• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nikel terbentuk akibat proses pelapukan kimiawi yang bekerja pada batuan ultra basah seperti peridotit yaitu batuan yang terdiri dari mineral-mineral utama seperti olivine dan piroksin yang mengandung unsur-unsur nikel dalam presentase kecil. Menurut Belt Joseph R., Kandungan Ni dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam batuan seperti besi oksida, magnesium, silica dan aluminium dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1

Batuan Asal Bijih Nikel

Sumber : Pontolondo, T.Excelsior. (2005).

Secara mineralogi nikel laterit dapat dibagi dalam tiga kategori : a. Hydrous silicate deposits.

Profil dari type ini secara vertikal dari bawah ke atas : Ore horizon pada lapisan saprolite (Mg-Ni silicate), kadar nikel antara 1,8%-2,5%. Pada zona ini berkembang box-works, vening, relic structure, fracture dan grain boundaries dan dapat terbentuk mineral yang kaya akan nikel, garnierite (maksimum Ni 40%). Ni terlarut (leached) dari face limonite (Fe-Oxyhydroxide) dan terendapkan bersama mineral silica hydrous atau mensubstitusi unsur Mg pada serpentite yang teralterasi (Pelletier, 1996). Meskipun nikel laterit adalah produk pelapukan, tapi dapat dikatakan juga bahwa proses meningkatkan supergene sangat penting dalam pembentukan formasi dan nilai ekonomis dari endapan hydrous silicate ini.

Batuan Nilel

12

Sumber : A. Haris, 2005

Gambar 3.1

Lapisan Hydrous Silicate Deposits b. Clay silicate deposits.

Pada jenis endapan ini, Si hanya terlarut melalui air tanah, sisanya akan bergabung dengan Fe, Ni dan Al membentuk mineral lempung seperti Ni-rich Nontronite pada bagian tengah profil saprolite. Ni-rich serpentine juga dapat digantikan oleh smectite atau kuarsa jika profil deposit ini tetap kontak dalam waktu yang cukup lama dengan air tanah. Kadar nikel pada endapan ini lebih rendah dari endapan Hydrosilicate yakni sekitar 12% (Brandet al, 1998).

Sumber : A. Haris, 2005

Gambar 3.2

Lapisan Clay Silicate Deposits c. Oxide deposits.

Berdasarkan profil yang ditampilkan, bagian bawah profil menunjukan protolith dari jenis harzburgitic peridotite (sebagian besar terdiri dari mineral jenis

13

olivine, serpentine dan piroksin). Endapan ini sangat rentan terhadap pelapukan terutama di daerah tropis. Di atasnya terbentuk saprolite dan mendekati permukaan terbentuk limonite dan ferricrete. Kandungan nikel pada tipe Oxide deposit ini berasosiasi dengan goethite (FeOOH) dan Mn-Oxide.

Sumber : A. Haris (2005)

Gambar 3.3 Lapisan Oxide Deposits 3.1.1. Keadaan Endapan Bijih Nikel

Pada umumnya lapisan yang kaya akan mineral Ni terletak pada bagian bawah daerah pelapukan di atas batuan dasar (Bed Rock), di atas lapisan bijih nikel terdapat lapisan yang ditumbuhi pepohonan, menandai bahwa lapisan tersebut subur.

Endapan bijih nikel memiliki empat zona gradasi yaitu sebagai berikut : - Lapisan tanah penutup.

Lapisan ini merupakan lapisan teratas. Lapisan ini terdapat kadar besi yang tinggi dan berwarna coklat tua kehitam-hitaman. Kondisi tanah gembur dan ditumbuhi tanaman. Ketebalannya sekitar 0,3-6 m. Lapisan ini tidak memiliki arti ekonomis sehingga tidak diambil melainkan di tempatkan pada tempat pembuangan (disposal).

- Lapisan limonite.

Merupakan hasil pelapukan lanjutan dari batuan ultra basa. Lapisan ini mempunya kadar besi yang tinggi dan kadar nikel relatif rendah, berwarna

14

kecoklatan dan lengket. Kadang-kadang terdapat bebatuan. Ketebalannya sekitar 8-15 m.

- Lapisan saprolite.

Merupakan lapisan pengayaan unsur Ni. Lapisan ini mempunyai kadar besi relatif rendah sedangkan kadar nikel relatif tinggi. Berwana coklat kemerah-merahan, berbatu-batu dan kadang rapuh bila digali. Ketebalannya sekitar 5-18 meter.

