• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Model Gigitiruan

Model gigitiruan merupakan replika yang mencakup jaringan keras dan lunak dari permukaan rongga mulut. Model ini digunakan sebagai media untuk menentukan diagnosis, menjelaskan rencana perawatan dan proses perawatan kepada pasien, serta media pembuatan gigitiruan.25

2.3.1 Model Studi

Model studi merupakan salah satu jenis dari model gigitiruan. Model studi disebut juga dengan model diagnostik digunakan oleh dokter gigi untuk mengamati dan mempelajari keadaan rongga mulut pasien. Umumnya model studi terbuat dari dental plaster atau gips tipe II.16,25 Kegunaan studi model adalah sebagai berikut:3

a. Memperlihatkan gambaran tiga dimensi dari keadaan jaringan keras dan lunak rongga mulut.

b. Sebagai media pembelajaran tentang relasi oklusal dari lengkung rahang. c. Sebagai media pembelajaran tentang ukuran gigi, letak dan bentuk serta hubungan rahang.

d. Sebagai media pembelajaran tentang jaringan keras dan lunak dalam pandangan lingual ketika gigi dioklusikan.

e. Sebagai media perbandingan antara keadaan sebelum dan sesudah dilakukan perawatan.

g. Sebagai media rekaman legal mengenai lengkung rahang pasien untuk keperluan asuransi, gugatan hukum dan forensik.

2.3.2 Model Kerja

Model kerja merupakan replika dari struktur rongga mulut yang digunakan sebagai media pembuatan gigitiruan. Model kerja umumnya terbuat dari dental stone atau gips tipe III yang memiliki kekuatan yang cukup untuk menahan tekanan selama prosedur laboratoris.25 Sifat-sifat ideal model kerja adalah sebagai berikut:2

a. Model harus kuat dan keras.

b. Stabilitas dimensi harus dipertahankan selama dan setelah proses pengerasan. c. Tidak melengkung atau mengalami distorsi.

d. Tidak pecah atau rusak selama proses laboratoris atau proses pengukiran malam.

e. Cocok dengan semua jenis bahan cetak. f. Resisten terhadap abrasi dan fraktur.

2.4 Perubahan Dimensi

Perubahan dimensi biasanya dinyatakan sebagai persentase dari panjang semula atau volume. Perubahan dimensi dipengaruhi oleh setting ekspansi dan ekspansi higroskopis. Ekspansi massa gipsum dapat dideteksi selama perubahan dari partikel hemihidrat menjadi partikel dihidrat. Setting ekspansi dapat dijelaskan berdasarkan mekanisme kristalisasi. Proses kristalisasi digambarkan sebagai suatu pertumbuhan kristal–kristal dihidrat dari nukleus yang saling berikatan satu dengan yang lainnya. Bila proses ini terjadi pada ribuan kristal–kristal selama pertumbuhan, suatu tekanan atau dorongan keluar dapat terjadi dan menghasilkan ekspansi massa keseluruhan sehingga gipsum mengalami perubahan dimensi. Tumbukan atau gerakan dari kristal–kristal ini menyebabkan terbentuknya mikroporus. Volume eksternal hasil reaksi gipsum yang lebih besar daripada volume kristalin menyebabkan terbentuknya porus. Oleh karena itu, struktur gipsum yang telah mengeras terdiri dari kristal–kristal

yang saling terkait, di antaranya adalah mikroporus dan porus yang mengandung air berlebih. Air tersebut diperlukan ketika pengadukan. Namun, ketika mengering, kelebihan air tersebut menghilang dan ruangan kosong meningkat.9 Agar dapat menghasilkan model atau die yang akurat, setting ekspansi dari dental gipsum harus tetap dikendalikan. Beberapa faktor yang mempengaruhi setting ekspansi pada dental gipsum adalah:

