• Tidak ada hasil yang ditemukan

Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF)

Dalam dokumen LAPORAN KASUS observasi febris.docx (Halaman 33-52)

4.2 Pirogen Endogen .1 Interleukin-1 (IL-1)

4.2.6 Granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF)

Dari empat hemopoetic colony-stimulating factor yang berpotensi tinggi menguntungkan adalah eritropoetin, granulocyte stimulating factor (G-CSF), dan macrophage colony-stimulating factor (M-CSF). Granulocyte-macrophage colony-colony-stimulating factor (GM-CSF) adalah limfokin lain yang diproduksi terutama oleh limfosit, meskipun makrofag dan sel mast juga mempunyai kemampuan untuk memproduksinya. Fungsi utama GM-CSF adalah menstimulasi sel progenitor hemopoetik untuk berproliferasi dan berdeferensiasi menjadi granulosit dan makrofag serta mengatur kematangan fungsinya. Penggunaan dalam pengobatan diantaranya digunakan untuk pengobatan mielodisplasia, anemia aplastik dan efek mielotoksik pada pengobatan keganasan serta transplantasi. Pemberian GM-CSF dapat disertai dengan terjadinya demam, yang dapat dihambat dengan pemberian obat anti inflamasi non steroid (Non Steriod Anti Inflamation Drug = NSAID) seperti ibuprofen.

5.Fase Demam 3,7

Fase demam dibagi atas tiga stadium, yang menunjukkan proses dari perjalanan demam (peningkatan dan penurunan demam). Stadium tersebut antara lain :

1. Stadium inkrementi, ialah stadium dimana suhu tubuh mulai terjadi peningkatan, dapat muncul mendadak atau perlahan-lahan.

2. Stadium fastigium, ialah puncak dari kejadian demam itu sendiri, dapat berupa puncak yang berbentuk datar, tajam (peak), atau parabola. Biladidapat grafik suhu yang bergelombang sedemikian rupa sehingga didapatkan 2 puncak gelombang dengan variasi diantara 1-3 minggu, maka disebut demam undulans.

3. Stadium dekrementi, yaitu stadium turunnya suhu tubuh. Apabila suhu turun dengan mendadak maka keadaan tersebut disebut krisis, bila suhu turun perlahan disebut lisis. Bila suhu turun mencapai normal kemudian meningkat kembali disebut residif, sedangkan bila suhu meningkat sebelum suhu turun ke batas normal, maka disebut rekrudensi.

6.Jenis dan Tipe Demam 4,9

Sampai saat ini, dikenal beberapa tipe demam, yaitu : 1. Demam kontinyu

Merupakan demam yang terus-menerus tinggi dan memiliki toleransi fluktuasi yang tidak lebih dari 10C. Contoh penyakitnya antara lain; demam dengue, demam tifoid, pneumonia, infeksi respiratorik, keadaan penurunan sistem imun, infeksi virus, sepsis, gangguan sistem saraf pusat, malaria falciparum, dan lain-lain.

2. Demam intermiten

Demam yang peningkatan suhunya terjadi pada waktu tertentu dan kemudian kembali ke suhu normal, kemudian meningkat kembali. Siklus tersebut berulang-ulang hingga akhirnya demam teratasi, dengan variasi suhu diurnal > 10C. Demam mendadak tinggi disertai menggigil, suhu turun secara drastis, setelah serangan demam penderita merasa lelah. Contoh penyakitnya antara lain; demam tifoid, malaria, septikemia, kala-azar, pyaemia. Ada beberapa subtipe dari demam intermiten, yaitu :

Demam quotidian

Demam dengan periodisitas siklus setiap 24 jam, khas pada malaria falciparum dan demam tifoid

Demam tertian

Demam dengan periodisitas siklus setiap 48 jam, khas pada malaria tertiana (Plasmodium vivax). Serangan demam tiap 2 x 24 jam (misal: Minggu – Selasa – Kamis)

Demam quartan

Demam dengan periodisitas siklus setiap 72 jam, khas pada malaria kuartana (Plasmodium malariae). Serangan demam tiap 3 x 24 jam (misal: Minggu – Rabu – Sabtu)

3. Demam remiten

Demam terus menerus, terkadang turun namun tidak pernah mencapai suhu normal, fluktuasi suhu yang terjadi lebih dari 10C. Contoh penyakitnya antara lain; infeksi virus, demam tifoid fase awal, endokarditis infektif, infeksi tuberkulosis paru.