- Lapisan bed rock

Merupakan lapisan terbawah. Lapisan ini kadar besi dan nikel rendah, berwarna kuning pucat dan sangat berbatu-batu terdiri dari mineral masif.

3.2. Klasifikasi Sumberdaya dan Cadangan 3.2.1. Klasifikasi Sumberdaya

Adapun klasifikasi sumberdaya antara lain (Amandemen 1 – SNI 13 – 4726 -1998) :

1. Sumberdaya Mineral Hipotetik (Hypothetical Mineral Resource) adalah sumberdaya mineral yang kualitas dan kuantitasnya diperoleh berdasarkan perkiraan pada tahap Survey Tinjau.

2. Sumberdaya Mineral Tereka (Inferred Mineral Resource) adalah sumberdaya mineral yang kualitas dan kuantitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap Prospeksi.

3. Sumberdaya Mineral terunjuk (Indicated Mineral Resource) adalah sumberdaya mineral yang kualitas dan kuantitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap Eksplorasi Umum.

4. Sumberdaya Mineral terukur (Measured Mineral Resource) adalah sumberdaya mineral yang kualitas dan kuantitasnya diperoleh berdasarkan hasil tahap Eksplorasi Rinci.

3.2.2. Klasifikasi Cadangan

Adapun klasifikasi cadangan antara lain (Amandemen 1 – SNI 13 – 4726 -1998) :

1. Cadangan Terkira (Probable Reserve) adalah sumberdaya mineral tertunjuk dan sebagian sumberdaya mineral terukur yang tingkat keyakinan geologinya

15

masih lebih rendah, yang berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomis.

2. Cadangan Terbukti (Proved Reserve) adalah sumberdaya mineral terukur yang berdasarkan studi kelayakan tambang semua faktor yang terkait telah terpenuhi, sehingga penambangan dapat dilakukan secara ekonomis.

Sumber : Amandemen 1 – SNI 13 – 4726 -1998

Gambar 3.4

Kriteria dan Klasifikasi Sumberdaya Mineral dan Cadangan 3.3. Perhitungan Sumberdaya

3.3.1. Pentingnya Perhitungan Sumberdaya

Perhitungan sumberdaya bermanfaat untuk hal-hal sebagai berikut (A. Haris, 2005) :

- Memberikan besaran kuantitas (tonase) dan kualitas terhadap suatu endapan bahan galian.

- Memberikan perkiraan bentuk 3D dari endapan bahan galian serta distribusi ruang (spatial) dari nilainya. Hal ini penting untuk menentukan urutan atau tahapan penambangan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pemilihan peralatan dan NPV (net present value).

- Jumlah sumberdaya menentukan umur tambang. Hal ini penting dalam perancangan pabrik pengolahan dan kebutuhan infrastruktur lainnya.

16

- Batas-batas kegiatan penambangan (pit limit) dibuat berdasarkan besaran sumberdaya. Faktor ini harus diperhatikan dalam menentukan lokasi pembuangan tanah penutup, pabrik pengolahan, bengkel, dan fasilitas lainnya.

3.3.2. Persyaratan Perhitungan Sumberdaya

Dalam melakukan perhitungan sumberdaya harus memperhatikan persyaratan tertentu, antara lain (A. Haris, 2005) :

- Suatu taksiran sumberdaya harus mencerminkan secara tepat kondisi geologi dan karakter atau sifat dari endapan bahan galian.

- Harus sesuai dengan tujuan evaluasi. Suatu model sumberdaya yang akan digunakan untuk perancangan tambang harus konsisten dengan metode penambangan dan teknik perencanaan tambang yang akan diterapkan.

- Taksiran yang baik harus didasarkan pada data aktual yang diolah secara objektif. Keputusan dipakai tidaknya suatu data dalam penaksiran harus diambil dengan pedoman yang jelas dan konsisten. Tidak boleh ada pembobotan data yang berbeda dan harus dilakukan dengan dasar yang kuat.

- Metode perhitungan yang digunakan harus memberikan hasil yang dapat diuji ulang atau diverifikasi. Tahap pertama setelah perhitungan sumberdaya selesai, adalah memeriksa atau mengecek taksiran kualitas blok (unit penambangan terkecil). Hal ini dilakukan dengan menggunakan data pemboran yang ada di sekitarnya. Setelah penambangan dimulai, taksiran kadar dari model sumberdaya harus dicek ulang dengan kualitas dan tonase hasil penambangan yang sesungguhnya.

