• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teman-teman Ray heboh. Ada kedai baru di samping sekolah. Makanan yang dijual pun aneh, namanya Wedang Tahu. Isinya adalah kembang tahu dengan kuah campuran jahe dan gula merah. Ray baru tau, kalau tahu bisa berkembang.

“Bukan kembang yang itu, Ray..” kata Emil, teman sekelasnya yang sudah pernah mencoba. “Ini kembang tahu yang bisa dimakan. Seperti agar-agar, tapi warnanya putih. Katanya sih, dari susu kedelai.”

“Harganya berapa?” tanya Ray.

“Lima ribu rupiah semangkok,” sahut Emil.

Ray menggaruk kepalanya. Uang jajannya hanya seribu sehari. Lima ribu rupiah berarti tidak jajan selama lima hari. Aduuh, mana tahan.

“Kamu kan, masih kelas tiga SD, tidak usah bawa uang jajan banyak-banyak. Kalau mau beli wedang tahu, tunggu ayahmu gajian ya..” begitu kata Ibu saat pagi tadi Ray meminta uang jajan lebih untuk membeli wedang tahu.

“Wah, masih lama dong, Bu. Padahal teman-teman sekelas sudah mencoba semua. Katanya enak sekali. Cuma aku saja yang belum..” rajuk Ray.

“Memangnya kenapa sih, kalau belum makan wedang tahu? Nilaimu jadi jelek? Atau tinggi badanmu jadi berkurang?” seloroh Ibu.

“Ya tidak juga, Bu..” sahut Ray.

“Ya sudah, kalau begitu lekas berangkat sekolah. Sudah hampir jam tujuh..” kata Ibu.

Ray melirik jam dinding, kemudian bergegas mengambil sepeda dan berangkat ke sekolah.

Mau makan wedang tahu saja harus menunggu ayah gajian, pikir Ray.

Ray menghela nafas lalu menundukkan kepalanya, saat itu ia melihat sebuah amplop berwarna putih. Ray

mengambil dan membukanya. Matanya terbelalak. Ada dua lembar uang seratus ribu di dalamnya. Ray melihat sekeliling. Kelas masih sepi karena pelajaran belum dimulai. Buru-buru disimpannya amplop itu di saku celana. Sepanjang pelajaran Ray terus memikirkan isi amplop itu. Wah, aku bisa membeli wedang tahu tanpa harus menunggu ayah gajian, pikirnya. Bahkan bisa mentraktir teman satu kelas.

Sekolah usai. Ray dan teman-temannya bergegas keluar. Hanya Lisa dan Nina yang masih berada di kelas. Ia tampak kebingungan mencari sesuatu.

“Mencari apa?” tanya Nina, teman sebangku Lisa. “Uangku hilang. Tadi aku masukkan ke dalam amplop putih, lalu aku simpan di tas. Tapi sekarang tidak ada..” keluh Lisa.

“Memangnya berapa isinya?” “Dua ratus ribu.”

Ray terhenyak. Ia tak sengaja mendengar pembicaraan Lisa dan Nina. Jangan-jangan, uang yang tadi ditemukannya adalah milik Lisa. Ray bimbang. Ia

ingin mengembalikan uang itu, tapi nanti ia tidak jadi membeli wedang tahu. Ah, besok saja deh. Lagi pula, ia sedang terburu-buru. Ada janji bermain sepak bola dengan teman-temannya.

* * *

“Kamu sedang apa sih? Dari tadi kok, membongkar-bongkar cucian?” tanya Ibu keheranan. Sejak pulang bermain bola bersama teman-temannya tadi, Ray tampak sibuk mencari sesuatu.

“Ibu tadi menemukan sesuatu di saku celana sekolahku tidak?” Ray balik bertanya.

“Iya. Tapi sudah Ibu buang..” jawab Ibu singkat. “Haaa!!” pekik Ray histeris. Ia berlari kecil menuju bak sampah di depan rumah. Kosong. Pasti tukang sampah sudah mengambilnya tadi, pikir Ray.

