• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

Vermikompos merupakan pupuk organik yang diproduksi dengan bantuan sistem pencernaan dan mikroorganisme dalam usus cacing tanah. Vermikompos diketahui berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tanaman dan perkembangan simbiosis mikoriza. Penelitian ini bertujuan mendapatlan ukuran garis tengah butir dan bobot vermikompos yang optimal untuk menghasilkan inokulum fungi mikoriza arbuskula (FMA) Glomus etunicatum NPI-126 dan biomasa tanaman kudzu (Pueraria phaseoloides Roxb). Percobaan rumah kaca dilaksanakan menggunakan rancangan acak kelompok Lengkap dengan kombinasi ukuran garis tengah butir dan takaran vermikompos sebagai perlakuan. Hasil percobaan menunjukkan vermikompos berpotensi positif sebagai pengganti pupuk buatan untuk meningkatkan produksi inokulum G. etunicatum dan biomassa tanaman kudzu. Vermikompos dengan ukuran garis tengah < 250 µm takaran 150 mg menghasilkan kolonisasi G. etunicatum dan bobot kering total tanaman kudzu dan yang maksimal. Vermikompos berukuran garis tengah butir < β50 m menghasilkan jumlah spora yang terbanyak yaitu 2138 buah per 100 g inokulan. Vermikompos harus diberikan dengan takaran yang lebih tinggi untuk menghasilkan bobot kering akar kudzu dan jumlah spora G. etunicatum yang maksimal. Kolonisasi FMA di akar kudzu berkorelasi positif dengan jumlah spora G. etunicatum.

Kata kunci: G. etunicatum, P. phaseoloides, vermikompos, produksi inokulum

Abstract

Vermicompost is an organic fertilizer produced through the digestive system and microorganism inside the earthworm gut. Vermicompost is recognized to have positive effects on the plant growth and development of mycorrhizal symbiosis. The study was aimed to determine the optimum of particle diameter size and weight of vermicompost for producing inoculum of arbuscular mycorrhiza fungi (AMF) of Glomus etunicatum NPI-126 and kudzu (Pueraria phaseoloides Roxb) plant biomass. A glasshouse experiment was arranged in a randomized complete block design, involving different particle diameter size and weight of vermi- compost as the treatments. Results showed that vermicompost is a potential substitute to inorganic fertilizer for production of AMF inoculum and kudzu plant biomass. Vermicompost applied with particle diameter size < 250 µm weighing 150 mg produced the highest root colonization by G. etunicatum NPI-126 and total dry weight of kudzu plant. Vermicompost applied with particle diameter size < 250 µm produced highest number of spores i.e 2138 spores per 100 g of inoculant. Vermicompost should be applied with higher dosage to produce optimal root dry weight of kudzu and number of spores of G. etunicatum NPI-

126. A linear relation was found between root colonization and number of spores of G. etunicatum NPI-126.

Keywords: G. etunicatum NPI-126, P. phaseoloides, vermicompost, inoculum production

Pendahuluan

Belakangan ini semakin kuat keinginan untuk mengurangi penggunaan bahan pupuk buatan dan secara bertahap menggantinya dengan pupuk organik. Vermikompos merupakan pupuk organik yang dihasilkan dari proses dekomposisi sisa-sisa tumbuhan dan hewan dalam sistem pencernaan cacing tanah yang kaya jasad renik, enzim, dan berbagai senyawa organik lainnya. Proses dekomposi demikian ini mempercepat humifikasi bahan organik dan menghasilkan bahan dengan karakter fisikokimia dan biologi yang berbeda dengan bahan dasarnya.

