• Tidak ada hasil yang ditemukan

Geologi Citra Pengindraan Jauh

Dalam dokumen LAPORAN RESMI PRAKTIKUM GEODAS INDONESIA (Halaman 89-95)

PENGENALAN BATUAN

PENGENALAN GEOMORFOLOGI DAN GEOLOGI CITRA PENGINDRAAN JAUH

VII.2 Geologi Citra Pengindraan Jauh

Penginderaan adalah upaya untuk mengetahui suatu objek dengan menggunakan sensor, baik alamiah maupun buatan. Sensor alamiah adalah berupa mata, telinga, hidung, lidah dan kulit. Sedangkan sensor buatan antara lain kamera, sonar, magnetometer, radiometer, dan scanner.

Penginderan jauh merupakan suatu teknik untuk memperoleh informasi terhadap objek, daerah atau fenomena melalui analisis dan interpretasi tanpa menyentuh langsung objek.

VII.2.1 Komponen penginderaan jauh

Empat komponen dasar dari sistem penginderaan jauh adalah :

1. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi elektromagnetik pada target yang berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor.

2. Sensor adalah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik.

3. Target adalah semua obyek yang ada diatas permukaan bumi.

4. Media Transmisi (Atmosfir) bertindak sebagai media yang mentransmisikan energi elektromaknetik dari sumber energi ke sensor.

Komponen dalam sistem ini berkerja bersama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh obyek tersebut. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian diinterpretasi untuk menyarikan informasi mengenai target. Proses interpretasi biasanya berupa

gabungan antara visual dan automatic dengan bantuan computer dan perangkat lunak pengolah citra.

VII.2.2 Penafsiran morfologi dari citra penginderaan jauh

Penggunaan data penginderaan jauh dalam bidang kebumian pada dasarnya adalah mengenal dan memetakan obyek dan parameter kebumian yang spesifik, menafsirkan proses pembentukannya dan menafsirkan kaitannya dengan aspek lain. Untuk melakukan hal di atas dua metoda yang umum dilakukan melalui metoda visual atau manual yaitu mengenal obyek obyek geomorfologi seperti perbukitan, dataran, gunungapi, delta dan gejala geologi spesifik seperti perbedaan jenis batuan, bidang perlapisan, struktur sesar.

Analisa geomorfologi biasanya dilakukan berdasarkan metoda analisa visual. Analisa visual untuk geomorfologi didasarkan atas unsur unsur dasar dari citra. Pengetahuan tentang daerah yang dianalisa menjadi faktor yang sangat penting untuk mencapai hasil yang maksimal. Sebagai contoh tekstur suatu obyek juga akan berguna untuk membedakan obyek obyek yang mungkin terlihat sama jika penentuan hanya didasarkan pada satu kriteria saja, yaitu tonanya saja. (karena air dan tutupan lahan kemungkinan bisa mempunyai nilai kecerahan (brightness) yang sama, akan tetapi teksturnya sangat berbeda.

1. Morfologi gunungapi

Data penginderaan jauh untuk kegunungapian dapat memberikan informasi mengenai bentuk dan sebaran produk erupsi seperti endapan piroklastik, aliran dan kubah lava dari bentuknya yang khas. Disamping itu data penginderaan

jauh dapat juga memberikan gambaran mengenai komplek gunungapi dan sejarah erupsinya yang tercermin dari perbedaan derajat erosi, gunungapi aktif dengan sebaran piroklastik dan aliran lahar.