4. Demam berjenjang (step ladder fever )

Demam yang naik secara perlahan setiap harinya, kemudian bertahan suhu selama beberapa hari, hingga akhirnya turun mencapai suhu normal kembali. Contohnya pada demam tifoid. Demam naik turun yang >7 hari, pada minggu pertama demam subfebril (kenaikan suhu tidak tinggi), puncak demam makin lama makin tinggi, siang hari suhu badan turun, tapi tidak mencapai normal dan meninggi pada malam hari, anak lesu, tidur mengigau, BAB cair; pada minggu kedua demam tinggi terus-menerus.

5. Demam bifasik (pelana kuda/ saddleback )

Demam yang tinggi dalam beberapa hari kemudian disusul oleh penurunan suhu, kurang lebih satu sampai dua hari, kemudian timbul demam tinggi kembali. Tipe ini didapatkan pada beberapa penyakit,seperti demam dengue, yellow fever ,Colorado tick fever , Rit valley fever,dan infeksi virus seperti; influenza, poliomielitis, dan koriomeningitis limfositik.

6. Demam Pel-Ebstein atau undulasi

Suatu jenis demam yang spesifik pada penyakit limfoma hodgkin, dimana terjadi peningkatan suhu selama satu minggu dan turun pada minggu berikutnya, dan seperti itu seterusnya. Demam tipe ini ditemukan juga pada kasus penyakit kolesistitis bruselosis, dan pielonefritis kronik.

7. Demam kebalikan pola demam diurnal (typhus inversus)

Demam dengan kenaikan temperatur tertinggi pada pagi hari bukan selama senja atau di awal malam. Kadang-kadang ditemukan pada tuberkulosis milier, salmonelosis, abses hepatik, dan endokarditis bakterial.

Klasifikasi berdasarkan lama demam pada anak, dibagi menjadi:

1. Demam kurang 7 hari (demam pendek) dengan tanda lokal yang jelas, diagnosis etiologik dapat ditegakkan secara anamnestik, pemeriksaan fisis, dengan atau tanpa bantuan laboratorium,

misalnya tonsilitis akut.

2. Demam lebih dari 7 hari, tanpa tanda lokal, diagnosis etiologik tidak dapat ditegakkan dengan amannesis, pemeriksaan fisis, namun dapat ditelusuri dengan tes laboratorium, misalnya demam tifoid.

3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya, sebagian terbesar adalah sindrom virus.

7.Diagnosis Banding Kasus Demam 1,4

Terdapat empat kategori utama demam pada anak, yang dibedakan menjadi :

1. Demam karena infeksi dengan tanda infeksi local. Demam dengan tanda lokal pada anak biasanya disebabkan oleh penyakit-penyakit berikut ini :

a) Infeksi pernapasan bagian atas −Gejala batuk dan pilek

−Nyeri menelan −Rhinorhoea −Faring hiperemis

−Tonsil hiperemis dan membengkak −Detritus pada tonsil

b)Otitis media dan eksterna −Otorhoea

−Nyeri telinga

−Kanalis akustikus eksternus tampak hiperemis −Membran timpani hiperemis dan cembung c)Sinusitis

−Nyeri kepala sekitar orbita

−Rhinorhoea yang berbau atau purulen −Nyeri perkusi pada daerah yang terkena) d)Mastoiditis

−Benjolan lunak dan nyeri sekitar daerah mastoid −Tanda peradangan local

e)Abses tenggorokan

−Nyeri tenggorokan yang cukup hebat pada anak yang lebih besar −Nyeri saat menelan

−Kesulitan menelan/ mendorong masuk air liur −Pembesaran kelenjar getah bening servikal f)Infeksi jaringan lunak dan kulit

−Tanda peradangan lokal pada kulit; dapat berupa eritema, kalor,dolor, rubor, pustula, dan lain-lain.

g)Demam rematik akut

−Tanda peradangan lokal pada sendi

−Karditis, eritema marginatum, nodul subkutan, dan lain-lain. −Peningkatan LED dan ASTO

2.Demam karena infeksi tanpa tanda infeksi local. Demam yang timbul tanpa disertai tanda-tanda infeksi lokal,dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :

a)Demam dengue, demam berdarah dengue

−Demam atau riwayat demam mendadak tinggi selama 2-7 hari

−Manifestasi perdarahan (sekurang-kurangnya uji bendung/ rumple leede positif −Pembesaran hati