Vermikompos merupakan penyedia P organik yang harus dimineralisasikan terlebih dulu agar dapat dimanfaatkan tanaman. Mineralisasi P organik dapat berlangsung jika dalam tanah terdapat jasad renik perombak yang salah satu diantaranya ialah fungi mikoriza arbuskula (FMA). Kemampuan FMA untuk menyerap P dari bentuk organik telah dilaporkan sebelumnya oleh Widiastuti (2004). Vermikompos selain mengandung unsur hara yang dibutuhkan tanaman (Ferreras et al. 2006), juga mengandung auksin yang diperlukan untuk pem- bentukan akar tanaman (Canellas et al. 2003) yang merupakan salah satu para- meter inokulum FMA (Feldmann et al. 2009). Vermikompos juga kaya akan enzim dan jasad renik (Ndegwa & Thompson 2001; Brown & Doube 2004; Aira et

al. 2006; Knapp et al. 2010) yang berpengaruh terhadap perkembangan FMA

(Hameeda et al. 2007). Seperti bahan organik lainnya, vermikompos memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi sehingga mampu memfasilitasi pertukaran hara untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman (Bachman & Metzger 2008). Fungi mikoriza arbuskula (FMA) tergolong fungi filum Glomeromikota dan diketahui berperan penting dalam membantu serapan hara tanaman, khususnya fosfor (P), meningkatkan daya tahan tanaman terhadap cekaman biotik dan abiotik, dan menyumbangkan sejumlah karbon untuk proses agregasi partikel tanah (Smith & Read 2008). Informasi mengenai respon FMA terhadap vermi-

kompos masih sangat terbatas dan seringkali saling bertentangan. Vermikompos dilaporkan berpengaruh positif (Cavender et al. 2003), netral (Sainz & Taboada, 1996), atau negatif (Sainz et al. 1998) terhadap perkembangan FMA. Perbedaan karakter fisiko-kimia-biologi vermikompos, tanaman inang, dan jenis FMA menjadi penyebab perbedaan respon FMA terhadap vermikompos tersebut. Karakter fisik yang masih sedikit mendapatkan perhatian ialah ukuran garis tengah butir. Ukuran butir menentukan luas permukaan sebuah bahan, semakin kecil ukuran butir semakin besar luas permukaan untuk pertukaran hara atau proses lain (Havlin et al. 2005).

Sejauh ini masih sedikit informasi mengenai manfaat vermikompos untuk memproduksi inokulum FMA Glomus etunicatum dalam kultur pot terbuka. Penelitian ini bertujuan mendapatkan ukuran (garis tengah dan bobot) optimal vermikompos untuk memproduksi inokulum FMA G. etunicatum menggunakan kultur pot terbuka dengan tanaman kudzu (Pueraria phaseoloides Roxb) sebagai tanaman mitra simbiosis dan zeolit sebagai medium tumbuh.

Bahan dan Metode

Bahan. Spora G. etunicatum NPI-126, benih kudzu, dan zeolit diperoleh dari Lab. Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB. Spora G. etunicatum diperbanyak dengan metoda kultur tunggal menggunakan tanaman inang kudzu dengan zeolit sebagai substrat dan larutan pupuk buatan yang mengandung 25% N, 1.09 % P, dan 20% K. Vermikompos diperoleh dari Lab. Teknologi Hasil Ternak, Fak. Peternakan IPB. Karakteristik kimia vermikompos tersebut ialah 34.5% C, 1.8% N, 1.1% P, 1.5% K, 3.6% Ca, 1.5% Mg, Fe 1025.1 mg kg-1, Zn 206.8 mg kg-1, 1028.6 mg kg-1, pH 5.7, kapasitas tukar kation 54.9 mg kg-1 dan daya hantar listrik 22.7 µS cm-1.

