• Tidak ada hasil yang ditemukan

Governansi Korporat dan Konsep Keberlanjutan

Dalam dokumen Menuju Indonesia Tinggal Landas 2045 (Halaman 186-198)

Pada saat kita menjalankan bisnis paling tidak ada dua hal yang selalu menjadi pertimbangan para pengambil kebijakan perusahaan. Pertama, apakah bisnis dimaksud memberi manfaat bukan saja hanya kepada perusahaan tetapi juga kepada pemangku kepentingan. Bisnis perusahaan tumbuh secara berkelanjutan karena mendapat dukungan penuh dari para pemangku kepentingan.

Kedua, apakah perusahaan sudah mempertimbangkan potensi dampak negatif yang ditimbulkan dari ke– giatan bisnis perusahaan. Oleh karena itu, setelah merampungkan perencanaan bisnisnya perusahaan hendaknya mengawali kegiatannya, melakukan pemetaan kepentingan stakeholder perusahaan. Pengelolaan bisnis perusahaan mengikuti arah sesuai visi, misi, tata nilai dan strategi serta tujuan perusahaan yang dinyatakan di dalam Rencana Jangka Panjang dan Rencana Tahunan Perusahaan. Dengan demikian secara konsep, pendirian perusahaan mengemban tugas mengelola bisnis secara jangka panjang dan berkelanjutan.

Dasar pendirian suatu perusahaan pada awalnya untuk tujuan merealisasikan keuntungan dengan akronim 3 P (Profit, Profit, Profit). Akronim 3 P sampai disebut tiga kali

keuntungan. Namun dalam perjalanannya 3 P berkembang menjadi Profit, People dan Planet yang bermakna bukan hanya sekedar mengejar keuntungan semata, namun juga sekaligus menyejahterakan para pihak yang terlibat disebut “People” dan dilaksanakan dengan pendekatan ramah lingkungan, sering disebut dengan “Planet”.

Dalam konsep Triple Bottom Line (Profit, People dan Planet) yang dipopulerkan oleh Elkington (1997) ada 3 (tiga) istilah yang dikenalkan yaitu economic prosperity, environmental

quality, dan social justice. Sehingga, selain mengejar

keuntungan (Profit) yang merupakan tanggung jawab kepada shareholder untuk menumbuhkan profit secara berkesinambungan, perusahaan juga memperhatikan kesejahteraan masyarakat (People), dan pelestarian ling– kungan (Planet), dengan selalu mengupayakan dampak positif bagi pemangku kepentingan.

Pemahaman di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan CSR (Corporate Social Responsibility) adalah sebuah komitmen yang harus terus dilakukan dalam rangka mendukung pengembangan ekonomi. ISO 26000:

Guidance on Social Responsibility, memaknai Tanggung

secara transparan dan beretika, sebagai kontribusi perusahaan terhadap pembangunan berkelanjutan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat; dengan memperhatikan semua kepentingan stakeholders, serta mematuhi regulasi dan norma-norma internasional yang berlaku.

CSR dilakukan melalui pendekatan Triple Bottom Lines (3P), dengan mengunakan rujukan ISO 26000 sehingga bisa menghasilkan outcome yang berbasis multi-manfaat yang pada akhirnya menciptakan kegiatan CSR yang saling memberi manfaat terhadap semua pemangku kepentingan. Dalam hubungan ini terjadi sinergi antara keunggulan kompetitif dan tanggung jawab sosial perusahaan. Konsep penciptaan manfaat bersama atau

Creating Shared Valued, disingkat CSV berpotensi dapat

menyelesaikan masalah sosial, terutama di negara-negara berkembang, sekaligus meraih hasil komersial. Pendekatan CSV lebih efektif daripada pendekatan CSR tradisional. Ada konsensus umum yang mengadopsi pendekatan CSV menawarkan banyak peluang bisnis justru karena membantu meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. CSV berarti menciptakan peluang, memberi kemampuan perusahaan untuk

bersamaan (Bulcke, Kramer, Soiron, Turpin, & Gonzalez (2014). CSV membuka peluang baru untuk memper– timbangkan masalah sosial dan bahkan dapat menjadi dasar untuk meningkatkan daya saing. Tujuan bisnis sebenarnya adalah menciptakan nilai bersama. CSV dapat menjadi peluang bagi semua sektor untuk mendukung masyarakat secara lebih berkelanjutan.

Governansi Korporat

Governansi korporat dimaknai sebagai suatu pola hubungan sistem, dan proses yang digunakan oleh organ perusahaan (Direksi, Dewan Komisaris, RUPS) guna memberikan nilai tambah dan manfaat bersama kepada pemegang saham secara berkesinambungan dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, minimal dengan mematuhi prosedur internal dan peraturan perundangan yang berlaku. Governansi Perusahaan yang baik dimaknai sebagai struktur dan proses yang mengatur pola hubungan harmonis antara peran organ perusahaan dan para stakeholder lainnya. GCG juga bermakna sebagai mekanisme check and balance mencakup perimbangan kewenangan atas pengendalian perusahaan dengan membangun rambu-rambu untuk menghindari

perusahaan guna memanfaatkan peluang bisnis.

Beberapa aspek penting dalam penerapan GCG, mencakup keseimbangan hubungan antar organ perusahaan, disebut dengan keseimbangan internal dan pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis kepada

stakeholder (keseimbangan eksternal). Aspek yang tak

kalah pentingnnya adalah hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi yang tepat dan benar pada waktu yang diperlukan, plus perlakuan yang sama terhadap pemegang saham. Governasi korporat juga mengatur tata kerja, mekanisme dan komunikasi RUPS, dekom, dan direksi, mengatur kebijakan, struktur dan mekanisme perusahaan dengan seluruh karyawan. Termasuk juga mengatur kebijakan dan mekanisme interaksi perusahaan dengan pemangku kepentingan.