−Tanda-tanda gangguan sirkulasi

−Peningkatan nilai hematokrit dan hemoglobin, serta penurunan nilai trombosit dan leukosit −Ada riwayat keluarga atau tetangga sekitar menderita atau tersangka demam berdarah dengue b)Demam malaria

−Demam tinggi khas bersifat intermiten −Demam terus-menerus

−Menggigil, nyeri kepala, berkeringat, dan nyeri otot-sendi −Anemia

−Hepatosplenomegali

c)Demam tifoid

−Demam lebih dari tujuh hari

−Letargis atau terdapat penurunan kesadaran −Nyeri perut, kembung, mual, muntah −Diare atau konstipasi

d)Infeksi saluran kemih

−Demam terutama dibawah usia dua tahun −Nyeri ketika berkemih

−Berkemih lebih sering dari biasanya −Mengompol (anak usia > 3 tahun)

−Urgensi (ketidakmampuan menahan berkemih yang sebelumnya mampu dilakukan −Nyeri ketok sudut kostovertebra atau nyeri tekan suprapubis

e)Sepsis

−Tampak sakit berat, tanpa penyebab jelas −Penurunan kesadaran

−Hipotermia atau hipertermia −Takikardia, takipneu

−Gangguan sirkulasi

f)Keadaan penurunan sistem imun −Infeksi HIV-AIDS

−Keganasan −Diabetes mellitus −Dan lain-lain

3.Demam yang disertai ruam. Demam dapat pula bermanifestasi membentuk ruam tertentu pada sistem integumen, adapun demam yang memiliki manifestasi ruam, yang sering diderita oleh anak-anak antara lain :

a)Campak

−Ruam makula atau papul eritema yang mulai muncul di daerah leher, belakang telinga menuju ke tubuh dan ektremitas

−Batuk, pilek, nyeri tenggorokan −Konjungtivitis

−Bercak koplik

−Riwayat imunisasi campak (-) b)Eksantema subitum

−Terutama pada bayi (6-18 bulan) −Ruam muncul setelah suhu turun

c)Demam skarlet (Skarlatina) -Demam tinggi, tampak sakit berat

-Ruam merah kasar seluruh tubuh, biasanya didahului di daerah lipatan (leher, ketiak, dan lipat inguinal)

-Peradangan hebat pada tenggorokan dan kelainan lidah (strawberry tongue) -Pada penyembuhan terdapat kulit bersisik

d)Demam berdarah dengue e)Infeksi virus lain

-Chikunguya -Enterovirus

-Gangguan sistemik dari ringan hingga berat

4.Demam lebih dari tujuh hari a)Demam tifoid

-Demam lebih dari tujuh hari

-Letargis atau terdapat penurunan kesadaran -Nyeri perut, kembung, mual, muntah -Diare atau konstipasi

b)TB milier

-Demam lama (> 2 minggu) -Berat badan menurun -Anoreksia

-Pembesaran hati dan/atau limpa -Batuk

-Tes tuberkulin positif

-Riwayat kontak dengan penderita TB -Gambaran milier pada foto thorax dada C)Endokarditis infektif

-Berat badan turun -Pucat

-Jari tabuh -Bising jantung -Pembesaran limpa -Petekie

-Splinter haemorrhages pada kuku -Hematuria mikroskopik

d)Demam rematik akut

-Bising jantung yang dapat berubah-ubah sewaktu-waktu -Artritis/ atralgia

-Gagal jantung -Takikardia

-Pericardial friction rub -Fokus infeksi streptokokal e)Abses dalam

-Demam tanpa fokus infeksi yang jelas -Radang setempat atau nyeri

-Tanda-tanda spesifik tergantung tempatnya (otak, paru, hepar,ginjal, dll f)Demam malaria

8.Penatalaksanaan Demam 4, 10

Tidak semua kasus demam harus diturunkan dengan segera, tidak sedikit kasus demam yang turun dengan sendirinya tanpa pengobatan khusus. Walau begitu, demam tentu saja tidak membuat pasien merasa nyaman, bahkan terkadang jika tidak diturunkan dapat meningkat tiba-tiba ke level yang membahayakan. Menurut data statistik yang ada, kerusakan pada otak pada umumnya terjadi jika suhu tubuh mendekati 420C (107,60F). Secara umum, pasien yang mengalami demam akan disarankan untuk meningkatkan hidrasi, karena demam juga dapat merupakan salah satu manifestasi dari dehidrasi tubuh, selain itu peningkatan hidrasi terbukti dapat membantu menurunkan demam. Resiko hiponatremia relatif yang disebabkan oleh peningkatan masukan cairan dapat dikurangi dengan menggunakan formula cairan rehidrasi oral yang sesuai, dengan kadar elektrolit seimbang. Penanganan sederhana lain yang dapat dilakukan ialah dengan memberikan kompres hangat pada daerah peredaran darah besar; misalnya dileher,