Pelaksanaan Percobaan. Percobaan dilaksanakan pada bulan Juli – Desember 2006 di rumah kaca Laboratorium Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB. Benih kudzu dicuci dan didisinfeksi dengan larutan NaOCl 10% (v/v) selama 5 menit, dicuci kembali menggunakan air mengalir sampai bau NaOCl hilang. Benih kemudian direndam dalam air panas selama 20 menit dan dikecambahkan

dalam media zeolit steril. Inokulasi FMA dilaksanakan dengan meletakkan 20 buah spora G. etunicatum pada permukaan akar bibit kudzu berdaun dua. Selanjutnya bibit terinokulasi ditanam dalam pot plastik wadah air mineral berukuran volume 240 mL yang bagian bawahnya berlubang. Ke dalam pot plastik diisikan 175 g zeolit bercampur vermikompos. Zeolit yang digunakan berukuran garis tengah 1 mm x 1mm – 3 mm x 4 mm atau lolos mata saring bergaris tengah 5 mm. Larutan pupuk buatan dengan kadar 1 g L-1 diberikan seminggu sekali sebanyak 11 mL hanya pada perlakuan kontrol. Vermikompos diberikan pada saat tanam dengan ukuran dan bobot sesuai dengan perlakuan yang diuji. Tanaman dipelihara selama 12 minggu dengan disiram air destilasi setiap dua hari sekali sebanyak 11 mL.

Pada umur 12 minggu setelah tanam (MST) percobaan dihentikan dan dua pot plastik diambil secara acak untuk dibongkar. Bagian atas tanaman kudzu dipotong dan dipisahkan dari akarnya. Akar dicuci bersih, ditimbang bobot basahnya total, kemudian secara acak sebagian akar muda diambil dan ditimbang bobot basahnya sedangkan sisanya dimasukkan ke dalam oven bersuhu 80 oC. Bobot kering akar kemudian digunakan untuk menghitung bobot kering akar secara keseluruhan dan rata-rata bobot kering akar diperoleh dengan membagi dua bobot kering akar total tersebut.

Kolonisasi akar diamati dengan metode Vierheilig et al. (1998) yang dimodifikasi sebagai berikut. Potongan akar muda yang telah dibersihkan kemudian direndam selama 12 jam dalam KOH 10 % teknis. Keesokan harinya akar dicuci bersih dengan air mengalir dan selanjutnya direndam selama 12 jam dalam larutan campuran tinta dan cuka komersial 5%. Larutan campuran tinta dan cuka dibuat dengan cara mencampur 200 mL cuka komersial (asam asetat 25%) dan 50 mL tinta tulis Quink warna biru dalam labu takar 1000 mL. Tambahkan air destilata sampai tanda garis 1000 mL. Kolonisasi akar dihitung berdasarkan proporsi kenampakan bidang pandang mikroskop yang memper-lihatkan struktur mikoriza (arbuskula, hifa, dan vesikel) pada akar terhadap keseluruhan bidang pandang yang diamati. Aras kolonisasi dikelompokkan berdasarkan kriteria Rajapakse dan Miller (1992) yang dimodifikasi, yaitu sebagai berikut: < 5% =

Sangat rendah (Kelas 1), 6 – 25% = Rendah (Kelas 2), 26 – 50% = Sedang (Kelas 3), 51 – 75% = Tinggi (Kelas 4), dan > 75% = Sangat Tinggi (Kelas 5).

Tanaman pada satu pot yang tersisa dibiarkan mengering dan tidak disiram selama 35 hari. Spora G. etunicatum dalam seluruh substrat dipindahkan dengan metode saring basah yang kemudian diikuti dengan sentrifugasi dalam larutan sukrosa (Paccioni 1992; Brundrett et al. 1996). Spora yang tersaring kemudian dihitung dengan penghitung tangan (handcounter) dengan bantuan mikroskop.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data. Percobaan faktor tunggal disusun dengan rancangan acak kelompok lengkap. Sumber fosfor yang diuji ialah larutan pupuk buatan (kontrol), vermikompos bergaris tengah < β50 m dengan takaran 50, 100, 150, dan 200 mg (V1, V2, V3, dan V4), vermikompos bergaris tengah 250 - 500 m dengan takaran 50, 100, 150, dan 200 mg (V5, V6, V7, dan V8), dan vermikompos bergaris tengah > 500 m dengan takaran 50, 100, 150, dan 200 mg (V9, V10, V11, dan V12). Seluruh perlakuan diulang enam kali dan setiap satuan percobaan terdiri atas tiga pot plastik. Model sidik ragam yang digunakan ialah sebagai berikut:

