• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gizi Balita

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 24-36)

a Pengertian Gizi

Gizi merupakan suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi, penyimpangan, metabolisme dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ serta menghasilkan energi. Makanan dan zat gizi adalah balok pembangun yang membantu membentuk gigi, tulang, dan otot yang kuat, jaringan yang sehat, perkembangan saraf otak dan sistem daya tahan tubuh. Setiap hari anak perlu mendapatkan zat gizi dari makanan. Tidak ada satu jenis makanan yang menyediakan semua zat gizi yang dibutuhkan anak. Yang paling baik adalah memberikan aneka ragam makanan untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan zat gizi (Supariasa, 2002).

b Gizi Pada Anak Balita

Kecukupan gizi rata-rata bagi anak usia di bawah 3 tahun dengan berat badan 12 kg dan tinggi badan 89 cm, energi yang dibutuhkan sebanyak 1220 kkl dan kebutuhan protein sebesar 23 gram. Sedangkan pada umur 4-5 tahun dengan berat badan 18 kg dan tinggi badan 108 cm, energi yang dibutuhkan sebanyak 1720 kkl dan kebutuhan protein sebesar 32 gram (Pudjiadi, 2003).

Balita merupakan masa peralihan makanan dari makanan pendamping ASI ke makanan orang dewasa. Namun, pemberiannya juga masih

bertahap disesuaikan dengan kemampuan sistem pencernaan anak dan kebutuhan gizinya. Di usia ini, saatnya dikenalkan ragam makanan yang sehat dan alami karena akan menentukan pola makan anak selanjutnya. Sesuai dengan kemampuan pencernaan dan kebutuhan gizi, balita dipilah menjadi dua, yaitu batita (1-3 tahun) dan prasekolah (4-5 tahun). Batita merupakan konsumen pasif, artinya dia masih menerima saja makanan yang diberikan orang tuanya. Berikan makan dalam porsi kecil dengan frekuensi sering (7-8 kali) sehari, terdiri atas tiga kali makan pagi, siang, dan sore, 2-3 kali makan selingan, dan 3-4 kali minum susu. Masing-masing usia ini memerlukan makanan yang berbeda sesuai tahap perkembangan saluran pencernaannya dan kebutuhan gizinya. Berbeda dengan batita, anak prasekolah adalah konsumen aktif sehingga sudah bisa menentukan makanannya sendiri. Aktivitasnya juga lebih tinggi sehingga kebutuhan energinya lebih banyak daripada batita. Oleh karena itu, porsi makan diperbesar daripada batita dengan frekuensi diturunkan menjadi 5-6 kali sehari, terdiri atas 3 kali makan pagi, siang, dan sore dan 2 kali makan selingan. Susu 2 kali sehari (pagi dan malam hari) atau dicampurkan pada makanan (http://budiboga. blogspot.com /2007/05/ makanan-untuk-balita.html).

c Sumber Kebutuhan Gizi Balita

Sepanjang usia balita, selera makan dan kebiasaan makan terus berubah-ubah. Setelah ulang tahun pertama, pertumbuhan melambat dan selera makan pun cenderung menurun. Pada masa tumbuh

kembangnya, gizi seimbang sangat besar pengaruhnya. Pada masa ini otak balita telah siap menghadapi berbagai stimulasi seperti belajar berjalan dan berbicara lebih lancar. Balita memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa. Mereka butuh lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat.

Nutrisi yang anak butuhkan berasal dari beras/gandum/umbi, daging, kacang-kacangan, sayuran, buah, dan dua gelas susu per hari. Tentunya dengan gizi yang seimbang sehingga dalam sehari tercapai 1.000 s.d. 1.500 kalori. Variasi ini sangatlah bergantung pada usia, tinggi badan, serta aktivitas anak (dalam hal ini sekitar 30 menit aktivitas fisik per hari).

Pada usia ini, susu masih merupakan makanan yang penting karena mengandung semua zat gizi dasar yang dibutuhkan anak yang sedang tumbuh: energi, lemak, karbohidrat, protein, vitamin dan mineral.

1) Energi

Seperti halnya mesin, tubuh manusia membutuhkan pasokan energi (atau kalori) yang terus-menerus. Tanpa energi, fungsi tubuh yang penting tidak mungkin berjalan. Energi diperoleh dari zat gizi kaya energi yang terdapat dalam makanan: karbohidrat kompleks, lemak, protein dan gula sederhana. Kalori yang dibutuhkan balita usia 1-5 tahun adalah sekitar 1300 – 1500 kalori per hari.

