BAB IV HASIL PENELITIAN
B. Hasil Analisis Data
4. Gaya Bahasa Alegori
50
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini, akan dibahas tentang: deskripsi data, hasil analisis data yang
meliputi analisis gaya bahasa dan analisis makna, dan pembahasan.
A. Deskripsi Data
1. Cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet!
No. Kalimat Kode
1. “Sepanjang hidup saya melihat manusia berkaki empat. Berekor anjing, babi atau kerbau. Berbulu serigala, landak atau harimau. Dan berkepala ular, banteng atau keledai” (hal 1)
M.1
2. “Hati saya terasa ngilu bagai disayat-sayat sembilu” (hal 2) S.1 3. “Atau akal merekakah yang sedang memerintah hati untuk
membohongi perasaannya sendiri?” (hal 6)
P.1
4. “Di depan umum ia hanyalah wanita berkepala anjing dan berbuntut babi yang kerap menyembunyikan buntutnya di kedua belah paha singanya” (hal 8)
M.2
5. “Mata saya bertubrukan dengan mata Si Kepala Buaya” (hal 8) P.2
2. Cerpen Lintah
No. Kalimat Kode
6. “Keingintahuan saya mendesak kuat” (hal 12) P.3 7. “Dan mata lintah kelihatan benar-benar tertawa” (hal 14) P.4 8. “Saya pernah membaca di surat kabar bahwa Ibu sudah diberi
julukan penyanyi Medusa” (hal 14)
M.3
9. “Bau wangi menyergap hidung saya” (hal 16) P.5 10. “Angin membuka tirai jendela” (hal 18) P.6
3. Cerpen Durian
No. Kalimat Kode
11. “Ia ingin menjilati tangannya yang sedikit berdarah tergores duri dan terkena daging buah durian yang sedikit menyeruak ketika ia membukanya” (hal 22)
P.7
12. “Bau durian keemasan telah mengepung seisi rumah besar itu” (hal 23)
P.8
4. Cerpen Melukis Jendela
No. Kalimat Kode
13. “Luka bekas sayatan di pipinya mulai memudar dan ternyata tidak juga dapat menyembunyikan kecantikan Mayra” (hal 36)
P.9
14. “Tiba-tiba ia diserang rasa perasaan cemas jika mimpinya menjadi kenyataan” (hal 37)
P.10
15. “Ia sering masuk ke dalam jendela itu lalu menemukan dirinya terbaring di hamparan hangat pasir putih dan riak ombak menggelitik pucuk jari kakinya” (hal 38)
P.11
16. “Bayangan rambut hitam laki-laki yang tergerai hingga dada menari-nari tertiup angin di atas kuda putih tak berpelana” (hal 38)
P.12
17. “Udara pagi menusuk kulitnya namun hatinya hangat oleh rasa suka cita” (hal 39)
P.13
18. “Seperti kerbau dicucuk hidungnya mereka mengikuti langkah Mayra menuju kantin” (hal 39)
S.2
5. Cerpen SMS
No. Kalimat Kode
Tidak Ada Data yang Ditemukan
6. Cerpen Menepis Harapan
No. Kalimat Kode
19. “Suara gong selalu menyambut kedatangan tamu di lobby hotel ini” (hal 56)
P.14
20. “Gelak tawa dan derap kaki anak-anak kecil berlari menyapa hangat telinganya” (hal 56)
P.15
menghujam bumi” (hal 58)
22. “Dan ia merasa sangat jauh terasing dari pengunjung hotel yang sekedar datang untuk makan, minum, dan bermalam. Merasa tidak menjadi bagian dari kemewahan dan kebahagiaan itu. Merasa dirinya cuma serpihan debu yang menyelinap secara sembunyi-sembunyi di antara denting gelas kristal, gemerlap mutiara dan berlian” (hal 61)
M.4