Yijk = µ + αi + ρj + εij yang

i = 1, 2 .... 13 = jumlah perlakuan yang diuji j = 1,2, 3 = jumlah ulangan atau kelompok

Yij = respon yang diamati sebagai perlakuan ke i dan kelompok ke j µ= rataan umum

αi = pengaruh perlakuan ke i

ρj = pengaruh kelompok ke k

εij = pengaruh galat

Hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan Uji Duncan dengan piranti lunak CoStat v6.400. Transformasi Box-Cox menggunakan piranti lunak Minitab v15.1 dilakukan pada data yang tidak memenuhi asumsi kenormalan galat. Analisis regresi antar peubah tanaman dan FMA dianalisis menggunakan piranti lunak CoStat v6.400.

Hasil dan Pembahasan Hasil

Ukuran garis tengah dan takaran vermikompos berpengaruh sangat nyata (p < 0.01) terhadap komponen pertumbuhan kudzu dan inokulum G. etunicatum pada umur 12 MST (Tabel 21). Vermikompos menghasilkan rerata bobot kering tanaman kudzu, dan bobot kering akar terkolonisasi serta jumlah spora G. etunicatum yang berbeda tidak nyata (p > 0.05) dengan pupuk buatan.

Tabel 21 Rerata komponen pertumbuhan tanaman kudzu dan komponen inokulum Glomus etunicatum pada umur 12 MST

Perlakuan Bobot kering (mg) Kolonisasi

akar (%)

Bobot kering akar terkolonisasi (mg)

Jumlah spora

Akar Tajuk Total

Kontrol 196 c 865 c 1061 c 99 a 193 c 958 bc V1 160 de 615 e 775 f 86 bc 138 d 1528 abc V2 203 c 785 d 987 cde 99 a 200 c 2279 a V3 272 ab 1026 a 1298 a 99 a 268 a 2295 a V4 306 a 996 ab 1302 a 97 a 296 a 2449 a V5 143 e 591 e 734 f 65 d 94 f 1316 abc V6 190 cd 770 d 960 de 89 b 169 c 1601 abc V7 257 b 786 d 1042 cd 92 ab 236 ab 1910 abc V8 284 ab 968 ab 1252 ab 98 a 278 a 1946 ab V9 135 e 583 e 718 f 50 e 68 g 779 c V10 176 cd 753 d 930 e 63 d 110 e 967 bc V11 240 b 781 d 1021 cd 80 c 194 c 1297 abc V12 259 b 924 bc 1184 b 81 c 210 bc 1317 abc Antar sumber P Kontrol 219 A 865 A 1061 A 99 A 193 A 958 A Vermikompos 196 A 798 A 1017 A 83 B 188 A 1640 A

Antar ukuran garis tengah butir vermikompos

< 250 m 235 A 855 A 1090 A 95 A 225 A 2138 A

250 – 500 m 219 AB 779 B 997 B 86 B 194 B 1693 B

> 500 m 203 B 760 B 963 B 69 C 146 C 1090 C

Keterangan: Rerata sekolom diikuti huruf kecil dan huruf besar sama menunjukkan berbeda tidak nyata masing-masing dengan uji Duncan dan uji Beda Nyata Terkecil pada taraf nyata 5%.

Vermikompos menghasilkan kolonisasi akar yang berbeda nyata (p < 0.05) dengan pupuk buatan sekalipun menurut kriteria Rajapakse dan Miller (1992) keduanya menghasilkan kolonisasi yang termasuk dalam satu kriteria yaitu sangat tinggi. Vermikompos dengan ukuran garis tengah paling halus (< 250 µm)

menghasilkan bobot kering akar, tajuk dan total tanaman kudzu dan kolonisasi, bobot kering akar terkolonisasi dan jumlah spora tertinggi dan berbeda nyata dengan yang dihasilkan oleh vermikompos berukuran lebih kasar (> 250 µm).