2) Lemak

Merupakan komponen utama membran sel otak dan selubung myelin disekeliling saraf otak. Lemak mempengaruhi perkembangan dan kemampuan otak, terutama pada dua tahun pertama. DHA (asam lemak omega 3) & AA (asam lemak omega 6) adalah komponen utama struktur otak dan mempunyai peran penting dalam perkembangan fungsi otak dan retina. Sphingomyelin adalah komponen utama dari sel saraf, jaringan otak dan selubung myelin disekitar saraf. Sphingomyelin mempunyai peran dalam mengirim sinyal dan membawa informasi dari satu sel saraf ke sel saraf otak lainnya. Sumber lemak antara lain seperti yang terdapat dalam minyak , santan , dan mentega, roti, dan kue juga mengandung omega 3 dan 6 yang penting untuk perkembangan otak.

3) Protein

Mempunyai fungsi penting dalam membangun dan memelihara sel jaringan tubuh. Protein juga merupakan prekursor untuk neurotransmitter yang mendukung perkembangan otak. Fungsi otak yang baik tergantung pada kapasitas menyerap dan memproses informasi. Neurotransmitter catecholaimes dibentuk dari asam amino penting: Tyrosine dan neurotransmitter serotonin dibentuk dari Tryptophan. Serotonin menstimulasi tidur yang penting untuk perkembangan otak dalam memproses informasi, sedangkan catecholamine berkaitan dengan keadaan siaga yang membantu

menyerap informasi di otak. Sumber protein terdiri dari daging 2 ons atau telur 2 butir atau kacang-kacangan 100 gram (untuk usia 5 tahun: daging 3-4 ons atau telur 4 butir atau kacang-kacangan 200 gram). Sumber protein antara lain seperti ikan, susu, daging, telur, kacang-kacangan.

4) Karbohidrat

Sebagai sumber utama energi. Salah satu bentuk karbohidrat di otak adalah Sialic Acid (SA). SA merupakan komponen struktur dan fungsi ganglion otak yang penting. Penelitian menunjukkan bahwa pemberian SA sejak awal dapat meningkatkan perkembangan otak dan mempunyai efek dalam proses belajar dan memori. Untuk anak usia 1 atau 5 tahun diperlukan karbohidrat sebagai sumber energi untuk berbagai aktivitas. Diperlukan 2-3 lembar roti atau 1 sampai dengan 1,5 mangkuk nasi atau mi (untuk usia 5 tahun, 4-5 lembar roti atau 2-2,5 mangkuk nasi/mi).Sumber karbohidrat antara lain seperti nasi, roti, sereal, kentang, atau mi.

5) Zat Besi

Kekurangan zat besi merupakan hal yang biasa pada balita. Hal ini disebabkan oleh tingginya kebutuhan akan zat besi yang tidak tercukupi dari asupan makanan, khususnya jika tidak mengkonsumsi daging. Makanan yang kaya akan vitamin C seperti segelas jus jeruk dapat dihidangkan ketika makan malam untuk memaksimalkan penyerapan zat besi.

6) Kalsium

Kalsium sangat penting untuk pertumbuhan tulang dan gigi. Kebutuhan akan kalsium dapat terpenuhi asalkan balita mengkonsumsi susu dan produk berbahan dasar susu yang cukup. Dua atau tiga gelas susu dapat memenuhi kebutuhan asupan kalsium dalam sehari.

7) Vitamin A

Dibutuhkan untuk perkembangan sel dan kulit yang sehat. Makanan Balita seringkali kurang asupan Vitamin A.

8) Vitamin C

Penting untuk sistem pertahanan tubuh dan pertumbuhan balita. Vitamin C juga membantu penyerapan zat besi, khususnya zat besi yang bukan berasal dari hewan. Asupan vitamin C pada balita seringkali rendah karena sedikit mengkonsumsi sayur dan buah-buahan.

9) Vitamin D

Sangat penting untuk metabolisme kalsium dan dapat diperoleh melalui aksi sinar matahari pada kulit.

10) Vitamin E

Berperan penting dalam mencegah kerusakan struktur sel membran. Vitamin E termasuk dalam golongan antioksidan dan berperan dalam mengurangi risiko penyakit seperti kanker.

