• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1.5 Gradasi Agregat Campuran

Dalam penelitian ini, akan dibuat bata beton mengunakan bahan pecahan keramik sebagai agregat kasar dan pasir sebagai agregat halus. Sehingga dilakukan campuran dengan perbandingan 35 % pasir muntilan dan 65% pecahan keramik. Hasil analisa gradasi tersebut dapat dilihat dalam Grafik 4.3

Dari Grafik 4.3. tampak bahwa butiran yang lolos sudah memenuhi syarat batas-batas gradasi agregat campuran pada butir maksimum 40 mm. Hasil dan batas-batas gradasi agregat campuran pada butir maksimum 40 mm dapat di lihat pada (lampiran 7).

Bahan susun campuran bata beton berlubang yang dipakai meliputi:

agregat halus berupa pasir Muntilan, semen portland jenis I,agregat kasar berupa pecahan keramik dan air dari Laboratorium Struktur dan Bahan Jurusan Teknik

Sipil Universitas Negeri Semarang. Dalam penelitian ini berat semen ditetapkan sebesar 350 kg/m³ dan nilai fas ditetapkan sebesar 0.4, 0.45, 0.5, 0.55, 0.6. Pada tiap variasi perbandingan campuran dibuat 8 buah benda uji bata beton berlubang dengan ukuran 40 x 20 x 10 cm. Keseluruhan hasil rancangan adukan bata beton berlubang dengan pecahan keramik disajikan pada tabel 4.1 sedangkan pada analisa perhitungan pada (Lampiran 8).

Tabel 4.1 Rancangan adukan bata beton berlubang

Volume Berat Air Semen Agr. Halus Agr. Kasar ( kg/m³ ) ( kg ) ( kg ) ( kg ) ( kg ) 2025,01 140 350 537,25 997,76 1 m³ 2005,66 157,5 350 524,35 973,80 1986,30 175 350 511,46 949,85 1966,95 192,5 350 498,56 925,89 1947,59 210 350 485,66 901,93 1 batako 16,20 1,12 2,8 4,30 7,98 ( 0,008 m³ ) 16,05 1,26 2,8 4,19 7,79 15,89 1,4 2,8 4,09 7,60 15,74 1,54 2,8 3,99 7,41 15,58 1,68 2,8 3,89 7,22 1 batako 10,80 0,75 1,87 2,87 5,32 berlubang 10,70 0,84 1,87 2,80 5,19 ( 2/3 ) 10,59 0,93 1,87 2,73 5,07 10,49 1,03 1,87 2,66 4,94 10,39 1,12 1,87 2,59 4,81 8 benda 86,40 5,97 14,93 22,92 42,57 Uji 85,57 6,72 14,93 22,37 41,55 84,75 7,47 14,93 21,82 40,53 83,92 8,21 14,93 21,27 39,50 83,10 8,96 14,93 20,72 38,48 Total 423,74 37,33 74,67 109,11 202,63 Dalam Pelaksanaan 42,93 85,87 125,48 233,03 di tambah 15%

Pengujian kuat tekan beton dilaksanakan setelah umur beton mencapai 28

hari karena pada umur ini kekuatan beton telah mencapai 100%. Hasil pengujian kuat tekan bata beton berlubang disajikan dalam (Lampiran 9).

1. Hubungan antara fas dan kuat tekan

Pengaruh fas terhadap kuat tekan beton diperlihatkan dalam Grafik 4.4.

Grafik 4.4 Hubungan kuat tekan dengan f.a.s pada bata beton keramik

Dari Grafik 4.4 terlihat bahwa kuat tekan bata beton berlubang mengalami penurunan pada penambahan jumlah f.a.s 0.4, 0.45, 0.5, 0.55, 0.6. Kuat tekan maksimal terdapat pada salah satu sampel pada variasi f.a.s 0.4 yaitu 18,95 MPa, sedangkan kuat tekan terendah terdapat pada salah satu sempel pada f.a.s 0,6 yaitu sebesar 13,72 MPa

Penurunan kuat tekan bata beton berlubang pada penambahan Jumlah f.a.s hal ini disebabkan karena semakin rendah fas semakin tinggi kuat tekannya. Hal ini terjadi karena semakin tinggi fas pada berat semen yang tetap maka pemakaian air bertambah banyak sehingga semakin banyak sisa air yang tidak bereaksi dengan semen. Sisa air ini menyebabkan timbulnya pori-pori dalam adukan bata beton yang akan mengurangi kuat tekannya (Tjokrodimuljo,K. 2007).