Takaran vermikompos untuk setiap ukuran garis tengah membentuk hubungan yang linier positif dengan bobot kering akar tanaman kudzu umur 12 MST (Gambar 15). Takaran vermikompos berukuran < 250 µm membentuk hubungan kuadratik sedangkan yang berukuran > 250 µm membentuk hubungan linier positif dengan bobot kering tajuk dan total tanaman kudzu umur 12 MST (Gambar 16 & 17). Hal tersebut menunjukkan bahwa takaran vermikompos berukuran > 250 µm masih dapat ditingkatkan untuk menghasilkan biomassa tanaman kudzu yang lebih tinggi. Untuk menghasilkan bobot kering tajuk dan total tertinggi masing-masing sebesar 1013.58 dan 1367.97 mg diperlukan vermikompos berukuran < 250 m masing-masing sebanyak 193.91 dan 224.44 mg.

Gambar 15 Hubungan antara takaran vermikompos dan bobot kering akar tanaman kudzu umur 12 MST ( y = 108.25 + 1.015 x, R2 = 0.71, p < 0.01;  y = 96.5 + 0.976 x, R2 = 0.84, p < 0.01;  y = 93.667 + 0.872 x, R2 = 0.71, p < 0.01). 0 50 100 150 200 250 300 350 0 50 100 150 200 250 B ob ot k er in g ak ar ( m g) Takaran (mg) < 250 um 250-500 um >500 um

Gambar 16 Hubungan antara takaran vermikompos dan bobot kering tajuk tanaman kudzu umur 12 MST ( y = 257.83 + 7.795 x - 0.0201 x2, R² = 0.83, p < 0.01;  y = 491.75 + 2.2943 x, R² = 0.85, p < 0.01;  y = 497.17 + 2.1053 x, R² = 0.81, p < 0.01).

Gambar 17 Hubungan antara takaran vermikompos dan bobot kering total tanaman kudzu umur 12 MST ( y = 355.46 + 9.023 x - 0.0201 x2, R² = 0.87, p < 0.01;  y = 588.25 + 3.270 x, R² = 0.92, p < 0.01;  y = 590.83 + 2.977 x, R² = 0.89, p < 0.01).. 0 200 400 600 800 1000 1200 0 50 100 150 200 250 B o bo t k er ing puc uk ( m g ) Takaran vermikompos (mg) < 250 μm 250 - 500 μm > 500 μm 0 200 400 600 800 1000 1200 1400 0 50 100 150 200 250 B ob ot k er in g tot al ( m g) Takaran vermikompos (mg) < 250 μm 250 - 500 μm > 500 μm

Takaran vermikompos berukuran garis tengah < 250 µm dan 250 – 500 µm membentuk hubungan kuadratik sedangkan yang berukuran > 250 µm membentuk hubungan linier positif dengan kolonisasi akar (gambar 18) dan bobot kering akar terkolonisasi (Gambar 19). Takaran optimal vermikompos berukuran < 250 m dan 250 – 500 m masing-masing ialah 151.96 dan 171.41 mg untuk menghasilkan kolonisasi tertinggi yaitu 100 dan 97%.

Gambar 18 Hubungan antara takaran vermikompos dan kolonisasi FMA Glomus

etunicatum pada akar tanaman kudzu umur 12 MST ( y = 69.01 +

0.43 x – 0.001 x2, R2 = 0.71, p < 0.01),  y = 38.17 + 0.65 x – 0.002 x2, R2 = 0.93, p < 0.01),  y = 41.25 + 0.22 x, R2 = 0.67, p < 0.01).

