• Tidak ada hasil yang ditemukan

• Serat • Gula 19,4 0,6 - 21,7 1,3 - Protein 2,2 1,0 Lemak 0,1 0,1 Abu 1,3 1,4 Air 72,0 69,1 Mineral - - Sumber: Kay (1973); PATI GARUT

Pati merupakan salah satu jenis polisakarida yang tersebar dalam organ tanaman sebagai cadangan makanan (Belitz, 1999). Pati terdapat pada tanaman hijau yang disimpan dalam berbagai tempat: biji (sereal), akar dan rimpang (tapioka, kentang), batang (sagu) dan buah-buahan (pisang) yang semuanya digunakan sebagai makanan (Vail, 1978).

Menurut Hodge dan Osman (1976), pati merupakan hasil reaksi antara karbon dari udara dengan air dari dalam tanah pada proses fotosintesis dengan menggunakan energi sinar matahari dalam bentuk bahan organik polisakarida. Sedangkan Kay (1973) mengungkapkan bahwa pati merupakan salah satu

bentuk karbohidrat alami yang paling murni dan memiliki kekentalan yang tinggi.

Pati terdiri dari dua fraksi polisakarida, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan rantai lurus dari D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan á-1,4 glikosidik. Pada amilosa akan ditemukan titik percabangan setelah lebih dari 500 unit glukosa yang membentuk rantai lurus (Fennema, 1976). Amilopektin merupakan rantai cabang polimer D-glukosa yang dihubungkan dengan ikatan á-1,6 glikosidik. Pada amilopektin banyak ditemukan titik percabangan karena pada setiap 20 – 25 unit rantai lurus akan membentuk satu titik percabangan (Fennema, 1976). Winarno (1997) menyatakan bahwa pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin. Amilosa mempunyai struktur lurus dengan ikatan á-(1,4)-D-glukosa, sedangkan amilopektin memiliki titik cabang dengan ikatan á-(1,6)-D-glukosa sebanyak 4 – 5 % dari berat total. Struktur amilosa dan amilopektin ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur amilosa (a) dan amilopektin (b) (Osman, 1972)

Masih menurut Winarno (1997), pati yang berikatan dengan iodin (I2) akan menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat digunakan untuk menganalisis adanya pati. Pati akan merefleksikan warna biru bila berupa polimer glukosa yang lebih besar dari dua puluh, misalnya molekul-molekul amilosa. Bila

polimernya kurang dari dua puluh seperti amilopektin, maka akan dapat dihasilkan warna merah. Perbedaan warna ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam penentuan kadar amilosa.

Menurut Winarno (1997), jika suspensi pati dalam air dipanaskan, beberapa perubahan selama terjadinya gelatinisasi dapat diamati. Pada awalnya suspensi pati dalam air berwarna keruh seperti susu. Lama-kelamaan pada suhu tertentu suspensi pati akan berwarna jernih, suhu yang terjadi berbeda-beda untuk setiap jenis pati. Winarno (1997) menjelaskan proses masuknya air ke dalam butiran pati pada proses gelatinisasi disebabkan oleh semakin kuatnya energi kinetik molekul-molekul air dibandingkan dengan daya tarik antar molekul di dalam granula pati. Setelah masuk dalam butiran pati, daya serap air menjadi semakin besar dengan semakin besarnya jumlah gugus hidroksil dalam pati. Hal tersebut akan disertai dengan proses pembengkakan granula pati. Pada proses tersebut diikuti dengan peningkatan viskositas karena air yang pada awalnya berada di luar granula dan bergerak bebas kini berada dalam butiran-butiran pati dan tidak dapat lagi bergerak secara bebas.

Kawabata et. al (1984) mengungkapkan bahwa pati garut mengandung amilosa sebesar 19,4 % dengan kandungan mineral kalium dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan Swinkels (1984) menyatakan kadar amilosa pati garut sebesar 20 % dan amilopektin 80 %. Kandungan pati garut sangat dipengaruhi oleh jenis kultivar, umur panen dan kondisi pertumbuhan tanaman garut. Pada Tabel 2 berikut ini diperlihatkan kandungan gizi dari pati garut.