Perkembangan ke depan, diskursus mengenai GCG selalu diikuti dengan manajemen risiko dan kepatuhan yang terintegrasi. Governansi korporat, Manajemen Risiko, dan Kepatuhan (Compliance) atau GRC mencakup pendekatan organisasi di tiga area ini. Karena keterkaitannya yang erat implementasi governansi korporat, manajemen risiko dan kepatuhan di dalam praktik diintegrasikan dan

dan kesenjangan. GRC biasanya mencakup aktivitas seperti, governansi korporat, manajemen risiko perusahaan (ERM), dan kepatuhan perusahaan terhadap kode etik dan perilaku serta peraturan perundangan yang berlaku. Manajemen hendaknya mengembangkan sistem GRC terintegrasi, dengan menangani berbagai ketidakpastian secara terintegrasi. Implementasi GRC yang terintegrasi merupakan kunci dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan perusahaan. Kemampuan mengelola risiko harus dimiliki secara kolektif oleh manajemen dan secara paralel upaya membudayakan kepatuhan terhadap kode etik dan perilaku serta Pedoman GRC menjadi sangat mendasar.

GRC yang konsisten dan terukur merupakan pilar utama dalam mendukung inisiatif GRC yang berkelanjutan. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan memastikan bahwa kerangka GRC sesuai dengan standar dan praktik bisnis dan peraturan yang berlaku. Perusahaan juga perlu menjaga kepentingan stakeholder, kepercayaan pelanggan dan reputasi. Penerapan GRC secara terintegrasi dapat di gunakan untuk memastikan pencapaian target-target bisnis sekaligus memastikan keberlanjutan bisnis perusahaan.

Governansi Korporat dan Keberlanjutan

Lameira dan Ness Jr. (2012) menunjukkan beberapa konsekuensi yang mungkin timbul dari praktik governansi yang baik, seperti berkurangnya korupsi, sebagai pengaruh pemerintahan di berbagai negara. Penurunan praktik Korupsi menjadi indikator keberhasilan pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan.

Pemahaman karakteristik pembangunan berkelanjutan, secara ringkas menyerukan untuk membangun masyarakat yang memiliki keseimbangan antara tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk mencapai tujuan ini, ketiga dimensi pembangunan berkelanjutan harus terpenuhi. Integrasi ketiga dimensi ini harus menjadi syarat untuk mencapai keberlanjutan perusahaan dalam jangka panjang. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya untuk memenuhi kebutuhan tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang. Dengan demikian perusahaan harus mampu mengidentifikasi kebutuhan saat ini dan masa depan termasuk pemanfaatan teknologi dan sumber daya yang digunakan dan cara menyeimbangkan tanggung jawab organisasi secara efektif.

Salah satu pernyataan Bansal (2010) adalah bahwa “penciptaan organisasi yang berkelanjutan melalui sistem ekonomi, sosial dan ekologi yang terintegrasi”. Perusahaan dengan perilaku lingkungan yang baik memberi sinyal untuk mendapatkan keunggulan kompetitif atas perusahaan yang memiliki kinerja buruk dalam penanggulangan lingkungan. Perusahaan-perusahaan ini menggunakan berbagai indikator dan menilai bagaimana perilaku mereka terhadap planet mendapatkan apresiasi dari masyarakat.

Dengan governansi korporat yang baik, tidak diragukan lagi bahwa pembangunan berkelanjutan bukan hanya sekedar sesuatu yang tertulis di atas kertas dan merupakan “harapan baik”, tetapi jelas sekali bahwa pola pikir para pemimpin bisnis, sudah berubah. Untuk mendapatkan keuntungan bukan lagi satu-satunya prinsip utama dalam mengelola perusahaan. Namun gagasan pembangunan berkelanjutan telah masuk juga dalam misi bisnisnya dan berpotensi untuk memajukan planet menjadi lebih baik, sekaligus juga merupakan jaminan atas keberlanjutan bisnis perusahaan.

Governansi yang baik di perusahaan cenderung menghasilkan kinerja ekonomi yang lebih baik. Aspek-aspek yang berkaitan

pengaruh paling kuat terhadap kinerja ekonomi. Melindungi hak pemegang saham memiliki pengaruh paling kecil terhadap kinerja ekonomi. Profil yang sesuai terhadap transaksi pihak berelasi ditemukan memiliki pengaruh terkuat terhadap kinerja lingkungan (Ashok Kumar Sar). Seperti yang juga diungkapkan oleh Nicholas J. Price (2019), governansi yang baik pada akhirnya mendorong keberlanjutan, menciptakan nilai berkelanjutan, dan membantu menggapai nilai-nilai perusahaan. Perusahaan juga menyadari manfaat jangka panjang dari penerapan GCG, termasuk upaya mengendalikan risiko, mengundang pemegang saham baru, serta meningkatkan nilai saham perusahaan.

Sudah banyak perusahaan meyakini bahwa berfokus pada keberlanjutan adalah cara untuk meningkatkan laba dan memenangkan loyalitas pelanggan secara berkelanjutan. Kini strategi keberlanjutan perusahaan tidak hanya sebatas menanamkan prinsip-prinsip keberlanjutan ke dalam perusahaan, tetapi lebih dari itu menjadikan keberlanjutan sebagai bagian dari DNA perusahaan. Dengan demikian kebutuhan untuk membangun rambu-rambu governansi yang baik, manajemen risiko dan kepatuhan secara terintegrasi sudah menjadi kebijakan perusahaan, sebagai suatu cara untuk memastikan konsep keberlanjutan

Ketika Kapitalis

Dalam dokumen Menuju Indonesia Tinggal Landas 2045 (Halaman 186-198)