3.4. Analisis Statistik 3.4.1. Statistika Klasik

- Mean adalah nilai rata-rata dari beberapa sampel, dirumuskan sebagai berikut:

……….……….…….3.1

- Median adalah nilai tengah dari suatu data yang telah diurutkan.

- Modus adalah nilai yang sering muncul.

n

17

- Variansi adalah range atau batas atas dari distribusi kadar, dirumuskan sebagai berikut :

……….……..3.2

- Standar deviasi (SD) atau simpangan baku, dirumuskan sebagai berikut :

……….…..3.3

- Koeffisien variasi, dirumuskan sebagai berikut :

…..………….……….………...3.4

3.4.2. Basis Data Assay

Basis data Assay merupakan informasi kadar contoh dari hasil kegiatan eksplorasi. Basis data berisikan koordinat X, Y, elevasi, nama titik bor, kadar nikel setiap interval. Perhitungan statistik assay dilakukan untuk peubah kadar bijih nikel menggunakan program GS+.

Histogram hasil perhitungan statistik diperlukan untuk distribusi dan kesimetrisan data, sehingga dapat digunakan untuk menafsirkan karakter seluruh data secara umum.

3.4.3. Basis Data Komposit

Pembuatan basis data komposit bertujuan untuk menyamakan selang (interval) data sehingga mempunyai volume yang sama. Komposit ini merupakan rata-rata tertimbang data pada selang tertentu.

3.4.4. Kurva Skewness

Ukuran kemiringan kurva dinyatakan sebagai ukuran simetris atau tidaknya suatu kurva histogram, dinyatakan sebagai berikut (A. Haris, 2005) :

………..………....3.5

Kurva histogram dikatakan positif skewness jika median < µ dan negativ skewness jika median > µ, dapat digambarkan sebagai berikut :

s2

18

Sumber : A. Haris, 2005

Gambar 3.5

Kurva Skewness Suatu Populasi 3.5. Analisis Variogram

Secara umum variogram didefinisikan sebagai alat geostatistika yang digunakan untuk mengkuantifikasikan tingkat kemiripan antara dua nilai (misalnya kadar bijih) yang terpisah oleh jarak tertentu (h) dalam suatu cebakan urat bijih.

3.5.1. Variogram Eksperimental

Dapat dirumuskan sebagai berikut (David, 1977) :

……….…………...3.6

Keterangan : γ(h) = Nilai variogram pada jarak h n(h) = Jumlah pasangan data pada jarak h Z(xi) = Nilai kadar pada lokasi xi

Z(xi+h)= Nilai kadar pada lokasi (xi+h) Adapun dasar perhitugan variogram eksperimental adalah : 1. Menentukan pasangan data pada jarak tertentu sejauh h.

2. Menghitung perbedaan nilai antara pasangan data (n).

3. Mengkuadratkan.

4. Menjumlahkan seluruh jumlah kuadrat tersebut.

5. Membagi dengan dua kali jumlah pasangan data.

3.5.2. Variogram Teoritis

Experimental variogram khususnya sangat berguna untuk menganalisis stuktur suatu endapan bahan galian dan tidak dapat langsung digunakan dalam perhitungan cadangan. Untuk itu perlu adanya model variogram teoritis untuk difitkan dengan eksperimental variogram. Model teoritis ini diekspresikan dengan

) 2

19

suatu model matematis. Pemilihan metode ini dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain sebagai berikut (Totok Darijanto, 1992) :

- Perilaku variogram dekat titik awal, perilaku ini biasanya mudah dikenali. Ada tidaknya nugget variance dapat diperoleh dengan ekstrapolasi γ(h) memotong sumbu tegak (untuk h = 0).

- Kehadiran sill, pada awalnya varian statistik dari data dapat dianggap sebagai harga sill.

- Kehadiran anisotropi, struktur bersarang dan lain-lain.

Berdasarkan hadir tidaknya sill dan range, maka model semi variogram dikelompokan menjadi model dengan sill dan model tanpa sill.