a. Rasio Air Bubuk

Semakin tinggi rasio air bubuk maka akan semakin sedikit nukleus kristalisasi per unit volume sehingga ruangan antar nukleus lebih besar pada keadaan tersebut. Akibatnya, pertumbuhan internal kristal–kristal dihidrat akan semakin sedikit, demikian juga dengan dorongan keluar dari kristal–kristal tersebut. Hal itulah yang menyebabkan semakin tinggi rasio air bubuk, maka semakin rendah nilai setting ekspansinya. Sebaliknya, penurunan rasio air bubuk meningkatkan setting ekspansi dengan cara meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat.9 Selain menyebabkan setting ekspansi yang tinggi, penurunan rasio air bubuk juga menyebabkan lebih banyak panas yang dilepaskan.26 Namun menurut Michalakis (2009) setting ekspansi lebih dipengaruhi oleh bahan dan waktu dibandingkan dengan penambahan air.27

b. Lama Pengadukan (mixing time)

Sebagian kristal gipsum terbentuk langsung ketika gipsum berkontak dengan air. Begitu pengadukan dimulai, pembentukan kristal ini meningkat. Pada saat yang sama, kristal-kristal tersebut diputuskan oleh spatula (pengaduk) dan didistribusikan merata dalam adukan dengan hasil pembentukan lebih banyak nukleus kristalisasi. Dalam jangka limitnya, semakin lama waktu pengadukan, maka akan meningkatkan jumlah nukleus kristalisasi dari partikel dihidrat. Akibatnya, jalinan ikatan kristalin yang terbentuk akan semakin banyak, pertumbuhan internal dan dorongan keluar dari kristal-kristal dihidrat meningkat. Hal inilah yang menyebabkan setting ekspansi gipsum meningkat sejalan dengan semakin lamanya waktu pengadukan untuk batasan waktu tertentu.9

c. Penambahan Akselerator atau Retarder

Penambahan bahan kimia dalam bentuk akselerator atau retarder, yang biasanya ditambahkan oleh pabrik untuk mengatur setting time, juga mempunyai efek untuk menurunkan nilai setting ekspansi dengan cara mengubah bentuk kristal dihidrat yang terbentuk. Oleh karena itu, akselerator atau retarder disebut juga sebagai antiexpantion agent. Bahan kimia yang biasanya digunakan sebagai akselerator adalah potassium sulfat, sedangkan yang digunakan sebagai retarder adalah boraks.17

d. Lama Penyimpanan

Menurut Michalakis (2009) sangat dipengaruhi oleh waktu dibandingkan dengan suasana lingkungan saat dilakukan pengukuran setting ekspansi. Hal ini dikarenakan adanya pertumbuhan kristal yang berlangsung terus menerus selama material gipsum yang telah mengeras dibiarkan diudara. Pertumbuhan kristal ini diakibatkan oleh masuknya uap air ke dalam mikroporeus yang mengakibatkan menurunnya tegangan permukaan sehingga kristal dapat tumbuh bebas. Pada saat seluruh hemihidrat telah berubah menjadi dihidrat maka air yang terdapat pada gipsum akan menguap dan jumlah air akan berkurang sehingga akan terjadi pengerutan pada gipsum.27,28

reve rs ibe l dehidrasi 2.5 Kerangka Teori Gipsum (CaSO4 . ½H2O) Klasifikasi

Tipe I Tipe II Tipe III Tipe IV Tipe V

Karakteristik Kekuatan Kompresi w/p Ratio Setting Time Setting Ekspansi Perubahan Dimensi Fungsi Model Kerja (CaSO4 . 2H2O) Limbah Daur Ulang Mekanisme Syarat Faktor yang Mempengaruhi

Air Gipsum Daur ulang

(CaSO4 . ½H2O) Karakteristik Kekuatan Kompresi w/p Ratio Setting Time Setting Ekspansi Perubahan Dimensi Dipengaruhi oleh: Lama Pengadukan Aselerator dan Retarder w/p Ratio

Apakah terdapat perbedaan perubahan dimensi pada gipsum tipe III komersial dengan gipsum tipe III daur ulang sebagai bahan model kerja gigitiruan pada 2, 24,

72 jam dan 2 minggu setelah pencampuran? Mineral Gipsum

(CaSO4

. 2H2O)

dehidrasi hidrasi reversibel daur ulang dehidrasi 18

Dokumen terkait