TINJAUAN PUSTAKA
2.9. Gejala dan Tanda Klinis
2.9.1. Gejala Klinis (Chole & Nason 2009) 1. Telinga berair
OMSK mengakibatkan telinga berair dengan sekret yang kental. Jika disertai dengan kolesteatoma, sekret berbau busuk dan purulen.
2. Gangguan pendengaran
Pendengaran normal ketika rantai tulang pendengaran masih utuh. Gangguan pendengaran pada OMSK sebagian besar adalah konduktif namun dapat pula bersifat campuran.
3. Perdarahan
Gejala ini timbul jika terdapat granulasi atau polip dari telinga tengah.
4. Nyeri telinga
Nyeri telinga bisa terjadi akibat komplikasi intrakranial seperti abses di epidural, subdural maupun otak.
5. Sakit kepala
Gejala ini disebabkan oleh komplikasi intrakranial. 6. Hoyong
Hoyong terjadi jika terdapat fistula labirin. 7. Kelumpuhan wajah
Gejala ini merupakan indikasi erosi kanalis fasialis.
2.9.2. Tanda (Chole & Nason 2009) 1. Perforasi
Dijumpai pada atik atau daerah posterosuperior. Perforasi atik kecil bisa tidak terlihat disebabkan adanya sekret telinga. Jika perforasi
cukup besar atau total, mukosa telinga tengah dan sebagian tulang pendengaran bisa dinilai.
2. Retraction pocket
Invaginasi membran timpani terlihat di daerah atik atau posterosuperior. Tanda ini mudah terlihat dibawah pemeriksaan mikroskop.
3. Kolesteatoma
Setelah pembersihan dengan suction dan pemeriksaan di bawah mikroskop, tanda ini merupakan bagian penting dari pemeriksaan klinis dan penilaian jenis OMSK.
4. Jaringan granulasi atau polip
Tanda ini terjadi akibat inflamasi mukosa telinga tengah, kadang- kadang meluas hingga ke liang telinga.
Menurut Djaafar (2007), tanda-tanda klinis OMSK tipe bahaya adalah:
1. Terdapat abses atau fistel retroaurikuler.
2. Terdapat polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah.
3. Terlihat kolesteatoma pada telinga tengah terutama di epitimpanum.
4. Sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma). 5. Terlihat bayangan kolesteatoma pada foto rontgen mastoid.
2.10. Diagnosis
Diagnosis OMSK ditegakkan dengan cara (Kimitsuki et al. 2001; Migirov 2003; Dhingra 2007; Lee, Hong, Park & Jung 2007; Trojanowska et al. 2007; Chole & Nason 2009):
1. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang paling sering dijumpai adalah telinga
berair dan berbau busuk. Jika terdapat jaringan granulasi atau polip, sekret yang keluar bisa bercampur dengan darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan gangguan pendengaran, sakit kepala, hoyong, bengkak ataupun lubang di belakang telinga, dan mulut mencong.
2. Pemeriksaan otoskopi
Pemeriksaan otoskopi akan menunjukkan adanya dan letak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai kondisi mukosa telinga tengah.
3. Pemeriksaan audiologi
Evaluasi audiometri, pembuatan audiogram nada murni untuk menilai hantaran tulang dan udara, penting untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran dan untuk menentukan gap udara dan tulang.
4. Pemeriksaan radiologi
Radiologi konvensional seperti foto polos proyeksi Schüller berguna untuk menilai kasus kolesteatoma. Pemeriksaan CT Scan lebih efektif menunjukkan anatomi tulang temporal dan kolesteatoma. CT
Scan merupakan pemeriksaan penting sebelum operasi pada setiap kasus infeksi telinga tengah dengan komplikasi. MRI lebih baik daripada CT Scan dalam menunjukkan kolesteatoma, namun kurang memberikan informasi tentang keadaan pertulangan.
5. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi sekret telinga penting untuk menentukan antibiotika yang tepat.
2.11. Komplikasi
Komplikasi OMSK dengan kolesteatoma dapat berupa (Neely & Arts 2006; Browning et al. 2008; Friedland, Pensak & Kveton 2009):
1. Komplikasi kranial a. Mastoiditis
b. Paralisis nervus fasialis c. Abses subperiosteal d. Petrositis
e. Labirinitis f. Fistula labirin
g. Kebocoran cairan serebrospinal/ensefalokel 2. Komplikasi intrakranial
a. Meningitis
b. Tromboflebilitis sinus lateralis c. Abses epidural
d. Empiema subdural e. Abses otak
f. Hidrosefalus otitis
2.12. Penatalaksanaan
Prinsip terapi OMSK dengan kolesteatoma adalah pembedahan. Ada beberapa prosedur operasi untuk pembedahan kolesteatoma (Helmi 2005; Merchant, Rosowski & Shelton 2009).