Ray buru-buru mengeluarkan sepedanya. Sampai-sampai lupa berpamitan pada ibunya. Bagaimana kalau amplop berisi uang itu ditemukan oleh orang lain? Atau basah terendam air? Atau rusak karena tertimbun

sampah? Pikiran Ray campur aduk. Pokoknya ia harus menemukan amplop itu.

Sudah tiga kali Ray mengelilingi kompleks, tapi tukang sampah itu tidak ia temukan.

Ray menyerah. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang. Di tengah jalan, tiba-tiba rantai sepedanya putus. Ray terpaksa menuntun sepedanya.

Saat melewati rumah Pak Ivan, tanpa sadar ban sepeda Ray menginjak ekor anjing peliharaan Pak Ivan yang sedang tidur. Anjing itu kaget lalu menyalak ke arah Ray dan mengejarnya. Ray takut bukan kepalang. Sambil menuntun sepedanya, Ray berlari sekencang-kencangnya sampai sandalnya putus. Sepedanya pun oleng kesana-kemari. Untung saja Pak Ivan cepat-cepat memanggil anjing itu. Kalau tidak, anjing itu akan terus mengejarnya.

Begitu sampai di rumah, Ray langsung merebahkan badannya di sofa.

“Kamu dari mana, Ray?” tanya Ibu heran. “Mencari amplop, Bu..”

“Amplop?”

“Amplop yang tadi Ibu buang..”

“Lho, Ibu tidak merasa membuang amplop..”

“Bukannya tadi Ibu bilang kalau menemukan sesuatu di kantongku lalu membuangnya?”

“Ya, memang. Ibu tadi menemukan bungkus permen, lalu Ibu buang.”

Ray terperangah, “Jadi yang Ibu buang itu bungkus permen? Bukan amplop?”

Ibu menggeleng dengan wajah sedikit bingung. “Kalau amplop putihnya Ibu simpan di atas lemari es. Tadinya Ibu kira kosong. Ternyata ada uang dua ratus ribu rupiah di dalamnya..” kata Ibu kemudian. Ray bangkit dari duduknya dan mengambil amplop putih itu. Ia lega amplop itu tidak hilang.

“Itu uangnya Lisa, Bu. Aku tadi menemukannya di bawah meja..” terang Ray.

“Kenapa tidak dikembalikan?” tanya Ibu. “Tadinya aku mau menyimpannya, Bu..”

“Untuk membeli wedang tahu?” tebak Ibu. Ray mengangguk pelan. Ibu menatap Ray dengan tajam. “Mengambil milik orang lain tanpa ijin itu sama dengan mencuri, Ray.. ”

“Maaf, Bu. Aku akan mengembalikannya besok. Seharian ini aku sial terus. Kalah bermain sepak bola, rantai sepeda putus, dikejar anjing dan sandal kesayanganku juga putus. Mungkin ini ganjaran karena aku mengambil milik orang lain ya, Bu?”

“Hm.. Bisa jadi..”

“Tapi besok uang Lisa akan kukembalikan, Bu. Aku janji.”

“Bagus. Dan jangan lupa minta maaf pada Lisa.” Ray mengangguk.

* * *

“Lisa, ini uangmu. Aku kemarin menemukannya di bawah meja,” kata Ray seraya menyerahkan sebuah amplop putih pada Lisa. “Aku minta maaf karena tidak langsung mengembalikannya..”

Lisa mengambil amplop putih itu lalu membukanya. Isinya pas. Dua ratus ribu rupiah.

“Terima kasih, Ray. Ini uang untuk membayar buku sekolah” kata Lisa dengan mata berbinar.

Pulang sekolah, Lisa mendekati Ray.

“Aku akan mentraktirmu sebagai ucapan terima kasih. Ayo ikut aku,” kata Lisa pada Ray. Karena lapar, Ray menurut saja.

Ternyata Lisa mentraktirnya makan wedang tahu di kedai baru di samping sekolah. Ray baru tau, rupanya kedai itu milik ibu Lisa.

Sambil menyeruput kuah kembang tahu, Ray teringat kata-kata ibunya. Kejujuran akan membawa pada kebaikan. Dan sebaliknya, kebohongan akan membawa pada keburukan.

Dokumen terkait