ketiak, dan lipat inguinal. Tujuan kompres hangat pada daerah tersebut ialah untuk membuat hangat daerah sekitar pembuluh darah besar tersebut,dan kemudian akan menghangatkan darah itu sendiri. Keadaan tersebut akan merangsang pusat pengaturan suhu untuk menurunkan termostat ke titik yang lebih rendah dari sebelum, sehingga manifestasi yang dapat kita lihat pada pasien yaitu proses berkeringat dan kulit yang memerah (flushing),karena vasodilatasi pembuluh darah, sebagai upaya pembuangan panas tubuh.

Medikasi yang utama untuk penatalaksanaan demam ialah dengan pemberian antipiretik. Contoh antipiretik yang sering digunakan untuk kasus demam antara lain; parasetamol, ibuprofen, dan asam asetilsalisilat. Pada beberapa sumber mengatakan antipiretik asam asetil salisilat dan ibuprofen lebih efektif untuk penatalaksanaan demam pada anak, sekaligus mengurangi gejala prodromal lain yang menyertai demam, karena efek analgetiknya lebih kuat dibandingkan dengan parasetamol. Namun begitu, asam asetil salisilat dan ibuprofen memiliki resiko perdarahan lambung dan gangguan agregasi trombosit yang lebih tinggi dibandingkan dengan parasetamol. Oleh karena itu, obat tersebut tidak dianjurkan untuk diberikan pada kasus demam yangdisertai perdarahan, misalnya pada demam berdarah dengue, purpura trombositopenik idiopatik, ulkus peptikum, dan lain-lain. Pada umumnya antipiretik digunakan bila suhu tubuh anak lebih dari 380C. Orang tua dan sebagian besar dokter memberikan antipiretik pada setiap keadaan demam. Seharusnya antipiretik tidak diberikan secara automatis, tetapi memerlukan pertimbangan. Pemberian antipiretik harus berdasarkan kenyamanan anak, bukan dari suhu yang tertera pada angkatermometer saja. Saat ini pemberian resep antipiretik terlalu berlebihan,antipiretik diberikan untuk keuntungan orang tua daripada si anak. Meski tidak ada efek samping antipiretik pada perjalanan penyakit, namun terdapat beberapa bukti yang memperlihatkan efek yang merugikan. Indikasi pemberian antipiretik, antara lain :

1. Demam lebih dari 390C yang berhubungan dengan gejala nyeri atau tidak nyaman, biasa timbul pada keadaan otitis media atau mialgia.

2. Demam lebih dari 40,50C

3. Demam berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme. Keadaan gizi kurang, penyakit jantung, luka bakar, atau pasca operasi,memerlukan antipiretik.

Klasifikasi Antipiretik

Obat antipiretik dalam dikelompokkan dalam empat golongan; yaitu para aminofenol (parasetamol), derivat asam propionat (ibuprofen dan naproksen), salisilat (aspirin, salisilamid), dan asam asetik (indometasin). Namun yang akan dibahas pada bagian ini ialah antipiretik yang sering dipakai pada penatalaksanaan demam pada anak; yaitu parasetamol, ibuprofen, dan aspirin.

