• Tidak ada hasil yang ditemukan

Garis rembesan adalah batas paling atas dari daerah dimana rembesan mengalir. Jadi garis rembesan adalah sama dengan muka air tanah. Rembesan air mengalir sejajar dengan garis ini sehingga garis rembesan juga merupakan garis aliran (Wesley, 1973).

Masing – masing partikel air bergerak dari ketinggian A ke ketinggian B yang lebih rendah, mengikuti lintasan yang berkelok – kelok (ruang pori) di antara butiran padatnya. Kecepatan air bervariasi dari titik ke titik tergantung dari ukuran dan konfigurasi rongga pori. Akan tetapi, dalam praktek, tanah dianggap sebagai satu kesatuan dan tiap partikel air dianggap bergerak melewati lintasan lurus yang disebut garis aliran.

Garis ini merupakan batas paling atas rembesan yang memotong tegak lurus pada muka tubuh model tanggul bagian hulu dan memotong tubuh model tanggul bagian hilir pada jarak a dari bagian bawah. Aliran air yang terjadi dalam tubuh model tanggul tersebut apabila tidak dicegah akan menimbulkan gejala piping dengan membentuk suatu jalan aliran yang semakin lama semakin besar jika debit dan kecepatan aliran melebihi batas kritisnya.

Berdasarkan analisis program seep/w garis rembesan pada model tubuh tanggul seperti ditunjukkan dalam Gambar 21 dan Gambar 22 berikut.

Jarak (m) -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4 K e d a la m a n ( m ) (x 0 .001 ) -50 0 50 100 150 200 Jarak (m) -0.1 0.0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1.0 1.1 1.2 1.3 1.4 K edal am an (m ) ( x 0. 001) -50 0 50 100 150 200

Gambar 21. Garis rembesan pada tanggul tanpa Capiphon hasil program Seep/w.

Gambar 22. Garis rembesan pada tanggul dengan Capiphon hasil program Seep/w.

Gambar 24. Hasil foto aliran air dalam tubuh tanggul dengan Capiphon. Gambar 21 dan 22 diatas, bentuk garis rembesan model tanggul dari hulu ke hilir tanggul akan semakin turun dan membentuk suatu garis parabola. Aliran air dalam tanah yang bertekstur liat adalah aliran laminer, aliran turbulen mungkin saja dapat terjadi pada tanah pasir dan kerikil. Garis aliran dengan garis tanggul tidak terletak pada garis freatik yang berbentuk kurva parabola. Akan tetapi mengalami penyesuaian, yaitu berubah berangsur– angsur menjadi tegak lurus terhadap muka tanggul pada garis muka air. Hal ini disebabkan karena muka tanggul bagian hulu merupakan garis equi-potensial dan garis freatik merupakan garis aliran sedangkan kemiringan garis equi- potensial adalah tegak lurus terhadap garis aliran.

Garis rembesan terjadi karena adanya faktor gradien hidrolik yang menggerakkan air dari bagian hulu menuju bagian hilir melewati suatu titik yang memiliki tekanan potensial yang sama di sepanjang lintasan tersebut. Pada model tanggul ini menggunakan tanah yang seragam sehingga nilai permeabilitasnya sama pada arah vertikal dan horizontal (kx = ky).

G. DEBIT REMBESAN

Dalam merencanakan sebuah bendungan atau tanggul, perlu diperhatikan stabilitasnya terhadap bahaya longsoran, erosi lereng dan kehilangan air akibat rembesan yang melalui tubuh tanggul. Debit rembesan yang terjadi pada tanggul diusahakan agar tidak melebihi debit kritis (Qc)

karena apabila besarnya debit rembesan melebihi debit kritis tersebut akan mengakibatkan gejala piping. Besarnya debit kritis yaitu 5 % dari debit rata- rata yang masuk ke dalam waduk (Qin). Debit rata – rata yang masuk ke dalam

waduk sebesar 5.35 x 10-5 m3/detik sehingga debit kritisnya adalah 2.68 x 10-6 m3/detik. Beberapa cara diberikan untuk menentukan besarnya rembesan yang melewati tanggul yang dibangun dari tanah homogen. Berikut ini disajikan beberapa cara untuk menentukan debit rembesan.

1. Berdasarkan Pengukuran Langsung

Debit rembesan yang diperoleh berdasarkan pengukuran secara langsung di laboratorium dilakukan dengan 3 kali ulangan yaitu pada model tanggul yang menggunakan filter (capiphon) dan drainase kaki (pasir), pada tanggul tanpa menggunakan capiphon dan tidak menggunakan sensor kadar air. Tabel 13 Hasil pengukuran debit rembesan model tanggul dengan menggunakan saluran drainase dan capiphon adalah sebagai berikut: Tabel 13. Hasil pengukuran debit rembesan (Qout) dengan RC 95.4 %

Ulangan Qin.