23. Malam hadirkan bulan. Bulan cipta cahaya. Cahaya menyeka angkasa. Angkasa mengirim hujan. Hujan menyapa angin. Angin menggoyang perahu. Perahu tempat mereka bercinta dan menjalin lamanya tiga tahun hubungan. Namun angin hanya menggoyang perahu mereka tanpa pernah mengirim ke pelabuhan. Pelabuhan dimana mereka bisa menepi dan membangun rumah bahagia dengan fondasi cinta. Angin hanya mengombang-ambingkan perahu dan menggulung ombak hingga mereka tertelan ke dalam samudera tanpa dasar (hal. 62)
A
24. “Di atas tempat duduk bar yang tinggi ia harus berusaha duduk dengan sikap yang benar atau belahan tinggi pada pahanya akan memancing kerlingan mata-mata nakal” (hal 63)
P.16
25. “Semua berdesing-desing bagai letusan senapan di sekelilingnya ketika ia melihat sesosok laki-laki berdiri menatapnya” (hal 64)
S.4
7. Cerpen Nayla
No. Kalimat Kode
26. “Ia menjadi muram seperti cahaya bulan yang bersinar suram” (hal 65)
S.5
27. “Waktu bagaikan seorang pembunuh yang selalu membuntuti dan mengintai dalam kegelapan” (hal 66)
S.6
28. “Nayla ingin menghantamkan palu ke arah jam sehingga suara alarmnya bungkam” (hal 72)
P.17
29. “Mungkin hidup adalah ibarat mobil berisikan satu tangki penuh bahan bakar”(hal 75)
S.7
8. Cerpen Wong Asu
No. Kalimat Kode
30. “Jasad anjing itu terbawa makin ke tengah. Gelap malam menelan tubuhnya yang pasrah terombang-ambing hingga punah dari penglihatan” (hal 83)
9. Cerpen Namanya, …
No. Kalimat Kode
31. “Cara ibu merunduk rendah ketika menyuguhkan minuman hingga buah dadanya bagai akan meloncat keluar” (Hal 98)
S.8
10. Cerpen Asmoro
No. Kalimat Kode
32. “Dari sinar kemerahan itu, burung-burung senja berkepakan terbang dan sebagian yang tertinggal di belakang mau tidak mau tertelan air laut yang siap luluh bagai pohon tumbang” (hal 107)
S.9
33. “Ketika Adjani hampir sampai di bibir pantai, angkasa sudah menyulap senja menjadi malam” (hal 108)
P.19
34. “Aktivitas di kota itu lumpuh” (hal 109) P.20 35. “Keinginannya meledak-ledak untuk segera berjumpa dan
keinginan untuk lebih lama bersama, bagai satu mata koin dengan dua sisi yang berbeda” (hal 111)
S.10
11. Cerpen Manusya dan Dia
No. Kalimat Kode
36. “Hatinya menciut bagai seorang gadis kecil yang bersembunyi di sudut kegelapan” (hal 116).
S.11
B. Hasil Analisis Data
Majas merupakan kemampuan seorang pengarang dalam menggunakan
ragam bahasa tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu dalam karyanya
sehingga memberi kesan pada pembacanya. Pemajasan merupakan suatu teknik
pengungkapan bahasa yang maknanya tidak menunjuk pada makna harafiah, tetapi
menuju pada makna tersirat. Tujuan digunakan majas dalam satu karya sastra
dimaksudkan untuk memperoleh efek keindahan, kepuitisan dan tujuan-tujuan
lainnya sesuai dengan pengertian masing-masing majas tersebut. Untuk itu, penulis
Bilang, Saya Monyet! Karya Djenar Maesa Ayu. Majas yang dianalisis hanya
majas perbandingan karena fokus penelitian hanya meneliti penggunaan majas
perbandingan, tidak seluruh kategori majas.