Takaran vermikompos pada semua kelas ukuran garis tengah membentuk hubungan yang linier positif dengan bobot kering akar terkolonisasi (Gambar 19). Untuk menghasilkan bobot kering akar terkolonisasi yang maksimum diperlukan takaran vermikompos yang lebih tinggi.

0 20 40 60 80 100 120 0 50 100 150 200 250 K ol on is as i ak ar ( % ) Takaran vermikompos (mg) < 250 μm 250 - 500 μm > 500 μm

Gambar 19 Hubungan antara takaran vermikompos dan bobot kering akar terkolonisasi FMA Glomus etunicatum umur 12 MST ( y = 90.08 + 1.08 x (R2 = 0.97, p < 0.01),  y = 39.39 + 1.24 x (R2 = 0.98, p < 0.01),  y = 18.04 + 1.02 x (R2 = 0.94, p < 0.01).

Takaran untuk setiap ukuran garis tengah vermikompos tidak berkorelasi dengan jumlah spora sehingga tidak diperoleh model penduga takaran optimal untuk menghasilkan spora yang tertinggi. Namun demikian, jumlah spora membentuk hubungan eksponensial dengan kolonisasi akar yang menunjukkan kolonisasi akar merupakan penduga tak berbias dari jumlah spora (Gambar 20).

Gambar 20 Hubungan antara takaran kolonisasi dan jumlah spora Glomus

etunicatum (y = 273.01 e0.0218 x, R² = 0.91, p < 0.01) 0 50 100 150 200 250 300 350 - 50 100 150 200 250 B ob ot k er in g ak ar t er k ol on is as i ( m g) Takaran vermikompos (mg) < 250 μm 250 - 500 μm > 500 μm 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 0 20 40 60 80 100 120 J um la h spo ra ( bua h) Kolonisasi akar (%)

Pembahasan

Vermikompos merupakan bahan yang telah terseleksi dan mengalami pengkayaan selama diproses dalam usus cacing tanah sehingga memiliki karakteristik fisikokimia yang jauh berbeda dibandingkan dengan bahan aslinya. Vermikompos pada percobaan ini merupakan sumber hara yang menghasilkan pengaruh yang berbeda tidak nyata (p > 0.05) dengan pupuk buatan terhadap produksi biomassa tanaman kudzu dan inokulum G. etunicatum pada umur 12 MST (Tabel 21). Vermikompos hanya menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata dengan pupuk buatan terhadap kolonisasi akar umur 12 MST. Namun demikian kolonisasi akar yang dihasilkan oleh vermikompos dan pupuk buatan tersebut tergolong sama menurut kriteria Rajapakse dan Miller (1992) yaitu tergolong sangat tinggi. Informasi demikian menunjukkan vermikompos dapat berfungsi menggantikan fungsi pupuk buatan sebagai sumber hara P pada proses produksi biomassa tanaman kudzu dan inokulum G. etunicatum.

Pupuk buatan yang digunakan pada penelitian ini mengandung unsur hara P yang kurang lebih sama namun mengandung unsur N dan K yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan vermikompos. Pupuk buatan memiliki nisbah N/P yang lebih tinggi dibandingkan dengan vermikompos. Nisbah N/P yang tinggi dari pupuk buatan sesuai untuk perkembangan vegetatif FMA yaitu pembentukan hifa yang diperlukan untuk kolonisasi akar dan penyerapan hara (Bressan 2002ab; Bago et al. 2004; Öpik et al. 2008). Sebaliknya, vermikompos mengandung karbon dan unsur mikro yang tidak dimiliki oleh pupuk buatan. Fungi MA diyakini mampu mengakses karbon ekstraseluler yang diperlukan untuk pembentukan sel-sel tubuhnya (Öpik et al. 2008; Smith & Read 2008). Vermikompos juga memiliki karakteristik lain yaitu mengandung populasi jasad renik yang tinggi (Aira et al. 2006, Knapp et al. 2010) yang berpengaruh positif terhadap pembentukan dan perkembangan FMA. Kadar karbon yang tinggi mengindikasikan vermikompos merupakan penyedia karbon bagi jasad renik rizosfir yang berpengaruh positif terhadap perkecambahan spora dan kolonisasi FMA pada tanaman inang. Hameeda et al. (2007) melaporkan bakteri Bacillus