1. Parasetamol (Asetaminofen)

Parasetamol merupakan metabolit aktif asetanilid dan fenasetin. Saat ini parasetamol merupakan antipiretik yang biasa dipakai sebagai antipiretik dan analgesik dalam pengobatan demam pada anak. Keuntungannya, terdapat dalam sediaan sirup, tablet, infus, dan supositoria. Cara terakhir ini merupakan alternatif bila obat tidak dapat diberikan per oral; misalnya anak muntah, menolak pemberian cairan, mengantuk, atau tidak sadar. Beberapa penelitian menunjukkan efektivitas yang setara antara parasetamol oral dan supositoria. Dengan dosis yang sama daya terapeutik antipiretiknya setara dengan aspirin,hanya parasetamol tidak mempunyai daya antiinflamasi, oleh karena itutidak digunakan pada penyakit jaringan ikat seperti artritis reumatodi. Parasetamol juga efektif menurunkan suhu dan efek samping lain yang berasal dari pengobatan dengan sitokin, seperti interferon dan pada pasien keganasan yang menderita infeksi. Dosis parasetamol lazim yangdigunakan untuk menurunkan suhu ialah 10-15 mg/kgBB per dosis, makaakan tercapai konsentrasi efek antipiretik dan direkomendasikan diberikan setiap 4 jam. Dosis parasetamol 20 mg/kgBB tidak akan menambah daya penurunan suhu tetapi memperpanjang efek antipiretik sampai 6-8 jam.Setelah pemberian dosis terapeutik, penurunan demam terjadi setelah 30 menit, puncaknya sekitar 3 jam, dan demam akan rekurendalam 3-4 jam setelah pemberian. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 30 menit. Makanan yang mengandung karbohidrat tinggi akan mengurangi absorpsi sehingga menghalangi penurunan demam. Parasetamol mempunyai efek samping ringan bila diberikan dalam dosis biasa. Tidak akan timbul perdarahan saluran cerna, nefropati, maupun koagulopati. Obat yang dilaporkan mempunyai interaksi denganparasetamol, diantaranya adalah warfarin, metoklopramid, beta bloker,dan klopromazin.

2.Ibuprofen

Ibuprofen ialah suatu derivat asam propionat yang mempunyai kemampuan antipiretik, analgesik, dan antiinflamasi. Seperti antipiretik lain dan NSAID (Non Steroid Anti Inflammatory Drug), ibuprofen beraksi dengan memblokade sintesis PGE-2 melalui penghambatan siklooksigenasi. Sejak tahun 1984 satu-satunya NSAID yang direkomendasikan sebagai antipiretik di Amerika Serikat adalah ibuprofen, sedangkan di Inggris sejak tahun 1990. Obat ini diserap dengan baik oleh saluran cerna, mencapai puncak konsentrasi serum dalam 1 jam. Kadar efek maksimal untuk antipiretik (sekitar 10 mg/L) dapat dicapai dengan dosis 5 mg/kgBB, yang akan menurunkan suhu tubuh 20C selama 3-4 jam. Dosis 10 mg/kgBB/hari dilaporkan lebih poten dan mempunyai efek supresi demam lebih lama dibandingkan dengan dosis setara parasetamol. Awitan antipiretik tampak lebih dini dan efek lebih besar pada bayi daripada anak yang lebih tua. Ibuprofen merupakan obat antipiretik kedua yang paling banyak dipakai setelah parasetamol.Efek antiinflamasi serta analgesik ibuprofen menambah keunggulan dibandingkan dengan parasetamol dalam pengobatan beberapa penyakit infeksi yang berhubungan dengan demam. Indikasi kedua pemakaian ibuprofen adalah artritis reumatoid. Dengan dosis 20-40 mg/kgBB/hari, efeknya sama dengan dosis aspirin 60-80 mg/kgBB/hari disertai efek samping yang lebih rendah. Pemberian sitokin (misalnya GM-CSF) seringkali menyebabkan demam dan mialgia, ibuprofen ternyata obat yang efektif untuk mengatasi efek samping tersebut. Ibuprofen mempunyai keuntungan pengobatan dengan efek samping ringan dalam penggunaan yang luas. Beberapa efek samping yang dilaporkan disebabkan adanya penyakit yang sebelumnya telah ada pada anak tersebut dan bukan disebabkan oleh pengobatannya.Di pihak lain efek samping biasanya berhubungan dengan dosis dansedikit lebih sering dibandingkan dengan parasetamol dalam dosis antipiretik. Reaksi samping ibuprofen lebih rendah daripada aspirin.Anak yang menelan 100 mg/kgBB tidak menunjukkan gejala, bahkan sampai dosis 300 mg/kgBB seringkali asimptomatik. Tatalaksana kasus keracunan ibuprofen, dilakukan pengeluaran obat dengan muntah (kumbah lambung), arang aktif, dan perawatan suportif secara umum. Tidak ada antidotum spesifik terhadap keracunan ibuprofen.