Hasil penelitian kuat tekan bata beton berlubang menggunakan pecahan keramik bila dibandingkan dengan bahan tambahan lain dapat dilihat pada Grafik 4.5, berikut ini :

Grafik 4.5. Hubungan antara fas dan kuat tekan mengunakan pecahan keramik,

potongan kertas, pepercrete

fc = X 726 , 2 322 , 25 fc = X 726 , 2 322 , 25 BS 350 BS 1200 BS 188,46

(Grafik 4.5) ternyata sesuai dengan rumus yang diusulkan Duff Abrams (1919, dalam Tjokrodimuljo, K. 2007) yaitu X

B A

fc= (dengan X = fas dan A , B = konstanta), yang mengindikasikan bahwa semakin rendah fas semakin tinggi kuat tekannya. Hal ini terjadi karena semakin tinggi fas pada berat semen yang tetap maka pemakaian air bertambah banyak sehingga semakin banyak sisa air yang tidak bereaksi dengan semen. Sisa air ini menyebabkan timbulnya pori-pori dalam adukan bata beton yang akan mengurangi kuat tekannya (Tjokrodimuljo,K. 2007).

Dari Grafik 4.5. menunjukkan bahwa pada umur 28 hari kuat tekan pada fas yang sama yaitu 0,4 kuat tekan bata beton pecahan keramik dan bata beton dengan penambahan potongan kertas mengalami kuat tekan optimal.bata beton pecahan keramik dengan berat semen 350 kg/m³ pada variasi f.a.s 0.4 mencapai kuat tekan optimum sebesar 18,95 MPa. Sedangkan penelitian (Soni Tri Z,2010) tentang bata beton dengan penambahan potongan kertas pada berat semen 188,46 kg/m³ dan variasi fas 0,4 mencapai kuat tekan optimum sebesar 4,25 Mpa.

Lebih Lanjut dari (Grafik 4.5) pengaruh kenaikan nilai kuat tekan pada fas yang lebih kecil disebabkan oleh berat jenis bahan yang digunakan pada campuran adukan bata beton. Bata beton dengan campuran keramik kuat tekannya lebih tinggi, dikarenakan berat jenis keramik lebih besar dibandingkan dengan berat jenis kertas. Diketahui berat jenis keramik yang digunakan sebesar 1,84 sedangkan berat jenis kertas pada penelitian (Soni Tri Z. 2010) sebesar 0,5. Dapat diambil kesimpulan semakin besar berat jenis bahan yang digunakan untuk campuran adukan, maka kuat tekan bata beton akan meningkat.

Lebih lanjut dari Grafik 4.5 menunjukkan bahwa bata beton keramik mengalami penurunan kuat tekan secara drastis seiring dengan bertambahnya nilai fas. Lain halnya dengan penelitian Arief. G (2008) tentang pemanfaatan limbah kertas koran untuk panel beton berbentuk papercrete, dengan pemakaian semen 1200 kg/m³ nilai kuat tekan tertinggi sebesar 2,01 MPa pada faktor air semen 0,68 dan penurunan kuat tekan pada penambahan nilai fas tidak terlalu mencolok dibandingkan dengan bata beton keramik. Hal ini disebabkan karena pada penelitian Arief G (2008) campuran yang digunakan hanya semen dan kertas, tanpa adanya pasir ataupun agregat menyebabkan beton menjadi porous,sehingga susunan beton berongga yang menyebabkan kuat tekan menurun.

Uji serapan air dilaksanakan dengan cara bata beton berlubang dioven pada suhu 110 ºC selama 24 jam, kemudian direndam dalam air selama 24 jam. Hal ini didasarkan pada pendapat Neville (1977, (dalam Suroso, 2001)) yang menyatakan bahwa serapan air akan mencapai angka ekstrim apabila pengeringan dilakukan pada suhu tinggi, karena akan menghilangkan kandungan air dalam bata beton adapun pengeringan pada suhu biasa tidak mampu mengeluarkan seluruh kandungan air.

Grafik 4.6 Hasil uji serapan air lama rendaman 24 jam

Grafik 4.6. menunjukan bahwa serap air bata beton berlubang menggunankan pecahan keramik mengalami kenaikan pada penambahan jumlah pasta semen. Serap air terendah terdapat pada perbandingan jumlah pasta 490 Kg/m³ yaitu sebesar 8,200% selanjutnya terus mengalami peningkatan sampai pada jumlah pasta 560 Kg/m³ yaitu sebesar 11.455%. Berdasarkan Grafik diatas

terlihat bahwa semakin banyak pasta semen maka serapan air semakin meningkat pula. Hal ini terjadi akibat pemanasan semakin besar sehingga bata beton berlubang menjadi lebih porous dan semakin besar.

Keadaan ini sesuai dengan pendapat Troxell, (dalam Suroso, 2001) bahwa pengeringan beton dengan cara dipanaskan mengakibatkan kandungan air bebas dalam beton dan sekaligus air dalam bentuk koloid (berukuran 0,000001 – 0,002 mm) yang lebih kenyal yang terikat dalam pasta akan menguap. Kondisi penguapan kandungan air dalam beton tersebut selanjutnya menimbulkan kerusakan pada pasta. Dengan semakin banyak jumlah pasta, maka kerusakan yang terjadi akibat pemanasan semakin besar sehingga beton menjadi lebih porous dan serapan air semakin besar.