Majas perbandingan terdiri atas gaya bahasa perumpamaan, gaya bahasa
metafora, gaya bahasa personifikasi, dan gaya bahasa alegori. Ada beberapa majas
yang digunakan oleh Djenar Maesa Ayu dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang,
Saya Monyet!. Dalam uraian ini, penulis akan menjabarkan analisis data dari majas
perbandingan yang ditemukan. Mengingat jumlah kalimat yang sudah ditemukan
cukup besar, maka dalam sajian ini masing-masing gaya bahasa hanya akan
ditampilkan sebanyak tiga sampai empat kalimat sebagai contoh, namun untuk gaya
bahasa alegori hanya ada satu karena hanya ditemukan satu gaya bahasa saja.
Uraian yang lebih lengkap pada seluruh kalimat dapat dilihat pada lampiran.
1. Gaya Bahasa Metafora
Gaya bahasa metafora adalah gaya bahasa perbandingan yang diungkapkan
secara singkat dan padat. Bedanya dengan simile, metafora tidak menggunakan
kata-kata pembanding. Dalam kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet!
ditemukan berbagai majas metafora sebagai berikut:
a. “Sepanjang hidup saya melihat manusia berkaki empat. Berekor anjing, babi atau kerbau. Berbulu serigala, landak atau harimau. Dan berkepala ular, banteng atau keledai” (hal 1)M.1
b. “Di depan umum ia hanyalah wanita berkepala anjing dan berbuntut babi yang kerap menyembunyikan buntutnya di kedua belah paha singanya” (hal 8)M.2
c. “Saya pernah membaca di surat kabar bahwa Ibu sudah diberi julukan penyanyi Medusa” (hal 14)M.3
Gaya bahasa metafora pada kalimat (a) mempunyai dua gagasan, yang
pertama “manusia” sesuatu yang dipikirkan yang menjadi objek sedangkan yang
satunya “berkaki empat. Berekor anjing, babi atau kerbau. Berbulu serigala,
landak atau harimau. Dan berkepala ular, banteng atau keledai” merupakan
perbandingan dari pernyataan pertama. Gaya bahasa metafora adalah sejenis gaya
bahasa perbandingan yang singkat, padat, tersusun rapi. Di dalamnya terlihat dua
gagasan: yang satu adalah suatu kenyataan, sesuatu yang dipikirkan, yang menjadi
objek dan yang satu lagi merupakan pembanding terhadap kenyataan tadi. Majas
perbandingan diungkapkan secara singkat dan padat.
Penggunaan gaya bahasa metafora pada kalimat nomor (a) memberi
makna bahwa sepanjang hidup tokoh saya melihat manusia-manusia yang
mengaku memiliki akal budi dan berkelakuan baik namun sebenarnya itu hanya
semacam tameng untuk menutupi kelakuan mereka yang liar seperti binatang.
Analisis metafora pada kalimat (b) nampak pada cara pengarang
membandingkan wanita dengan bagian-bagian tubuh dari anjing, babi, dan singa.
Atau dengan kata lain, majas metafora di atas mempunyai dua gagasan, yang
pertama “wanita” sesuatu yang dipikirkan yang menjadi objek sedangkan yang
satunya “berkepala anjing, berbuntut babi, dan paha singa” merupakan
perbandingan dari pernyataan pertama. Hal ini dilakukan pengarang tanpa
menggunakan kata-kata seperti, bagai, bagaikan, layaknya seperti dalam majas
perumpamaan yang menggunakan kata-kata pembanding tersebut.
Penggunaan gaya bahasa metafora pada kalimat (b) memberi makna
pandai menyembunyikannya dengan bersikap layaknya orang baik-baik di depan
orang banyak.
Gaya bahasa metafora pada kalimat (c) terdapat pada “Ibu” yang menjadi
objek dan yang menjadi pembanding adalah “medusa”. Dalam mitologi Yunani,
Medusa (berarti "penjaga" atau "pelindung") adalah seorang wanita cantik dengan
ular sebagai rambutnya. Medusa pada awalnya adalah seorang perawan cantik dan
merupakan pendeta wanita di kuil milik Athena. Namun suatu ketika ia diperkosa
oleh Poseidon di dalam kuil Athena. Hal ini membuat Athena marah, ia pun
mengubah rambut Medusa menjadi ular dan mengutuk Medusa sehingga siapapun
yang melihat matanya, akan menjadi batu.