2.12.1. Atikotomi
Kolesteatoma yang terbatas hanya pada regio atik dapat diangkat dengan prosedur atikotomi, yang dikenal sebagai epitimpanotomi atau timpanotomi anterior, dimana kerusakan pada daerah skutum direkonstruksi dengan tandur dari tulang rawan tragus dan tetap menjaga keutuhan dinding liang telinga serta tulang-tulang pendengaran (Helmi 2005; Merchant, Rosowski & Shelton 2009).
2.12.2. Canal Wall Down Procedures
Prosedur ini membersihkan dan mengangkat semua kolesteatoma, termasuk dinding posterior liang telinga, sehingga meninggalkan kavum
mastoid berhubungan langsung dengan liang telinga luar (Helmi 2005; Merchant, Rosowski & Shelton 2009).
1. Radical Mastoidectomy: operasi ini ditujukan untuk eradikasi penyakit sebaik-baiknya. Pada cara ini dilakukan pembersihan total sel-sel mastoid di sudut sinodura, di daerah segitiga Trautmann, di sekitar kanalis fasialis, di sekitar liang telinga yaitu prosesus zigomatikus, juga di prosesus mastoideus sampai ke ujung mastoid. Kemudian membuang inkus dan maleus, hanya stapes atau sisa stapes yang dipertahankan, sehingga membentuk kavitas yang merupakan gabungan rongga mastoid, kavum timpani dan liang telinga. Mukosa kavum timpani juga dibuang seluruhnya, muara tuba eustachius ditutup dengan tandur jaringan lunak (Gambar 2.4). Kerugian cara ini adalah kesulitan rekonstruksi membran timpani, sehingga terdapat kesulitan dalam usaha memperbaiki pendengaran penderita namun dengan teknik ini dapat dicapai suatu safe ear. Untuk kasus kolesteatoma yang lebih lanjut dengan perluasan yang hebat, mastoidektomi radikal perlu dipertimbangkan tanpa melihat kemungkinan mempertahankan fungsi pendengaran (Helmi 2005; Merchant, Rosowski & Shelton 2009).
2. Modified Radical Mastoidectomy: adalah operasi untuk eradikasi penyakit sehingga epitimpani, antrum mastoid dan liang telinga menjadi satu rongga yang berhubungan langsung dengan dunia luar melalui meatus akustikus eksternus. Tindakan ini seperti mastoidektomi radikal, kecuali tetap mempertahankan osikel dan membran timpani yang ada untuk mempertahankan fungsi transformasi suara. Teknik operasi ini adalah dengan membersihkan seluruh rongga mastoid, merendahkan dinding posterior liang telinga, dan diikuti dengan tindakan timpanoplasti. Dengan operasi ini fungsi pendengaran dapat dipertahankan. Indikasi utama operasi ini adalah adanya kolesteatoma di atik dan
antrum dengan mesotimpanum normal dan defek hanya pada pars flaksida (Helmi 2005; Merchant, Rosowski & Shelton 2009).
Gambar 2.4. Radical mastoidectomy, SS, sigmoid sinus; Tm, tympanic
membrane, dilakukan pembersihan total sel-sel mastoid dan dinding posterior liang telinga diruntuhkan (Meyer, Strunk & Lambert 2006).
2.12.3. Canal Wall Up Procedures
Kolesteatoma dibuang dengan pendekatan kombinasi melalui mastoid dan liang telinga, tanpa menghancurkan dinding posterior liang telinga (Helmi 2005; Merchant, Rosowski & Shelton 2009).
Intact canal wall pada prinsipnya adalah mengangkat secara komplit matriks kolesteatoma tanpa merusak anatomi liang telinga luar. Pendekatan secara kombinasi transkanal dan transmastoid dapat mengeluarkan massa kolesteatoma yang menerobos facial recess. Kolesteatoma di sinus timpani sulit dikeluarkan karena lapang pandang yang terbatas pada daerah ini. Jansen, Smith, dan Sheehy merupakan
pelopor operasi mastoidektomi dengan kavitas tertutup yang disebut intact
canal wall tympanoplasty with mastoidectomy atau combined approach
tympanoplasty yang dikatakan mempunyai kemungkinan lebih baik untuk penyembuhan penyakit dan memperbaiki fungsi pendengaran (Helmi 2005; Merchant, Rosowski & Shelton 2009).