Menurut SK SNI S – 04 – 1989 – F bata beton berlubang dengan tingkat mutu I disyaratkan mempunyai serapan air maksimum 25%, sedang dalam penelitian ini berdasarkan penelitian hasil uji kuat tekan diperoleh bata beton tertinggi mutu I. Namun demikian, serap air tertinggi diperoleh masih memenuhi syarat untuk bata beton berlubang mutu I yaitu 11,455%.

Hasil penelitian serap air bata beton berlubang menggunakan pecahan keramik bila dibandingkan dengan bata beton berlubang menggunakan bahan ikat lain dapat dilihat pada Grafik 4.7. Berikut ini

Dari hasil penelitian pada (Grafik 4.7.) terlihat bahwa serapan air

maksimum terdapat pada jumlah pasta 560 kg/m3 dengan variasi fas 0,6 yaitu sebesar 11,008%. Jumlah pasta mengalami penurunan pada variasi 0,55 dengan nilai jumlah pasta sebesar 543 kg/m3 dengan nilai serapan air 10,419%. Serapan air semakin menurun pada variasi fas 0,5 dengan nilai serapan air tertinggi sebesar 9,224% dengan jumlah pasta sebesar 525 kg/m3 dan jumlah pasta terkecil terdapat pada variasi 0,4 sebesar 490 kg/m3 dengan nilai serapan air sebesar 8,671%.

Pada penelitian (Mefri Dian R,2007) Serapan air terendah sebesar 14,57% pada perbandingan 0Tras:1PC:5,92Pasir dengan jumlah pasta sebesar 252,90 kg/m3. Peningkatan serapan air terjadi dengan penambahan tras dengan perbandingan 0,11Tras:1PC:5,92Pasir yang serapan airnya sebesar 15,18% dengan jumlah pasta sebesar 266,87 kg/m3. Serapan air semakin meningkat

dengan perbandingan 0,21Tras:1PC:5,92Pasir sebesar 15,36% dan jumlah pastanya yang juga meningkat sebesar 293,61 kg/m3, pada perbandingan 0,27Tras:1PC:5,92Pasir serapan kembali meningkat dengan serapan air sebesar 15,62% dan jumlah pasta sebesar 287,14 kg/m3. Serapan air tertinggi terdapat pada perbandingan 0,32Tras:1PC:5,92Pasir sebesar 15,69% dengan jumlah pasta sebesar 293,61 kg/m3. Peningkatan serapan air dikarenakan tras muria pada campuran adukan berfungsi sebagai bahan ikat tambahan yang bereaksi dengan semen dan air menjadi pasta.

Keadaan yang sama juga terjadi pada penelitian Joko Prakoso (2006) tentang pemanfaatan abu terbang (Fly Ash) sebagai bahan substitusi pada

pembuatan bata beton, yang menunjukkan bahwa nilai serapan air bata beton mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah pasta (semen + abu terbang + air). Meskipun dalam penelitian ini kedudukan abu terbang sebagai subtitusi agregat, tetapi abu terbang masih termasuk dalam bahan ikat. Serapan air terendah sebesar 7,1% pada perbandingan 0FlyAsh:1PC:8Pasir dengan jumlah pasta sebesar 272,8 kg/m3. Peningkatan serapan air terjadi dengan penambahan tras dengan perbandingan 1,30FlyAsh:1PC:8Pasir yang serapan airnya sebesar 7,9% dengan jumlah pasta sebesar 276,8 kg/m3. Serapan air semakin meningkat dengan perbandingan 1,40FlyAsh:1PC:8Pasir sebesar 8,01% dan jumlah pastanya yang juga meningkat sebesar 280,8 kg/m3, pada perbandingan

1,50FlyAsh:1PC:8Pasir serapan kembali meningkat dengan serapan air sebesar 10,01% dan jumlah pasta sebesar 285 kg/m3. Serapan air tertinggi terdapat pada

perbandingan 1,60FlyAsh:1PC:8Pasir sebesar 11,7% dengan jumlah pasta sebesar 353,6 kg/m3.

Analisis ekonomi dari bata beton berlubang dengan pecahan keramik

sebagai pengganti agregat kasar memiliki nilai ekonomi yang baik, selain harganya murah bata beton keramik memiliki kuat tekan yang baik dibanding dengan bata beton biasa.

