• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

2.5. Perilaku

2.3.1. Green Building Council Indonesia

Green Building merupakan suatu konsep dalam pengembangan suatu bangunan yang ramha lingkungan. dalam penerapan Green Building ini terdapat 6 aspek/parameter yang disebut sebagai sistem rating Indonesia yaitu greenship. Greenship

merupakan sebuah perangkat penilaian yang disusun oleh Green Building Council Indoensia (GBCI) untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat dinyatakan layak bersertifikat "bangunan hijau" atau belum. enam aspek tersebut terdiri dari :

a. Tepat Guna Lahan (land Efficient) b. Efisiensi Energi & Refrigeran c. Konservasi Air

d. Sumber & Siklus Material

Berikut penjelasan untuk setiap aspek penilaian yang teleh disusun oleh Green Building Council Indoensia (GBCI) untuk menentukan apakah suatu bangunan dapat dinyatakan layak bersertifikat "bangunan hijau" atau belum.

2.3.1.1. Tepat Guna Lahan (land Efficient)

Tepat guna lahan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

1. Land Efficient :

Adanya vegetasi bangunan taman dengan luas area minimum 10 % kuas total lahan atau 50% dari ruang terbuka hijau

Memiliki komposisi vegetasi 50% lahan tertutupi luasan pohon ukuran kecil, ukuran sedang, ukuran besar, perdu setengah pohon, semak dalam ukuran dewasa dengan jenis tanaman

2. Site Selection

Membangun di dalam kawasan perkotaan yang masih berdensitas rendah yaitu tingkat okupansi/hunian< 300 orang/Ha

Pembangunan yang berlokasi dan melakukan revitalisasi diatas lahan yang bernilai negatif dan tak terpakai karena bekas pembangunan/dampak negatif pembangunan

3. Community Accessibility

Terdapat minimal 7 jenis fasilitas umum dalam jarak pencapaian jalan utama dengan jarak pencapaian jalan utama sejauh 1500 m dari tapak.

Membuka akses pejalan kaki ke minimal 3 fasilitas umum sejauh 300 m

Menyediakan fasilitas/akses yang aman, nyaman dan bebas dari perpotongan akses kendaraan bermotor ke minimal 3 fasilitas umum atau dan dengan stasiun transportasi massal

Membuka lantai dasar gedung sehingga dapat menjadi akses pejalan kaki yang aman dan nyaman selama minimum 10 jam sehari

4. Public Transportation

Adanya halte atau stasiun transportasi umum dalam jangkauan 300 m (walking distance) dari gerbang lokasi bangunan

Menyediakan shuttle bus untuk pengguna tetap gedung dengan jumlah unit minimum untuk 10% pengguna tetap gedung

Menyediakan fasilitas jalur pedestrian didalam area gedung untuk menuju ke stasiun transportasi umum terdekat yang aman dan nyaman

5. Bicycle

Adanya parkir sepeda yang aman sebaganyak 1 unit parkir per 20 pengguna gedung

Menyediakan shower sebanyak 1 unit untuk setiap 10 tempat parkir sepeda

6. Site Landscaping

Adanya area lansekap berupa vegetasi mnimal 40% luas total lahan termasuk taman diatas basement, roof garden,

terrace garden dan wall garden.

Penambahan nilai sebesar 1 poin untuk setiap penambahan sebesar 10% area lansekap dari luas lahan di tolok ukur 1 diatasnya

Pengguna tanaman lokal dalam provinsi sebesar 60% luas tajuk/jumlah tanaman

7. Micro Climate

Menggunakan material pada area atap gedung sehingga nilai albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3 Manggunankan material pada area non atap sehingga

nilai albedo (daya refleksi panas matahari) minimum 0,3 Desain menunjukkan adanya pelindungan pada sirkulasi

utama pejalan kaki di daerah luar ruangan area luar ruang gedung

Desain lansekap menunjukan adanya fitur yang mencegah terpaan angin kencang kepada pejalan kaki di daerah luar ruangan area gedung

8. Sistem Water Management

Pengurangan beban volume limpasan air hujan hingga 50% volume hujan harian

Pengurangan beban volume limpasan air hujan hingga 85% total volume hujan harian

Menunjukkan adanya upaya penanganan pengurangan beban banjir lingkungan dari luar lokasi bangunan

Menggunakan teknologi yang dapat mengurangi debit limpasan air hujan

2.3.1.2.Efisiensi Energi

Efisiensi energi dapat dilakukan antara lain dengan menggunakan cahaya dan ventilasi alami.

1. Cahaya alami

Penempatan cahaya alami pada tangga, toilet, lift lobby dan gudang. Ditambahkan pintu sehingga lobby lift bisa menggunakan ventilasi mekanis.

Gambar 2.4 Pencahayaan Alami

2. Ventilasi

Penempatan ventilasi pada lux sensor yang akan mematikan lampu secara otomatis.

Gambar 2.5 Ventilasi Alami

2.3.1.3.Efisiensi Air

Efisiensi air dilakukan dengan cara, 1. Pemasangan meteran air

Pemasangan alat meteran air di setiap sistem keluaran sumber air bersih seperti sumber PDAM atau air tanah. Pemasangan alat meteran air untuk memonitor keluaran

Pemasangan alat meteran air untuk mengukur tambahan dari keluaran air bersih apabila dari sistem daur ulang tidak mencukupi.

2. Mengurangi pemakaian air

Merencanakan kebutuhan air bersih dari sumber primer sebesar maksimum 80% dari SNI 03-7065-2005 tentang tata cara pelaksanaan sistem plambing.

