasi sementara sebagian lain menetap dan terus-menerus ada.

Kira-kira 20-30 % pasien mengalami perbaikan gejala yang bermakna, sementara 40-50% perbaikan sedang, sedangkan sisanya 20-40% gejalanya menetap atau memburuk. Sepertiga gangguan obsesif kompulsif disertai gangguan depresi, dan semua pasien dengan gangguan obsesif kompulsif memiliki risiko bunuh diri.

Indikasi prognosis buruk adalah: kompulsi yang diikuti, awitan masa kanak, kompulsi yang bizarre, memerlukan perawatan rumah sakit, ada komorbiditas

dengan gangguan depresi, adanya kepercayaan yang mengarah ke waham dan adanya gangguan kepribadian(terutama kepribadian skizotipal). Indikasi adanya prognosis yang baik adalah adanya penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa yang menjadi pencetus, gejaja yang episodik.

Dalam dokumen REFERAT Gangguan Cemas (Halaman 36-47)

Dokumen terkait