• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL PENELITIAN

5.2. Gaya Manajemen Konflik Perawat Supervisor di Rumah-

Penelitian ini mengukur pengalaman setiap perawat supervisor dalam menggunakan jenis-jenis gaya manajemen konflik pada saat tertentu. Hasil penelitian menunjukkan secara umum perawat supervisor menggunakan semua gaya manajemen konflik. Namun gaya tersebut tidak digunakan bersamaan melainkan memilih salah satu gaya manajemen konflik sesuai kebutuhan pada saat menghadapi konflik di ruang perawatan rumah sakit. Hasil penelitian menemukan perbedaan penggunaan tiap-tiap gaya manajemen konflik dengan perbandingan sering dan tidak sering digunakan.

Berdasarkan hasil penelitian tentang gaya manajemen konflik yang digunakan perawat supervisor di Rumah Sakit Pemerintah Kota Banda Aceh menunjukkan bahwa perawat supervisor paling sering menggunakan gaya integrating. Gaya compromising merupakan gaya manajemen konflik kedua yang paling sering digunakan. Gaya manajemen konflik yang sering digunakan selanjutnya secara berurutan adalah gaya obliging dan gaya avoiding. Sedangkan gaya dominating merupakan gaya manajemen konflik paling sedikit perbandingan berdasarkan sering digunakan. Data ini menunjukkan bahwa gaya integrating cenderung paling sering digunakan oleh perawat supervisor di Rumah Sakit Pemerintah Kota Banda Aceh dibandingkan dengan gaya manajemen konflik lainnya.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Al-Hamdan (2011) di negara Oman ditemukan data hasil yang sama dimana gaya integrating sebagai pilihan pertama dipakai oleh manejer perawat dalam manajemen konflik. compromising sebagai gaya manajemen konflik kedua yang sering digunakan. Setelah itu diikuti oleh gaya obliging, dominating dan avoiding.

Pada penelitian yang lain di rumah sakit Negara Taiwan bagian timur, ditemukan bahwa para perawat, asisten kepala perawat dan kepala perawat rumah sakit juga memilih gaya integrating sebagai pilihan utama ketika mengelola konflik. Sedangkan gaya manajemen konflik paling sedikit digunakan adalah mendominasi (dominating) (Su, 2006). Di Indonesia sendiri, telah dilakukan penelitian oleh Silaban (2013), dimana paling banyak kepala ruangan perawat menggunakan gaya integrating dalam manajemen konflik di Rumah Sakit Kota

Medan. Namun pada penelitian Iglesias dan Vallejo (2012), ditemukan bahwa gaya manajemen konflik yang paling umum digunakan oleh perawat untuk menyelesaikan konflik di tempat kerja adalah compromising. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan gaya menajemen konflik berdasarkan tempat kerja.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi perbedaan menggunakan gaya manajemen konflik. Perbedaan tersebut dipicu oleh adanya asumsi seseorang mengenai konflik yang mempengaruhi pola perilaku individu dalam menghadapi situasi konflik dan persepsi seseorang tentang penyebab konflik. Seseorang yang menyadari bahwa ia menghadapi konflik akan menyusun strategi dan taktik untuk menghadapi lawan konfliknya. Pola komunikasi, kecerdasan emosional dan kepribadian turut menentukan gaya manajemen konflik. Selain itu, pengetahuan, kekuasaan, uang dan pengalaman merupakan sumber yang dimiliki seseorang sebagai modal dalam manajemen konflik. Gaya manajemen konflik wanita berbeda dengan gaya manajemen konflik laki-laki. Perbedaan budaya dalam organisasi dengan norma prilaku yang berbeda akan cendrung menggunakan gaya manajemen konflik yang berbeda pula (

Faktor pengalaman seorang manajer menentukan pemilihan gaya manajemen konflik. Penelitian oleh Guerra (2011) menyatakan bahwa 11 dari 13 perawat telah menjadi manajer sejak lulus dan menyatakan bahwa mereka tidak tahu tentang peran manajemen sebelum mengambil fungsi ini. Sehingga perawat menganggap bahwa konflik adalah imanen dalam organisasi, yang melibatkan kebutuhan untuk hidup dan berinteraksi dengan mereka. Adanya konflik internal

menunjukkan respon individu terhadap masalah untuk menjadi yang paling menentukan bagi para manajer. Ada kebutuhan untuk memahami asal konflik dan faktor-faktor yang mendukung pendirian mereka, serta untuk mengakui pentingnya respon interdisipliner. Hal ini juga menjadi penyebab terjadinya perbedaan penggunaan manajemen konflik.

Gaya manajemen konflik dapat dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan seorang perawat. Kepala perawat yang menganggap diri mereka secara signifikan lebih sebagai pemimpin transformasional dari pemimpin transaksional. Sehingga gaya kompromi paling umum digunakan sebagai strategi manajemen konflik. Kepemimpinan transformasional secara signifikan mempengaruhi strategi konflik

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang beragam pada data karakteristik demografi perawat supervisor kedua Rumah Sakit Pemerintah di kota Banda Aceh. Sesuai dengan teori tentang faktor yang mempengaruhi gaya manajemen konflik, maka ditemukan bahwa perawat supervisor perempuan memainkan peranan lebih banyak daripada laki-laki dalam manajemen konflik. Dari segi usia, status perkawinan dan lama menjadi perawat supervisor membentuk kematangan dan kedewasaan berpikir pada perawat supervisor saat menghadapi konflik di rumah sakit. Sedangkan pendidikan terakhir perawat supervisor akan menunjang peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Sehingga dapat dijadikan sumber oleh perawat supervisor dalam memilih strategi menyelesaikan konflik. Berdasarkan keberagaman karakteristik perawat supervisor maka gaya manajemen konflik yang paling sering digunakan adalah gaya integrating.

yang dipilih. Namun Sekitar setengah dari perawat yang disurvei menggunakan hanya satu tipe dalam manajemen konflik (Hendel, 2005).

Aspek lain yang berkaitan gaya manajemen konflik adalah evaluasi diri, kompleksitas perawatan dan hubungan dengan manajer serta rekan keperawatan dan tingkat persepsi konflik. Gaya manajemen konflik menjadi media hubungan antara konflik dan kepuasan dalam pekerjaan. Evaluasi diri memiliki efek langsung pada stres kerja sedangkan stres kerja memiliki dampak langsung terhadap kepuasan kerja (Almost, 2010).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan gaya manajemen konflik yang digunakan baik oleh pimpinan perawat maupun perawat pelaksana. Hal ini disebabkan berbagai faktor seperti evaluasi diri, gaya kepemimpinan, kekuasaan (jabatan) bahkan karakteristik demografi individu walaupun tidak semua data demografi berdampak pada gaya manajemen konflik.

Karakteristik demografi perawat supervisor pada penelitian ini berbeda dengan analisa karakteristik demografi pada penelitian sebelumnya. Hal ini dibuktikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Hendel (2005) yang menyatakan bahwa sebahagian besar karakteristik demografi tidak berhubungan dengan pemilihan strategi manajemen konflik. Sebuah pengaruh yang signifikan terhadap manajemen konflik menurutnya adalah masa jabatan. Karena dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa masa jabatan akan membuat seseorang menggunakan gaya kolaborasi. Semakin banyak seorang pimpinan perawat menduduki jabatannya, maka semakin sering dia menggunakan gaya kolaborasi sebagai strategi dalam manajemen konflik.

Dokumen terkait