3.Salisilat

Aspirin sampai dengan tahun 1980 merupakan antipiretik-analgetik yang luas dipakai dalam bidang kesehatan anak. Di Amerika Serikat pangsa pasar salisilat mencapai 70% sedangkan parasetamol hanya mencapai 30%, di Inggris kecenderungannya terbalik. Dalam penelitian perbandingan antara aspirin dan parasetamol dengan dosissetara terbukti kedua kelompok mempunyai efektivitas antipiretik yangsama tetapi aspirin lebih efektif sebagai analgesik. Setelah dilaporkan adanya hubungan antara sindrom Reye dan aspirin, Committee on Infectious Diseases of the American Academy of Pediatrics, berkesimpulan pada laporannya tahun 1982, bahwa aspirin tidak dapat diberikan pada anak dengan cacar air atau dengan kemungkinan influenza. Walaupun demikian, aspirin masih digunakan secara luas di berbagai tempat di dunia, terutama di negara berkembang. Kekurangan utama aspirin adalah tidak stabil dalam bentuk larutan (oleh karena itu hanya tersedia dalam bentuk tablet), dan efek samping lebih tinggi daripada parasetamol dan ibuprofen. Adapula peningkatan insidensi interaksi dengan obat lain, termasuk antikoagulan oral (menyebabkan peningkatan resiko perdarahan), metoklopramid dan kafein, serta natrium valproat (menyebabkan terhambatnya metabolisme natrium valproat).Adapun indikasi pemakaian aspirin ialah sebagai berikut :

1. Sebagai antipiretik/ analgetik, aspirin tidak lagi direkomendasikan. Dosis 10-15 mg/kgBB memberikan efek antipiretik yang efektif. Dapat diberikan 4-5 kali per hari, oleh karena waktu paruh di dalam darah sekitar 3-4 jam.

2. Pada penyakit jaringan ikat seperti artritis reumatoid dan demam reumatik, dosis awal ialah 80 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis. Dosis ini kemudian disesuaikan untuk mempertahankan kadar salisilat dalam darah sekitar 20-30 mg/dL. Oleh karena akhir-akhir dilaporkan adanya sindrom Reye pada kasus artritis reumatoid yangmendapat aspirin, maka aspirin tidak lagi dipakai pada pengobatan artritis reumatoid.

3. Thromboxane A2 merupakan vasokonstriktor poten dan sebagai platelet aggregation agent yang terbentuk dari asam arakidonat melalui siklus siklooksigenase. Aspirin menghambat siklooksigenase sehingga mempunyai aktivitas antitrombosit dan fibrinolitik rendah, direkomendasikan bagi anak dengan penyakit kawasaki, penyakit jantung bawaan sianotik, dan penyakit jantung koroner.

Kontraindikasi pemberian aspirin

a) Infeksi virus, khususnya infeksi saluran napas bagian atas atau cacar air. Aspirin dapat menyebabkan sindrom Reye.

b) Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), pada keadaan iniaspirin dapat menyebabkan anemia hemolitik.

c) Anak yang menderita asma, dapat menginduksi hipersensitifitas karena penggunaan aspirin (aspirin-induced hypersensitivity), berupa urtikaria, angioedema, rhinitis, dan hiperreaktivitas bronkus. Aspirin dapat menghambat sintesis, yang mempengaruhi efek dilatasi bronkus. Akhir-akhir ini terbukti adanya peningkatan pembentukan leukotrien pada keadaan asma yang diinduksi aspirin. Leukotrien merupakan vasokonstriktor poten terhadap otot-otot polos salurannapas.

d) Pada pasien yang akan mengalami pembedahan atau pasien yang memiliki kecenderungan untuk mengalami perdarahan, aspirin dapat menghambat agregasi trombosit yang bersifat reversibel. Efek samping yang timbul pada kadar salisilat darah< 20 mg/100 mL, umumnya dianggap sebagai efek samping sedangkan gejala yang timbul pada kadar yang lebih tinggi disebut keracunan. Gambaran yang saling tumpang tindih timbul diantara kedua kelompok tersebut. Efek samping berasal dari efek langsung terhadap berbagai organ atau menghambat sintesis prostaglandin pada organ-organ terkena. Pada anak besar gambaran klinis menunjukkan alkalosis respiratorik, sedangkan pada anak yang lebih muda fase alkalosis respiratorik terjadi singkat dan ketika anak tiba di rumah sakit sudah terjadi asidosis metabolik bercampur dengan alkalosis respiratorik. Pada bayi atau keracunan salisilat berat, keseimbangan asam-basa sangat terganggu ditandai dengan penurunan pH (dapat kurang dari 7,0). Alkalosis respiratorik menunjukkan adanya keracunan ringan atau tanda awal keracunan berat. Pemeriksaan laboratorium yang harus dilakukan adalah; darah perifer lengkap, kadar salisilat, gula dalam darah, enzim hati, waktu protrombin, analisis gas darah, bikarbonat serum, ureum dan elektrolit.

Dalam dokumen LAPORAN KASUS observasi febris.docx (Halaman 33-52)

Dokumen terkait