2. Morfologi batuan sedimen terlipat

Batuan sedimen terlipat dicirikan oleh bentuk dan pola topografi yang khas dan dapat dikenal dengan baik pada citra satelit inderaja, dengan kenampakan sebagai berikut:

a. Susunan topografi yang terdiri dari perselingan antara lembah dan pematang bukit memanjang saling sejajar. Morfologi lembah ditempati oleh jenis batuan lunak yang mudah tertoreh (batulempung, serpih, napal) dan pematang bukit ditempati oleh lapisan batuan yang lebih keras (batupasir, konglomerat, breksi, batugamping). Ara h memanjang dari bentuk morfologi ini merupakan jejak dari bidang perlapisan.

b. Batuan karbonat yang umumnya keras biasanya menempati topografi tinggi, dikenal dengan baik apabila menunjukkan bentuk morfologi karst. Breksi juga menempati topografi tinggi, homogen dan memperlihatkan tekstur topografi kasar-sangat kasar.

c. Bidang perlapisan seringkali dapat dikenal dari kesejajaran jejak bidang perlapisannya. Kemiringan bidang perlapisan dapat dikenal dari bentuk morfologi messa, cuesta atau hogback tergantung pada besarnya sudut kemiringan bidang perlapisan tersebut.

d. Sumbu lipatan dapat dikenal dari punggungan atau lembah berbentuk bulat, lonjong atau tapal kuda (horse shoe shapes).

e. Struktur sesar dapat dikenal dengan baik pada citra yang diperlihatkan oleh beberapa kenampakan di antaranya adanya pergeseran bidang perlapisan, kelurusan topografi dalam skala regional, gawir topografi, kelurusan segmen sungai, pergeseran aliran sungai, orientasi bukit dan gejala geologi lain dan sebagainya. Kelurusan topografi yang berpola teratur menunjukkan adanya suatu pola rekahan pada batuan atau kelompok batuan.

3. Morfologi tektonik (Tectonic landforms)

Morfologi yang dibentuk oleh tumbukan lempeng pada citra satelit dapat dilihat melalui bentuk (shape), tekstur, dan polanya yang secara visual terekspresikan pada citra. Lineament-lineament (kelurusan-kelurusan) pada citra mewakili struktur-struktur sesar dan umumnya merupakan batas antar batuan. 4. Morfologi daerah pantai dan pesisir

Pemetaan pada daerah pantai dan pesisir sulit dilakukan karena sukarnya diperoleh singkapan batuan, asesibilitas sukar (rawa pantai) dan mahal karena sebagian besar harus dilakukan melalui survei bawah permukaan (geofisika dan pemboran). Sebaliknya daerah pantai dan pesisir merupakan wilayah ekonomi yang potensial sebagai lahan pemukiman, prasarana perhubungan, jasa industri dan sebagainya.

Kepincangan dari kedua masalah tersebut perlu dipecahkan secara cermat. Dengan bantuan citra satelit maka pemetaan pada daerah pantai dan pesisir akan menjadi mudah, dikarenakan citra satelit dapat meliput area yang cukup luas, sehingga kenampakan bentangalam dapat dipetakan dengan baik. Dengan

menggunakan berbagai kombinasi band yang ada, kita dapat juga memetakan batas pesisir maupun kedalaman (batimetri) air laut disekitar pesisir.

5. Pola pengaliran sungai dan sumberdaya air

Informasi sumberdaya air yang dapat dipetakan dari citra inderaja secara umum di antaranya:

a. Pola aliran sungai dengan bentuk dan sebaran DAS dan subDAS.

b. Jenis sungai dalam kelangsungan kandungan air (intermitten dan perenial streams).

c. Bentuk dan jenis massa air genangan (danau, bendungan, rawa, rawa pantai, kelembaban tanah permanen).

d. Sedimentasi di dalam massa air (danau, bendungan, pantai). e. Banjir.

f. Sebaran mata air dan air tanah bebas atau dangkal. g. Kemungkinan air tanah dalam.

6. Pemetaan ketinggian (elevasi) dan gradient sungai

Dengan menggunakan piranti lunak pengolah citra, kita dapat memetakan ketinggian dan kemiringan lereng suatu wilayah.

BAB VIII

KESIMPULAN DAN SARAN

Dalam dokumen LAPORAN RESMI PRAKTIKUM GEODAS INDONESIA (Halaman 89-95)

Dokumen terkait