Keekonomisan yang didapat adalah dari bahan pecahan keramik yang digunakan sebagai pengganti agregat kasar dalam pembuatan bata beton berlubang. Pecahan keramik diambil dari limbah sisa bangunan yang sudah tidak terpakai lagi, sehingga dapat memberi keuntungan dalam penghematan adukan. Penghematan adukan yang dimaksud adalah dengan adanya tambahan pecahan keramik sebagai agregat kasar dalam pembuatan bata beton berlubang mengurangi kebutuhan bahan pasir dan semen, disamping penghematan adukan limbah keramik mudah didapat dan harganya relative murah jika di peroleh di daerah pengepul keramik, sehingga menambah nilai keekonomisan bata beton keramik

Bata beton dengan campuran keramik memiliki kualitas yang cukup baik. Kuat tekan bata beton keramik dapat bersaing baik dengan bata beton biasa. Pada variasi faktor air semen 0.4 kuat tekan rata-rata bata beton mencapai 16,98 MPa. Keekonomisan bata beton keramik cukup baik dibanding bata beton biasa.

1. Biaya Pembuatan Bata Beton Biasa BJ semen = 3,15

BJ Pasir = 2,6

+

1 karung limbah pecahan keramik harganya Rp. 1000; (sudah dengan biaya angkut )

Jam kerja = 7 jam

1 pekerja dapat memecah keramik 25 karung/ hari atau 30/25 = 1,2 hari Dengan upah Rp. 37.500;

Jadi harga pecahan keramik = (30 x 1000) + (1,2 x 37.500,-) = Rp.75.000;\ a. Semen

Harga 1 zak semen Portland merk Semen Gresik Tipe I kemasan 50 kg adalah Rp. 51.500,00

Kebutuhan semen per m³ = 350 kg (7 zak)

Jadi kebutuhan semen = 7 x Rp. 51.500,00 = Rp. 360.500,00 b. Pasir

Harga 1 kg pasir = Rp. 114,00 Kebutuhan pasir = 323,77 kg

Jadi jumlah kebutuhan pasir = 323,77 kg x Rp. 114 = Rp. 36.909,78 Jadi analisis biaya per m³ bata beton keramik adalah :

Keramik = Rp. 75.000,00 Semen = Rp. 360.500,00 Pasir = Rp. 36.909,78

Jumlah = Rp. 472.409,78 dibulatkan Rp. 472.410,-

Dari hasil analisa diatas dapat disimpulkan bahwa bata beton dengan agregat pecahan keramik memiliki kuat tekan dan nilai keekonomisan yang lebih baik dari

bata beton biasa. Dari hasil penelitian ini, keramik bisa direkomendasikan sebagai agregat kasar pada pembutan beton ringan seperti bata beton berlubang.

51

BAB 5

PENUTUP

1.2.KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan, mulai dari uji bahan, uji kuat tekan, uji serapan air bata beton berlubang serta hasil pengolahan data, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pecahan keramik dapat digolongkan kedalam jenis agregat ringan, karena mempunyai berat jenis 1,84 dan mempunyai kadar air 11% sehingga memenuhi syarat untuk pengganti agregat kasar dalam pembuatan bata beton berlubang.

2. Semakin sedikit jumlah faktor air semen dan semakin banyak pecahan keramik dalam proporsi campuran bata beton berlubang di peroleh kuat tekan yang semakin tinggi. Kuat tekan tertinggi terdapat pada jumlah faktor air semen 0,4 yaitu sebesar 18,95 MPa.

3. Semakin banyak jumlah pasta semen dan semakin sedikit pecahan keramik dalam campuran bata beton berlubang diperoleh serap air yang semakin tinggi. Serap air terendah terdapat pada jumlah pasta semen 490 kg/m³ yaitu sebesar 8,2 % dan serap air tertinggi pada jumlah pasta 560 kg/m³ sebesar 11,455%

4. Ditinjau dari kuat tekan dan nilai serap airnya, dapat digunakan sebagai bahan bangunan non struktur.

5. Ditinjau dari analisis ekonomi penggunaan pecahan keramik dalam pembuatan bata beton berlubang mempunyai nilai ekonomis lebih tinggi dibandingkan dengan batako pada umumnya yaitu sebesar per m³, sedangkan batako biasa per m³.

1.3. SARAN

Dari kesimpulan diatas penulis mempunyai saran sebagai berikut:

1. Ditinjau dari sifat-sifat agregat pecahan keramik dan hasil pengujian kuat tekan bata beton berlubang maka pecahan keramik dapat digunakan sebagai pengganti agregat kasar dalam pembuatan bata beton berlubang, oleh karena itu peneliti mengharapkan kepada masyarakat yang memiliki limbah pecahan keramik untuk dimanfaatkan dalam pembuatan beton non struktur

2. Peneliti menyadari adanya keterbatasan pada penelitian ini, maka peneliti mengharapkan agar dilakukan penelitian lebih lanjut terutama pengaruh kandungan kimia pada pecahan keramik terhadap sifat-sifat beton non struktur.

53

Dokumen terkait