• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II JENIS-JENIS GAYA BAHASA YANG DIGUNAKAN DALAM LIRIK

2.2 Gaya Bahasa Perbandingan

2.2.1 Metafora

Metafora adalah gaya bahasa perbandingan yang implisit tanpa menggunakan kata seperti atau sebagai (Tarigan, 1985: 242). Gaya bahasa ini terdapat pada lagu “Kejujuran Hati”, “Sebentuk Hati Buat Kekasih”, “Akhir Penantian”, dan “Tak Mungkin Lagi”.

(1) “..Kejujuran hati yang tak mungkin dapat ku pungkiri Keinginanku untuk kau tahu isi hatiku

Pada penggalan lirik lagu “Kejujuran Hati” tersebut di atas, gaya bahasa metafora terdapat pada baris kedua, yaitu frase isi hatiku. Dalam hal ini, isi hati bukan berarti

diartikan sebagai isi dari salah satu organ tubuh manusia. Akan tetapi, sebuah kiasan untuk mengungkap sesuatu. Maksud metafora isi hatiku adalah „sebuah perasaan

dari hati‟.

(2) "Bila kau bukanlah cinta sejati

mungkin aku takkan pernah mengerti..."

Pada penggalan lirik lagu “Sebentuk Hati Buat Kekasih” tersebut, gaya bahasa metafora terdapat pada frase cinta sejati. Cinta sejati merupakan kiasan dari sebuah

perasaan dari hati yang dimiliki manusia kepada sesama. Maksud metafora cinta sejati adalah 'perasaan yang sesungguhnya'.

(3) "...Kan ku jaga

walaupun harus berpeluh darah"

Pada penggalan lirik lagu “Akhir Penantian” di atas, gaya bahasa metafora terdapat pada frase berpeluh darah. Bukan seperti berlumuran darah, namun frase itu

merupakan kiasan dari sebuah perjuangan. Maksud metafora berpeluh darah adalah

'perjuangan'.

(4) "...Ku maklumi ketidaksabaranmu menanti bejana cinta yang ku tinggal sesaat..."

Pada penggalan lagu “Tak Mungkin Lagi”di atas, gaya bahasa metafora terdapat pada frase bejana cinta. Bejana yang dimaksud di sini bukan wadah atau tempat,

tapi merupakan sebuah perasaan. Maksud metafora bejana cinta adalah „perasaan

2.2.2 Perifrasis

Perifrasis adalah gaya bahasa yang agak mirip dengan pleonasme;

kedua-duanya menggunakan kata-kata yang lebih banyak daripada yang dibutuhkan. Pada perifrasis, kata-kata yang berlebihan itu pada prinsipnya dapat diganti dengan sebuah kata saja (Tarigan, 1985: 244). Gaya bahasa perifrasis terdapat pada lagu “Kejujuran Hati”, “Lagu Rindu”, “Sebentuk Hati Buat Kekasih”, dan “Tak Mungkin Lagi”.

(5)“...Sesungguhnya ku tak rela jika kau tetap bersama dirinya Hempaskan cinta yang kuberi Semampunya ku mencoba tetap setia menjaga segalanya

demi cinta yang tak pernah berakhir...”

Pada penggalan lirik lagu “Kejujuran Hati” tersebut di atas, gaya bahasa perifrasis terdapat pada baris keempat sampai keenam, yaitu semampunya ku mencoba tetap setia menjaga segalanya demi cinta yang tak pernah berakhir. Kata-kata tersebut

dapat diganti dengan satu kata saja, yaitu kesungguhanku. Maksud perifrasis semampunya ku mencoba tetap setia menjaga segalanya demi cinta yang tak pernah berakhir adalah „kesungguhan‟.

(6)"...Biar ku dekap erat waktu dingin membelenggunya..."

(7)"...Walau hanya nada sederhana

izinkan ku ungkap segenap rasa dan kerinduan"

Pada penggalan lirik lagu “Lagu Rindu” tersebut, gaya bahasa perifrasis terdapat pada frase dekap erat dan frase rasa dan kerinduan. Frase dekap erat dapat diganti

Walaupun ada penggantian, itu tidak merubah makna syair. Maksud perifrasis dekap erat dan rasa dan kerinduan adalah 'ungkapan rasa'.

(8) "Bila kau bukanlah cinta sejati

mungkin aku takkan pernah mengerti hati yang tulus setia yang indah

dan semua yang terjadi antara kita..."

Pada penggalan lirik lagu “Sebentuk Hati Buat Kekasih” tersebut, gaya bahasa perifrasis terdapat pada frase hati yang tulus setia yang indah. Frase itu dapat diganti

dengan satu kata, yaitu ketulusan. Walaupun ada penggantian kata, namun susunan syair msih tetap sejalan. Maksud perifrasis hati yang tulus setia yang indah adalah

'kesungguhan'.