circulans EB 35, Serratia marcescens EB 67 dan Pseudomonas sp. CDB 35 yang diisolasi dari kompos jika diinokulasikan bersama-sama Glomus sp. dapat meningkatkan kolonisasi FMA pada akar dan pertumbuhan tanaman sorghum. Hal tersebut menjadikan vermikompos menghasilkan pengaruh yang berbeda tidak nyata dengan pupuk buatan terhadap produksi inokulum FMA.

Bahan organik, termasuk vermikompos, harus mengalami degradasi atau penyusutan volume terlebih dahulu sebelum unsur hara yang terkandung di dalamnya dapat dimanfaatkan oleh jasad renik dan tanaman. Degradasi bahan organik umumnya dilakukan oleh fungi. Semakin kecil ukuran sebuah benda semakin besar luas permukaannya sehingga menjamin mineralisasi dan pelepasan hara yang semakin intensif (Chaoui et al. 2003; Havlin et al. 2005). Penggunaan vermikompos dengan ukuran garis tengah yang semakin halus dengan demikian menghasilkan pengaruh yang semakin cepat karena dapat mengalami mineralisasi lebih awal dibandingkan dengan yang berukuran lebih besar. Semakin banyak takaran vermikompos berukuran halus yang semakin cepat penyediaan unsur hara untuk FMA dan tanaman. Oleh karena itu, pengaruh positif vermikompos dengan garis tengah yang semakin kecil terhadap FMA dibatasi oleh takarannya. Peningkatan takaran vermikompos sampai batas tertentu dapat meningkatkan perkembangan FMA dan pertumbuhan tanaman namun pada takaran yang semakin tinggi justru menurunkan perkembangan FMA dan pertumbuhan tanaman (Gambar 16, 17 & 18). Salah satu faktor yang membatasi perkembangan FMA ialah kadar P vermikompos. Fungi MA diketahui mampu mengakses secara langsung P organik dari medium tumbuh (Widiastuti 2004). Semakin tinggi takaran vermikompos berarti semakin tinggi potensi penyediaan P untuk FMA dan tanaman namun pada kadar P yang tinggi perkembangan FMA justru menjadi terhambat sebagaimana dikemukakan oleh Feldmann et al. (2009). Cavender et al. (2003) melaporkan kombinasi inokulasi FMA dengan pemberian vermikompos pada bobot rendah (5%), dengan ukuran garis tengah butir yang sama, meningkatkan pertumbuhan tanaman sorgum namun pada bobot tinggi (20%) justru berpengaruh negatif. Fitriatin et al. (2003) melaporkan pemberian 50 g

vermikompos per tanaman jagung yang diinokulasi FMA yang tidak diketahui jenisnya hanya menghasilkan kolonisasi akar sebesar 72%. Takaran vermikompos tersebut tampaknya terlalu tinggi sehingga membatasi perkembangan FMA.