Tabel 2. Kandungan gizi pati garut (per 100 gram)

Komposisi Gizi Kandungan

Energi (kal) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1 (mg) Kadar air (%)

Bahan yang dapat dimakan (%)

355,00 0,70 0,20 85,20 8,00 22,00 1,50 0,09 13,60 100,00 Sumber (Anonim, 1981)

Kay (1973) mengungk apkan bahwa pati garut yang berkualitas komersial di St. Vincent adalah pati garut yang putih dan bersih, dengan kadar air tidak lebih dari 18,5 %, kadar abu dan kadar serat rendah, pH antara 4,5 – 7 serta viskositas maksimum antara 512 – 640 Brabender Unit (BU), sedangkan Brautlecht (1953) menyatakan bahwa pati garut komersial mengandung 80 – 86 % pati, kadar air 12 – 18 % dan bahan pengotor berupa protein dan serat sekitar 2 % dengan ukuran granula relatif besar dan berbentuk oval.

SIKLODEKSTRIN

Kainuma (1998) mendefinisikan siklodekstrin sebagai oligosakarida non reduksi berbentuk siklik yang terdiri dari 6, 7 dan 8 monomer glukosa yang dihubungkan dengan ikatan á-1,4 glikosidik. Berdasarkan monomer glukosa yang menyusunnya, siklodekstrin dibedakan menjadi á-siklodekstrin dengan 6 monomer glukosa, ß-siklodekstrin dengan 7 monomer glukosa dan ã–siklodekstrin dengan 8 monomer glukosa (Komiyama, 1984). Kitahata (1988) menyatakan bahwa jenis siklodekstrin diklasifikasikan ke dalam tiga jenis yaitu á-siklodekstrin, ß-siklodekstrin dan ã–siklodekstrin. Ketiga produk tersebut dihasilkan oleh berbagai jenis bakteri. Bacillus macerans adalah

golongan bakteri penghasil enzim yang memproduksi siloheptaamilase (ß-siklodekstrin) sedangkan ã–siklodekstrin dihasilkan oleh Bacillus sp. A16. Struktur molekul dari á, ß dan ã–siklodekstrin dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur molekul á-siklodekstrin (a), ß-siklodekstrin (b), dan ã–siklodekstrin (c) (Komiyama, 1984).

Komiyama dan Bender (1984) mengatakan bahwa kemampuan rongga

siklodekstrin untuk menampung senyawa lain sangat tergantung pada ukuran

“molekul tamu”. Jika ukuran “molekul tamu” cocok atau lebih kecil dari

rongga siklodekstrin maka molekul tersebut dapat tertampung secara

sempurna. Tetapi jika “molekul tamu” lebih besar dari rongga siklodekstrin

maka interaksi antara siklodekstrin dengan “molekul tamu” menjadi bersifat

parsial dan bersifat lemah. Interaksi siklodekstrin dengan senyawa lain

membentuk keseimbangan dinamik.

Siklodekstrin memiliki struktur molekul yang siklik berbentuk torus seperti kue donat (Gambar 3). Charoenlap (2004) menyatakan bahwa siklodekstrin memiliki rongga bagian dalam yang bersifat hidrofobik dan permukaan luar yang bersifat hidrofilik. Oleh sebab itu, siklodekstrin dapat mengikat senyawa organik yang bersifat hidrofobik dan dapat membantu kelarutan dalam air.

Gambar 3. Keistimewaan siklodekstrin dengan sifat hidrofobik pada bagian dalam rongga dan hidrofilik pada bagian kulit luar (Komiyama, 1984).