11) Susu

Pada usia 1 dan 2 tahun, seorang anak membutuhkan , paling sedikit 800 ml susu per hari dan pada usia 3 tahun ke atas, paling sedikit 500 ml susu per hari (http://www.frisianflag.co.id/html). 3. Pengetahuan

a. Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

1) Proses adopsi perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku tanpa didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu :

a) Awareness (kesadaran), yaitu orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (obyek) terlebih dahulu.

c) Evaluation, yaitu menimbang-nimbang terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya.

d) Trial, yaitu orang mulai mencoba perilaku yang baru.

e) Adoption, yaitu orang telah berperilaku baru sesuai pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku memulai proses seperti ini didasari oleh pengetahuan, kesadran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng (long lasting).

2) Tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif a) Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. b) Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap suatu obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan meramalkan.

c) Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya).

d) Analisis (analysis)

Yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisa ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja seperti dapat menggambarkan, membedakan, memisahkan dan mengelompokkan.

e) Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya dapat menyusun, merencanakan, meringkaskan dan dapat menyesuaikan terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f) Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhdap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan pada suatu kriteria yang

ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Proses terjadinya pengetahuan menurut sifatnya adalah 2 (dua), yaitu a priori dan a posteriori. Pengetahuan a priori adalah pengetahuan yang terjadi tanpa adanya atau melalui pengalaman, baik pengalaman indera maupun pengalaman batin atau jiwa. Sebaliknya pengetahuan a posteriori adalah pengetahuan yang terjadi karena adanya pengalaman (Rahman dkk, 2004).

3) Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan yang dimiliki seseorang dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :

a) Faktor Internal, meliputi : i. Jasmani

Faktor jasmani diantaranya adalah keadaan indera seseorang. ii. Rohani

Faktor rohani diantaranya adalah kesehatan psikis, intelektual, psikomotor, serta kondisi efektif dan konatif individu.

b) Faktor Eksternal, meliputi : i. Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar. Orang yang berpendidikan tinggi akan memberikan respon yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan berpikir

sejauh mana keuntungan yang mungkin akan mereka peroleh dari gagasan tersebut.

ii. Paparan media massa

Melalui bermacm-macam media baik cetak maupun elektronik berbagai informasi dapat diterima, sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa akan memperoleh informasi yang lebih banyak dibanding dengan orang yang tidak terpapar informasi media massa. Ini berarti paparan media massa mempengaruhi tingkat pengetahuan yang dimiliki seseorang. iii. Status ekonomi

Tingkat status ekonomi dapat mempengaruhi pengetahuan. Dimana dalam memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder, keluarga dengan status ekonomi baik akan lebih mudah tercukupi dibanding keluarga dengan status ekonomi rendah. Hal ini juga berpengaruh dalam pemenuhan kebutuhan sekunder.

iv. Hubungan sosial

Manusia adalah makhluk sosial dimana dalam kehidupan saling berinteraksi satu sama lain. Individu yang dapat berinteraksi secara kontinue akan dapat lebih biasa lebih mendapatkan informasi. Sementara faktor hubungan sosial juga mempengaruhi kemampuan individu sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model komunikasi media.

v. Pengalaman

Pengalaman individu tentang berbagai hal bisa diperoleh dari tingkat kehidupan dalam proses perkembangannya. Misal sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang mendidik seperti seminar. vi. Akses layanan kesehatan

Mudah atau sulitnya mengakses layanan kesehatan tentunya akan berpengaruh terhadap pengetahuan dalam hal kesehatan. b. Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2003).

c. Cara Memperoleh Pengetahuan

Untuk mendapatkan pengetahuan yang benar pada dasarnya terdapat 2 (dua) cara pokok yang dapat dilakukan oleh manusia. Pertama adalah mendasarkan diri pada rasio dan kedua mendasarkan diri pada pengalaman. Sumber pengetahuan selain dapat diperoleh melalui rasio dan pengalaman juga melalui intuisi dan wahyu. Intuisi adalah kegiatan berfikir untuk mendapatkan pengetahuan tanpa melalui proses penalaran tertentu, contohnya : seseorang yang sedang terpusat pemikirannya pada suatu masalah tiba-tiba saja menemukan jawaban atas permasalahan tersebut. Wahyu merupakan pengetahuan yang disampaikan oleh Tuhan kepada manusia. Pengetahuan ini didasarkan kepada kepercayaan (Notoatmodjo, 2003).

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 24-36)

Dokumen terkait