3. Penggunaan water fixture

Penggunaan water fixture pada tekanan air 3 bar, sejumlah minimum 25%, 50%, atau 75% dari jumlah unit total pengadaan produk water fixture.

4. Daur ulang air

Instalasi daur ulang air dengan kapasitas yang cukup untuk kebutuhan seluruh sistem flushing, irigasi dan make up water cooling tower. ( Lihat gambar 2.3)

5. Penggunaan sumber air alternatif

Menggunakan salah satu dari tiga alternatif sebagai berikut: air kondensasi AC, air bekas wudhu, atau air hujan menjadi sumber air bersih setara standar PAM.

6. Penggunaan tangki air hujan

Instalasi tangki penyimpanan air hujan dengan berkapasitas 50%, 70%, ataupun 100% dari jumlah air hujan yang jatuh di atas atap bangunan sesuai dengan kondisi intensitas rata-rata curah hujan harian setempat menurut BMKG.

7. Efisiensi air melalui lansekap

Seluruh air yang digunakan untuk irigasi gedung tidak berasal dari sumber air tanah dan atau PDAM.

Menerapkan sistem instalasi untuk irigasi lansekap yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan tanaman.

2.3.1.4. Material Lokal dan Ramah Lingkungan

Material lokal yang berasal dari negeri sendiri dan diproduksi sendiri dapat membantu memmbangkitkan perekonomian. Selain itu materialnya pun haruslah ramah lingkungan.

Gambar 2.9 Material Lokal dan Ramah Lingkungan

1. Pendingin Dasar

Tidak menggunakan Chloro Fluoro Carbon (CFC) sebagai refrigerant dan halon sebagai bahan pemadam kebakaran. 2. Penggunaan Ulang Bangunan dan Material

Menggunakan kembali semua material bekas setara minimal 10% atau 20% dari total biaya material baru fasad, plafon, lantai, partisi, kusen, dinding.

3. Produk dengan Proses Lingkungan

Menggunakan material yang bersertifikat ISO 14001 terbaru dan/atau sertifikasi lain yang setara bernilail 30% dari total biaya material.

Menggunakan material yang merupakan hasil proses daur ulang senilai minimal 5% dari total biaya material.

Menggunakan material yang bahan baku utamanya berasal dari sumber daya terbarukan minimal 2% dari total biaya material.

4. Penggunaan Non ODS

Tidak menggunakan bahan perusak ozon pada seluruh system bangunan.

5. Kayu Bersertifikat

Menggunakan bahan material kayu yang bersertifikat legal sesuai Peraturan Pemerintah asal kayu (Faktur Angkutan Kayu Olahan/FAKO, sertifikat perusahaan dll) dan sah terbebas dari perdagangan kayu illegal sebesar 100% biaya total material kayu.

Jika 30% dari butir diatas menggunakan kayu bersertifikasi dari pihak Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) atau Forest Stewardship Council (FSC).

6. Desain Modular

Desain yang menggunakan material modular atau pra fabrikasi (tidak termasuk equipment) sebesar 30% dari total biaya material.

7. Material Regional

Menggunakan material yang lokasi asal bahan baku utama atau fabrikasi berada di dalam radius 1000 km dari lokasi proyek.

2.3.1.5.Udara Sehat di Dalam Ruangan

Udara yang sehat harus dapat masuk ke dala ruangan yang biasanya bisa masuk melelui ventilasi. Berikut

penggambarannya dapat dilihat pada gambar 2.10.

Gambar 2.10 Udara Sehat di Dalam Ruangan

1. Pemasukan Udara Luar Ruangan

Desain ruangan yang menunjukan adanya potensi introduksi udara luar minimal sesuai dengan standar SNI

03-6572-2001 tentang tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung.

2. Pemantauan CO2

Untuk banquet, ruang rapat umum, general office (ruangan dengan kepadatan tinggi) dilengkapi dengan instalasi sensor gas karbondioksida (CO2) di dalam ruangan tidak lebih dari 1000 ppm. Sensor diletakkan 1,5 m di atas lantai dekat return air grill.

3. Pengendalian Asap Tembakau

Tidak menyediakan ruangan untuk merokok dan dilengkapi dengan surat pernyataan pemilik gedung untuk memasang tanda larangan merokok di seluruh area.

4. Polutan Kimia

Menggunakan cat dan coating yang mengandung kadar Volatile Organic Compounds (VOCs) rendah.

Menggunakan produk kayu komposit dan produk agrifiber, antara lain produk kayu lapis, papan partikel, papan serta, insulasi busa, dan laminating adhesive. Dengan syarat tanpa tambahan urea formaldehyde atau memiliki kadar emisi formaldehyde rendah.

Tidak menggunakan material yang mengandung asbes, merkuri, dan Styrofoam.

5. Pandangan ke Luar

Apabila 75% dari Net Lettable Area (NLA) menghadap langsung ke pemandangan luar yang dibatasi dan transparan apabila ditarik suatu garis lurus.

6. Kenyamanan Visual

Menggunakan lampu dengan iluminasi (tingkat pencahayaan) ruangan sesuai dengan SNI 03-6197-2000 tentang konservasi energi dalam pencahayaan.

7. Kenyamanan termal

Menetapkan perencanaan kondisi termal ruangan secara umum pada suhu 25 derajat Celcius dan kelembaban relative 60%.

8. Level Akustik

Tingkat kebisingan pada 90% dari Nett Lettable Area (NLA).

Dokumen terkait