(9) “...Tak satupun kata terucap

Ketika ku tanya mengapa...”

Pada penggalan lirik lagu “Tak Mungkin Lagi” di atas gaya bahasa perifrasis terdapat pada kalimat tak satupun kata terucap. Kalimat tersebut dapat diganti

menjadi satu kata saja, yaitu diam. Maksud perifrasis tak satupun kata terucap

adalah „tidak ada yang terucap‟. 2.2.3 Antisipasi

Antisipasi adalah gaya bahasa yang berwujud penggunaan terlebih dahulu satu atau beberapa kata sebelum gagasan ataupun peristiwa yang sebenarnya terjadi (Tarigan, 1985: 234). Gaya bahasa antisipasi terdapat pada lagu “Kejujuran Hati”, “Tapi Bukan Aku”, dan “Tak Mungkin Lagi”.

(10) "Ku akui aku memang cemburu

Setiap kali kudengar namanya kau sebut Tapi ku tak pernah bisa

melakukan apa yang seharusnya kulakukan karena memang kau bukan milikku..."

Pada penggalan lirik lagu “Kejujuran Hati” tersebut di atas, gaya bahasa antisipasi terdapat pada baris pertama dan kedua, yaitu pernyataan ku akui aku memang cemburu setiap kali kudengar namanya kau sebut. Hal cemburu sebenarnya terjadi

kemudian setelah mendengar sebua nama disebut. Maksud antisipasi ku akui aku memang cemburu setiap kali kudengar namanya kau sebut adalah „kecemburuan‟.

(11) "...Aku memang manusia paling berdosa Khianati rasa demi keinginan semu..."

Penggalan lagu “Tapi Bukan Aku”di atas mengandung gaya bahasa antisipasi. Hal berdosa sebenarnya baru akan terjadi setelah adanya pengkhianatan. Maksud antisipasi aku memang manusia paling berdosa, khianati rasa demi keinginan semu

adalah 'perasaan menyesal'.

(12) “...Tak satupun kata terucap Ketika ku tanya mengapa...”

Penggalan lirik lagu “Tak Mungkin Lagi” di atas mengandung gaya bahasa antisipasi. Hal tidak satu katapun yang terucap sebenarnya baru akan terjadi setelah adanya suatu pertanyaan mengapa. Maksud antisipasi tak satupun kata terucap, ketika ku tanya mengapa adalah „tidak terjadi dialog‟

2.2.4 Personifikasi

Personifikasi adalah jenis gaya bahasa yang melekatkan sifat-sifat insani kepada barang yang tidak bernyawa (Tarigan, 1985: 17). Personifikasi terdapat pada lagu “Lagu Rindu”.

(13) "...Tahukah engkau wahai langit

Aku ingin bertemu membelai wajahnya Kan ku pasang hiasan angkasa yang terindah hanya untuk dirinya..."

Pada penggalan lirik lagu “Lagu Rindu” di atas, gaya bahasa personifikasi terdapat pada baris pertama, yaitu tahukah engkau wahai langit. Dalam hal ini, seolah langit

bisa dijak berbicara mengenai sesuatu. Padahal, langit merupakan sesuatu yang tidak bernyawa. Maksud personifikasi tahukah engkau wahai langit adalah 'dialog

(percakapan) mengenai seseorang'. 2.2.5 Pleonasme

Pleonasme adalah gaya bahasa yang berupa pemakaian kata yang mubazir atau berlebihan yang sebenarnya tidak perlu (Tarigan, 1985: 245). Pleonasme terdapat pada lagu “Sebentuk Hati Buat Kekasih” dan “Tapi Bukan Aku”

(14) "Bila kau bukanlah cinta sejati

mungkin aku takkan pernah mengerti hati yang tulus setia yang indah

dan semua yang terjadi antara kita..."

Pada penggalan lirik lagu “Sebentuk Hati Buat Kekasih” tersebut, gaya bahasa pleonasme terdapat pada frase hati yang tulus setia yang indah. Di situ terdapat

kelebihan penggunaan kaya yang. Seharusnya, dapat dipilih salah satu, yaitu

menggunakan frase hati yang tulus setia atau hati yang indah. Maksud pleonasme hati yang tulus setia yang indah adalah 'ungkapan perasaan yang sesungguhnya'.

(15) "...Lebih baik jangan mencintaiku aku dan semua hatiku

karena takkan pernah kau temui, cinta sejati..."

pleonasme terdapat pada pernyataan mencintaiku aku dan semua hatiku. Di situ

terlalu banyak penggunaan kata aku dan ku. Lebih baik, aku dan semua hatiku tidak

perlu dipakai. Makna lagu pun tidak berkurang walau ada pengurangan kata. Maksud pleonasme mencintaiku aku dan semua hatiku adalah 'menyatakan tentang

diri'.

Dokumen terkait