Penggunaan gaya bahasa metafora pada kalimat nomor (c) memberi
makna bahwa Ibu dari tokoh saya adalah seorang penyanyi terkenal yang sering
diundang ke luar kota. Surat kabar menuliskan bahwa ibu tersebut dijuluki
penyanyi Medusa karena kecantikan yang memikat mata orang-orang, terutama
mata laki. Mungkin, kecantikan tersebut dianggap menjadi kutukan bagi
laki-laki yang tertarik tidak hanya terhadap suara, tetapi juga dengan paras cantiknya.
2. Gaya Bahasa Perumpamaan
Gaya bahasa perumpamaan/simile adalah gaya bahasa yang
membandingkan dua hal yang berbeda tetapi sengaja dianggap sama. Gaya bahasa
ini ditandai dengan kata pembanding seperti, bagaikan, bagai, bak, serupa, dan
kata pembanding lainnya. Dalam kumpulan cerpen “Mereka Bilang, Saya
a. “Hati saya terasa ngilu bagai disayat-sayat sembilu” (hal 2)S.1
b. “Seperti kerbau dicucuk hidungnya mereka mengikuti langkah Mayra menuju kantin” (hal 39)S.2
c. “Rintik hujan mulai jatuh bagai jutaan jarum emas menghujam bumi” (hal 58)S.3
d. “Semua berdesing-desing bagai letusan senapan di sekelilingnya ketika ia melihat sesosok laki-laki berdiri menatapnya” (hal 64)S.4
Analisis gaya bahasa perumpamaan pada kalimat (a) yakni pengarang
menggunakan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan menggunakan kata
pembanding seperti, bagai, ibarat untuk menegaskan bahwa kalimat tersebut
menggunakan gaya bahasa perumpamaan. Namun, kalimat tersebut menggunakan
kata bagai untuk menandakan adanya gaya bahasa perumpamaan. Pengarang
mengibaratkan rasa sakit hati manusia dengan sayatan sembilu.
Kalimat (a) menunjukan bahwa sembilu adalah sebilah pisau yang terbuat
dari bambu yang tipis, kecil, dan tajam. Sembilu ini biasa digunakan oleh orang
zaman dahulu untuk mengiris usus atau bagian-bagian tubuh ayam yang
disembelih. Benda ini tidak dapat digunakan untuk memotong, tetapi khusus
untuk mengiris atau menyayat. Dengan ketajamannya, usus ayam dengan mudah
dapat diiris dan dibersihkan bagian dalamnya. Dengan memperhatikan keampuhan
sembilu dalam menyayat itulah sembilu digunakan untuk menyatakan betapa
pedih dan sakitnya perasaan tokoh saya karena ditertawakan dan merasa tidak
dipedulikan. Pengarang ingin menunjukkan bahwa sakit hati yang dirasakan tokoh
saya begitu besar sehingga tidak cukup disebut dengan kata “ngilu”.
Analisis gaya bahasa perumpamaan pada kalimat (b) yakni pengarang
menggunakan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan menggunakan kata
menggunakan gaya bahasa perumpamaan. Namun, kalimat tersebut menggunakan
kata seperti untuk menandakan adanya gaya bahasa perumpamaan. Pengarang
mengibaratkan mereka (teman-teman Mayra) dengan hewan kerbau.
