• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

G. Gharar dalam Perspektif Islam

Menurut madzhab syafi‟i, gharar adalah segala sesuatu yang akibatnya tersembunyi dari pandangan dan sesuatu yang dapat memberikan akibat yang tidak diharapkan/ akibat yang menakutkan. Sedang Ibnu Qoyyim berkata bahwa gharar adalah sesuatu yang tidak dapat diukur penerimaannya baik barang tersebut ada ataupun tidak ada, seperti menjual kuda liar yang belum tentu bisa di tangkap meskipun kuda tersebut wujudnya ada dan kelihatan.

Imam al-Qarafi mengemukakan bahwa gharar adalah suatu akad yang tidak diketahui dengan tegas apakah efek akad terlaksana atau tidak. Begitu juga yang disampaikan Imam as-Sarakhsi serta Ibnu Taimiyah yang memandang gharar dari

32Harun,” Tela‟ah Illat Hukum Larangan Riba Dalam Al-Qur‟an”, SUHUF, Vol. 27, No. 1, Mei 2015

segi adanya ketidakpastian akibat yang timbul dari suatu akad. Sementara Ibnu Hazm melihat gharar dari segi ketidaktahuan salah satu pihak yang berakad tentang apa yang menjadi objek akad tersebut.33.Diantara hikmah larangan julan beli ini adalah, karena nampak adanya pertaruhan dan menimbulkan sikap permusuhan pada orang yang dirugikan. Yakni bisa menimbulkan kerugian yang besar kepada pihak lain. Larangan ini juga mengandung maksud untuk menjaga harta agar tidak hilang dan menghilangkan sikap permusuhan yang terjadi pada orang akibat jenis jual beli tersebut.

Hukum Gharar, dasar pengambilan hukum atas segala sesuatu dalam syariat Islam harus jelas bentuk dan kriterianya, sehingga penetapannya akan mendapatkan suatu kepastian untuk menempatkan pada tingkatan boleh atau tidaknya untuk dilakukan, dan dapat dijadikan sandaran hukum. Sudah jelas bahwa hukum terhadap sesuatu didasarkan atas hasil dari persepsi tentang sesuatu tersebut. Sedetail apa pengetahuan kita terhadap berbagai hal yang berkaitan dengan gharar, akan menentukan kedetailan kita dalam mendudukkan masalah berbagai transaksi yang dianggap sebagai bentuk transaksi gharar dan mampu untuk menjelaskan tentang hukumhukumnya, serta menetapkan berbagai alternatif pengganti dari transaksi-transaksi yang disyariatkan. Jenis –jenis gharar Dilihat dari peristiwanya, jual-beli gharar bisa ditinjau dari tiga sisi.

33

Nadratuzzaman Hosen”Analisis Bentuk Gharar dalam Transaksi” Al-Iqtishad: Vol. I, No. 1, Januari 2009.h, 53

Pertama : Jual-beli barang yang belum ada (ma‟dum), seperti jual beli habal al habalah (janin dari hewan ternak). Kedua : Jual beli barang yang tidak jelas (majhul), baik yang muthlak, seperti pernyataan seseorang : “Saya menjual barang dengan harga seribu rupiah”, tetapi barangnya tidak diketahui secara jelas, atau seperti ucapan seseorang : “Aku jual mobilku ini kepadamu dengan harga sepuluh juta”, namun jenis dan sifat-sifatnya tidak jelas. Atau bisa juga karena ukurannya tidak jelas, seperti ucapan seseorang : “Aku jual tanah kepadamu seharga lima puluh juta”, namun ukuran tanahnya tidak diketahui.