3.5.2.1. Model dengan Sill Model dengan sill meliputi : a. Berperilaku linier dekat titik awal

Model sferis (model matheron) dirumuskan sebagai berikut :

γ(h) = C0 + C [3/2 h/a - 1/2 (h/a)3] h < a ………..…..3.7

γ(h) = C0 + C h > a ………3.8

γ(h) = 0 h = 0 ………3.9

dimana : a = range of influence (daerah pengaruh) C0 = nugget variance

C0+C = sill = s2 = varians populasi

Garis tangensial variogram ini memotong sill di 2a/3.

Sumber : Totok Darijanto, 1992

Gambar 3.6 Model Variogram Sferis

20 b. Berperilaku linier dekat titik awal.

Model eksponensial (model formery) dirumuskan sebagai berikut :

……….3.10 a = range, merupakan absis dari titik potong antara garis tangensial variogram

dengan sill (C).

Sumber : Totok Darijanto, 1992

Gambar 3.7

Model Variogram Eksponensial c. Berperilaku parabolik di dekat titik awal.

Model Gaussian dirumuskan sebagai berikut :

……….………3.11 Kemiringan tangensial pada titik awal adalah horizontal.

Sumber : Totok Darijanto, 1992

Gambar 3.8

Model Semivariogram Gaussian

a

e

h

C

h ) 1

/

(

/ 2

1 )

( h C e

h a

21 3.5.2.2. Model tanpa sill

Model tanpa sill ini meliputi : a. Model linier :

………..…...……….3.11 Dimana : p adalah konstanta yang ditetapkan dan 0<λ<2 jika λ=2, maka akan

menjadi model parabola.

Sumber : Totok Darijanto, 1992

Gambar 3.9

Model Semivariogram Linier b. Model logaritmik :

……….…...………….3.13 dimana : B = Co + 3α (3/2 – log1)………...……….……...3.14

α = konstanta yang ditetapkan.

1 = panjang ekivalen conto.

Sumber : Totok Darijanto, 1992

Gambar 3.10

Model Semivariogram Logaritmik

h p h) (

B

h

h ) 3 log

(

22

Model matematis yang banyak digunakan dan umumnya terjadi pada endapan mineral adalah model sferies (Davit,1977 dan Barnes,1979). Bentuk matematisnya berbentuk polinomial sederhana, dimana variogram akan mencapai suatu nilai yang tetap (finite) untuk jarak yang tidak terbatas. Nilai finite ini dinamakan sill.

3.5.3. Isotropi

Jika variogram-variogram pada berbagai arah sama, maka dapat diartikan bahwa γ(h) merupakan suatu fungsi dari harga absolut vektor h (Totok Darijanto, 1992).

………....3.15 Jika h1,h2 dan h3 adalah komponen-komponen vektor.

3.5.4. Anisotropi

Mengingat h (jarak) adalah suatu vektor, maka suatu variogram harus ditentukan untuk berbagai arah. Suatu penyelidikan perubahan γ(h) sesuai dengan arah orientasinya memungkinkan munculnya anisotropi.

3.5.4.1. Anisotropi Geometri

Jika pada beberapa γ(h) dengan arah yang berbeda tetap memiliki harga sill (C) dan nugget variance yang sama, sedangkan kenaikan variogram-variogram yang dinyatakan dengan harga range (a) berbeda, maka akan terlihat apa yang disebut dengan anisotropi geometri.

Sumber : Totok Darijanto, 1992

Gambar 3.11 Anisotropi Geometri

2 3 2 2 2

1

h h

h

h

23 Keterangan :

aUS : range pada arah Utara – Selatan.

aTL : range pada arah Timurlaut – Barat Daya.

aBT : range pada arah Timur – Barat.

aTC : range pada arah Barat Laut – Tenggara.

Umumnya semua besaran range (a) akan tersebar menuruti bentangan elipsoidal. Kondisi seperti ini sering dijumpai pada endapan placer.

Sumber : Totok Darijanto, 1992

Gambar 3.12 Elipsoidal 3.5.4.2. Anisotropi Zonal

Dalam beberapa hal mungkin dijumpai bahwa variogram pada arah tertentu sangat berbeda sekali misalkan pada endapan bahan galian yang mempunyai struktur perlapisan, dimana variansi kadar pada arah tegak lurus terhadap bidang perlapisan sangat besar dibandingkan variansi pada bidang perlapisan.