Kalimat (b) menunjukkan bahwa sebagaimana dengan kuda dan gajah,
kerbau juga menjadi binatang yang dapat digunakan untuk membantu aktivitas
manusia. Karena kekuatannya, kerbau dapat dikendalikan untuk membajak sawah
atau pun mendorong pedati. Untuk mengendalikan kerbau, seseorang tidak cukup
menggunakan cambuk tetapi juga menggunakan semacam cincin yang dipasang di
antara rongga hidung kerbau. Untuk memasukkan cincin tersebut, hidung kerbau
harus dicucuk dan dilubangi. Selanjutnya, cincin tersebut dimasuki dengan tali
yang dapat digunakan untuk mengendalikan kerbau. Tindakan mereka mengikuti
Langkah Mayra menuju kantin diibaratkan seperti kerbau yang dicucuk
hidungnya. Artinya, mereka mengikuti Mayra begitu saja seperti ada tarikan kuat
yang berasal dari Mayra. Mungkin tarikan itu berupa pesona Mayra yang
seolah-olah mengendalikan mereka untuk mengikutinya. Pesona tersebut membuat
laki-laki tak berdaya.
Pada kalimat (c), pengarang membandingkan “rintik hujan” dengan
“jutaan jarum emas”. Kalimat di atas menggunakan gaya bahasa perumpamaan
karena perbandingannya ditandai dengan kata bagai.
Kalimat (c) menunjukan bahwa jarum melambangkan ketajaman. Emas
dapat menunjukkan suatu benda yang berharga yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan. Maknanya, pengarang hendak menggambarkan betapa
orang-orang berusaha menghindarinya agar tidak sakit walaupun di sisi lain hujan
juga sangat berharga karena manusia membutuhkannya untuk berbagai keperluan.
Pada kalimat (d), gaya bahasa perumpamaan terdapat pada cara pengarang
membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain. Dalam kalimat di atas yang
dibandingkan yaitu kata “semua berdesing-desing” dan “letusan senapan” yang
ditandai dengan kata pembanding bagai.
Kalimat (d) menunjukkan bahwa senapan bila ditembakkan akan
mengeluarkan suara yang bising, menyakitkan, dan tidak karuan. Makna dari
kalimat itu bahwa dengan kalimat itu, pengarang ingin menggambarkan suasana
hati tokoh ia yang perasaannya tidak karuan ketika melihat sesosok laki-laki yang
berdiri menatapnya. Sosok itu adalah laki-laki yang selama ini mengisi hatinya
namun juga melukai perasaannya.
3. Gaya Bahasa Personifikasi
Gaya bahasa personifikasi adalah gaya bahasa yang membandingkan
benda-benda tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat seperti manusia atau
denagn pengertian lain, majas personifikasi adalah jenis majas yang melekatkan
sifat insan kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak. Dalam
kumpulan cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet!ditemukan berbagai gaya bahasa
personifikasi sebagai berikut.
a. “Atau akal merekakah yang sedang memerintah hati untuk membohongi perasaannya sendiri?” (hal 6)P.1
b. “Mata saya bertubrukan dengan mata Si Kepala Buaya” (hal 8)
P.2
c. “Keingintahuan saya mendesak kuat” (hal 12)P.3
Analisis gaya bahasa personifikasi pada kalimat (a) terbukti pada usaha
penginsanan terhadap benda mati atau ide yang abstrak yang seolah-olah memiliki
sifat seperti manusia. Gaya bahasa personifikasi terdapat pada kata “memerintah”.
Memerintah merupakan suatu kegiatan manusia untuk menyuruh orang lain
melakukan sesuatu yang dia inginkan. Hal ini sejalan dengan pengertian gaya
bahasa personifikasi dimana gaya bahasa personifikasi adalah jenis gaya bahasa
yang melekatkan sifat insan kepada barang yang tidak bernyawa dan ide yang
abstrak. Dalam hal ini, “akal” digambarkan memiliki sifat seperti manusia yang
dapat memberi perintah.
Makna dari kalimat (a) yaitu walaupun perasaan manusia tahu mana yang
benar dan mana yang salah, tetapi pikiran mendorong perasaan untuk melakukan
sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran yang diyakini oleh perasaan
tersebut.