Ketiga : Jual-beli barang yang tidak mampu diserah terimakan. Seperti jual beli budak yang kabur, atau jual beli mobil yang dicuri. Ketidak jelasan ini juga terjadi pada harga, barang dan pada akad jual belinya.Ketidak jelasan pada harga dapat terjadi karena jumlahnya, seperti segenggam Dinar. Sedangkan ketidak jelasan pada barang, yaitu sebagaimana dijelaskan di atas. Adapun ketidak-jelasan pada akad, seperti menjual dengan harga 10 Dinar bila kontan dan 20 Dinar bila diangsur, tanpa menentukan salah satu dari keduanya sebagai pembayarannya. Syaikh As-Sa‟di menyatakan : “Kesimpulan jual-beli gharar kembali kepada jual-beli ma‟dum (belum ada wujudnya), seperti habal al habalah dan as-sinin, atau kepada jual-beli yang tidak dapat diserahterimakan, seperti budak yang kabur dan sejenisnya, atau kepada ketidak-jelasan, baik mutlak pada barangnya, jenisnya atau sifatnya.

Ibnul Qayyim juga mengatakan:Tidak semua gharar menjadi sebab pengharaman. Gharar, apabila ringan (sedikit) atau tidak mungkin dipisah darinya, maka tidak menjadi penghalang keabsahan akad jual beli. Karena, gharar (ketidak jelasan) yang ada pada pondasi rumah, dalam perut hewan yang mengandung, atau buah terakhir yang tampak menjadi bagus sebagiannya saja, tidak mungkin lepas darinya. Demikian juga gharar yang ada dalam hammam (pemandian) dan minuman dari bejana dan sejenisnya, adalah gharar yang ringan. Sehingga keduanya tidak mencegah jual beli. Hal ini tentunya tidak sama dengan gharar yang banyak, yang mungkin dapat dilepas darinya.

Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa pelarangan terhadap transaksi gharar didasarkan kepada larangan Allah Swt. atas pengambilan harta/ hak milik orang lain dengan cara yang tidak dibenarkan (bathil). Menurut Ibnu Taimiyah di dalam gharar terdapat unsur memakan harta orang lain dengan cara bathil.34 Hal ini berdasarkan Firman Allah Swt. dalam Q.S An-Nisa/4:29

َٰٓ ي

َٰٓه عَٰٓ ًة ز جِتَٰٓ نىُك تَٰٓ ن أَٰٓ َّلَِإَٰٓ ِلِط بۡلٱِبَٰٓ مُك ىۡي بَٰٓ مُك ل ى ۡم أَٰٓ ْا ىُلُكۡأ تَٰٓ لََٰٓ ْاىُى ما ءَٰٓ هيِذَّلٱَٰٓ ا هُّي أ

َٰٓ ىُلُتۡق تَٰٓ لَ وَٰٓ ۡۚۡمُكىِّمَٰٓ ٖضا ز ت

َٰٓا ٗميِح رَٰٓ ۡمُكِبَٰٓ نا كَٰٓ َّللَّٱَٰٓ َّنِإَٰٓ ۡۚۡمُك سُفو أَْٰٓا

٩٢

َٰٓ

َٰٓ

Terjemahnya:

29.Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan

34

Nadratuzzaman Hosen”Analisis Bentuk Gharar dalam Transaksi” Al-Iqtishad: Vol. I, No. 1, Januari 2009.h, 54

perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.35

Salah bentuk bentuk transaksi antar sesama manusia yaitu jual beli atau utang piutang, dalam transaksi inilah terkadang ada unsur batil apabila tidak ada sifat kehatian-hatian dalam berakad maka dari itu sebagai orang beriman kita harus memperhatikan prinsip ekonomi islam agar kita terhindar dari yang dilarang oleh agama kita. Dan terkaadang sebagian masyarakat islam sudah menjalankan transaksi yang dilarang tersebut akan tetapi tidak mengetahuinya bahwa yang tersebut itu dilarang dalam agama kita. Akan tetapi berbeda dalam hal transaksi yang mengandung riba terkadang seseorang mengetahui bahwa riba itu dilarang akan tetapi tetap juga melaksanakan transaksi yang mengandung riba tersebut baik itu dari utang piutang maupun dari transaksi yang mengandung unsur gharar.

Dokumen terkait