Kim et al. (1997) mengemukakan bahwa siklodekstr in diproduksi dari pati oleh CGTase melalui proses likuifikasi oleh enzim amilase terlebih dahulu. Proses ini dilakukan dengan panas untuk mengoptimalkan kerja enzim dalam reaksi hidrolisis. Pada konsentrasi pati yang tinggi, proses ini akan menjadi sulit dilakukan karena viskositas larutan pati akan meningkat dengan cepat pada saat proses likuifikasi.

ENZIM CGTase (Cyclodextrin Glycos yl Transferase)

Enzim CGTase digolongkan ke dalam enzim transferase (CGTase, EC. 2. 4. 1. 19), berperan dala m sintesis ata u siklisasi dekstrin membentuk siklodekstrin dan mengkatalis pemindahan glikosil sehingga enzim tersebut digolongkan ke dalam enzim transferase (Kitahata, 1988).

Menurut Kitahata (1988) CGTase dapat mengkata lisis tiga jenis reaksi yaitu :

Transglikosilasi intramolekul

Transglikosilasi intramolekul adalah pemindahan gugus glukosil pada satu molekul di kedua ujung. Pembentukan siklik (siklodekstrin) dari maltooligosakarida rantai lurus untuk jumlah glukosil lebih dari 6 (maltohek sosa. G6) dilakukan proses transglikosilasi intramolekul dengan menggunakan bagian luar dari ikatan á -1,4 glikosida pada gula non pereduksi.

Pati (á, â, ã-) siklodekstrin

Transglikosilasi intermolekuler adalah pemindahan gugus glukosa pada satu molekul dengan molekul yang lain. Mo lekul tersebut dapat sejenis (maltosa dengan maltosa) atau berbeda jenis (maltosa dengan maltotriosa, siklodekstrin dengan maltosa), salah satu molekul berperan sebagai aseptor. Aseptor yang paling efe ktif pada aksi transfer intermolekul oleh CGTase adalah tipe piranisol yang sama konfigurasinya dengan glukopiranosa yaitu yang mempunyai gugus –OH (hidroksil) bebas pada C2 -, C3- dan C4 - seperti sorbose dan sukrosa. Dengan adanya aseptor yang cocok sepert i glukosa atau sukrosa, pada residu glukosil yang ditransfer dari á-1,4-glukan atau dari siklodekstrin ke aseptor melalui reaksi perangkaian (coupling reaction) atau reaksi disproposionasi.

Pati + Sukrosa (sebagai aseptor) Maltooligosil-sukrosa

Reaksi hidrolisis pati

Reaksi hidrolisis pati adalah kemampuan untuk memecah ikatan á-D-1,4-glikosida pada suatu ikatan. Rantai panjang glikosida dilakukan secara acak, CGTase dapat melakukan aktivitas hidrolisis pada pati dan siklodekstrin yang akan menghasilkan hidrolisat berupa beberapa maltooligosakarida.

Pati

Maltooligosakarida Siklodekstrin

Konversi pati menjadi siklodekstrin ter jadi melalui reaksi intramolekular transglikosilasi oleh CGTase dengan cara memotong rantai oligosakarida dan selanjutnya gula pereduksi yang baru ditransfer menjadi gula non pereduksi dari rantai yang sama yang selanjutnya terjadi reaksi siklisasi (Dijkhuizen, 2000). Masih menurut Dijkhuizen (2000), CGTase juga mengkatalisis dua reaksi intermolekular transglikosilasi, yaitu reaksi coupling dan disproposionasi (Gambar 4). a. Reaksi Siklisasi b. Reaksi Coupling + CGTase hidrolisis

c. Reaksi Disproposionasi

d. Reaksi Hidrolisis

Gambar 4. Reaksi katalisis oleh CGTase (Dijkhuizen et al, 2000).

Aktivitas CGTase sangat dipengaruhi oleh pH dan suhu inkubasi. CGTase stabil pada pH 6,0 – 6,5 pada temperatur di bawah 50oC dan aktivitas optimumnya untuk menghasilkan siklodekstrin adalah pada pH 6,0 – 6,5 dengan suhu 60°C (Kainuma, 1984).

Dokumen terkait