Analisis gaya bahasa personifikasi pada kalimat (b) terdapat pada kata
”bertubrukan”. Bertubrukan merupakan suatu kegiatan manusia dimana manusia
yang satu dengan yang lain tidak sengaja saling beradu. ”Mata” diibaratkan
seperti manusia yang bisa bergerak dan dapat bertubrukan dengan orang lain. Hal
ini sejalan dengan pengertian gaya bahasa personifikasi dimana gaya bahasa
personifikasi adalah jenis gaya bahasa yang melekatkan sifat insan kepada barang
yang tidak bernyawa dan ide yang abstrak.
Makna dari kalimat (b) bahwa mata dari tokoh saya tidak sengaja
yang seperti buaya darat (orang yang suka berganti-ganti pasangan walaupun
orang itu sudah memiliki pasangan tetap).
Pada kalimat (c), kata “keingintahuan” merupakan sesuatu yang sifatnya
abstrak. Kata “mendesak” mengacu pada perbuatan manusia untuk segera
melakukan sesuatu. Pengarang membuat seolah-olah rasa ingin tahu dapat
melakukan sesuatu layaknya manusia. Kalimat (c) menunjukkan bahwa
“mendesak” yaitu memaksa untuk segera dilakukan sesuatu. Hal ini biasa
dilakukan manusia ketika mereka ada dalam keadaan yang sangat genting
sehingga harus memutuskan sesuatu dengan cepat. Makna dari kalimat di atas
yaitu keingintahuan tokoh saya seolah-olah memaksanya untuk segera melakukan
sesuatu agar ia dapat menemukan jawaban dari berbagai pertanyaan yang
berkecamuk dalam pikirannya.
Pada kalimat (d), ”mata” merupakan sesuatu yang tidak bernyawa. Kata
“tertawa” mengacu pada indera penglihatan yang dimiliki makhluk hidup untuk
melihat sesuatu. Pengarang mengibaratkan mata dapat tertawa layaknya manusia.
Hal ini sejalan dengan pengertian dari gaya bahasa personifikasi. Kalimat (d)
menggambarkan mata orang yang diberi julukan lintah itu seolah-olah tertawa
layaknya manusia yang sedang tertawa. Manusia tertawa di saat mereka merasa
bahagia. Dalam cerpen, tokoh lintah terlihat sangat senang, rasa senang itu
terpancar dari sorot matanya yang memancarkan kebahagiaan.
4. Gaya Bahasa Alegori
Gaya bahasa alegori adalah gaya bahasa yang menyatakan dengan cara
diperluas dan berkesinambungan, tempat atau wadah obyek atau gagasan yang
diperlambangkan.
Malam hadirkan bulan. Bulan cipta cahaya. Cahaya menyeka angkasa. Angkasa mengirim hujan. Hujan menyapa angin. Angin menggoyang perahu. Perahu tempat mereka bercinta dan menjalin lamanya tiga tahun hubungan. Namun angin hanya menggoyang perahu mereka tanpa pernah mengirim ke pelabuhan. Pelabuhan dimana mereka bisa menepi dan membangun rumah bahagia dengan fondasi cinta. Angin hanya mengombang-ambingkan perahu dan menggulung ombak hingga mereka tertelan ke dalam samudera tanpa dasar (hal. 62)A
Analisis gaya bahasa alegori pada pada kalimat di atas dapat dilihat dari
cara pengarang menyatakan perbandingan antara hal yang satu dengan hal yang
lain secara implisit dan saling berkesinambungan.
Kalimat di atas bermakna bahwa tokoh utama dalam cerpen tersebut tidak
dapat hidup bersama dengan Glen, pria beristri yang dicintainya. Walaupun
mereka sudah beberapa tahun menjalin hubungan namun mereka tidak bisa
bersatu. Hal ini dikarenakan pria beristri tersebut lebih memilih meninggalkan
wanita itu untuk hidup bersama istrinya dan anak-anaknya.