Vermikompos berukuran kasar (> 250 µm) harus diberikan dengan bobot yang lebih tinggi untuk menghasilkan pengaruh yang kurang lebih sama baiknya dengan yang berukuran halus (< 250 µm). Namun demikian, ukuran yang lebih halus meningkatkan proporsi bahan yang harus disingkirkan. Proporsi bobot bahan berukuran < 250 µm jauh lebih sedikit dibandingkan dengan bobot vermikompos secara keseluruhan. Ukuran yang kecil juga meningkatkan proporsi bahan yang tercuci dalam periode pertumbuhan tanaman dalam pot dibandingkan dengan ukuran bahan yang lebih besar. Ukuran yang kecil dengan demikian tidak menguntungkan jika digunakan dalam jangka panjang. Ukuran yang halus juga berpotensi meningkatkan volume air yang dipegang sehingga dapat memper- lambat sporulasi. Selain itu, penyaringan vermikompos memerlukan alokasi tenaga kerja dan waktu sehingga juga meningkatkan biaya produksi. Informasi demikian menunjukkan vermikompos berukuran halus lebih cocok digunakan untuk memproduksi inokulum FMA yang cepat mengkolonisasi akar, misalnya jenis Glomus, dan tersedia vermikompos dalam jumlah yang berlimpah serta tenaga kerja yang cukup. Namun demikian, ukuran yang halus mengindikasikan perlunya dilakukan pengaturan kadar air substrat agar tidak membatasi sporulasi FMA. Ukuran vermikompos yang halus cenderung mengikat lengas yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang berukuran kasar. Sebaliknya, vermikompos berukuran kasar cocok digunakan untuk memproduksi inokulum FMA yang lambat mengkolonisasi akar, misalnya Acaulospora, dan ketersediaan vermikompos serta tenaga kerja yang terbatas.

Selain mengandung unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan, vermikompos juga mengandung auksin yang berpengaruh positif terhadap pembentukan akar (Ndegwa & Thompson 2001; Canellas et al. 2003; Brown & Doube 2004). Bobot kering akar yang tinggi, merupakan gambaran sistem perakaran yang lebih banyak, menjamin lebih baiknya translokasi dan serapan

hara untuk pembentukan biomassa tanaman. Perakaran yang lebih banyak juga berpotensi meningkatkan luas permukaan akar yang dikolonisasi oleh FMA sehingga tanaman memperoleh manfaat dari simbiosis MA tersebut, termasuk diantaranya serapan hara. Vermikompos telah dilaporkan mampu meningkatkan biomassa berbagai jenis tanaman seperti sorgum (Cavender et al. 2003) dan cabai (Douds et al. 1997).

Peningkatan pertumbuhan akar juga berpotensi meningkatkan total permukaan yang dapat dikolonisasi oleh FMA. Hifa yang mengkolonisasi kemudian menjulur ke luar dari akar dan membentuk hifa ekstraradikal yang merupakan organ untuk pembentukan spora FMA (Smith & Read 2008). Semakin banyak hifa ekstraradikal berpotensi meningkatkan jumlah spora dalam medium tumbuh jika kondisi lingkungannya mendukung. Hal tersebut dapat digunakan untuk menjelaskan adanya hubungan linier positif antara kolonisasi akar dengan jumlah spora G. etunicatum (Gambar 20). Peningkatan biomassa tanaman juga berpotensi meningkatkan jumlah karbon hasil fotosintesis yang dialokasikan ke FMA untuk pembentukan hifa dan spora.

Simpulan

Vermikompos berukuran halus (< 250 µm) merupakan sumber P organik yang lebih efektif untuk memproduksi inokulum G. etunicatum dibandingkan dengan pupuk buatan. Untuk menghasilkan kolonisasi dan bobot kering akar terkolonisasi yang maksimal diperlukan vermikompos berukuran garis tengah butir < 250 m dengan takaran 150 mg. Masih diperlukan takaran vermikompos yang lebih tinggi untuk menghasilkan bobot kering akar terkolonisasi yang maksimal. Penggunaan vermikompos berukuran garis tengah butir < β50 m menghasilkan jumlah spora yang tertinggi yaitu sebanyak 2138 buah per 100 g inokulan. Tidak terdapat hubungan yang jelas antara takaran vermikompos pada semua kelas ukuran garis tengah butir dengan produksi spora G. etunicatum.

SIFAT BIOLOGI MEDIUM TUMBUH BIBIT JATI SOLOMON

Dokumen terkait