(m3/detik)

Qout

(m3/detik) Zona basah (a)aktual (cm)

I 6.35E-05 1.34E-06 Tidak ada

II 4.85E-05 1.79E-06 a = 9.5 cm pada t = 160 menit

III 4.85E-05 1.58E-06 a = 10 cm pada t = 148 menit

Dari Tabel 13 diketahui bahwa besarnya debit rembesan yang terjadi pada model tanggul untuk ulangan I (tanggul dengan menggunakan capiphon dan drainase) yaitu sebesar 1.34 x 10-6 m3/detik, ulangan II (tanggul tanpa capiphon dan menggunakan drainase) sebesar 1.79 x 10-6 m3/detik dan ulangan III (tanggul tanpa capiphon dan sensor tetapi menggunakan drainase) sebesar 1.58 x 10-6 m3/detik. Berdasarkan hasil debit rembesan di atas nilai debit untuk tanggul yang menggunakan capiphon (pada ulangan I) lebih kecil dibandingkan dengan ulangan II dan III (yang tidak menggunakan capiphon). Grafik hubungan antara debit rembesan dan waktu pengukuran dapat dilihat pada Gambar 25.

Tabel 14. Pengukuran debit rembesan setiap waktu pada ulangan ke III Waktu (menit) Qout (m3/detik)

0 0.00E+00 15 1.11E-06 30 1.57E-06 45 1.73E-06 60 1.86E-06 75 1.91E-06 90 1.89E-06 105 1.87E-06 120 1.79E-06 135 1.73E-06 150 1.73E-06 165 1.73E-06 Rata-rata 1.58E-06 0.00E+00 1.00E-05 2.00E-05 3.00E-05 4.00E-05 5.00E-05 6.00E-05 0 15 30 45 60 75 90 105 120 135 150 165

Waktu Pengukuran (menit)

D e bi t I n le t (m 3 /de ti k ) 0.00E+00 3.00E-07 6.00E-07 9.00E-07 1.20E-06 1.50E-06 1.80E-06 2.10E-06 D e b it O u tl e t (m 3 /d e ti k ) Q in ( m 3 / d e t ik ) Q o u t ( m 3 / d e t ik )

Gambar 25. Grafik hubungan antara debit pengukuran terhadap waktu pada ulangan ke III.

Pada grafik di atas, nilai debit rembesan model tanggul pada awal pengukuran adalah kecil dan semakin lama akan semakin besar sampai pada akhirnya akan mencapai suatu nilai debit rembesan yang konstan karena kondisi aliran yang steady state.

Berdasarkan hasil pengukuran langsung pada model tanggul di laboratorium, debit rembesan yang terjadi tidak sama pada tiap pengukuran yang dilakukan. Perbedaan hasil debit rembesan tersebut disebabkan karena adanya faktor ketelitian dalam pengukuran, faktor pemadatan tanah yang kurang seragam atau merata pada tiap lapisan tanah dan jumlah energi yang

diberikan pada tiap lapisan tidak sama sehingga nilai RC berkurang. Selain itu faktor lain yang mempengaruhi besarnya debit rembesan yaitu, penggunaan sensor pada model tanggul. Dapat dilihat bahwa nilai debit rembesan pada model tanggul yang tidak menggunakan gipsum (ulangan III) lebih kecil daripada nilai debit rembesan pada tanggul yang menggunakan gipsum (ulangan II). Hal ini karena letak gipsum di dalam tanah tidak melekat dengan sempurna sehingga terdapat celah diantara keduanya sehingga mudah untuk meloloskan air. Hasil debit rembesan yang dilakukan dengan pengukuran secara langsung lebih akurat bila dibandingkan dengan metode lainnya.

Pada penelitian sebelumnya (Sari, 2005) besarnya debit rembesan pada tanggul sebesar 3.88 x 10-7 m3/detik dan terbentuk zona basah sebesar 16 cm dibagian hilir tanggul dan garis freatik memotong tubuh tanggul pada waktu sekitar 175 menit. Hasil zona basah yang diperoleh pada penelitian kali ini lebih kecil dari penelitian sebelumnya. Pada tanggul yang tidak menggunakan capiphon (Gambar 26) terbentuk zone basah (a) sepanjang 10 cm dan garis freatik memotong tubuh tanggul pada waktu sekitar 148 menit. Sedangkan untuk tanggul yang menggunakan capiphon (Gambar 27) ini tidak terbentuk zone basah karena air rembesan mengalir ke bagian bawah langsung ke saluran drainase dan keluar melalui outlet. Tabel dan grafik hasil pengukuran debit rembesan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8.