Pada kasus ini model variogramnya benar-benar anisotropi sempurna dan dapat diuraikan sebagai berikut (Totok Darijanto, 1992) :

- Komponen isotrop :

……….……….3.16 - Suatu komponen anisotropi murni yang diperoleh dari variogram arah tegak

lurus bidang perlapisan :

……….……3.17

2 3 2 2 2 1

1

h h h

3 2 h

24 Sehingga diperoleh :

……….…3.18

3.6. Metode Klasik Perhitungan Sumberdaya 3.6.1. Metode Penampang (cross-section)

Metode ini masih sering dilakukan pada tahap-tahap paling awal dari perhitungan. Hasil perhitungan secara manual ini dapat dipakai sebagai alat pertimbangan untuk mengecek hasil perhitungan yang lebih canggih menggunakan komputer. Hasil perhitungan secara manual ini tidak dapat digunakan secara langsung dalam perencanaan tambang menggunakan komputer.

- Rumus luas rata-rata (mean area), rumus luas rata-rata dipakai untuk endapan yang mempunyai penampang uniform, dirumuskan sebagai berikut :

………..………….………..3.19

Keterangan : S1,S2 = luas penampang endapan L = jarak antar penampang V = volume cadangan

Sedangkan untuk menghitung tonase digunakan rumus :

T = V x BJ ……….………3.20

Sketsa Perhitungan Volume Endapan dengan Rumus Mean Area untuk Metode Penampang

25

- Rumus prismoidal, dirumuskan sebagai berikut :

………..…………3.21 keterangan : S1,S2 = luas penampang ujung

M = luas penampang tengah L = jarak antara S1 dan S2

V = volume cadangan

Sumber : A. Haris, 2005

Gambar 3.14

Sketsa Perhitungan Volume Endapan dengan Rumus Prismoidal untuk Metode Penampang

- Rumus kerucut terpancung, dirumuskan sebagai berikut :

………..………..3.22

Keterangan : S1 = luas penampang atas S2 = luas penampang bawah L = jarak antara S1 dan S2

V = volume cadangan

4

2

6

1

S L M S

V

2 1 2

3 S

1

S S S

V L

26

Sumber : A. Haris, 2005

Gambar 3.15

Sketsa Perhitungan Volume Endapan dengan Rumus Kerucut Terpancung untuk Metode Penampang

- Rumus obelisk, rumus ini merupakan suatu modifikasi dari rumus prismoida dengan substitusi, dirumuskan sebagai berikut :

…...…………...……..….3.23

Rumus obelisk dipakai untuk endapan yang membaji.

Sumber : A. Haris, 2005

Gambar 3.16

Sketsa Perhitungan Volume Endapan dengan Rumus Obelisk untuk Metode Penampang

27 3.6.2. Metode Poligon (Area of Influence)

Metode polygon merupakan metode yang konvensional. Metode ini umumnya diterapkan pada endapan-endapan yang relatif homogen dan mempunyai geometri yang sederhana.

Kadar dalam suatu luasan di dalam polygon ditaksir dengan nilai contoh yang berada di tengah-tengah poligon sehingga metode ini sering disebut metode poligon daerah pengaruh (area of influence). Daerah pengaruh dibuat dengan membagi dua jarak antara dua titik conto dengan satu garis sumbu (lihat gambar).

Sumber : A. Haris, 2005

Gambar 3.17

Metode Poligon (Area of Influence)

Andaikan ketebalan pada titik 1 adalah t1 dengan kadar rata-rata k1, maka volume-assay-produk (V%) = S1 x t1 x k1 (volume pengaruh). Bila berat jenis dari bijih = ρ, maka tonnage bijih = S1 x t1 x k1 x ρ ton. Untuk data-data yang sedikit metode ini mempunyai kelemahan, antara lain :

- Belum memperhitungkan tata letak (ruang) nilai data di sekitar poligon.

- Tidak ada batasan yang pasti sejauh mana nilai conto mempengaruhi distribusi ruang.

3.6.3. Metode Kontur (Isoline)

Metode kontur yaitu metode yang menghubungkan titik-titik yang mempunyai nilai sama. Metode ini digunakan untuk endapan yang mempunyai kadar dan ketebalan yang berubah-ubah, terutama untuk endapan yang mempunyai tebal dan kadar yang memusat. Metode ini tidak cocok untuk endapan

28

yang kompleks dan terputus-putus. Rumus yang digunakan untuk perhitungan umumnya memakai rumus metode penampang.

Dokumen terkait