Rembesan pada model tanggul dapat terjadi karena adanya tekanan air dibagian hulu tanggul yang melewati pori – pori di dalam tanah dan gaya yang menahan lebih kecil dari gaya yang mengalirkan. Debit rembesan pada model tanggul yang diperoleh berdasarkan pengukuran langsung tidak menyebabkan gejala piping karena debit rembesan lebih kecil daripada debit kritisnya (Q < Qc).

Gambar 26. Zona basah pada tanggul tanpa capiphon (ulangan III).

Gambar 27. Zona basah pada tanggul dengan capiphon (ulangan I).

2. Berdasarkan Rumus Empiris

Debit rembesan pada tanggul yang diperoleh berdasarkan rumus empiris cara A. Casagrande adalah 2.78 x 10-12 m3/det, dengan cara grafik (Taylor, 1948) sebesar 2.84 x 10-12 m3/det, sedangkan cara Bowles sebesar 2.96 x 10-12 m3/det. Hasil debit rembesan berdasarkan rumus empiris pada penelitian kali ini dengan penelitian sebelumnya berbeda. Hal ini disebabkan karena nilai konduktivitas hidrolik atau permeabilitas tanah yang berbeda. Faktor yang mempengaruhi besarnya debit rembesan berdasarkan rumus empiris ini adalah faktor dimensi dari tanggul. Selain itu debit rembesan dapat dihitung berdasarkan zona basah. Untuk hasil perhitungan debit rembesan secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 15 berikut.

Tabel 15. Hasil perhitungan debit berdasarkan rumus empiris

Zona basah perhitungan (cm) Q hitung (m3

/det) RC

(%) A. Casagrande Grafik Bowles

Permeabilitas

(cm/det) A. Casagrande Grafik Bowles

87.38 * 12.06 12.36 11.46 2.40E-05 2.88E-09 2.96E-09 2.89E-09

91.44 ** 12.06 12.36 12.20 4.09E-06 3.08E-12 3.15E-12 3.28E-12

95.4 12.06 12.36 12.20 2.31E-06 2.78E-12 2.84E-12 2.96E-12

Sumber : * Hakim, 2004. ** Sari, 2005.

Tabel 16. Hasil perhitungan besar debit rembesan berdasarkan zona basah aktual Q hitung (m3/detik) RC (%) Zona Basah (cm) Permeabilitas

(cm/detik) A.Casagrande Grafik Bowles

Q aktual

(m3/detik)

87.38 * 17.6 2.40E-03 4.21E-09 4.21E-09 4.44E-09 4.97E-06

91.44 ** 16.0 2.56E-06 4.08E-12 4.08E-12 4.30E-12 3.88E-07

95.4 10.0 2.31E-06 2.30E-12 2.30E-12 2.43E-12 1.58E-06

Sumber : * Hakim, 2004. ** Sari, 2005.

Tabel 17. Hasil perhitungan besar debit rembesan berdasarkan zona basah program Seep/w Q hitung (m3/detik) RC (%) Zona Basah (cm) Permeabilitas

(cm/detik) A.Casagrande Grafik Bowles

87.38 * 18.4 2.40E-03 4.04E-09 4.04E-09 4.64E-09

91.44 ** 16.3 2.56E-06 4.16E-12 4.16E-12 4.16E-12

95.4 9.2 2.31E-06 2.12E-12 2.12E-12 2.23E-12

Sumber : * Hakim, 2004. ** Sari, 2005.

Debit rembesan berdasarkan rumus empiris menghasilkan debit yang jauh lebih kecil dari metode pengukuran secara langsung pada model tanggul dan metode analisis program Seep/w. Hal ini disebabkan karena pada metode dengan rumus empiris selain dipengaruhi oleh permeabilitas dan dimensi tanggul juga dipengaruhi oleh faktor panjang zona basah (a). Pada pengukuran secara langsung pada model tanggul dan metode analisis Seep/w, nilai a tersebut tidak berpengaruh dalam menentukan besarnya debit rembesan tetapi hanya dipengaruhi oleh nilai permeabilitas tanah, tinggi muka air dan dimensi model tanggul.

Nilai a berdasarkan metode rumus empiris sebesar 12.2 cm pada model tanggul menunjukkan titik perpotongan antara garis aliran dengan

muka tanggul di bagian hilir atau sebagai permulaan aliran air yang keluar dari tubuh tanggul terletak pada jarak 12.2 cm dari ujung bawah permukaan tanggul bagian hilir. Titik inilah selanjutnya digunakan sebagai acuan dalam perhitungan dan penggambaran garis freatik sehingga dapat ditentukan nilai– nilai x, y, x0, y0. Nilai – nilai x dan y merupakan jarak horizontal dan vertikal

antara a dengan lapisan kedap air atau dasar tanggul. Sedangkan nilai x0 dan

y0 merupakan jarak horizontal dan vertikal antara a dengan titik pada jarak

0.3 S (titik asal garis freatik). Hasil perhitungan tersebut diperoleh nilai x0

sebesar 81.9 cm dan y0 sebesar 11.1 cm.

Karena garis freatik merupakan kurva parabola, maka dalam penentuannya digunakan persamaan parabola sederhana, yaitu pada persamaan (7) yang menghasilkan nilai K sebesar 1.65 x 10-3 /cm. Dengan memasukkan nilai K dan nilai x sepanjang jarak x0 (xi) ke dalam persamaan

(6) maka didapatkan titik – titik disepanjang jarak y0 (yi).

Perhitungan selengkapnya dapat dilihat di bawah ini : a =12.2 cm, β = 18.40 sehingga : x = a cos β y = asin β = 12.2 cos 18.4o = 12.2 sin 18.4o = 11.6 cm = 3.9 cm x0 = d – x y0 = Hp – y K = y0 / x02 = 93.5 – 11.6 = 15 – 3.9 = 11.1 / 81.92 = 81.9 cm = 11.1 cm = 1.65 x 10-3 cm-1

Tabel 18. Nilai titik-titik yang terdapat pada garis freatik

Parameter Nilai dan perhitungan

xi 0 10 11.25 20 30 40 50 60 70 80 83.2

yi = K * xi2 0 0.165 0.209 0.662 1.489 2.648 4.137 5.957 8.109 10.591 11.455

Besarnya debit yang diperoleh berdasarkan rumus empiris pada ketiga metode tersebut tidak jauh berbeda. Tanggul dapat dikatakan pada kondisi aman atau tidak terjadi gejala piping karena debit rembesan yang diperoleh tidak melebihi debit kritis (Qo < Qc).

1 .6 7 2 4e-0 1 0

3. Berdasarkan Program Geo-Slope

Besarnya debit rembesan pada model tanggul dapat diketahui dengan suatu program seep/w, yaitu suatu program yang digunakan untuk menganalisa rembesan air dalam tanah dan tekanan air rembesan, yang membuat material menyerap air seperti tanah dan batu. Debit rembesan tersebut dapat diketahui berdasarkan flux section pada gambar, hasil flux section tanggul tanpa menggunakan capiphon dapat dilihat pada Gambar 28 yaitu sebesar 2.13 x 10-10 m3/detik. Sedangkan untuk tanggul yang menggunakan capiphon (Gambar 29) besarnya flux section yang diperoleh adalah 1.67 x 10-10 m3/detik. Tahapan – tahapan program seep/w selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 11 dan 12.

Gambar 28. Flux section pada model tanggul tanpa capiphon.

Gambar 29. Flux section pada model tanggul dengan capiphon.

Berdasarkan program seep/w tersebut, hasil flux section kedua jenis tanggul tersebut berbeda. Pada tanggul yang menggunakan sistem drainase, sensor kadar air dan capiphon memiliki debit rembesan yang lebih kecil dibandingkan dengan tanggul yang tidak menggunakan sistem drainase,

9.2cmc 2 .130 0e- 01 0

sensor kadar air dan capiphon. Perbedaan nilai flux section ini disebabkan karena nilai permeabilitas (konduktivitas hidrolik) tanah pada masing – masing ulangan model tanggul tersebut berbeda. Pada tanggul yang menggunakan bahan capiphon tidak terbentuk zona basah, sedangkan tanggul yang tidak menggunakan capiphon terbentuk zona basah sepanjang 9.2 cm di bagian hilir tanggul. Panjang a adalah selisih antara titik koordinat 1 dan titik koordinat 2. Titik 1 memiliki koordinat (1.3131 m; 0.0292 m) dan titik 2 memiliki koordinat (1.40 m; 0 m). Sehingga panjang a adalah (1.40−1.3131)2+(0.0292−0)2 =0.0916 m = 9.2 cm. Faktor utama yang mempengaruhi debit rembesan pada hasil analisis program Seep/w adalah nilai permeabilitas tanah.

Debit rembesan yang diperoleh dari pengukuran secara langsung pada model tanggul, rumus empiris dan analisis program Seep/w semua lebih kecil dari debit kritisnya sehingga tidak menyebabkan gejala piping dalam tubuh tanggul. Besarnya debit rembesan pada model tanggul tergantung dari luasan model tanggul/dimensi tanggul, permeabilitas, tinggi muka air dan jenis tanah yang digunakan.

Dokumen terkait